• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menulis adalah sebuah konsep komunikasi tidak langsung yang sifatnya paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan tersebut pada dasarnya sudah dapat menjelaskan sebuah ungkapan khas yang selalu disampaikan di dalam kegiatan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di kelas. Ungkapan khas berupa “Menulislah dan Kau akan Dikenang” telah membangun sebuah doktrinasi bahwa kegiatan menulis dan dikenang adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam ungkapan tersebut, menulis sebagai sebuah kegiatan bukan hanya dinilai sebagai wujud dari rangkaian kerja semata. Ungkapan tersebut secara implisit menjelaskan bahwa sebuah tulisan sebagai hasil dari kegiatan menulis dimaknai lebih jauh dari pada wujud harfiahnya. Tulisan dimaknai sebagai sebuah bentuk komoditas ide atau gagasan yang sifatnya subjektif serta mengandung nilai aktualisasi sebagai sebuah idenlitas intelektual dan kualitas diri secara akademik. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis adalah wujud nyata dari kegiatan intelektual yang menunjukkan kualitas diri secara akademik sekaligus menunjukkan sebuah indenlitas diri secara elegan.

Pada dasarnya konsep menulis dan dikenang itu seperti dua sisi pada koin (mata uang logam) yang selalu menyatu, yakni ketika berani menulis maka ide atau gagasan yang ditulis secara otomatis akan terus dikenang sebagai sebuah idenlitas

(2)

penulisnya. Pada dasarnya ungkapan khas di dalam pembelajaran menulis tersebut berasal dari tulisan Pramoedya Ananta Toer di dalam novel Anak Semua Bangsa dengan kutipannya sebagai berikut “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari” (Toer, 2011: 112).

Apabila mengacu pada kutipan pernyataan Toer di dalam novelnya tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis ternyata bukan hanya rangkuman huruf atau jalinan kata semata, tetapi juga sebuah media yang mampu membuka pikiran si pembaca. Secara tidak langsung konsep membuka pikiran tersebutlah yang dalam konteks ini dinilai sebagai kemampuan dari sebuah tulisan yang mampu “berbuat banyak hal” melebihi apa yang dibuat oleh seorang penulis ketika Dia menuliskan tema tersebut. Pernyataan tersebutlah yang secara tidak langsung telah menjelaskan bahwa sebuah tulisan dinilai dapat dikenang dan abadi karena pada dasarnya aspek yang dibangun bukan hanya rangkaian huruf atau kata semata. Di dalam konteks menulis ini, aspek yang ditampilkan adalah sebuah konstruksi pesan dan amanat yang berisi tentang ide, gagasan, dan cita-cita yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Apabila ide, gagasan, dan cita-cita sudah dapat diterima oleh pembaca sebagai sebuah pesan atau amanat, maka secara tidak langsung akan membuat si penulis selalu dikenang walaupun tidak selamanya dikenal dengan baik oleh si pembaca tulisannya tersebut.

Berkaitan dengan ide atau gagasan di dalam kegiatan menulis, Marwoto dkk (1985: 12) berpendapat secara lebih spesifik bahwa menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan sebuah ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif,

(3)

enak dibaca, dan bisa dipahami orang lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa keterampilan menulis itu sangat kompleks. Di dalam konteks ini, menulis dimaknai bukan hanya sebuah kegiatan yang sederhana berupa menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa agar dapat dipahami oleh orang lain (pembaca) saja, namun menulis juga melingkupi seluruh aspek bahasa yang di dalam pelaksanaannya memang tidak dapat berdiri sendiri.

Kondisi yang kompleks tersebut muncul dikarenakan seorang penulis dituntut harus benar-benar paham tentang teknis bahasa sebagai medianya serta mengetahui dengan jelas pesan apa yang akan disampaikannya tersebut. Pada hakekatnya sebelum menguasai keterampilan menulis, seseorang harus menguasai tiga keterampilan berbahasa lainnya terlebih dahulu. Secara kronologis alamiah seseorang akan memperoleh empat keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis melalui sebuah rangkaian proses yang bersifat runtut serta teratur. Pada umumnya keterampilan menulis selalu merupakan keterampilan berbahasa terakhir yang diperoleh seseorang di dalam rangkaian perkembangan kebahasaannya.

