• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Ekonomi Terjaga, Penerimaan Bea Cukai Tumbuh 15,84 persen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Stabilitas Ekonomi Terjaga, Penerimaan Bea Cukai Tumbuh 15,84 persen"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1

APBN KITA

Stabilitas Ekonomi Terjaga,

Penerimaan Bea Cukai Tumbuh 15,84 persen

K I N E R J A D A N F A K T A

(2)

A P B N K I TA ( K i n e r j a d a n F a k t a ) E d i s i A p r i l 2 0 1 8

2

(3)

3

“Ini kita ingin bersaing, berkompetisi dengan negara

lain. Saat ini kita fokus investasi yang tujuan ekspor

dengan semudah-mudahnya. Kita butuh 2 yang bisa

Pengaruhi pertumbuhan ekonomi kita. Pertama

Investasi, kedua ekspor.”

(4)

A

P

B

N K

IT

A (

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i A

p

ri

l 2

0

1

8

4

Infografis

Tingkat inflasi

US$63,02 per barel (ytd) Rp419,55 triliun Rp262,42 triliun

Rp185,6 triliun Harga minyak

mentah Indonesia

Realisasi penerimaan perpajakan

Realisasi Belanja Negara

Realisasi Transfer ke Daerah

0,99% (ytd) atau 3,40% (yoy)

Rp13.758/US$ Nilai Tukar Rupiah

Pengawasan Post Border

pergeseran pengawasan ke post-border larangan terbatas barang impor yang semula mencapai 48,3 persen atau mencapai 5.229 kode Harmonized System (HS) dapat dikurangi hingga mencapai 20,8 persen atau hanya menjadi 2.256 kode HS.

(5)

5

Ringkasan Eksekutif

P

erekonomian global

di awal tahun 2018 mengarah pada perbaikan meskipun belum seoptimal pertumbuhan sebelum krisis keuangan global. Manufaktur dan perdagangan masih berekspansi, meski dengan kecepatan yang melambat bagi beberapa perekonomian. Seiring dengan kinerja perdagangan internasional yang masih tumbuh positif, pergerakan harga komoditas secara umum cenderung stabil bahkan terdapat kenaikan pada harga minyak mentah. Secara rata-rata ICP hingga Maret 2018 tercatat sebesar US$ 63,02 per barel (ytd). Kenaikan harga minyak ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara disepanjang tahun 2018. Beberapa faktor diperkirakan akan mempengaruhi aktivitas riil ekonomi global antara lain insentif pajak AS, relaksasi investasi manufaktur Tiongkok yang menjadi faktor positif pada tingkat permintaan, dan proteksionisme perdagangan yang dapat memberi

tekanan pada aktivitas perdagangan global.

(6)

A

kebijakan normalisasi moneter dan proteksionisme yang dilakukan AS, serta ketidakpastian permasalahan geopolitik. Hingga akhir bulan Maret 2018, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS mencapai Rp13.758/US$.

Pada akhir Maret atau triwulan I 2018, penerimaan pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp333,78 triliun atau terealisasi sebesar 17,6 persen dari target pada APBN 2018. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp262,42 triliun, PNBP sebesar Rp71,09 triliun, dan hibah sebesar Rp0,26 triliun atau masing-masing telah mencapai 16,2 persen, 25,8 persen, dan 22,0 persen dari target APBN 2018. Dilihat dari pertumbuhannya, penerimaan perpajakan masih tumbuh 10,3 persen, PNBP mampu tumbuh 22,2 persen, dan hibah tumbuh 78,1 persen secara year-on-year (yoy).

Penerimaan perpajakan

berdasarkan komposisinya terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp244,53 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp17,89 triliun atau masing-masing telah terealisasi 17,2 persen dan 9,2 persen dari target APBN 2018. Capaian penerimaan pajak hingga akhir Maret 2018 meningkat hampir

di seluruh jenis pajak utama, dengan pertumbuhan yang mencapai dua digit. Penerimaan Pajak pada triwulan I 2018 ini masih tetap tumbuh 9,9 persen secara yoy. Namun apabila tidak memperhitungkan uang tebusan Tax Amnesty triwulan I 2017, maka pertumbuhan pada triwulan I 2018 mencapai 16,21 persen. Tren pertumbuhan positif ini melanjutkan pertumbuhan positif yang berhasil dicapai di bulan Januari dan Februari 2018, bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015.

(7)

7

meningkatnya konsumsi dalam

negeri dan membaiknya kinerja impor. Sedangkan penerimaan PPh Migas, hingga triwulan I 2018 telah mencapai 30,0 persen dari yang ditargetkan pada APBN 2018, namun pertumbuhannya negatif 3,4 persen.

Kinerja penerimaan pajak tahun 2018 yang mampu terus tumbuh didukung juga oleh peningkatan kinerja sektor utama pajak, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Kedua sektor utama tersebut masing-masing mampu tumbuh hingga dua digit yaitu 16,7 persen dan 28,6 persen, dengan kontribusi terhadap penerimaan pajak masing-masing sebesar 28,1 persen dan 23,3 persen. Lebih lanjut, kontribusi kinerja penerimaan sektor lain penyumbang penerimaan pajak yaitu sebesar 12,7 persen dari sektor jasa keuangan, 4,6 persen dari sektor konstruksi, 4,2 persen dari sektor transportasi, serta sektor lain-lain sebesar 27,0 persen.

Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai pada triwulan I 2018 tumbuh 15,84 persen secara yoy, dimana capaian tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Penerimaan kepabeanan dan cukai di triwulan I 2018 berasal dari extra effort yang dilakukan sebesar 5,4 persen atau Rp0,97 triliun, sedangkan sisanya sebesar 94,6

persen atau Rp16,92 triliun berasal dari penerimaan rutin. Lebih lanjut, penerimaan kepabeanan dan cukai yang bersumber dari cukai hingga akhir Maret 2018 mulai meningkat penerimaannya dengan capaian 5,2 persen dari target APBN 2018. Penerimaan cukai tersebut masih didominasi oleh penerimaan CHT akibat adanya pelunasan maju CK1 dan penyesuaian tarif yang efektif tertimbang meningkat di triwulan I 2018 sebesar 11,68 persen. Sementara untuk penerimaan Bea Masuk , hingga triwulan I 2018 telah mencapai 23,6 persen dari target dalam APBN 2018, dengan kenaikan 9,5 persen secara yoy. Capaian tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan devisa impor kelompok komoditas Barang Modal dan Bahan Baku yang tumbuh 16,28 persen dan 15,68 persen. Sedangkan penerimaan Bea Keluar telah mencapai 47,7 persen dari target APBN 2018, dimana capaian tersebut tumbuh 70,4 persen secara yoy, yang disebabkan oleh peningkatan kegiatan ekspor komoditas nikel dan bauksit, serta turut juga didukung oleh peningkatan kegiatan ekspor minerba selama triwulan I 2018.

(8)

A

BMN dan Iuran Badan Usaha, serta Pendapatan Administrasi dan Penegakan Hukum. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) pada Maret 2018 terutama bersumber dari Pendapatan Jasa Layanan Umum atas Penyediaan Barang dan Jasa dan Pengelolaan Dana Khusus untuk Masyarakat. Sementara itu, penerimaan dari dividen BUMN belum signifikan.

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Maret 2018 sebesar Rp419,55 triliun, meningkat 4,88 persen jika dibandingkan realisasi Maret tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp233,95 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp185,60 triliun. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan bulan Maret 2018 mengalami peningkatan sebesar 14,21 persen dibandingkan dengan Maret 2017 terutama akibat lebih tingginya realisasi Belanja Belanja Bantuan Sosial dan Subsidi. Hingga Maret 2018, realisasi Belanja Bantuan Sosial mencapai Rp17,89 triliun (22,02 persen dari pagu APBN), tumbuh 87,56 persen dibandingkan realisasi periode yang sama di tahun 2016. Sementara itu, realisasi subsidi hingga Maret 2018 tercatat sebesar Rp25,29 triliun atau sekitar 16,19 persen dari pagu APBN, lebih tinggi

dibandingkan realisasi Maret tahun 2016 yang hanya mencapai Rp12,33 triliun (7,3 persen dari pagu APBN). Meningkatnya kinerja penyerapan anggaran Belanja Bantuan Sosial dan Subsidi tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah yang

senantiasa berupaya mengakselerasi pengentasan kemiskinan dan penurunan kesenjangan di Indonesia.

Pada periode yang sama, realisasi belanja subsidi tercatat sebesar Rp25,3 triliun atau 16,2 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2018. Realisasi sampai dengan triwulan I 2018 tersebut terdiri dari belanja subsidi BBM sebesar Rp15,6 triliun atau 33,3 persen dari APBN 2018, belanja subsidi listrik sebesar Rp9,6 triliun atau 20,2 persen, dan belanja subsidi non energi sebesar Rp0,02 triliun atau 0,04 persen. Realisasi subsidi energi pada tahun 2018 antara lain dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak, konsumsi energi bersubsidi, bauran energi input tenaga listrik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

(9)

9

triwulan I 2018 terdiri atas Dana

Perimbangan Rp170,1 triliun (25,1 persen), Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Rp2,6 triliun (12,1 persen), dan DID Rp2,7 triliun (31,8 persen). Realisasi TKD sampai dengan Triwulan I tahun 2018 lebih rendah Rp19,9 triliun (10,2 persen) dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2017. Lebih rendahnya realisasi TKD Triwulan I 2018 tersebut terutama disebabkan oleh (1) lebih rendahnya realisasi DBH karena realisasi triwulan I 2017 menampung juga kurang bayar DBH tahun sebelumnya sementara pada triwulan I 2018 hanya menyalurkan realisasi DBH tahun berjalan; (2) lebih rendahnya realisasi DAK Nonfisik karena sebagian daerah belum dapat memenuhi syarat administrasi penyaluran DAK Nonfisik berupa laporan penyaluran dan penggunaan dana pada tahun sebelumnya; dan (3) lebih rendahnya realisasi penyaluran DID yang dikarenakan sebagian daerah penerima DID belum menyampaikan persyaratan penyaluran DID tahap I. Sementara itu, lebih tingginya realisasi Dana Desa Triwulan I 2018 dibandingkan Triwulan I 2017 yang belum ada realisasinya, disebabkan karena perubahan tahapan penyaluran Dana Desa tahun 2018 yang pencairannya dimulai dari tahap I paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga bulan Juni sebesar 20 persen. Perubahan tahapan

penyaluran Dana Desa Tahun 2018, dari sebelumnya 2 tahap menjadi 3 tahap penyaluran dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan program padat karya tunai (cash for work) dan memperkuat aspek pemantauan dan evaluasi Dana Desa.

