UNIVERSITAS UDAYANA
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN
PENYAKIT KRONIS PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN
TABANAN TAHUN 2016
NI LUH INTEN LESTARI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN
PENYAKIT KRONIS PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN
TABANAN TAHUN 2016
NI LUH INTEN LESTARI
NIM. 1220025062
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN
PENYAKIT KRONIS DI PUSKESMAS KABUPATEN TABANAN
TAHUN 2016
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
NI LUH INTEN LESTARI
NIM. 1220025062
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Program Pengelolaan Penyakit
Kronis di Puksesmas Kabupaten Tabanan Tahun 2016” dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan kelulusan dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat atas izin dan petunjuknya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Putu Ayu Indrayathi, S.E., MPH selaku Ketua Bagian Peminatan Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan (AKK) yang telah memberikan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.
3. dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2012 yang telah bersama-sama saling
membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
vi
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan pada skripsi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan suatu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan magang ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Denpasar, Juli 2016
vii KRONIS DI PUSKESMAS KABUPATEN TABANAN TAHUN 2016
ABSTRAK
Bali di dominasi oleh penyakit diabetes melitus (DM) dan hipertensi. Kabupaten Tabanan merupakan Kabupaten dengan kejadian hipertensi dan DM yang tinggi. Pada era JKN salah satu upaya yang dilaksanakan untuk menanggulangi penyakit kronis adalah Prolanis. Puskesmas di Kabupaten Tabanan sudah secara aktif melaksanakan Prolanis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Prolanis di Puskesmas Kabupaten Tabanan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan pada puskesmas dengan rasio kunjungan tertinggi dan terendah yaitu Puskesmas Kediri I dan Puskesmas Penebel II dari bulan Maret-Mei 2016. Informan penelitian berjumlah sembilan orang yang terdiri dari pemegang program Prolanis di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Denpasar, Kepala Puskesmas, dokter umum, pemegang program Prolanis di Puskesmas dan peserta Prolanis.
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Prolanis di dua Puskesmas di Kabupaten Tabanan terdapat perbedaan dalam pelaksanaan Prolanis dilihat dari ketersedian input dari Puskesmas dengan rasio kunjungan Prolanis yang tinggi dengan puskesmas dengan puskesmas rasio kunjungan Prolanis yang rendah. Ketersedian input pada puskesmas dengan rasio kunjungan tinggi lebih baik daripada puskesmas dengan rasio kunjungan rendah. Selain itu target sasaran Prolanis belum bisa mencakup 100%. Terkait kunjungan aktivitas layanan Prolanis sudah baik yaitu diatas 75%. Dari perspektif peserta diketahui bahwa aktivitas layanan Prolanis sudah dapat memberikan manfaat dan peserta sudah puas dengan aktivitas layanan yang diberikan.
Simpulan dari penelitian ini diketahui bahwa implementasi Prolanis di Puskesmas Kabupaten Tabanan belum optimal karena masih ditemui beberapa kendala pada ketersedian input pelaksanaan prolanis. Maka dari itu perlu peningkatan komitmen layanan di puskesmas untuk melaksanakan Prolanis.
vii
ANALYSIS OF CHRONIC DISEAS MANAGEMENT AT TABANAN REGENCY’S COMMUNITY HEALTH CENTER IN 2016
ABSTRACT
Bali is dominated by Diabetes Mellitus (DM) and hypertension, in which Tabanan regency has the highest number of DM and hypertension. In JKN (Jaminan Kesehatan Nasional / National Health Assurances) era, one of the way to prevent chronic disease is by holding Prolanis (Chronic Disease Management Program). The Public Health Center or Puskesmas in Tabanan has been actively doing Prolanis. This research was conducted to understand the implementation of Prolanis in Puskesmas in Tabanan regency.
This research is a descriptive research by using qualitative approach with interview method and document study. It was conducted in Puskesmas with highest ratio and lowest ratio of Prolanis visits in Tabanan regency, that is Puskesmas Kediri I and Puskesmas Penebel II. The informants for this research are nine persons from the holder off Prolanis program at BPJS Denpasar, chief Public Helath Center, doctor, the holder Prolanis at Public Health Center, and participant Prolanis.