Di dalam konteks perkembangannya pada komunikasi modern, keterampilan menulis telah dianggap mempunyai posisi yang lebih penting dari ketiga keterampilan berbahasa lainnya. Kondisi yang muncul tersebut terjadi disebabkan oleh adanya empat penilaian dengan rincian sebagai berikut. Pertama, adanya penilaian bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu aspek vital di dalam proses komunikasi modern. Penilaian tersebut muncul dikarenakan saat ini

(4)

mayoritas komunikasi (kegiatan berbahasa) yang dilakukan oleh manusia modern adalah melalui media tulis dengan wujud adanya penggunaan aplikasi media sosial berbasis teks dengan jaringan internet. Kedua, adanya penilaian bahwa menulis merupakan kegiatan menyandikan ide atau gagasan yang khas. Kegiatan penyandian adalah rangkaian proses intelektual yang sifatnya sangat rumit dan kompleks, namun pesan yang terkandung tetap dapat terbaca karena kekhasan dari media (bahasa tulis) yang disandikan tersebut. Kondisi khas tersebutlah yang justru membuat pesan dapat dipahami dengan mudah oleh si penerima sandi (pembaca) sebagai pihak kedua di dalam proses komunikasi. Ketiga, adanya penilaian bahwa menulis merupakan kegiatan komunikasi tidak langsung yang presisi dan akurat. Pada dasarnya konsep komunikasi tidak langsung itu menekankan bahwa ide atau gagasan yang dipikirkan oleh penulis harus dapat disandikan melalui tulisan secara cermat dan tepat sehingga pesan yang dipikirkan oleh penulis dapat diterima dengan baik oleh pembaca, seolah-olah si pembaca berhadapan langsung dengan si penulis. Keempat, adanya penilaian bahwa keterampilan menulis adalah salah satu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.

Keempat penilaian tersebut muncul bukan tanpa sebab. Penilaian-penilaian tersebut muncul dari dua acuan utama sebaga bagian dari rangkaian besar kegiatan menulis. Dua acuan utama tersebut akan diuraiakn lebih rinci sebagai berikut.

Acuan pertama, pada prinsipnya bahasa seseorang itu mencerminkan pikirannya, sehingga keterampilan bahasa seseorang (di dalamnya termasuk keterampilan menulis) akan menjadi salah satu ukuran untuk menilai isi pikirannya. Penilaian tersebut mengacu pada anggapan bahwa semakin terampil seseorang

(5)

berbahasa (menulis) maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Morsey dalam (Tarigan 2013: 4) berpendapat bahwa menulis itu digunakan untuk melaporkan, memberitahu, mempengaruhi, dan tujuan-tujuan tersebut hanya dapat dicapai oleh orang yang mampu menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas di mana kejelasan itu bergantung pada pikiran, organisasi, penggunaan kata, dan struktur kalimatnya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis adalah kegiatan utama yang digunakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain melalui media tulis. Berbagai tujuan tersebut hanya akan dicapai dengan baik oleh orang yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas (Tarigan, 2013: 20).

Acuan kedua, saat ini kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari maju atau tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut dan diukur dari kualitas serta kuantitas hasil percetakan yang terdapat di negara tersebut, antara lain seperti penerbitan surat kabar, majalah, dan buku (Tarigan, 2013: 1-20). Di sisi lain, saat ini tidak hanya hasil cetak secara fisik (terbitan) saja yang dinilai sebagai tolak ukur kemajuan sebuah bangsa, tetapi juga penilaian pada berbagai karya tulis di dalam media on line yang bersifat informatif juga dinilai menjadi ciri kemajuan sebuah bangsa.

Berdasarkan dua acuan utama tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis itu mempunyai peran dan manfaat yang sangat besar di dalam kegiatan berkomunikasi, khususnya di dalam hal menyampaikan ide atau gagasan seseorang secara taktis dan sistematis. Greves dalam (Suparno dan Yunus, 2007: 1.4) juga

(6)

mengungkapkan beberapa manfaat dari keterampilan menulis lainnya secara lebih jelas, yaitu: (1) menulis itu menyumbang kecerdasan, (2) menulis mengembangkan daya insiatif dan kreatifitas, (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Pada dasarnya jika dilihat menurut sudut pandang akademik, manfaat menulis yang disampaikan oleh Morsey dan Greves tersebut memang sangat mendukung khususnya di dalam proses pengembangan diri seorang siswa. Di dalam konteks akademik, jenis tulisan (teks) yang umumnya digunakan untuk mengembangkan diri dengan wujud dapat mengungkapkan ide atau gagasan dan tujuan utamanya memberikan informasi adalah teks eksposisi. Secara umum teks eksposisi adalah salah satu jenis karangan yang diajarkan di jenjang SMA sebagai bagian dari strategi akademik di dalam pengembangan diri siswa melalui pembelajaran dan pengajaran komunikasi tulis.

