• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Terapeutik

2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Homby (1974), yang dikutip oleh Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and given antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Kalthner, dkk (1995), yang dikutip oleh Mundakir (2006) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang profesional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. Sejalan dengan Potter dan Perry (2009), komunikasi terapeutik merupakan proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien.

Musliha & Fatmawati (2010) merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan menetukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

(2)

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Hubson dalam Suryani (2005) mendefinisikan mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima. Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian, kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan terjaga. Mukhripah (2008) mengatakan ada dua macam teknik mendengar yaitu:

1. Mendengar pasif

Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal misalnya “uh huuuuh”, “mmmmhhummm”, “yeah”. Mendengar pasif akan dapat memperdayakan diri kita saat kita mendengar dengan pasif karena kita kurang memahami perasaan orang lain.

2. Mendengar aktif

Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita tahu perasaan orang lain dan mengerti mengapa dia merasakan hal tersebut. b. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui, sedangkan menyetujui belum tentu menerima. Perawat tidak perlu menampakkan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan oleh klien. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.

(3)

Jadi, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk terapi. Seorang perawat (helper) dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.

2.1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005), yang dikutip oleh Nunung (2010) komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaftif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: (1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri, (2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain dan mandiri, (3) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuan yang realistis, (4) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Sedangkan tujuan komunikasi terapeutik menurut Damayanti (2008), yaitu: (1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, (2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, (3) Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

2.1.3. Teknik Komunikasi Terapeutik

Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) menyatakan Setiap klien tidak sama oleh karena itu, diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda-beda, yaitu:

(4)

Berikut ini adalah sikap perawat yang menyatakan penerimaan yaitu: mendengarkan tampa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat non verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan, ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka

Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban

“ya”, “tidak” dan “mungkin”, tetapi memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya, perasaanya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan (Suryani,2005). Tujuan perawat bertanya dengan pertayaan terbuka adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan digunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

d. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Stuart and Sundeen, 1995 dalam Mukhripah (2008) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien. Perawat harus hati-hati ketika menggunakan

(5)

metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.

e. Klarifikasi

Geldard, G dalam Suryani (2006) berpendapat bahwa klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

f. Memfokuskan

Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan. Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti.

g. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tampa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi

(6)

pesan. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

h. Menawarkan informasi

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah (Suryani, 2005). Tindakan ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai masalah yang dihadapi klien.

i. Diam (Memelihara ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing. Metode ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam sangat berguna terutama pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya.

j. Meringkas

Meringkas adalah pengulanagan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman. Metode ini bermanfaat

(7)

untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.

k. Memberikan penguatan

Punguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam pemberian penguatan positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Demikian juga dengan memberi salam dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu menggugah semangat klien. Penghargaan dalam bentuk pelayanan keperawatan tidak berbentuk materi, akan tetapi berbentuk dorongan psikologis atau inmaterial untuk memacu lebih baik lagi.

l. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan respons agar seseorang menyadari perilakunya yang merugikan baik dirinya sendiri maupun orang lain tampa ada rasa bermusuhan. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini dilakukan tampa pamrih.

(8)

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Berikan kepada klien kesempatan untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini. Perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. (Mukrhipah, 2008) teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha menafsirkan daripada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

o. Menempatkan kejadian dan wakt u secara berurutan

Melihat kejadian dalam suatu perspekt if kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai aki bat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi kl ien dalam memenuhi kebutuhannya. Mukrhipah (2008) Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengekspolarasi kl ien dan memahami masalah yang penting dan teknik ini menjadi tidak terapeutik apabila perawat memberikan nasihat, meyaki nkan atau tidak mengakui kl ien.

(9)

p. Meberikan kesempatan kepada kl ien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti kl ien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari perspekt if kl ien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Melihat segala sesuatu dari perspekt if kl ien dan waspada akan timbulnya gejala ansietas dari kl ien.

q. Refleksi

Refleksi merupakan mengarahkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

2.1.4. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Prinsip dasar komunikasi terapeutik yaitu: (1) Hubungan peraw at dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients” artinnya saling mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk memperbaiki perilaku klien, (2) Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal “De Vito” yaitu keterbukaan, empati,

(10)

sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan, (3) Kualitas hubungan perawat klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia, (4) Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien, (5) Perawat harus menghargai keunikan klien, (6) Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, (7) Kepercayaan harus dicapai dahulu sebelum identifikasi masalah dan alternatif “problem solving”, (8) “Trust” adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Nunung, 2010).

