• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL

PENELITIAN

2.1

Telaah Pustaka

2.1.1 Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) bagi beberapa orang mungkin belum mengenal jelas dan mengerti dari istilah ini, jika dilihat dari arti kata tentu sebagai orang awam kita mengerti bahwa BLU adalah suatu badan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu contoh BLU adalah Balai Kesehatan, yang merupakan salah satu bentuk BLU yang memberikan manfaat dan melayanai masyarakat. Dalam tulisan ini saya akan mecoba memberikan sedikit pengertian dan pengetahuan tentang apa itu Badan Layanan Umum (BLU), sehingga secara garis besar kita dapat mengetahui tentang arti dari BLU yang merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien.

2.1.1.1 Pengertian Badan Layanan Umum

Pengertian BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara, yaitu Badan Layanan Umum / BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan

               

(2)

dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Didalam Peratuaran Mentri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008, dan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 61 Tahun 2007 menyebutkan hal yang sama mengenai pengertian dari Badan Layanan Umum (BLU).

2.1.1.2 Pembentukan Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat menurut Pasal 1 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Ketentuan mengenai pembentukan dan tujuan Badan Layanan Umum, pembinaan keuangannya adalah sebagai berikut :

1. Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Kekayaaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.

3. Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerinah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh Mentri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

               

(3)

4. Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

Apabila dikelompokkan menurut jenisnya, menurut UU NO. 1 tahun 2004 BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. BLU yang kegiatannya meyediakan barang/jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, penyiaran, dll.

2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet).

3.

BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelolaan dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

2.1.1.3 Tujuan dan Asas Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

Adapun asas-asas Badan Layanan Umum (BLU) menurut pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:                

(4)

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.

2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.

3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan. 4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan

kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota.

5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan

anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian

negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

               

(5)

2.1.1.4 Anggaran Tahunan Badan Layanan Umum

Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan, dalam melaksanakan kegiatannya, BLU mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan

anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementrian

Negara/Lembaga/pemerintah daerah.

2. Pendapatan dan Belanja BLU dalam rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementrian Negara/Lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan.

3. Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah.

4. BLU dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.

5. Pendapatan BLU sehubungan dengan pemberian jasa layanan dan hibah/sumbangan dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU yang bersangkutan.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU dalam PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum.

2.1.2 Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan Keuangan harus dikelola secara professional, oleh karena itu sumber daya manusia di bidang keuangan harus profesional, baik di lingkungan

               

(6)

Bendahara Umum Negara/Daerah maupun di lingkungan Pengguna Anggaran/Barang, serta sumber daya yang tersedia dialokasikan secara proporsional terhadap hasil yang akan dicapai. Hal ini diakomodasi dengan diterapkannya prinsip penganggaran berbasis kinerja dimana pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung-jawaban, maupun hasil pemeriksaan. Serta mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari BPK dikarenakan masih adanya pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang masih buruk.

2.1.2.1 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Menurut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya (PP Nomor 23 Tahun 2005).

Suatu Badan Layanan Umum tidak secara otomatis dapat menerapkan PPK-BLU melainkan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Adapun BLU yang dapat menerapkan PPK-BLU tersebut adalah BLU yang memenuhi syarat substantif, teknis, dan administrasi. Setelah memenuhi syarat keseluruhan,

               

(7)

Menteri/Pimpinan Lembaga/SKDP dapat mengusulkan BLU tersebut ke Menteri Keuangan untuk ditetapkan sebagai BLU dengan status Penuh (apabila semua syarat terpenuhi) dan status Bertahap dimana menunjukkan bahwa salah satu persyaratan dianggap kurang memuaskan.

Adapun keputusan tentang penerapan pola PK-BLU tersebut tidak semata berlaku begitu saja melainkan sewaktu-waktu dapat dilakukan pencabutan status oleh Menteri Keuangan, berdasarkan usul dari Menteri/Pimpinan Lembaga/SKPD, atau berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan Negara yang dipisahkan. Ketentuan pencabutan tersebut dapat dilakukan berdasarkan pada peraturan perundangan atau sebuah BLU sudah tidak memenuhi keseluruhan syarat lagi. Namun BLU yang telah dicabut status PK-BLU nya dapat mengajukan kembali untuk ditetapkan sebagai BLU yang menerapkan PK-BLU.