Pada hakekatnya teks eksposisi adalah bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut. Teks eksposisi digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakekat suatu objek, misalnya menjelaskan pengertian suatu kebudayaan, keadaan sosial, dan perkembangan pendidikan kepada pembaca. Teks eksposisi dianggap sebagai sebuah alat untuk menjelaskan bagaimana pertalian suatu obyek dengan obyek lainnya atau dapat digunakan oleh seorang penulis untuk menganalisa struktur suatu barang, menganalisa karakter seorang individu, atau situasi tertentu (Keraf, 1995: 7).

(7)

berpikir kritis, runtut, dan solutif khususnya pada siswa kelas XI. Apabila mengacu pada aspek komunikasi modern, maka kemampuan berpikir kritis, runtut, dan solutif tersebut dituntut tidak hanya diwujudkan secara lisan saja tetapi juga secara tulis. Secara umum tuntutan-tuntutan dari aspek komunikasi modern tersebut dapat dipenuhi apabila siswa mampu menguasai teknik penulisan teks eksposisi dengan baik. Penilaian tersebut berasal dari acuan utama bahwa di dalam teks eksposisi terdapat berbagai model alur berpikir yang nantinya dapat membuat siswa semakin mahir untuk berpikir kritis di dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi secara tulis. Pendapat-pendapat tersebut muncul dikarenakan secara akademik pelaksanaan pengajaran bahasa di sekolah (SMA) khususnya pada keterampilan menulis hakekatnya adalah sebuah usaha sadar untuk mengubah siswa dari warga masyarakat yang umumnya masih berbudaya tutur (lisan) menjadi manusia yang akrab dengan bacaan sekaligus terampil menulis (Hadiwidjoyo, 1999: 8).

Penilaian bahwa siswa di jenjang SMA dianggap sangat penting untuk menguasai teks eksposisi juga mengacu pada beberapa alasan lain, di antaranya yaitu: (1) teks eksposisi dapat membuat siswa mahir dalam mengungkapan ide atau gagasannya secara komprehensif dengan disertai fakta atau bukti yang valid, (2) pada jenjang SMA, siswa sudah mulai dituntut untuk dapat berkomunikasi tulis dengan baik dan benar, bukan hanya sebagai wujud tuntutan akademik semata tetapi juga sebagai sebuah bekal untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih tinggi serta kehidupan sosial di masyarakat, (3) siswa SMA akan belajar aktif di dalam proses menulis teks eksposisi dengan wujud ia harus mencari informasi, data, dan fakat untuk bahan tulisannya, (4) keterampilan menulis teks eksposisi dapat mendidik siswa menjadi pribadi yang tertib dan sistematis dengan

(8)

mengacu pada tata cara pengorganisasian alur berpikir di dalam tulisannya, (5) siswa SMA akan belajar menilai sebuah ide/gagasan secara obyektif dan cermat sebagai wujud dari sikap berpikir kritis, dan (6) berdasarkan Permendikbud, No. 69 Tahun 2013 dijelaskan bahwa teks eksposisi adalah salah satu genre teks dari 15 genre teks yang wajib dikuasai oleh siswa jenjang SMA. Berdasarkan beberapa uraian tentang pentingnya penguasaan terhadap teks eksposisi tersebutlah, maka dapat dipahami dengan jelas manfaat serta kontribusi yang akan diperoleh siswa di jenjang SMA apabila mampu menguasai keterampilan menulis teks eksposisi dengan baik.