2.1.5. Tahapan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Potter dan Perry (2009) di dalam hubungan ini, perawat memiliki peran sebagai penolong profesional dan mengenali klien sebagai individu yang memiliki kebutuhan kesehatan, respon, dan pola hidup yang unik. Sedangkan Keliat (2002), hubungan perawat terapeutik-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien.

Maka, untuk menjalin hubungan terapeutik perawat-klien tersebut diperlukan proses atau tahapan dalam Stuart dan Sundeen (1987, dikutip oleh Dalami, Rochimah, Gustina, Roselina, Banon, 2009) yaitu:

a. Pra-Interaksi

Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan denagn klien dapat dipertanggungjawabkan. Pemakaian diri secara terapeutik berarti

(11)

memaksimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan keperawatn pada klien. Hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien 2. Kecemasan

Kecemasan yang dialami seseorang dapat memengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates, & Kenworthy dalam Suryani, 2006).

3. Analisis kekuatan diri

Dalam diri seseorang terdapat kelebihan dan kekurangan. Sebelum kontak dengan klien, perawat perlu menganalisis kelemahannya dan menggunakan kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien.

4. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan

Sebelum bertemu dengan klien, perawat perlu menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien. Sedangkan hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur klien adalah sebagai berikut:

1. Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya

Perilaku yang destruktif pada klien saat menghadapi penyakitnya akan menyulitkan perawat dalam berkomunikasi dengan klien.

2. Adat istiadat

Kebiasaan yang dibawa klien ke rumah sakit dalam menjalani perawatan terkadang membawa pengaruh dalam hubungan perawat-klien.

3. Tingkat pengetahuan

(12)

b. Perkenalan atau orientasi

Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang pertama kali dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk memberikan pelayanan keperawatan pada klien. Dengan memperkenalkan dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan, dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Perawat dan klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, bimbang karena memulai hubungan yang baru. Klen yang mempunyai pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan akan sukar menerima dan terbuka pada orang asing. Tugas perawat pada tahap ini meliputi hal-hal berikut ini: 1. Membuat kontrak dengan klien

Isi dari kontrak yang akan dirumuskan terdiri atas topik, tempat, dan waktu. Dalam merumuskan sebuah kontrak harus ada kesepakatan bersama antara perawat-klien.

2. Eksplorasi pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah keperawatan

(13)

c. Kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi (Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak, 2009). Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemampuan diri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Menurut Murray & Judith dalam Suryani (2005), pada tahap kerja ini perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan ha-hal yang penting dalam percakapan dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama terhadap proses kesembuhan penyakitnya sendiri. Pada tahap kerja ini, perawat bertugas meningkatkan kemandirian tanggung jawab terhadap proses penyembuhan penyakitnya dengan mencarikan alternatif koping yang positif sehingga didapatkan suatu perubahan perilaku. Kegagalan pada tahap kerja akan berdampak pada kegagalan tujuan terhadap tujuan yang ingin dicapai.

d. Terminasi

Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri interaksinya dengan klien. Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi seputar hasil kegiatan yang telah dilakukan sebgai dasar untuk tindak lanjut yang akan datang. Untuk itu kegiatan pada tahap terminasi merupkan kegiatan yang tepat untuk mengubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi kemajuan

(14)

klien dan tujuan yang telah dicapai. Kegiatan yang dilakukan pada tahap terminasi adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi subjektif, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien. Kegiatan ini penting sekali dilakukan agar perawat tahu kondisi psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensif maupun menarik diri.

2. Evaluasi objektif, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi respons objektif terhadap hasil yang diharapkan dari keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya.

3. Tindak lanjut, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan. Pesan yang disampaikan itu relevan, singkat, padat, dan jelas agar tidak terjadi miscomunication. Oleh karena pentingnya proses tindak lanjut, bila perlu pesan yang disampaikan diulangi lagi sampai klien mengerti.

2.1.6. Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli atau penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Perilaku ingin menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian, yaitu: (1) Budi pekerti dalam keperawatan. Budi pekerti sangat berkaitan dengan pola komunikasi sehingga dalam keperawatan, hendaklah budi pekerti dan etika

(15)

berkomunikasi dijadikan pendorong kekuatan (stimulus) dalam melaksanakan tugas setiap hari, (2) Kejujuran. Jujur dalam kelakuan dan tindakan serta pembicaraan adalah penting untuk klien dan lingkungannya. Kejujuran dalam keperawatan dibagi atas tiga sebagai berikut: (a) jujur terhadap pekerjaan, (b) jujur terhadap lingkungan, (c) jujur dalam perkataan (Mundakir, 2006).