Based on the result of this research, there are several differences in input implementation Prolanis availability from high ration of Prolanis visits in one Puskesmas to the Puskesmas that have low ration of Prolanis visits. In terms of the input availability, the higher ratio visits have better facility rather than the lower ratio visits. Besides, the target of Prolanis has not reached 100%. Related to Prolanis access, it can be categorized as good (75%). From the participants’ perspective, it can be concluded that Prolanis has been held well.
The conclusion from this research is it can be found that the Prolanis implementation in Puskesmas in Tabanan regency has not been optimal since it still has several problems in input availability for Prolanis. Because of that, the service commitment in Puskesmas should be increased.
viii
1.3 Pertanyaan penelitian ... 5
1.4 Tujuan ... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) ... 8
2.1.1 Konsep Prolanis ... 8
2.1.2 Persiapan Pelaksanaan Prolanis ... 9
2.1.3 Bentuk Kegiatan Prolanis ... 11
2.2 Peran Puskesmas dalam Prolanis ... 14
ix
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23
3.1 Kerangka Konsep ... 23
3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel... 24
3.2.1 Variabel ... 24
3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 25
BAB IV METODE PENELITIAN ... 30
4.1 Karakteristik Penelitian ... 30
4.2 Peran Peneliti ... 31
4.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
4.4 Strategi Pengumpulan Data ... 31
4.4.1 Pengumpulan Data Primer ... 31
4.4.2 Pengumpulan Data Sekunder ... 33
4.5 Analisis Data ... 34
4.6 Strategi Validasi Data ... 34
BAB V HASIL PENELITIAN ... 36
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36
5.2 Riwayat Penelitian ... 37
5.3 Karakteristik Informan ... 39
5.4 Hasil Wawancara ... 40
5.4.1 Ketersedian Input dalam Implementasi Prolanis... 40
5.4.2 Proses dan Output Persiapan Implementasi Prolanis ... 47
5.4.3 Proses dan Output Aktivitas Layanan Implementasi Prolanis ... 49
5.4.4 Proses dan Output Pencatatan dan Pelaporan Prolanis ... 60
5.4.5 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Prolanis ... 62
5.4.6 Persepsi Peserta Terhadap Implementasi Prolanis ... 64
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional ... 30
Tabel 5.1 Karekteristik Informan Penelitian ... 39
Tabel 5.2 Kunjungan Peserta Prolanis pada Pelaksanaan Edukasi Kelompok ... 54
Tabel 5.3 Kunjungan Peserta Prolanis pada Pelaksanaan Aktivitas Klub ... 59
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Informasi Wawancara Mendalam
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Sebagai Informan Penelitian
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Kepada Pemegang Program Prolanis di Puskesmas Kediri I dan Puskesmas Penebel II
Lampiran 5 Pedoman Wawancara Kepada Kepala Puskesmas di Kabupaten Tabanan
Lampiran 6 Pedoman Wawancara Kepada Dokter di Puskesmas Kediri I dan Puskesmas Penebel II
Lampiran 7 Pedoman Wawancara Kepada Pemegang Program Prolanis di BPJS Kesehatan Cabang Denpassar
Lampiran 8 Pedoman Wawancara Kepada Peserta Prolanis di Puskesmas Kediri I dan Puskesmas Penebel II
Lampiran 9 Formulir Observasi Catatan dan Laporan Hasil Kegiatan Prolanis
Lampiran 10 Keterangan Kelaiakan Etik
Lampiran 11 Surat Keterangan Mengadakan Penelitian dari Dinas Perizinan dan Penanaman Modal
Lampiran 12 Surat Keterangan Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Denpasar
Lampiran 13 Surat Keterangan Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Tabanan
Lampiran 14 Surat Keterangan Rekomendasi Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
xiii
DAFTAR SINGKATAN
PTM : Penyakit Tidak Menular Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga STP : Surveilan Terpadu Penyakit DM : Diabetes Melitus
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial WHO : World Health Organization
Prolanis : Program Pengelolaan Penyakit Kronis FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
AK : Angka Kontak
RRNS : Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik RPPB : Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung RJTP : Rawat Jalan Tingkat Pertama
RITP : Rawat Inap Tingkat Pertama SDM : Sumber Daya Manusia
MPKP : Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer GDP : Glukosa Darah Puasa
GDPP : Glukosa Darah Post Prandial/Setelah Makan IMT : Indeks Masa Tubuh
TNI : Tentara Nasional Indonesia PIC : Personal In Charge
SMS : Short Message Service
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi
epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin menurun, diketahui bahwa
terjadi penurunan proporsi penyakit menular dari 44,2% menjadi 28,1% akan tetapi terjadi peningkatan pada proporsi PTM dari 41,7% menjadi 59,5% (Riskesdas, 2007).