Menurut Direktorat Pembinaan Pengelolaan Badan Layanan Umum (DPP BLU) Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pengelolaan keuangan yang memberikan flexibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2.1.2.2 Pengertian Pendapatan Badan Layanan Umum

Pengertian pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) itu sendiri terdapat kesesuaian seperti yang tercantum dalam PP No.23 Tahun 2005 dan Peraturan Mentri Keuangan No.76 /PMK 05/ 2008 dimana pendapatan Badan Layanan

               

(8)

Umum adalah pengelolaan keuangan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat atau manfaat ekonomi yang timbul dari kegiatan BLU,yang dikatakan sebagai arus masuk bruto selama satu periode, yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih.

2.1.2.3 Klasifikasi Pendapatan Badan Layanan Umum

Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih, dimana pengklasifikasian menurut PMK Nomor 76/PMK 05/2008 yaitu : Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan dimana merupakan pendapatan yang diperoleh sebagai imbalan atas barang atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat.

Berikut ini adalah klasifikasi Pendapatan untuk satuan kerja Badan Layanan Umum, dimana dikatakan efektif, jika satuan Badan Layanan Umum tersebut memperoleh pendapatan dengan cakupan di bawah ini :

1. Pendapatan usaha dari jasa layanan

Merupakan Pendapatan yang diperoleh sebagai imbalan atas barang atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat. Pendapatan Usaha dari jasa layanan selanjutnya dirinci per jenis usaha layanan yang diperoleh BLU.

a. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.

               

(9)

b. Imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.

c. Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.

d. Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya.

e. Tarif layanan harus mempertimbangkan: 1. Kontinuitas dan pengembangan layanan; 2. Daya beli masyarakat;

3. Asas keadilan dan kepatutan; dan 4. kompetisi yang sehat.

2. Hibah

Merupakan pendapatan yang diterima dari masyarakat atau badan lain, tanpa adanya kewajiban bagi BLU untuk menyerahkan barang/jasa. Hibah diklasifikasikan menjadi Hibah Terikat dan Hibah Tidak Terikat. Hibah Terikat adalah hibah yang peruntukannya ditentukan oleh pemberi hibah. Hibah tidak terikat adalah hibah yang peruntukannya tidak ditentukan oleh pemberi hibah.

3. Pendapatan APBN

Merupakan pendapatan yang berasal dari APBN, baik untuk belanja operasional maupun belanja investasi. Belanja operasional merupakan

               

(10)

belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Belanja investasi merupakan belanja modal.

4. Pendapatan Usaha Lainnya

Merupakan pendapatan yang berasal dari hasil kerja sama dengan pihak lain, berupa sewa, jasa lembaga keuangan, jasa konsultasi terhadap bidang yang dikuasai/tersedia di badan ini, kerjasama bagi hasil, dimana satuan BLU disini menjadi supplier terhadap vendor yang melakukan pesanan, serta

lain-lain pendapatan yang tidak berhubungan secara langsung dengan tugas dan fungsi BLU.

5. Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar

Merupakan selisih lebih antara harga jual dengan nilai buku aset non lancer 6. Pendapatan dari Kejadian Luar Biasa

Merupakan pendapatan yang timbul di luar kegiatan normal BLU, yang tidak berulang dan di luar kendali BLU.

Dalam pelaksanaan pengelolaan pendapatan BLU tentunya harus ada tingkat indikator yang dijadikan sebagai pengukuran dalam penerimaan pendapatan dimana psengukuran tersebut berdasarkan target penerimaan yang ditetapkan sesuai dengan kewenangan dan target BLU itu sendiri.