(10)

A

Realisasi APBN 2018

s/d 31 Maret 2018

PEMBIAYAAN

% Surplus / (Defisit) Anggaran thd PDB (2.92) (0.76)

(59,733.8) (3,668.7) (1,005.4)

KELEBIHAN / (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN ANGGARAN

(11)

11

K

inerja pelaksanaan APBN 2018 sampai dengan Triwulan I menunjukkan hasil yang positif dan berjalan on the track. Akselerasi yang tinggi ditunjukkan baik di sisi realisasi pendapatan negara maupun belanja negara, yang berdampak pada lebih terjaganya defisit anggaran dan keseimbangan primer.

Secara rinci realisasi pendapatan negara pada Triwulan I sebagai berikut:

a. Laju realisasi penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 10,3 persen atau mencapai Rp262,4 triliun (16,2 persen dari target APBN 2018) yang bersumber terutama:

• Penerimaan Pajak mampu tumbuh sebesar 9,9 persen dengan capaian sebesar Rp244,5 triliun atau 17,6 persen dari target APBN tahun 2018. • Penerimaan bea dan cukai tumbuh sebesar 15,8

persen dengan capaian sebesar Rp17,9 triliun atau 9,2 persen dari target APBN tahun 2018,.

b. Pertumbuhan realisasi PNBP juga menunjukkan nilai yang sangat positif sebesar 22,2 persen yang mampu membukukan nilai realisasi sebesar Rp71,1 triliun atau 25,8 persen dari target APBN tahun 2018.

Selanjutnya, kinerja belanja negara pada Triwulan I memiliki akselerasi sebesar 4,9 persen (lebih tinggi dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar 2,3 persen) dengan capaian sebesar Rp 419,6 triliun atau 18,9

persen dari pagu APBN tahun 2018. Realisasi tersebut terdiri atas:

a. Belanja pemerintah pusat tumbuh 14,21 persen mencapai Rp234,0 triliun atau 16,1 persen dari pagu APBN tahun 2018.

b. Sedangkan Transfer ke daerah dan dana desa sedikit mengalami penurunan sebesar 4,9 persen dengan capaian Rp185,6 triliun atau 24,2 persen dari pagu APBN tahun 2018 .

(12)

A

P

erekonomian global di awal tahun 2018 mengarah pada perbaikan meskipun belum seoptimal pertumbuhan sebelum krisis keuangan global. Manufaktur dan perdagangan masih berekspansi, meski dengan kecepatan yang melambat bagi beberapa perekonomian. Seiring dengan kinerja perdagangan internasional yang masih tumbuh positif, pergerakan harga komoditas secara umum cenderung stabil bahkan terdapat kenaikan pada harga minyak mentah. Harga komoditas pertanian juga sedikit mengalami kenaikan akibat faktor cuaca yang kurang menguntungkan. Ke depan beberapa faktor diperkirakan akan mempengaruhi aktivitas riil ekonomi global antara lain insentif pajak AS, relaksasi investasi manufaktur Tiongkok yang menjadi faktor positif pada tingkat permintaan, dan proteksionisme perdagangan yang dapat memberi tekanan pada aktivitas perdagangan global.

Stabilitas ekonomi Indonesia terjaga cukup baik yang tercermin

(13)

13

harga energi. Di sisi lain, laju inflasi

komponen inti relatif stabil dalam kisaran 2,7 persen dan bergerak naik secara bulanan seiring dengan mulai meningkatnya harga komoditas global.

Hingga akhir bulan Maret 2018, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS mencapai Rp13.758/US$. Pergerakan nilai tukar yang lebih fluktuatif lebih dipengaruhi faktor eksternal seperti kebijakan normalisasi moneter dan proteksionisme yang dilakukan AS. Faktor eksternal lainnya berupa kebijakan kenaikan suku bunga obligasi Pemerintah AS, perbaikan ekonomi Tiongkok, dan ketidakpastian permasalahan geopolitik cukup mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Hal tersebut juga mempengaruhi pergerakan aliran modal yang masuk dan keluar Indonesia. Hingga Maret 2018, meskipun terdapat aliran modal masuk ke pasar obligasi negara sebesar Rp22,6 Triliun, namun secara total tercatat aliran modal keluar sebesar Rp-0,9 Triliun,

sebagai akibat berkurangnya kepemilikan asing pada pasar saham. Sejalan dengan pergerakan nilai tukar yang fluktuatif, suku bunga dalam negeri khususnya suku bunga SPN 3 bulan mengalami sedikit peningkatan di bulan Maret dibandingkan bulan sebelumnya, mencapai 4,15 persen (Feb: 4,08 persen). Sedangkan hingga akhir Maret 2018, suku bunga SPN 3 bulan mencapai 4,10 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun terdapat defisit neraca perdagangan, pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal yang positif mengindikasikan adanya dorongan kinerja ekonomi domestik.