Di dunia PTM mengakibatkan kematian sebanyak 38 juta orang setiap tahunnya (WHO, 2015). Di Bali sendiri untuk PTM didominasi oleh penyakit
hipertensi dan Diabetes Melitus (DM) tipe II. Berdasarkan laporan surveilan terpadu penyakit (STP) rumah sakit dan rumah sakit sentinel rawat jalan dan rawat inap di provinsi Bali tahun 2014 pada jumlah 10 besar penyakit tidak menular diketahui
bahwa hipertensi menduduki peringkat pertama dengan 8.886 kasus, pada peringkat kedua yaitu kecelakaan lalu lintas dengan 5.401 kasus, dan pada posisi ketiga
ditempati oleh penyakit DM yaitu sebanyak 5.271 kasus (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Penyakit DM dan hipertensi biasanya dapat ditangani di pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, salah satunya puskesmas. Berdasarkan laporan STP
2
terdapat di Kabupaten Tabanan dengan 13.098 kasus dan untuk penyakit DM kasus
tertinggi terdapat di Kabupaten Buleleng dengan 4.887 kasus dan kasus DM tertinggi kedua terdapat pada Kabupaten Tabanan yaitu sebesar 4.837 kasus (Dinkes Provinsi
Bali, 2014). Berdasarkan laporan STP Puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan tahun 2014, untuk penyakit DM tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kediri I dengan 1.120 kasus dan untuk kasus hipertensi tertinggi terdapat
di wilayah kerja Puskesmas Penebel II dengan 2568 kasus.
Indonesia tentunya memiliki upaya-upaya untuk mengatasi terjadinya
peningkatan penyakit degeneratif. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tentunya dilakukan segala upaya untuk mensejahterakan kesehatan masyarakat
seluruh Indonesia termasuk upaya untuk mengatasi penyakit degeneratif yang semakin meningkat. Pembiayaan yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk penyakit degeneratif cukup besar terutama untuk
penyakit-penyakit kronis seperti penyakit jantung koroner, gagal ginjal, stroke, DM dan penyakit degeneratif lainnya. Sehingga BPJS kesehatan melakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit dan
peningkatan penyakit degeneratif, agar pembiayaan kesehatan untuk penyakit degeneratif dapat diminimalisir serta dapat memberi kesejahteraan terhadap
kesehatan para peserta pengguna BPJS Kesehatan. Salah satu upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis).
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
3
kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS Kesehatan, 2014). Adanya program Prolanis ini untuk meningkatkan kualitas hidup peserta BPJS yang menderita
penyakit kronis terutama diabetes melitus (DM) tipe II dan hipertensi. Prolanis ini dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) baik FKTP pemerintah maupun FKTP swasta.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya (Permenkes RI No.75 Tahun 2014). Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan kontak pertama diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan sampai di tingkat primer saja dan mengurangi jumlah pasien yang dirujuk.
Berdasarkan peraturan BPJS No. 2 Tahun 2015 dinyatakan bahwa sistem pembayaran dari BPJS ke FKTP adalah dengan sistem kapitasi, dimana dilakukan dengan kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan. Kapitasi berbasis
pemenuhan komitmen layanan ini adalah penyesuaian besaran tarif kapitasi berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan
yang disepakti berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka peningkatan mutu layanan. Indikator komitmen pelayanan yang dilakukan oleh FKTP adalah angka kontak (AK), rasio rujukan rawat jalan non spesialistik (RRNS), dan rasio peserta
Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB).
Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen layanan ini mewajibkan setiap FKTP
4
angka kejadian PTM terutama untuk penyakit DM tipe II dan hipertensi, karena
penyakit tersebut dirasa mampu ditangani di FKTP dan dapat melakukan deteksi dini terkait penyakit tersebut. Saat ini sebagian besar FKTP pemerintah atau puskesmas
sudah bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Untuk di Kabupaten Tabanan tercatat ada 20 puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Puskesmas se-Kabupaten Tabanan sudah secara aktif melaksanakan kegiatan
Prolanis. Rata-rata rasio kunjungan peserta prolanis di Puskesmas se-Kabupaten Tabanan periode Juli-Desember 2015 sebesar 95%. Puskesmas dengan rata-rata rasio
kunjungan prolanis tertinggi adalah Pukesmas Kediri I yaitu sebesar 100%, sedangkan rata-rata rasio kunjungan peserta prolanis yang terendah adalah
Puskesmas Penebel II yaitu sebesar 86% (BPJS Kesehatan Cabang Denpasar, 2016). Rasio kunjungan merupakan indikator yang dinilai dari implementasi Prolanis, dimana jika rasio kunjungan Prolanis tinggi dapat diasumsikan bahwa implementasi
Prolanis yang dilakukan FKTP lebih aktif, begitu pula sebaliknya. Belum ada penelitian terkait pelaksanaan Prolanis pada Puskemas Kabupaten Tabanan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, puskesmas yang dipilih adalah Puskesmas Kediri I
sebagai Puskesmas yang memiliki rasio kunjungan Prolanis tertinggi dan Puskesmas Penebel II yang memiliki rasio kunjungan Prolanis terendah. Pemilihan puskesmas
tersebut dilakukan berdasarkan rasio kunjungan Prolanis karena dalam penelitian ini ingin melihat perbedaan implementasi Prolanis pada Puskesmas dengan rasio kunjungan Prolanis tertinggi dan terendah. Penelitian ini penting dilakukan untuk
mengetahui hambatan-hambatan serta permasalahan yang dialami saat pelaksanaan program. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan Prolanis kedepannya
5
target yang telah ditentukan sehingga mampu mencapai derajat kesehatan yang
optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten dengan kasus DM dan hipertensi yang tinggi, sehingga program Prolanis sangat diperlukan di Kabupaten Tabanan.
Puskesmas se-Kabupaten Tabanan sudah secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan Prolanis. Berdasarkan rekapitulasi data BPJS Kesehatan periode Juli –
Desember tahun 2015 diketahui bahwa puskesmas dengan rata-rata rasio kunjungan prolanis tertinggi adalah Pukesmas Kediri I yaitu sebesar 100%, sedangkan rata-rata
rasio kunjungan peserta Prolanis yang terendah adalah Puskesmas Penebel II yaitu sebesar 86%. Selain itu kasus DM tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kediri I dan kasus hipertensi tertinggi terdapat pada wilayah kerja Puskesmas
Penebel II. Belum pernah dilakukan penelitian terhadap pelaksanaan Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap proses implementasi program sehingga bisa menjadi dasar bagi
pengembangan program.
1.3 Pertanyaan penelitian
6
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui implementasi Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten
Tabanan tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui ketersedian input yang menunjang pelaksanaan
Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
2. Untuk mengetahui proses dan output dari persiapan pelaksanaan Prolanis
pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
3. Untuk mengetahui proses dan output pelaksanaan aktivitas layanan Prolanis pada Pukesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
4. Untuk mengetahui proses dan output pencatatan dan pelaporan hasil pelaksanaan Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
6. Untuk mengetahui persepsi peserta prolanis terhadap layanan Prolanis
pada Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
implementasi Prolanis bagi BPJS Kesehatan beserta Puskesmas se-Kabupaten Tabanan.
1.5.2 Manfaat Teoritis
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta
pengetahuan terkait Prolanis yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian lanjutan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencangkup ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan khususnya terkait implementasi Prolanis pada Puskesmas Kediri I dan
Puskesmas Penebel II. Penelitian ini terbatas pada input, proses dan output pelaksanaan program yang dilihat dari perspektif pemegang kebijakan yaitu BPJS Kesehatan, Puskesmas sebagai pelaksana program, serta masyarakat sebagai peserta
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
2.1.1 Konsep Prolanis
Prolanis merupakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS kesehatan pada era JKN. Pada buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis
yang diterbitkan oleh BPJS sudah dijelaskan secara detail mengenai konsep prolanis. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Kegiatan Prolanis ini tentunya sangat bermanfaat bagi kesehatan para pengguna
peserta BPJS. Selain itu kegiatan Prolanis dapat membantu BPJS kesehatan dalam meminimalisir kejadian PTM, dimana pembiayaan untuk pasien dengan penyakit kronis sangat tinggi, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terkait penyakit kronis. Adapun
tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Prolanis ini adalah mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar
yang berkunjung ke FKTP memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2014).