Adapun untuk penilaian atau pengukuran perhitungan efektivitas pengelolaan pendapatan pada Badan Layanan Umum adalah sebagai berikut :

 Harapan = BOBOT Tertinggi x Jumlah Responden x Jumlah pertanyaan

 Efektivitas pengelolaan belanja BLU = (Total Skor Persepsi/Harapan) x 100%

               

(11)

Tabel 2.1

Skor Perhitungan Efektivitas Pengelolaan Pendapatan

Rentang Skor (%) Kategori

81-100 Seluruhnya Dilakukan

61-80 Sebagian Besar Dilakukan

41-60 Kadang-kadang Dilakukan

21-40 Sebagian Kecil Dilakukan

0-20 Tidak Pernah Dilakukan

Sumber : Diadaptasi dari karya tulis Ayu Noverna (2010)

2.1.2.4 Pengertian Belanja Badan Layanan Umum

Menurut Peraturan MentriKeuangan No.76 /PMK 05/ 2008 tentang Bagan Akun Standar (BAS) bahwa Belanja adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 belanja Badan Layanan Umum ini terdiri belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan, jadi belanja Badan Layanan Umum adalah kewajiban BLU yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang telah dibayar dari kas BLU pada periode tahun anggaran yang bersangkutan.

               

(12)

Dalam satuan kerja Badan Layanan Umum, Belanja terdiri dari unur-unsur biaya yang tertera dalam RBA Definitif, jadi dalam penegasannya dalam BLU Belanja diidentikan dengan biaya.

2.1.1.5 Klasifikasi Belanja Badan Layanan Umum

Dalam pengelolaan belanja atau biaya, diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah, khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggung jawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit fungsi perbendaharaan.

Belanja Badan Layanan menurut UU No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Berikut ini adalah klasifikasi belanja untuk satuan kerja Badan Layanan Umum, dimana dikatakan efektif, jika satuan Badan Layanan Umum tersebut mengelola belanja dengan cakupan di bawah ini :

1. Belanja Pegawai, yang terdiri dari : a. Biaya Pegawai

b. Biaya Bahan c. Biaya Jasa Layanan d. Biaya Daya dan Jasa e. dan Lain-lain.

2. Belanja Barang dan Jasa, yang terdiri dari : a. Biaya Pegawai

b. Biaya Administrasi Perkantoran

               

(13)

c. Biaya Pemeliharaan

d. Biaya Langganan Daya dan Jasa e. Biaya Promosi

f. dan Lain-lain.

3. Biaya Modal, yang terdiri dari :

a. Biaya Pembelian aset meliputi tangible dan intangible

b. Biaya Pembangunan, dan Pemeliharaan c. dan Lain-lain

2.1.2.6 Kualitas Belanja

Menurut Khairani (2008:56) mengatakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sudah seharusnya pemerintah daerah (sektor publik) mengubah komposisi belanjanya. Semakin tinggi tingkat belanja pelayanan publik diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik.

Menurut Departemen Keuangan (2010:1) mengatakan bahwa dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, pemerintah harus mampu menciptakan belanja Negara yang berkualitas dengan berupaya secara konsisten mengarahkan sumber daya yang terbatas agar dapat digunakan secara terukur, efektif dan efisien.

Selanjutnya Depertemen Keuangan (2010:1) menyatakan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas belanja negara tersebut, pemerintah harus mendorong terpenuhinya aspek efisiensi dan efektifitas dalam seluruh tahapan penyusunan

               

(14)

anggaran, yaitu mulai tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga tahap pelaporan.

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian (2010) menyatakan bahwa selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas belanja Negara telah dirumuskan delapan langkah strategis, yaitu:

1. Megedepankan alokasi belanja modal

2. Mengurangi pendanaan bagi kegiatan yang bersifat konsumtif 3. Merancang Ulang, kebijakan subsidi

4. Menghindarkan meningkatnya pengeluaran yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan

5. Mempercepat implementasi system penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah

6. Memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi

7. Menerapkan sistem reward dan punishment dalam pengaloasian anggaran,

dan

8. Mempercepat penyerapan anggaran belanja

Adapun untuk penilaian atau pengukuran perhitungan efektivitas pengelolaan belanja pada Badan Layanan Umum adalah sebagai berikut :