(14)

A

R

ealisasi penerimaan pajak periode Januari – Maret 2018 tercatat sebesar Rp 244,5 triliun atau tumbuh 9,94 persen secara year-on-year. Pertumbuhan positif ini ditopang oleh pertumbuhan PPh Non Migas yang mencapai 8,36 persen dan PPN yang tumbuh 15,03 persen. Pertumbuhan pada Triwulan I ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Januari – Februari 2018 disebabkan oleh adanya penerimaan uang tebusan Tax Amnesty yang cukup signifikan

(dalam triliun Rupiah)

(15)

15

pada Triwulan I 2017, mencapai

Rp 12,0 triliun. Apabila tidak memperhitungkan uang tebusan Tax Amnesty Triwulan I 2017, maka pertumbuhan pada Triwulan I 2018 mencapai 16,21 persen.

Tren pertumbuhan positif ini melanjutkan pertumbuhan positif yang berhasil dicapai di bulan Januari dan Februari 2018, bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015.

Pertumbuhan pada triwulan I ini ditopang oleh jenis-jenis penerimaan

Jenis Pajak growth growth

Triwulan I 2017

Triwulan I 2018

PPh Pasal 21 -0,12% 15,73%

PPh Orang Pribadi 71,20% 17,61%

PPh Final 1%

(dari WP Orang Pribadi) 64,14% 12,62%

Jumlah PPh Orang Pribadi 7,60% 15,91%

pajak yang berasal dari aktivitas kegiatan impor dan produksi. Kinerja positif beberapa jenis pajak utama, seperti PPh Pasal 21, PPh Badan, dan PPN Dalam Negeri, memberikan sinyal positif adanya peningkatan aktivitas ekonomi setidaknya dari perspektif penerimaan pajak.

(16)

A

perilaku pembayaran pajak oleh WP Orang Pribadi peserta Tax Amnesty, dimana banyak di antaranya yang mulai melaporkan tambahan penghasilan yang signifikan dibandingkan dengan SPT Tahunan sebelum Tax Amnesty. Perubahan perilaku tersebut ternyata berlanjut di tahun 2018 khususnya pada bulan Maret 2018 dengan penerimaan PPh Pasal 29 (kekurangan pembayaran pajak penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) yang mencapai Rp 4,8 triliun atau tumbuh 29,54 persen secara year-on-year. Secara nominal, dalam kurun waktu 3 tahun penerimaan PPh Pasal 29 ini telah meningkat 3 kali lipat (dibandingkan dengan Maret 2015, sebelum Tax Amnesty) yang menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan yang sifatnya sukarela (voluntary compliance) pasca program Tax Amnesty.

Jenis pajak penghasilan utama dari WP Orang Pribadi meliputi PPh Pasal 21 (yang dipotong langsung oleh pemberi kerja), PPh Orang Pribadi (PPh Pasal 25 yang merupakan pembayaran bulanan dan PPh Pasal

29 yang merupakan kurang bayar pajak penghasilan dalam SPT Tahunan PPh), dan PPh Final 1 persen bagi WP Orang Pribadi yang melakukan usaha dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar setahun. Dari ketiga jenis pajak utama tersebut, secara agregat kontribusi WP Orang Pribadi di tahun 2018 ini semakin meningkat dengan pertumbuhan pembayaran sebesar 15,91 persen (lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2017). Kepatuhan sukarela yang semakin tinggi tercermin pula dari

peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang membayar PPh Pasal 29 di bulan Maret 2018 dan PPh Final 1 persen selama triwulan I 2018. Jumlah WP Orang Pribadi yang melakukan pembayaran PPh Pasal 29 di bulan Maret 2018 tumbuh 15,99 persen secara year-on-year sementara untuk PPh Final 1 persen di triwulan I 2018 tumbuh 16,02 persen secara year-on-year. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak memberikan sinyal positif bagi pencapaian penerimaan pajak di tahun 2018.

Jenis Pajak growth growth

Triwulan I 2017 Triwulan I 2018

PPh Pasal 21 -0,12% 15,73%

PPh Orang Pribadi 71,20% 17,61%

PPh Badan -7,42% 28,42%

PPN Dalam Negeri 18,23% 13,06%

Pajak atas Impor 17,17% 21,80%

- PPh 22 Impor 14,23% 25,09%

- PPN Impor 19,55% 21,56%

(17)

17

Kinerja positif penerimaan pajak juga tercermin dari

penerimaan sektor usaha utama seperti Industri Pengolahan dan Perdagangan yang tumbuh positif, berturut-turut tumbuh 16,72 persen dan 28,64 persen. Salah satu sektor yang tumbuh sangat signifikan adalah sektor Pertambangan dimana pada Triwulan I 2018 ini tumbuh sebesar 70,88 persen sejalan dengan penguatan harga komoditas tambang minerba di pasar internasional, sejalan dengan pertumbuhan ekspor hasil tambang (bahan bakar mineral dan bijih logam) sebesar 39,68 persen year-on-year *)