Apabila mengacu pada aspek menulis yang lebih mendasar, maka dapat dipahami bahwa pada hakekatnya untuk dapat memiliki keterampilan menulis (teks eksposisi) yang baik, maka seorang siswa juga dituntut harus mempunyai dasar bahasa yang kuat. Salah satu dasar bahasa yang harus dimiliki oleh siswa adalah pengetahuan serta penguasaan tentang kosakata sebagai modal utama bahasanya, sekaligus sebagai wujud konkret dari proses psikologis yang disebut sebagai retrival kata. Konsep rertival kata digunakan karena secara umum aspek penyimpanan, pemanggilan, dan penggunaan kata ada di dalamnya. Di dalam konteks retrival kata, kosakata (kata) dimaknai bukan hanya sebagai sebuah komponen bahasa semata, tetapi kosakata (kata) justru dimaknai lebih luas dari pada itu. Kosakata (kata) dimaknai sebagai sebuah wujud kualitas diri seseorang di dalam kegiatannya berkomunikasi. Pada sisi yang lain, konsep diksi tidak digunakan karena diksi dinilai hanya mencakup aspek penggunaan (Use) saja di dalam pelaksanaan komunikasi baik lisan maupun tulisan. Secara umum diksi digunakan untuk persoalan fraselogi, gaya bahasa, dan ungkapan yang memiliki

(9)

nilai artistik tinggi (Keraf, 2006: 23).

Acuan dasar dari penilaian tersebut ada pada konsep bahwa apabila seseorang di dalam kegiatan berkomunikasinya (lisan/tulis) mampu meretriv kata dengan baik dan banyak, maka kondisi tersebut dapat menjadi sebuah indikator bahwa wawasan orang tersebut luas. Kondisi sebaliknya juga dapat menjadi indikator yaitu apabila seseorang hanya dapat meretriv kata di dalam kegiatan berkomunikasinya (lisan/tulis) dalam jumlah sedikit, maka indikasinya adalah orang tersebut memiliki wawasan yang sempit. Di sisi lain, kosakata (kata) juga menjadi indikator tentang etika dan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Seseorang yang mampu meretif kata dengan diksi yang tepat sesuai situasi dan konteks komunikasi yang sedang berlangsung atau dihadapi maka, secara tidak langsung kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah indikator bahwa orang tersebut mempunyai etika berkomunikasi yang bagus serta kemampuan komunikasi yang efektif. Berdasarkan acuan dari aspek-aspek yang melingkupi proses retrival kata sebagai sebuah proses psikologis di dalam kegiatan berkomunikasi tersebutlah yang secara tidak langsung telah membuat pengajaran dan pembelajaran bahasa khususnya menulis dinilai menjadi semakin kompleks.

Pada faktanya kompleksitas yang muncul tersebut justru telah menyadarkan kita bahwa ternyata di dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa itu tidak hanya berlangsung secara mekanistik semata, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Tahap mekanistik dimaknai sebagai tahap penerapan teknik pengajaran keterampilan berbahasa khususnya keterampilan menulis teks eksposisi kepada

(10)

siswa. Di sisi lain tahap mentalistik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi psikologis dan psikolinguistik siswa pada saat pengajaran keterampilan menulis teks eksposisi itu berlangsung. Berdasarkan kompleksitas tersebutlah, maka secara sederhana dapat diartikan bahwa kegiatan berbahasa itu berkaitan langsung dengan proses atau kegiatan mental (psikologis) di dalam diri seseorang (siswa). Di dalam kegiatan mental (psikologis) yang berlangsung tersebutlah, peneliti menilai adanya keterkaitan yang erat antara keterampilan menulis khususnya pada teks eksposisi dengan usaha di dalam memanggil kata dari kosakata yang telah dimiliki atau disebut sebagai proses retrival kata pada diri seseorang (siswa).

Secara umum jika dipahami lebih mendalam khususnya pada proses retrival kata, maka munculnya fenomena retrival kata (Recall) menjadi salah satu faktor yang dinilai sangat menakjubkan di dalam kegiatan penggunaan bahasa. Fenomena retrival kata dimaknai sebagai sebuah variasi kecepatan pada setiap orang (siswa) saat menanggapi makna kata maupun kecepatannya di dalam mengucapkan kata (memanggil sebuah kata dari seluruh koleksi kata yang dimiliki oleh seseorang) (Dardjowidjojo, 2012: 161). Penilaian bahwa fenomena retrival kata (Recall) itu sangat menakjubkan pada dasarnya tidaklah berlebihan dikarenakan kemampuan setiap orang di dalam meretriv kata dari jumlah kosakata yang dimilikinya bukanlah perkara yang dapat dipahami secara sederhana. Selaras dengan penilaian tersebut, ternyata rumitnya fenomena retrival kata dan kosakata juga berpengaruh terhadap proses pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di lapangan. Apabila mengacu pada proses retrival kata, maka pengajaran dan pembelajaran

(11)

keterampilan menulis di lapangan justru dinilai mengalami berbagai masalah dan tantangan yang berat. Pada dasarnya terdapat dua masalah utama di dalam proses pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di lapangan yang berkaitan dengan proses retrival kata, yaitu sebagai berikut.