2.1.7. Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hamid (1998, yang dikutip oleh Nunung. 2010) hambatan komunikasi terapeutik yaitu:

a. Resisten

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

b. Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupanya dimasa lalu. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

c. Kontertranferens

Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertransferens merujuk pada respon emosial spesifik oleh perawat

(16)

terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.

2.1.8. Sikap Komunikasi Terapeutik

Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik berkomunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Menurut Egan (1975, yang dikutip oleh Dalami, Rochimah, Gustina, Roselina, Banon, 2009) mengidentifikasi lima sikap untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:

a. Berhadapan

Arti dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”. b. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah klien

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap refleks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.

(17)

2.2. Kepuasan Pasien 2.2.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Imbalo, 2006).

Sedangkan Supardi (2004) mengatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Sejalan dengan Oliver 1997; Irawan, 2000 mengungkapkan kepuasan sebagai respon pemenuhan harapan dan kebutuhan pasien. Respon ini sebagai hasil dari penilaian pasien bahwa produk/pelayanan sudah memberikan tingkat pemenuhan kenikmatan. Tingkat pemenuhan kenikmatan dan harapan ini dapat lebih atau kurang (Supranto, 2001).

Bagi pasien kebutuhan yang paling menonjol bukanlah yang berkaitan dengan harga diri atau untuk diakui kehebatannya tetapi adalah kebutuhan

belongingness and social needs. Merasa dicintai, didengarkan, tidak dianggap sebagai orang yang menyusahkan saja dan tidak pula diperlakukan sebagai manusia yang tidak berguna (Imbalo, 2008).

2.2.2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, aspek yang yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menurut Moison Walter dan White (1987, dalam Supardi, 2004) terdiri dari :

(18)

a. Karakteristik Produk.

Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang digunakan berkualitas.

b. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih, dan memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit, kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

d. Lokasi

Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

(19)

e. Fasilitas.

Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

f. Image

Citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. g. Desain visual.

Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana

Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Menurut Lisa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien.

i. Komunikasi

Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan-keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur

(20)

kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien Rumah Sakit.

2.2.3. Indikator Kepuasan Pasien

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan pasien, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa. Produk rumah sakit adalah jasa pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). Lee, et al (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut :

a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien dengan penyampaian informasi yang sejelas-jelasnya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan dan kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pasien.

a. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan,

(21)

sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.

b. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan, pengetahuan, keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obat kepada pasien.

c. Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pasien dengan berupaya memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya. Pasien kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar rumah sakit penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Rumah sakit harus tahu nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu mengetahui hobi dan karakter personal lainnya.

d. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba sehingga aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan atribut dari dimensi tangible meliputi:

(22)

gedung, peralatan, seragam dan penampilan fisik para karyawan yang melayani pelanggannya. Suatu organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit harus memiliki ruangan pelayanan dan kondisi lingkungan yang nyaman, teratur serta bersih agar bisa memberikan kepuasan pada pasien. Umumnya pasien yang dirawat juga akan merasa puas bila pihak pemberi layanan sudah menyiapkan alat pemeriksaan dan pengobatan yang lengkap sesuai kebutuhan pasien.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya kepada UPTD Puskesmas Dawan I agar dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam penyuluhan

model pembelajran CIRC merupakan model pembelajaran yang lebih cocok dan tepat diaplikasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khusus pada materi membaca, menemukan

pembelajaran kooperatif dengan Teknik Dua Tinggal Dua Tamu berpengaruh terhadap pemahan konsep matematis siswa dan pada umumnya siswa telah mampu memahami

Melalui kegiatan membaca teks “Kegiatan Saat Jam Istirahat” pada salindia yang diberikan melalui google form , peserta didik dapat mengidentifikasi ungkapan atau

(2) Pejabat yang berwenang dan Bupati, Wakil Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD, Pegawai ASN, dan/atau Pegawai Tidak Tetap yang melakukan perjalanan dinas

jadi laba bersih UKM setiap satu ikan asap yaitu Rp.205/buah (wawancara Ibu Maryati, 2016). Untuk gaji karyawan model harian yaitu karyawan laki-laki Rp.60.000/hari dan

Pada penderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri terapi yang diberikan yaitu dimulai dengan pemberian antibiotik secara empiris dengan antibiotik yang