 Harapan = BOBOT Tertinggi x Jumlah Responden x Jumlah pertanyaan

 Efektivitas pengelolaan belanja BLU = (Total Skor Persepsi/Harapan) x 100% Tabel 2.2

Skor Perhitungan Efektivitas Pengelolaan Belanja

Rentang Skor (%) Kategori

               

(15)

81-100 Seluruhnya Dilakukan

61-80 Sebagian Besar Dilakukan

41-60 Kadang-kadang Dilakukan

21-40 Sebagian Kecil Dilakukan

0-20 Tidak Pernah Dilakukan

Sumber : Diadaptasi dari karya tulis Ayu Noverna (2010)

2.1.3 Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupunjasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkunganBadan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.3.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan Publik menurut Undang-undang No.25 Tahun 2009 diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/ Daerah dalam bentuk barang atau jasa baik dalam rangka atau upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

               

(16)

Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum

atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaa berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam ilmu pemerintahan yang dikembangkana di Lembaga Administraasi Negara Tahun 2005 dengan kesesuaian yang tercantum dalam Keputusan

Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No/63/Kep/M.PAN/7/2003

mengemukakan bahwa: pelayanan publik, adalah pemenuhan (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.

               

(17)

Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus diemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini juga diemban oleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa dan atau barang publik

Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu penyedia layanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider

(Barata, 2003: 11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima layanan atau service receiver

adalah pelanggan (customer) atau konsumen (consumer) yang menerima layanan

dari para penyedia layanan, atau jasa.

Barata (2003: 11-13) berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani terdapat 2 (dua) golongan pelanggan, yaitu:

1. pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, pencitaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran barang, penjualan dan pengadministrasiannya.

2. Pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa yang pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun demikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu:

a. keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan kepercayaannya;                

(18)

b. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup organisasi.

Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta adalah:

1. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.

2. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau bahkan nasional. Contonya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta.

3. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal.

4. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

               

(19)

5. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung,

yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan

pelayanan.Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

6. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

2.1.3.2 Ruang Lingkup Pelayanan Publik

S

ecara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak nyata dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki perbedaanmendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati dan dinilai kualitasnya, edangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai. Walaupun demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, misalnya jasa pemasangan telepon berikut pesawat teleponnya, demikian pula sebaliknya pelayanan barang selalui diikuti dengan pelayanan jasanya.

Selanjutnya Nurcholis (2005: 180) secara rinci membagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidang sebagai berikut:

1. Pendidikan. 2. Kesehatan. 3. Keagamaan.                

(20)

4. Lingkungan: tata kota, kebersihan, sampah, penerangan. 5. Rekreasi: taman, teater, musium, turisme.

6. Sosial. 7. Perumahan.

8. Pemakaman/krematorium.

9. Registrasi penduduk: kelahiran, kematian. 10.Air minum.

11.Legalitas (hukum), seperti KTP, paspor, sertifikat, dll.

Dalam Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengelompokan pelayanan publik secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan administratif 2. Pelayanan barang 3. Pelayanan jasa

Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah tersebut, timbul beberapa persoalan dalam hal penyediaan pelayanan publik. Persoalan-persoalan tersebut diidentifikasi Wright (dalam LAN, 2003: 16) sebagai berikut:

1. Kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.

2. Pelayanan yang diberikan pemerintah memiliki ketidakpastian tinggi dalam hal teknologi produksi sehingga hubungan antara output dan input tidak dapat ditentukan dengan jelas.

               

(21)

3. Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun

kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.

4. Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalities, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah

sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya.

Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa yang bersifat privat. Situasi persaingan selalu timbul dalam penyelenggaraan penyediaan barang dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layanan barang privat. Untuk menghindari crowding out effect, dimana pemerintah lebih berperan sebagai

kompetitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, mana barang dan jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara bersama-sama, dan dikerjakan oleh pemerintah.

2.1.3.3 Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidak adilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan di mana perilaku aparat

               

(22)

penyedia layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.