Masalah pertama, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pengajaran bahasa di sekolah khusunya pengajaran keterampilan menulis justru dinilai masih sangat sulit untuk dilaksanakan. Apabila mengacu pada aspek kosakata (kata) sebagai dasar dari kegiatan retrival kata, maka secara umum siswa di Indonesia baik di tingkat SD, SMP, SMA/SMK bahkan Perguruan Tinggi hanya memiliki kosakata (kata) yang masih terbatas (rendah). Kondisi tersebut dapat dilihat dari tulisan yang dihasilkan oleh mereka, di mana secara umum mencerminkan kemiskinan kosakata (Hadiwidjoyo, 1999: 8).

Fenomena yang akan muncul di dalam kegiatan belajar mengajar keterampilan menulis yang mengacu pada rendahnya kosakata (kata) akan terlihat pada saat siswa berkomunikasi kemudian merasa kehabisan kosakata (kata) (contohnya pada saat menulis menggunakan Bahasa Indonesia), maka dengan mudahnya dia akan beralih (alih kode) ke kosakata asing di mana maknanya belum tentu tepat dengan apa yang siswa pikirkan. Senada dengan kondisi tersebut, fenomena lanjutan yang akan muncul apabila mengacu pada aspek kosakata (kata) yang dimiliki seorang siswa, maka akan muncul situasi di mana seorang siswa yang terbatas kosakatanya akan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, pikiran, dan pendapatnya khususnya secara tulis. Secara teknis jika mengacu pada aspek pokok keterampilan menulis, maka kondisi tersebutlah yang dinilai akan sangat

(12)

mempengaruhi kemampuan seorang siswa di dalam menulis teks eksposisi. Kondisi tersebut dapat muncul dikarenakan seorang siswa yang memiliki kosakata (kata) sedikit (rendah) akan menemukan kesulitan-kesulitan dalam proses berkomunikasi. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat berwujud sebuah kondisi abu. Kondisi abu-abu diartikan sebagai sebuah kondisi di mana apa yang dipikirkan (pesan) dan dirasakan (amanat) oleh siswa sebagai penulis yang sedang menulis tidak dapat diungkapkannya dengan jelas dan tepat melalui tulisannya kepada pembaca.

Apabila dilihat secara keseluruhan di dalam rangkaian keterkaitan antara keterampilan menulis teks eksposisi dengan peran kosakata (kata) sebagai wujud konkret dari proses retrival kata, maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa kosakata (kata) adalah sebuah representasi dari pengalaman, pengetahuan, dan kemahiran analisis dengan wujud berupa kemampuan berbahasa yang kompeten dan holistik dari seseorang. Secara umum terdapat acuan bahwa kosakata (kata) itu dapat memecahkan masalah tertentu yang diasosiasikan dengan istilah lain dari apa yang dipikirkan oleh seorang penulis pada saat itu (Keraf, 1995: 122). Pada saat seorang penulis mengekspresikan gagasannya ke dalam sebuah karangan (teks), maka ia dituntut harus dapat memilih kata serta mengatur strategi untuk menyajikan kata-kata tertentu agar gagasannya dapat tersampaikan dengan baik dan jelas (komunikatif) kepada pembaca. Pilihan kata dan strategi penyajian itulah yang pada dasarnya tidak hanya ditentukan oleh tujuan dan situasi, tetapi juga oleh proses retrival kata yang dijalani (Priyatni, 2014: 65). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kosakata (kata) di dalam sebuah teks eksposisi itu berperan sangat vital, yakni berperan sebagai batas dari jalan pikiran serta sudut pandang seorang penulis

(13)

pada saat menguraikan sebuah topik yang pada akhirnya akan melahirkan karakteristik yang unik berupa idenlitas dari tulisannya tersebut berdasarkan ciri pribadi (individual) dari penulisnya.

Masalah kedua, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis adalah sebuah tahapan pembelajaran yang sangat kompleks dan harus dilalui oleh setiap siswa dengan baik, di mana pengajaran keterampilan menulis khususnya teks eksposisi ada di dalam proses tersebut. Fenomena yang dinilai penting ini dapat muncul karena di dalam pembelajaran bahasa itu sendiri selain berkenaan dengan masalah bahasa secara material dan teknikal juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa secara psikologis (mental) dan psikolinguistik.