Masyarakat Lebih Patuh Lapor SPT, e-Filing Makin Diminati

Tanggal 31 Maret merupakan batas akhir pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, meskipun masyarakat tetap dapat melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan setelah batas akhir pelaporan dengan denda keterlambatan sebesar Rp 100 ribu. Sampai dengan tanggal 31 Maret 2018, jumlah SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang disampaikan telah mencapai 10,59 juta SPT atau tumbuh 14,01 persen secara year-on-year. Jumlah SPT yang berasal dari WP Orang Pribadi sendiri Manufaktur

Jasa Keuangan Konstruksi Transportasi Perdagangan Lainnya

28.07% 28.07%

28.07% 28.07%

28.07%

28.07%

(18)

A

P

B

N K

IT

A (

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i A

p

ri

l 2

0

1

8

18

mencapai 10,35 juta SPT atau 63,86 persen dari jumlah WP Wajib SPT telah menyampaikan SPT (rasio kepatuhan formal). Tingkat kepatuhan formal sebesar 63,86 persen merupakan peningkatan positif dibandingkan dengan periode Triwulan I 2017 dimana rasio kepatuhan SPT Tahunan Orang Pribadi mencapai 58,94 persen. Peningkatan rasio kepatuhan formal ini tidak lepas dari faktor pertumbuhan SPT Tahunan PPh yang disampaikan oleh WP Orang Pribadi Non Karyawan yang tumbuh 30,53 persen secara year-on-year.

Kampanye penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang menjadi tema utama tahun 2018 dan didukung dengan penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing oleh pejabat negara seperti Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR/MPR/DPD, Menteri, serta pejabat negara lainnya mendorong masyarakat untuk melaporkan SPT Tahunan secara elektronik (melalui e-Filing maupun e-Form). Pada tahun 2018 ini, jumlah SPT Elektronik yang disampaikan oleh WP Orang Pribadi mencapai 8,44 juta atau 8 dari 10 SPT Tahunan Orang Pribadi yang disampaikan merupakan SPT Elektronik (tidak termasuk e-SPT). Pertumbuhan SPT Elektronik dari WP Orang Pribadi sendiri mencapai 21,18 persen secara year-on-year sementara SPT Manual sepertinya semakin ditinggalkan oleh masyarakat dengan pertumbuhan sebesar -12,98 persen year-on-year. Partisipasi aktif masyarakat baik dari sisi pembayaran maupun pelaporan pajak merupakan fondasi yang kuat dalam mewujudkan penerimaan pajak yang berkelanjutan (sustainable) dan kemandirian

(19)

Halaman Kosong

(20)

A

P

enerimaan kepabeanan dan cukai hingga triwulan I (31 Maret 2018) sebesar Rp.17,89 triliun (9,22 persen dari target APBN 2018), terdiri dari penerimaan rutin sebesar Rp.16,92 triliun (94,58 persen dari total penerimaan) dan extra ef for t mencapai Rp.0,97 triliun (5,42 persen). Capaian tersebut secara total meningkat Rp.2,45 triliun atau tumbuh 15,84 persen bila dibandingkan penerimaan periode serupa

tahun lalu. Angka per tumbuhan positif penerimaan kepabeanan dan cukai selama triwulan I 2018 lebih tinggi dibanding angka per tumbuhan periode serupa 2017 dan merupakan yang ter tinggi dalam kurun 3 tahun terakhir. Per tumbuhan positif tidak hanya terjadi pada total penerimaan, namun juga pada seluruh komponen penerimaan, yaitu bea masuk (BM), bea keluar (BK ) dan cukai.

2015 2016 2017 2018

-16,35%

-48.85%

-7.07%

(21)

21

Penerimaan BM pada triwulan

I 2018 berhasil meraup Rp.8,41 triliun atau 23,56 persen dari target APBN 2018. Realisasi triwulan I tahun ini meningkat Rp.0,73 triliun atau tumbuh 9,55 persen dibanding realisasi periode yang sama tahun lalu. Capaian penerimaan bea masuk sebesar Rp.8,41 triliun tersebut merupakan yang merupakan angka capaian ter tinggi dibanding angka capaian komponen penerimaan lainnya.

Per tumbuhan penerimaan BM ini dipengaruhi oleh faktor (i) peningkatan devisa impor yang tumbuh 13,27 persen sepanjang triwulan I, (ii) impor komoditas beras, daging dan gula yang diatur dengan kuota oleh Pemerintah sebagai bagian dari kebijakan pengendalian harga atas komoditas ter tentu yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan (iii) penerimaan dari extra ef for t yang meningkat 14,41 persen. Per tumbuhan devisa impor sebesar 13,27 persen tersebut terutama didominasi oleh peningkatan impor kelompok komoditas Barang Modal dan Bahan Baku/Barang Penolong yang secara berturut tumbuh 16,28 persen dan 15,68 persen. Hal ini mengindikasikan masih bergairahnya aktifitas ekonomi produktif di dalam negeri.