Kualitas pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch & Davis, 2002). Oleh karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan pelanggan.

Penilaian terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda (Evans & Lindsay, 2000), misalnya dari segi:

1. Product Based, di mana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu fungsi

yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda terhadap karakteristik produknya.

2. User Based, di mana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian

pelayanan dengan yang diinginkan oleh pelanggan.

3. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga.

Kualitas pelayanan ini dapat diketahui ketika dilakukan mengenai beberapa jenis kesenjangan yang berhubungan dengan harapan pelanggan, persepsi manajemen, kualitas pelayanan, penyediaan layanan, komunikasi eksternal, dan apa yang dirasakan oleh pelanggan.

Secara mendetail, kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diidentifikasi dengan lima kategori, kelima kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kesenjangan antara harapan pelanggan (Expected Service) dengan persepsi

manajemen (Management Perception of Customer Expectation). Hal ini                

(23)

terjadi disebabkan karena kurang dilakukannya survey akan kebutuhan pasar atau kurang dimanfaatkannya hasil penelitian secara tepat serta kurang terjadinya interaksi antara penyedia pelayanan dan pelanggan. Penyebab lainnya adalah kurangterjadinya komunikasi antara pihak manajemen dengan petugas penyedia pelayanan (customer contact personel), padahal dari

merekalah paling banyak diperoleh informasi tentang hal-hal yang menjadi harapan pelanggan. Terakhir adalah faktor klasik dari terlalu banyaknya jenjang birokrasi dalam unit pelayanan juga merupakan salah satu faktor munculnya kesenjangan ini.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen (Management Perception of Customer Expectation) dengan spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality Specification). Kesenjangan ini terjadi ketika komitmen manajemen kurang

dalam mewujudkan kualitas pelayanan, serta kurang tepatnya persepsi manajemen terhadap kualitas pelayanan yang diinginkan pelanggan, demiian pula dengan tidak adanya standarisasi dalam penyediaan pelayanan, dan tidak adanya penetapan tujuan yang jelas dalam penyediaan pelayanan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality Specification) dengan penyampaian pelayanan (Service Delivery).

Kesenjangan ini terjadi karena muncul konflik peran dalam diri pegawai dalam hal keinginan untuk memenuhi harapan pelanggan dengan keinginan untuk memenuhi harapan pimpinan. Selain itu juga adalah teknoloi yang tidak sesuai dalam mendukung pelayanan, tidak ada evaluasi dan penghargaan, serta kurang kerjasama internal.

               

(24)

4. Kesenjangan antara komunikasi eksternal kepada pelanggan (External Communication to Customers) dengan proses penyampaian pelayanan

(Service Delivery). Penyebab kesenjangan ini adalah tidak adanya komunikasi

horizontal dalam organisasi.

5. Kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan pelanggan (Expected Service) dengan pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan (Percieved service). Kesenjangan kelima ini menunjukkan dan menggambarkan ukuran dari

tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja organisasi dengan menitikberatkan pada sisi pelanggan ataupun pelayanan harus menyesuaikan atau melebihi harapan pelanggan dalam menyediakan pelayanan terhadap pelanggan.

perhitungan kualitas pelayanan publik :

 Harapan = BOBOT Tertinggi x Jumlah Responden x Jumlah pertanyaan

 Kualitas Pelayan Publik = (Total Skor Persepsi/Harapan) x 100% Tabel 2.3

Skor Perhitungan Kualitas Pelayanan Publik

Rentang Skor (%) Kategori

81-100 Baik Sekali

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Kurang sekali

Sumber : Diadaptasi dari karya tulis Ayu Noverna (2010)

               

(25)

2.1.3.4 Standar Pelayanan Publik

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolok ukur pelayanan yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan fenomena yang berlakubaik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Amerika Serikat, misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order 12863 pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi

pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen (setting customer service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai berikut.

Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey the customers to determine the kind and quality of service they want and their level of satisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means to adres customer complaints.

Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi

pelanggan yang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik, menyediakan berbagai pilihan sumber-sumber pelayanan kepada pelanggan dan sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarna untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan.

Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam

               

(26)

kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan., upaya tersebut antara lain ditunjukkan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti:

1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha,

2. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

3. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.

4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang Langkah langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No. 20/1996;

5. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; Surat Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan.

6. Kep. Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum 7. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan Kewenangan

Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002

8. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

9. Undang-undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

               

(27)

Standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yag dimaksud dengan pelayanan berkualitas, adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta meng ikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.

Dalam penelitian ingin ungkapkan adalah pengaruh tehadap standar minimum kualitas pelayanan publik. Sarat dalam penentuan standar publik tersebut antara lain :

1. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.

2. Standar pelayanan minimum tersebut dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.

3. Standar pelayanan minimum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.                

(28)

2.1.4 Dimensi

Untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah harus ada criteria yang menunjukan apakah suatu pelayanan public yang diberikan itu baik atau buruk. Menurut Pararurasman, Zeithmal dan Berry (1998) yang dikutip dari Ayu Noverna (2010:24), terdapat lima dimensi pokok kualitas pelayanan, yaitu:

1. Reilabilitas (realibility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tampa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya Tanggap (responsivness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan

para karyawan untuk membantu para pelanngan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan saja akan diberikan dan kemudian memberikan secara cepat.

3. Jaminan (assurance), yakni prilaku para karyawan mampu menumbuhkan

kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelangggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 4. Empati (emphaty), berarti perusahaan memahami masalah para pelangannya

dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

               

(29)

5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,

perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

2.1.5 Metode SERVQUAL

Metode SERVQUAL merupakan metode pengukuran kualitas pelayanan yang paling banyak digunakan karena frekuensi penggunaannya yang tinggi. Disamping itu, metode SERVQUAL dipandang memenuhi syarat validitas secara statistik.

Menurut Zeithml, et al., (1990) yang dikutip dari Noverna (2011:27), metode SERVQUAL didasarkan asumsi bahwa konsumen membandingkan kinerja pelayanan pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal/sempurna untuk masing-masing atribut jasa. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas jasa keseluruhan akakn positif datau sebaliknya. Dengan kata lain, model ini menganalisis kualitas pelayanan publik.

Tabel 2.4

Dimensi dan Indikator Metode SERVQUAL

No Dimensi Indikator

1 Reliabilitas 1.Penyediaan Jasa

2.Persyaratan Pelayanan Jasa

3.Penyampaian Jasa yang tepat waktu 4.Penetapan Tarif Layanan

5.Menciptakan catatan/dokumen tanpa kesalahan

2 Daya

Tanggap

1.Penginformasian Tentang Pelayanan Penyampaian Jasa 2.Pelayanan Jasa yang Cepat

3.Kesediaan Dalam Membantu Pelanggan 4.Respon Terhadap Permintaan Pelanggan

               

(30)

3 Jaminan 1.Kepercayaan Pelanggan Terhadap Pegawai 2.Keamanan dan Kenyamanan Dalam Pemberian

Layanan

3.Konsistensi Sikap Pegawai

4.Kompetensi Pegawai Dalam Memberikan Pelayanan 4 Empati 1.Pemberian Perhatian Individual Terhadap Pelanggan 2.Optimalisasi Dalam Memahami Prioritas Kpentingan

Dan Kebutuhan Pelanggan

3.Optimalisasi Penggunaan Jam Kerja Dalam Pelayanan 5 Bukti Fisik 1.Peralatan Modern

2.Fasilitas Yang Berdaya Tarik Visual

3.Profesionalisme Dalam Berpenampilan Bagi Pemberi Layanan

4.Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual

Sumber : Diadaptasi dari karya tulis Ayu Noverna (2010)

2.2

Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis

2.2.1 Kerangka Berfikir

Pengertian BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara, yaitu Badan Layanan Umum / BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Didalam Peratuaran Mentri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008, dan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 61 Tahun 2007 menyebutkan hal yang sama mengenai pengertian dari Badan Layanan Umum (BLU).

Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan

               

(31)

mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

Menurut Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2005, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Dalam pengelolaan pendapatannya, seuai peraturan dengan peraturan dan Undang-undang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) bahwa pengelolaan pendapatan BLU adalah, pengelolaan keuangan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat atau manfaat ekonomi yang timbul dari kegiatan BLU,yang dikatakan sebagai arus masuk bruto selama satu periode, yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih.

Selain Itu dalam pengelolaan belanja BLU nya pun menurut Undang-undang dan peraturan yang mengatur dalam pengelolaan keuangan Badan layanan Umum menyebutkan bahwa pengelolaan belanja adalah Jadi belaja Badan Layanan Umum adalah kewajiban BLU yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang telah dibayar dari kas BLU pada periode tahun anggaran yang bersangkutan.

               

(32)

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan kerangka pemikiran dan penanaman pemikiran melalui definisi dan ulasan-ulasan mengenai variabel-variabel yang akan penulus teliti tersebut, paradigma untuk penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai berikut :

Gambar 2.3

Pengaruh Efektifitas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja BLU Terhadap Pelayanan Publik

X2-Y X1 - Y

X1 & X2-Y

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENDAPATAN BADAN LAYANAN

UMUM

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN BELANJA BADAN LAYANAN

UMUM

KUALITASPELAYANAN PUBLIK

Page 1

PARADIGMA GANDA DENGA DUA

VARIABEL INDEPENDEN

               

(33)

2.2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara dari sebuah penelitian yang perlu diuji untuk menentukan kebenarannya dalam sebuah penelitian. Kesimpulan ini diambil berdasarkan teori sehingga bersifat sementara. Menurut kerangka pemikiran yang telah dibuat penulis menggunakan analisis studi kasus, dimana kondisi suatu entitas yang terjadi pada saat penelitian berlangsung, belum tentu keadaannya sama dengan entitas lain yang sejenis, maka dapat dirumuskan hipotesis untuk penelitian ini sebagai berikut :

1. Hipotesis pertama/H1 (secara simultan)

Ha : Efektivitas pengelolaan pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara simultan.

Ho : Efektivitas pengelolaan pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara simultan.

2. Hipotesis kedua/H2 (secara parsial)

Ha : Efektivitas pengelolaan pendapatan Badan Layanan Umum berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara parsial.

Ho : Efektivitas pengelolaan pendapatan Badan Layanan Umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara parsial.                

(34)

3. Hipotesis ketiga/H3 (secara parsial)

Ha : Efektivitas pengelolaan belanja Badan Layanan Umum berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara parsial.

Ho : Efektivitas pengelolaan belanja Badan Layanan Umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik secara parsial.                

Referensi

Dokumen terkait

Wilayah pesisir di Desa Keffing dan Desa Kway sangat strategis untuk pengembangan kegiatan perikanan karena memiliki karakteristik sumberdaya perikanan yang

Dilihat dari aspek hukum, hutan adat saat ini sudah diperkuat payung hukumnya sejak dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) no 35/PUU-X/2012 pada tahun

Effective communication is to articulate thoughts and ideas in various forms and purposes, contexts and for various purposes using both verbal and nonverbal communication skills.

Beberpa hal yang menjadi penyebab surplus material di lapangan ditemukan beberapa penyebab sebagai berikut Tidak terjadinya integrasi antara MTO menggunakan sistem manual via excel

Hasil penelitian menunjukkan lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying, hal ini berarti

Analisis data dengan statistik ANOVA 2x2 mengungkapkan pengaruh signifikan perilaku pengawasan terhadap kepuasan kerja, pengaruh yang signifikan dari behaivour

- Pada ruas Jalan Pongkeru – Malili terdapat 5 (lima) Unit Jembatan yang kondisi existingnya sama, berupa Jembatan lantai kayu dengan Abutmen Pasangan Batu

Kadar vitamin C dalam larutan dapat diukur menggunakan titrasi redoks iodimetri, dengan menggunakan larutan indikator kanji (starch) yaitu denganmenambahkan sedikit