Secara umum dapat dipahami bahwa seluruh tahapan pembelajaran keterampilan menulis yang kompleks tersebut akhirnya akan mengerucut pada munculnya masalah kecemasan yang dialami oleh siswa. Pada hakekatnya kondisi psikologis berupa kecemasan, stres, takut, dan perasaan tegang (tension) memiliki kecenderungan yang tinggi untuk dialami oleh siswa sebagai pihak yang menjadi sasaran dari kegiatan pembelajaran dan pengajaran keterampilan menulis. Di dalam konteks ini, secara sederhana kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan. Kecemasan merupakan reaksi emosional yang timbul dari penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Gunarsa dan Gunarsa, 2008: 27). Beberapa istilah tentang kecemasan yang telah

(14)

disebutkan tersebut secara umum dapat menggambarkan kondisi kejiwaan manusia sekarang ini yang merasa penuh dengan berbagai ketidakpastian. Pada dasarnya di antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi pada manusia, persoalan kecemasan dinilai telah menjadi salah satu problematika terbesar manusia pada zaman ini. Kondisi-kondisi tersebutlah yang juga dinilai terjadi pada siswa sebagai peserta didik di sekolah khususnya pada jenjang SMA.

Secara akademik kecemasan menulis teks eksposisi dapat dipahami sebagai efek (sikap negatif) dari adanya tuntutan akademik berupa berbagai teknik dari keterampilan menulis yang harus dikuasai oleh siswa secara holistik. Wirawan (2012: 287) berpendapat bahwa efek berupa sikap negatif terhadap tuntutan akademik seperti itulah yang disebutnya sebagai sebuah kecemasan evaluasi atau evaluation anxiety. Pada umumnya sebagian orang akan mengalami kecemasan evaluasi jika perilaku, prestasi, atau kinerjanya dievaluasi. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dipahami bahwa faktor psikologis juga dinilai ikut berperan serta dalam mempengaruhi kemampuan seorang siswa pada saat menulis. Senada dengan hal tersebut, di dalam proses pembelajaran dan pengajaran keterampilan menulis terdapat sebuah keyakinan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik maka kemampuan seorang penulis (siswa) tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kognitif semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Kecemasan menulis teks eksposisi merupakan salah satu bentuk kecemasan akademik yang menimbulkan “penderitaan” dan berpotensi untuk menghambat siswa di dalam mencapai performa akademik yang optimal. Kecemasan akademik

(15)

dapat timbul ketika siswa mulai mengikuti proses pembelajaran, kemudian siswa melihat tugas akademik (tugas menulis teks eksposisi) sebagai suatu hal yang sulit baginya untuk diatasi atau sebagai suatu hal yang mengancam dirinya (Prawitasari, 2012: 81). Pada saat siswa kehilangan keyakinan akan kemampuannya untuk bisa mengatasi tugas-tugas akademik yang dihadapinya seperti tugas menulis teks eksposisi, maka pada saat itulah siswa sudah dapat dikatakan mengalami kecemasan. Wujud peliknya kondisi di lapangan tersebut, jika terus dibiarkan maka secara tidak langsung akan terus melahirkan siswa-siswa yang terkungkung dengan masalah kecemasan menulis yang dialaminya. Selain hal tersebut efek lain yang akan muncul adalah adanya siswa yang mengalami kesulitan di dalam mengungkapkan ide, pikiran, dan pendapatnya terutama secara tulis karena rasa cemas yang dialaminya semakin lama akan semakin tinggi (akut).

Secara keseluruhan telah dapat dipahami bahwa pada kenyataannya bahasa sebagai salah satu variabel sosial selalu menjadi topik yang menarik dan penting bagi para pemerhati masalah-masalah sosial. Di dalam konteks tersebut, fenomena psikolinguistik muncul sebagai bagian dari efek bahasa dikarenakan kedudukan bahasa yang sangat sentral. Kedudukan bahasa memiliki kaitan yang erat dengan pengalaman psikologis seseorang sebagai individu. Di sisi lain bahasa juga memiliki kedudukan yang berkaitan dengan perubahan psikologis yang mungkin ditimbulkannya dari perubahan tatanan kehidupan sosial bermasyarakat.