Pertumbuhan Penerimaan BM Q1 2015-2018

-16.35%

8.57%

-5.38%

9.55%

(22)

A

Penerimaan cukai hingga 31 Maret 2018 mulai menunjukkan geliatnya, dengan capaian Rp.8,05 triliun atau 5,18 persen dari target APBN 2018. Raihan cukai triwulan I ini meningkat 16,20 persen dibanding triwulan I tahun lalu. Bahkan secara nominal, angka pertumbuhannya yang mencapai Rp.1,12 triliun merupakan yang terbesar dibanding angka nominal pertumbuhan komponen penerimaan yang lain. Kinerja penerimaan cukai tersebut tidak lepas dari kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang mencapai Rp.6,95 triliun, tumbuh sebesar Rp.1,06 triliun atau 17,96 persen, yoy. Kinerja penerimaan CHT ini terutama disebabkan oleh faktor efek kenaikan tarif, yang secara efektif tertimbang meningkat sepanjang triwulan I sebesar 11,68 persen (tarif

(23)

23

Capaian triwulan I pada penerimaan BK adalah sebesar

Rp.1,43 triliun atau 47,70 persen dari target APBN 2018. Pertumbuhannya yang mencapai 70,38 persen, meningkat dibanding angka pertumbuhan serupa tahun lalu, dan merupakan angka pertumbuhan penerimaan BK tertinggi dalam kurun 3 tahun terakhir. Kinerja penerimaan BK ini terutama disebabkan oleh kontribusi BK dari ekspor komoditas minerba (konsentrat tembaga dan komoditas nikel dan bauksit) yang secara total tumbuh 261,32 persen di sepanjang triwulan I 2018. Hal ini tidak terlepas dari faktor masih tingginya harga komoditas di pasar internasional dan membaiknya permintaan komoditas minerba di negara tujuan utama (India, Filipina, Korea dan Jepang). Namun di sisi lain, ekspor produk kelapa sawit (CPO, PKO dll.) belum memberikan kontribusi terhadap penerimaan BK dikarenakan harga komoditas ini sepanjang triwulan I masih berada di bawah level USD750/ MT.

Pertumbuhan Penerimaan BK Q1 2015 - 2018

2015 2016 2017

-75.53%

-32.63%

44.21%

2018

(24)

P

emerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan regulasi baru untuk impor barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan

Nomor (PMK) 188/PMK.04/2010. Aturan baru ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan penumpang yang cukup signifikan, peningkatan pendapatan per kapita warga negara Indonesia, dan menanggapi aspirasi dari masyarakat.

Sebagaimana diketahui, Indonesia melalui PMK nomor 188/PMK.04/2010 telah mengatur tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut. Pada kebijakan tersebut dijelaskan jika setiap penumpang atau awak sarana pengakut diberikan kebebasan barang impor atau Free on Board (FOB) senilai USD250 per orang dan USD1000 per keluarga.

Perkembangan perekonomian Indonesia kian tahun kian meningkat yang tentunya juga berpengaruh terhadap pendapatan perkapita dari tiap-tiap masyarakat. Jika pendapatan meningkat tentunya kebutuhan hidup

masyarakat pun juga bertambah dan seiring dengan itu transaksi jual beli pun menjadi lebih tinggi nilainya. Dari dinamika yang ada tersebut, Kementerian Keuangan merasa perlu menerbitkan regulasi baru khusunya untuk impor barang bawaan penumpang dan awak saran pengangkut. Perubahan ini sekaligus menindaklanjuti arahan Presiden terkait penyederhanaan regulasi dan peningkatan layanan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/ PMK.04/2017 tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengakut, sebagai pengganti PMK 188 tahun 2010, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2018. Dengan tujuan, memberikan fasilitas kepada barang-barang impor yang dibawa penumpang, selain itu juga memberikan penegasan dan kepastian penyelesaian atas barang-barang impor yang dibawa penumpang yang tergolong sebagai bukan barang pribadi.

“Untuk isu ini yang kami paling kedepankan adalah pelayanan. Ini

A

(25)

bukan tentang target penerimaan dan isu fiskal, tapi kita ingin membantu dan memberi kemudahan dari masyarakat. Ini yang kami ingin pemerintah responsif. Ini bagian dari reform kami, hal-hal yang kongkret riil yang terus kami lakukan kepada masyarakat, dan kita akan evaluasi terus setiap kali ada masukkan, entah dari instagram, facebook, twitter kita akan rekap. Ini semua tujuannya supaya kami bisa melayani dan menjadi institusi yang dipercaya oleh masyarakat,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers tentang Batas Pembebasan Bea Masuk Barang Pribadi Penumpang di Aula Djuanda, Kantor Pusat Kemenkeu pada Kamis (28/12).

Menkeu menjelaskan batas pembebasan bea masuk barang pribadi penumpang naik menjadi USD500 per orang dari USD 250 per orang. “Kami mengubah PMK yang mengatur sejak 2010 lalu itu. Sekarang batas untuk membawa barang yang bebas bea masuk, jadi tidak dikenakan bea masuk maupun pungutan apapun dinaikkan dari USD250 per orang dinaikkan menjadi USD500 per orang,” jelasnya.

Hal ini cukup moderat jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki income per capita lebih tinggi, seperti Malaysia USD125, Thailand USD285, Inggris USD557, Singapura USD600, Tiongkok USD764, dan Amerika Serikat USD800. Satu hal yang penting juga dalam kebijakan baru ini adalah, menghapus istilah keluarga untuk barang pribadi penumpang, karena sejalan dengan best practice internasional dan Indonesia satu-satunya negara yang menggunakan kategori keluarga. “Dulunya kan satu keluarga 1.000 (USD), sekarang tidak. Jadi sekarang setiap orang 500 (FOB 500 USD per orang),” jelas Menkeu.