9
lebih menyasar penyangdang penyakit DM tipe II dan hipertensi dikarenakan penyakit
tersebut dapat ditangani ditingkat primer dan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Adapun kegiatan yang dilaksanakan Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder SMS gateway, aktifitas klub dan pemantauan status
kesehatan.
Penanggung jawab dalam kegiatan Prolanis adalah kantor cabang BPJS Kesehatan
bagian manajemen pelayanan primer. Pada pelaksanaan kegiatan prolanis FKTP yang bekerjasama dengan BPJS dan melaksanakan kegiatan prolanis harus memberikan laporan pertanggungjawaban ke pihak BPJS Kesehatan. Laporan ini tentunya digunakan oleh BPJS
untuk memonitoring apakah pelaksanakan kegiatan dapat berjalan secara lancar sesuai dengan yang diharpakan serta dapat menyelesaikan permasalahn ataupun kendala-kendala
yang dihadapi oleh FKTP selama pelaksanaan kegiatan Prolanis.
2.1.2 Persiapan Pelaksanaan Prolanis
Berdasarkan buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis yang
diterbitkan oleh BPJS kesehatan, adapun persiapan yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan prolanis meliputi :
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan: a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM dan Hipertensi (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan distribusi
target sasaran peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
10
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta Prolanis
7. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang DM Tipe 2 dan Hipertensi
untuk bergabung dalam Prolanis
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan
yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10.Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar Prolanis
11.Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12.Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta Prolanis
13.Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14.Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi
peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan
15.Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16.Melakukan Monitoring aktifitas Prolanis pada masing-masing Faskes Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari Faskes Pengelola b. Menganalisa data
17.Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis
11
2.1.3 Bentuk Kegiatan Prolanis
Untuk mencapai tujuannya dalam prolanis terdapat enam kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara teratur oleh FKTP yang bersangkutan, adapun kegiatan prolanis adalah sebagai berikut (BPJS Kesehatan, 2014) :
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis
Konsultasi medis ini berkaitan dengan peserta yang ingin berkonsultasi mengenai
keluhan yang dialami dengan dokter. Jadwal konsultasi medis disepakati bersama dengan peserta dengan fasilitas kesehatan pengelola.
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Edukasi kelompok peserta (klub) Prolanis adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta prolanis. Sasaran dari kegiatan edukasi klub Prolanis ini adalah terbentuknya Klub Prolanis minimal 1 fasilitas kesehatan pengelola 1 klub. Pengelompokan
diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan edukasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan edukasi kelompok peserta Prolanis
adalah (a) mendorong fasilitas kesehatan pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai tingkat severitas penyakit DM tipe 2 dan hipertensi yang disandang; (b) memfasilitasi koordinasi antara fasilitas kesehatan pengelola dengan organisasi
profesi/dokter spesialis diwilayahnya; (c) memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam klub; (d) memfasilitasi penyusunan kriteria duta prolanis yang berasal dari
12
bulan pertama; (f) melakukan monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing
faskes pengelola yaitu menerima laporan aktifitas fasilitas kesehatan Prolanis; (h) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya
3. Reminder Melalui SMS Gateway
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan
rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke fasilitas kesehatan pengelola tersebut. Adapun sasaran dari kegiatan reminder SMS gateway adalah tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing
fasilitas kesehata pengelola. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan remider ini adalah (a) melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta
Prolanis/Keluarga peserta per masing-masing fasilitas kesehatan pengelola; (b) entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway; (c) melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan pengelola; (d) entri data jadwal
kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan pengelola; (e) melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat
reminder); (f) melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder dengan jumlah kunjungan; (g) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat.