Apabila dilihat dari sisi keilmuan, kajian psikolinguistik di dalam penelitian ini salah satunya memang dituntut untuk memberikan kepastian bagaimanakah

(16)

bentuk hubungan antara kemampuan menulis teks eksposisi, retrival kata, dan kecemasan menulis teks eksposisi di jenjang SMA di suatu wilayah. Bentuk hubungan tersebut dinilai penting agar pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan lebih efektif, efisien dan up to date. Berdasarkan uraian latar belakang tersebutlah, maka penelitian ini menjadi penting dan menarik untuk dilaksanakan guna mengetahui kondisi/keadaan dari keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa SMA kelas XI di Kabupaten Banjarnegara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang peneliti paparkan tersebut, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

2. Bagaimanakah keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

3. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(17)

eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

2. Mendeskripsikan keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

3. Mendeskripsikan keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis dari hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut.

a. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang keterampilan menulis khususnya pada teks eksposisi di dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang SMA.

b. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang retrival kata.

c. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang psikologi kecemasan pada siswa jenjang SMA.

d. Penelitian ini dapat mengembangkan teori keterkaitan antara retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eskposisi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut.

(18)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis teks eksposisi pada siswa. Kondisi tersebut akan memudahkan siswa pada saat menghadapi tugas menulis sehingga hasil tulisannya dapat lebih komunikatif serta eksploratif terhadap tema atau topik yang diuraikan. Di sisi lain, siswa diharapkan juga akan mengalami peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep retrival kata di dalam kegiatan menulis. Pada aspek psikologis, masalah kecemasan menulis yang dialami oleh siswa sebagai bagian dari evaluasi keterampilan menulis juga diharapkan dapat diatasi dengan wujud adanya manajemen kecemasan individu di dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas .

b. Bagi Guru

Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, bagi guru dibagi menjadi empat manfaat utama yaitu sebagai berikut.

Pertama, secara umum hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai referensi untuk mengatasi masalah kecemasan menulis teks eksposisi pada siswa untuk jenjang SMA serta sebagai pedoman guru di dalam mengawasi manajemen kecemasan pada siswa.

Kedua, guru dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk mengukur kemampuan menulis teks eskposisi siswanya yang dikaitkan dengan kecemasan menulis, dan proses retrival kata.

Ketiga, secara umum guru Bahasa Indonesia pada jenjang SMA dapat menggunakan data dari penelitian ini sebagai acuan di dalam mengajarkan keterampilan menulis teks eksposisi dengan lebih efektif dan efisien.

(19)

dipetakan secara keseluruhan atau parsial sesuai dengan wilayah perwakilan (Barat, Timur, Utara, dan Selatan) dapat digunakan oleh guru sebagai alat ukuran untuk menentukan posisi kondisi kemampuan siswa didiknya secara kewilayahan (berdasarkan perwakilan sekolah). Apabila mengacu pada data penelitian tersebut, maka guru dapat menganalisis kondisi kemampuan siswa didiknya di dalam variabel retrival kata, kecemasan menulis, dan keterampilan menulis teks eksposisi, itu ada di posisi tinggi, sedang, atau rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Proses hukum itu rumit jika semua elemen tidak dapat kooperatif, namun jika bukti- bukti dan keterangan dari korban jelas ada, saksi semua ada, dan polisi kooperatif ya Seruni

Sesuai dengan tema yang digunakan yaitu peleburan dari suatu asimilasi, pada area sebelum dijajah Belanda akan digunakan warna dominan coklat (asimilasi dengan budaya Jawa)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Kepada Daerah Provinsi, Kabupaten, 11..

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan penggunaan Sistem Informasi Layanan Akademik Berbasis Web pada penelitian ini meliputi faktor Kemudahan Menggunakan (KM)

Menurut suhartini (2013) panggung boneka merupakan media yang sangat tepat untuk dapat meningkatkan berbahasa pada anak karena didalam cerita panggung boneka

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kreativitas dengan hasil belajar prakarya dan kewirausahaan sebesar

Pemupukan BP+suspensi FAS menghasilkan produksi BK hijauan puero tidak berbeda nyata (P>0.05) dibanding dengan pemupukan SP, tetapi nyata lebih tinggi (P<0.05) dibanding

Manual mutu ini merupakan dokumen level 1 yang menjadi panduan implementasi manajemen mutu untuk menunjukkan kemampuan Pengadilan Agama Gresik dalam menghasilkan produk