Selain diberikan pembebasan bea masuk, barang pribadi penumpang yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan cukai untuk setiap orang dewasa dengan ketentuan berupa 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/produk hasil tembakau lainnya; dan/atau 1 liter minuman mengandung etil alkohol.

Sementara itu, terhadap barang bawaan penumpang yang memiliki nilai pabean melebihi FOB 500 dolar AS, berlaku ketentuan sebagai

(26)

berikut. Pertama, tarif bea masuk ditetapkan sebesar 10 persen. Kedua, nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor bawaan penumpang dikurangi dengan FOB 500 dolar AS. Aturan tersebut juga berlaku terhadap barang impor bawaan awak sarana pengangkut yang memiliki nilai pabean melebihi FOB 50 dolar AS. Tarif bea masuk ditetapkan sebesar 10 persen dan nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor bawaan Penumpang dikurangi dengan FOB 50 dolar AS.

Selain itu, menurut PMK ini, barang ekspor bawaan penumpang atau barang ekspor bawaan awak sarana pengangkut diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai. Adapun barang ekspor yang perlu dilaporkan terdiri atas:

1. Perhiasan emas, perhiasan mutiara, dan perhiasan bernilai tinggi lainnya yang termasuk dalam kategori jenis barang yang tercantum dalam BAB 71 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia; 2. Barang yang akan dibawa

kembali ke dalam Daerah Pabean;

3. Uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000

atau dengan mata uang asing yang nilainya setara dengan itu; dan/ atau

4. Barang ekspor yang dikenakan bea keluar.

Disebutkan pula dalam Pasal 3 ayat (2) PMK ini, penumpang yang membawa barang ekspor sebagaimana dimaksud, wajib menyampaikan pemberitahuan ekspor barang, nota pelayanan ekspor, cetak tiket, dan pemberitahuan pembawaan barang ekspor yang telah ditandatangani oleh eksportir kepada pejabat bea cukai yang ditunjuk untuk mengawasi barang yang dibawa oleh penumpang di terminal keberangkatan

internasional. Adapun barang ekspor yang akan dibawa kembali oleh penumpang, menurut PMK ini, diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pembawaan barang untuk dibawa kembali.

(27)

Kebijakan yang baru ini juga mengatur kemudahan prosedur bagi para penumpang yang akan membawa barang-barang ke luar negeri untuk dibawa kembali ke Indonesia, sehingga pada saat tiba di bandara Indonesia mendapatkan kepastian dan kelancara pengeluarannya. Misalnya, seseorang yang akan berlibur ke Singapura dengan membawa sepeda lipat agar memberitahu petugas Bea Cukai di terminal keberangkatan dan menunjukan bukti pemberitahuan tersebut pada saat kembali ke Indonesia. Prosedur ini memudahkan petugas untuk mempercepat proses clearance dan tidak dikenakan pungutan apapun.

Selain itu, kebijakan ini turut mengakomodasi ekspor barang yang karena sifat atau nilainya memerlukan penanganan khusus melalui pembawaan oleh penumpang, misalnya ekspor perhiasan dari emas. Dengan demikian, ekspor tersebut secara adminstratif tercatat resmi dan bisa dipakai sebagai bukti perpajakan.

“Ada dua pembebasan yang cukup penting di peraturan ini, pertama pembebasan bea masuk atas impor kembali barang ekspor asal Indonesia. Misalnya, perajin Indonesia yang membawa barang

untuk dipamerkan di luar negeri dapat memberitahu petugas Bea dan Cukai di terminal keberangkatan sehingga pada saat kembali tidak dipungut biaya apapun,” jelas Heru.

Kemudahan kedua Heru menjelaskan, adanya pembebasan atau keringanan sesuai ketentuan peraturan impor sementara untuk barang yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri, yang akan digunakan selama berada di Indonesia dan akan dibawa kembali pada saat penumpang ke luar negeri. Misalnya, wartawan yang membawa perlengkapan kamera untuk liputan selama di Indonesia dapat memberitahu kepada petugas Bea Cukai di terminal kedatangan dan tidak dipungut apapun sepanjang barang tersebut akan dibawa kembali ke luar negeri.

Tidak hanya sampai disitu, pada kebijakan baru ini ada relaksasi ketentuan tata niaga terkait barang bawaan penumpang yang ditetapkan oleh pemerintah meliputi, obat-obatan, produk biologi, obat tradisional, kosmetik, suplemen, minuman kesehatan, dan makanan olahan sepanjang untuk pengunaan sendiri atau pribadi. Dan, importasi produk tertentu berupa pakain jadi sejumlah 10 potong dan produk elektronik sebanyak maksimal dua unit.

(28)

P

emerintah telah menetapkan kebijakan pergeseran pengawasan barang impor dari border ke post-border yang mulai diimplementasikan pada 01 Februari 2018. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melakukan perbaikan logistik nasional dengan penyederhanaan tata niaga dan percepatan arus barang di pelabuhan, sesuai dengan program kerja

pemerintah yang dituangkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XV.