4. Home Visit
Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta Prolanis untuk
13
Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-turut, peserta dengan GDP/GDPP di
bawah standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut, dan peserta pasca opname. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan Home Visit adalah (a) melakukan identifikasi sasaran
peserta yang perlu dilakukan Home Visit; (b) memfasilitasi fasilitas kesehatan pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan; (c) bila diperlukan, dilakukan
pendampingan pelaksanaan Home Visit; (d) melakukan administrasi Home Visit kepada fasilitas kesehatan pengelola dengan berkas formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang dikunjungi dan lembar tindak
lanjut dari Home Visit/lembar anjuran fasilitas kesehatan pengelola; (e) melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang telah
mendapat Home Visit); (f) melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta; (g) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor
Pusat.
5. Aktivitas Klub
Aktivitas klub di masing-masing FKTP memiliki aktivitas yang berbeda namun tetap mengacu pada tujuan program. Aktivitas klub dilakukan sesuai dengan inovasi dari masing-masing FKTP. Salah satu aktivitas klub yang dilaksanakan
adalah senam.
6. Pemantauan Status Kesehatan
14
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan Prolanis dilakukan pencatatan dan pelaporan terkait
hasil dari pelaksanan Prolanis tersebut untuk dijadikan dokumentasi dan pertanggungjawaban kepada pihak penyelenggara yaitu BPJS Kesehatan. Pencatatan dan pelaporan Prolanis menggunakan aplikasi pelayanan primer (P-Care).
2.2 Peran Puskesmas dalam Prolanis
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No.75, 2014). Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan
penting dalam kegiatan promotif dan preventif serta memberi pelayanan kesehatan tingkat primer. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (tingkat pertama) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat
inap (BPJS Kesehatan, 2014). Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) adalah puskesmas atau yang setara; praktik dokter;
praktik dokter gigi; klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI; dan rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Sedangkan fasilitas kesehatan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) adalah fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang menyediakan fasilitas rawat inap.
Pada era JKN peran puskesmas sebagai penyedia layanan primer semakin terus
15
yang harus dimiliki FKTP. Gatekeeper Concept adalah konsep sistem pelayanan kesehatan
dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medik (BPJS Kesehatan, 2014). Puskesmas
salah satunya yang menjadi Gate Keeper pada era JKN ini tentunya perlu menigkatkan mutu pelayanan kesehatan yang disediakan serta mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas juga berperan penting dalam menurunkan angka kejadian PTM terutama untuk penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe II dan hipertensi. Penyakit tersebut dirasa
mampu ditangani di fasilitas kesehatan primer. Selain itu juga berperan penting dalam melakukan pencegahan terhadap komplikasi penyakit dengan melaksanakan skrining atau
deteksi dini PTM. Berbagai upaya terkait PTM sudah dilaksanakan oleh puskesmas untuk mencegah peningkatan kasus PTM yaitu (1) surveilan faktor risiko PTM oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (2) deteksi dini risiko PTM
oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (3) penanggulangn faktor risiko PTM dengan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) oleh
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (4) pencegahan dan penanggulangan faktor risiko PTM berbasis masyarakat melalui poskesdes, posyandu, dan posbindu PTM (Rahajeng, 2012).
Semenjak diberlakukan sistem pembiayaan kapitasi untuk FKTP maka setiap FKTP semakin berlomba-lomba meningkatkan mutu layanannya dan memberikan pelayanan
16
berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang
disepakai berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka peningkatan mutu pelayanan (Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2015).
Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam
komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP meliputi angka kontak (AK); rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik (RRNS); rasio peserta prolanis rutin berkunjung ke
FKTP (RPPB) (Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2015). Pada indikator komitmen pelayanan ada indikator terkait pelaksanaan prolanis, oleh sebab itu setiap FKTP khususnya puskesmas wajib melaksanakan prolanis agar terpenuhinya semua indikator
komitmen pelayanan dan mendapatkan dana kapitasi yang sesuai.
2.3 Persepsi Masyarakat Sebagai Komponen Penting Implementasi Prolanis
Program pengelolan penyakit kronis (Prolanis) menyasar peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis (DM tipe II dan hipertensi). Peserta Prolanis ini merupakan
komponen penting pada implementasi Prolanis di FKTP. Hal ini dikarenakan setiap FKTP harus memenuhi target rasio kunjungan yang ditetapkan untuk pembayaran kapitasi setiap
FKTP. Target rasio kunjungan yang dimaksud adalah target zona aman yaitu rasio kunjungan paling sedikit sebesar 50% sedangkan target zona prestasi yaitu rasio kunjungan paling sedikit 90% (Peraturan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2015). Untuk mencapai target
yang telah ditentukan tersebut maka FKTP harus secara aktif dan berkelanjutan melaksanakan berbagai aktivitas layanan Prolanis. Salah satu cara untuk melihat
17
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan atau persepsi adalah memberi makna kepada stimulus (Notoadmojo, 2010). Sedangkan menurut Sarwono (2012) persepsi didefinisikan sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari pengelihatan,
pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.
Menurut Notoatmojo (2010) faktor-fakor yang mempengaruhi stimulus dibedakan
menjai dua yaitu : 1. Faktor Eksternal
a. Kontras yaitu cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat
kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
b. Perubahan intensitas yaitu misalkan suara yang berubah dari pelan menjadi
keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian.
c. Pengulangan yaitu stimulus yang dilakukan dengan berulang-ulang tentunya
akan lebih menarik perhatian, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita maka akhirnya akan mendapat perhatian
kita.
d. Sesuatu yang baru yaitu suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.
e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak yaitu suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita.
2. Faktor internal
18
Adapun faktor-faktor internal adalah :
a. Pengalaman/pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah kita pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.
b. Harapan atau expectation
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c. Kebutuhan
Kebutuhan akan sesuatu menyebabkan stimulus tersebut dapat masuk dalam rentang perhatian kita dan kebutuhan ini akan menyebabkan kita
menginterpretasikan stimulus secara berbeda. d. Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang, jika seseorang termotivasi
ingin menjaga kesehatannya maka akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negatif.
e. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. f. Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun mempersepsikan
orang-orang di luar kelompoknya sama saja.
19
dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Faktor internal yang mempengaruhi persepsi
peserta Prolanis terhadap implementasi aktivitas layanan Prolanis di FKTP adalah pengalaman dan motivasi. Dengan pernah ikut terlibat dalam aktivitas layanan Prolanis maka peserta sudah memiliki pengalaman terhadap keikutsertaannya tersebut, sehingga
mereka dapat merasakan kualitas dari aktivitas layanan yang mereka ikuti. Dengan berbagai pengalaman yang peserta rasakan terhadap aktivitas layanan Prolanis maka
peserta dapat menghasilkan persepsi terhadap implementasi aktivitas layanan Prolanis yang diberikan FKTP. Selain itu, setiap peserta memiliki motivasi yang berbeda terkait upaya pemeliharaan kesehatan mereka. Apabila peserta Prolanis memiliki motivasi yang
lebih untuk meningkatkan kesehatannya maka mereka akan memiliki persepsi bahwa aktivitas layanan Prolanis penting untuk rutin diikuti karena bermanfaat untuk kesehatan.
Salah satu faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap persepsi peserta Prolanis adalah faktor pengulangan. Faktor pengulangan yang dimaksud yaitu semakin sering suatu aktivitas layanan Prolanis diadakan atau diulang-ulang maka akan dapat lebih menarik
perhatian peserta yang mengikuti aktivitas layanan tersebut. Sehingga semakin sering dilaksanakannya aktivitas layanan Prolanis maka akan mempengaruhi persepsi peserta
Prolanis untuk ikut berpartisipasi.
2.4 Penelitian Terdahulu terkait Implementasi Prolanis
1. Mawaddah Assupina, Misnaniarti, dan Anita Rahmiwati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Implementasi Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (Prolanis) Pada Dokter Keluarga PT ASKES di Kota Palembang Tahun 2013”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Prolanis
20
tingkat Dokter Keluarga PT Askes di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan
dikarenakan penyakit kronis merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan kematian terbanyak, selain itu program prolanis telah dijalankan PT Askes (Persero) sejak tahun 2010 namun dalam pelaksanaannya dari 19 dokter keluarga
prolanis hanya 5 dokter keluarga yang baru berpartisipasi aktif serta realisasi biaya di PT Askes pada tahun 2012 justru terjadi kenaikan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan FGD. Subyek dari penelitian ini ada sebanyak 16 informan yang berasal dari PT Askes
Cabang Utama Palembang, Dokter Keluarga Prolanis, dan Peserta Prolanis.
Hasil dari penelitian ini meliputi SDM, dana, sarana, metode, perencanaan prolanis,
pengorganisasian prolanis, tata laksana prolanis, serta pemantauan dan evaluasi prolanis. Dari analisis SDM diketahui SDM yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Prolanis di PT Askes Cabang Utama Palembang diserahkan kepada
Kepala Bagian Manajemen Provider dan Utilisasi serta seorang staf bagian tersebut yang juga merangkap sebagai Personal In Charge (PIC), sedangkan untuk
pelaksana di Dokter Keluarga dilakukan oleh dokter yang bersangkutan dibantu oleh perawat dan petugas administrasi, hal ini telah sesuai dengan Peraturan Direksi PT Askes No. 121 tahun 2012 namun masih terjadi kekurangan SDM.
Analisis dari segi dana tidak ditemui permasalahan mengenai anggaran. Analisis dari segi sarana diketahui masih terjadi kendala pada penyedian saran dan tempat
21
Peraturan Direksi PT Askes No. 121 Tahun 2012 tentang pedoman prolanis.
Perencanaan prolanis terdiri dari mapping peserta, penyediaan PPK, pelatihan bagi dokter keluarga, penyebaran panduan klinis serta penyebaran buku pemantauan kesehatan. PT Askes telah melakukan upaya dalam proses penjaringan peserta demi
mencapai target kepesertaan. Salah satunya dengan membuat pojok prolanis di rumah sakit yang menjadi mitra PT Askes. Namun sayangnya, dari segi dokter
keluarga belum adanya upaya khusus dalam melakukan penjaringan peserta demi mencapai target yang diberikan oleh PT Askes. Untuk pelaksanaannya sendiri, dokter keluarga yang belum aktif pelaksanaan hanya pada 5 dari 7 pilar dengan
alasan tidak ada tempat, kesibukan dokter, dan peserta yang tidak bersedia. Masih terdapat kendala guna pencapaian tujuan prolanis seperti PIC hanya satu orang,
sarana tempat yang tidak tersedia di tiap dokter keluarga dan target peserta yang belum mencapai target.
2. Novita Murti Sari (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Implementasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan Pada Puskesmas di Kabupaten Sukoharjo”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Sukoharjo sebagai kabupaten dengan jumlah penderita DM dan Hipertensi tinggi di Jawa Tengah. Penelitian ini perlu dilakukan dengan alasan Prolanis merupakan
pengelolaan penyakit kronis termasuk diabetes melitus dan hipertensi pada penderita yang merupakan peserta BPJS Kesehatan untuk mencegah komplikasi,
22
Kesehatan justru mengalami defisit pembiayaan akibat pembengkakan biaya klaim
dan kapitasi. Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah dengan kasus diabetes mellitus tertinggi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012. Oleh sebab itu dilakukan penelitian terkait implementasi Prolanis.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Data didapatkan dari hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen. Penelitian
dilakukan pada informan yang berjumlah 9 orang terdiri dari pelaksana Prolanis puskesmas, kepala puskesmas, staff puskesmas, peserta Prolanis, dan Staff MPKP BPJS Kesehatan. Data disajikan dalam bentuk naratif dan matrik wawancara.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Prolanis dilaksanakan berdasarkan Buku Panduan Pelaksanaan Prolanis sesuai dengan Peraturan No. 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan. Berdasarkan dasar tersebut diketahui bahwa pelaksana Prolanis di Puskesmas dari 7 kegiatan, baru terlaksana penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan, senam prolanis, dan pemberian obat dikarenakan
keterbatasan tenaga dan waktu pelaksana Prolanis di Puskesmas. Tata laksana kegiatan pada puskesmas berbeda karena tidak ada SOP untuk Prolanis. Target
kepesertaan Prolanis masih belum tercapai karena indikator tidak spesifik, relevan, dan penderita yang dirujuk balik dari FKTL masih rendah sehingga penderita sulit dijaring oleh pelaksana Prolanis. Pelaksanaan monitoring belum optimal karena