Sebagai langkah untuk mewujudkan tata niaga yang efisien, pemerintah telah membentuk tim tata niaga ekspor impor untuk mengurangi larangan dan pembatasan (lartas) yang saat ini dianggap masih tinggi. Dengan pergeseran pengawasan ke post-border lartas barang impor yang semula mencapai 48,3 persen atau

mencapai 5.229 kode Harmonized System (HS) dapat dikurangi hingga mencapai 20,8 persen atau hanya menjadi 2.256 kode HS.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan bahwa sebagai salah satu tim yang tergabung dalam tim tata niaga ekspor impor Direktorat Jenderal Bea Cukai akan tetap melaksanakan pengawasan sesuai tugas dan fungsinya. Pada prinsipnya pemerintah berupaya untuk tidak menghalangi penggunaan barang namun pergeseran

pengawasan ini tidak akan menghilangkan persyaratan impor dan dokumen perizinan tidak menjadi syarat impor.

“Ke depannya pengawasan yang dilakukan oleh Bea Cukai akan dilakukan berdasarkan manajemen risiko, Bea Cukai tetap akan

A

(29)

melakukan penelitian tarif dan nilai pabean. Hasil dari penelitian akan disampaikan kepada Kementerian dan Lembaga terkait yang

menerbitkan ketentuan larangan dan pembatasan melalui sistem portal Indonesia National Single Window (INSW),” tambahnya.

Heru menambahkan jika sebelumnya Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap 36 peraturan terkait barang lartas yang dititipkan oleh Kementerian Perindustrian, setelah pengawasannya digeser ke post border Bea Cukai hanya akan melakukan pengawasan terhadap 15 peraturan yang mencakup barang-barang di antaranya barang-barang-barang-barang yang terkait dengan Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L).

Selain tetap melaksanakan tugas dan fungsinya, Bea Cukai juga akan

memberikan dukungan terhadap pengawasan post border. Bea Cukai telah menyusun buku “Mekanisme Pengawasan Tata Niaga Post-Border” untuk dapat dijadikan pengayaan bagi Kementerian dan Lembaga dalam melakukan pengawasan. Bea Cukai juga telah melakukan berbagai koordinasi antar Kementerian dan Lembaga untuk melakukan pembahasan peraturan terkait HS Code komoditi post-border, sosialisasi mekanisme dan pengawasan tata niaga post-border, dan rapat koordinasi untuk persiapan implementasi pengawasan post-border.

Dengan kebijakan baru ini diharapkan dapat terus memperbaiki peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) serta dapat memperbaiki dwelling time sesuai dengan apa yang telah dicanangkan dalam PKE XV

(30)

Sinergi Bea Cukai, BNN, TNI AL Temukan

1 Ton 37,5 Kilogram Sabu

S

ejalan dengan arahan Presi-den Republik Indonesia agar aparat penegak hukum dapat meningkatkan komitmen untuk menindak tegas para penge-dar narkotika di wilayah Indonesia, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan TNI Angkatan Laut (AL) bersinergi mengamankan 1 ton 37,5 kilogram sabu (metamphetamine) di Kapal MV Sunrise Glory yang berben-dera Singapura.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Pusat BNN, Selasa (20/02) mengungkapkan kronolo-gi singkat penindakan yang telah dilakukan. “Kapal MV Sunrise Glory diamankan KRI Sigurot 864 pada tanggal 07 Februari 2018 di perairan Selat Phillip, perbatasan antara Sin-gapura dan Batam. Melalui pemerik-saan awal, diketahui kapal tersebut ternyata dahulu bernama Shun De Man 66/Shun De Ching yang diduga melakukan aktivitas penyelundupan narkotika. Pangkalan TNI AL Batam pun melakukan koordinasi dengan BNN dan Bea Cukai untuk dukungan informasi dan peralatan,” ujarnya.

Selanjutnya, pada tanggal 09 Februari 2018, Bea Cukai Batam memberikan dukungan peralatan berupa trace detector dan anjing pelacak dari unit

K-9 Bea Cukai Batam untuk memerik-sa kapal tersebut, karena pencarian narkotika pada awalnya sempat tidak membuahkan hasil. Setelah unit K-9 Bea Cukai Batam didatangkan, petugas gabungan dapat menemukan sabu dengan berat total 1 ton 37,5 kilogram, yang ternyata disimpan di tumpukan beras dalam palka tempat penyimpanan bahan makanan dan minuman yang sulit dijangkau.

“Dalam memberantas kejahatan, ada satu unsur penting penegakan hukum yang perlu diberi apresiasi, yaitu para anjing pelacak. Tak hanya sebagai atribut pelengkap, mereka punya andil besar dalam menggagalkan banyak operasi penyelundupan narkotika. Meski terlihat jinak dan cerdas, butuh banyak pelatihan dan upaya agar mereka bisa bekerja den-gan baik. Tentunya tidak sembarang anjing bisa mendapat kesempatan bekerja dan dilatih sebagai anggota penegak hukum, karena perlu ada be-berapa persyaratan yang dipenuhi,” jelasnya.

Di bawah Subdit Narkotika Direktorat Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai, unit K-9 Bea Cukai memiliki 56 ekor anjing pelacak dan 50 orang dog handler. Anjing pelacak, menurut Heru, bisa dikatakan sebagai ujung tombak pengawasan Bea Cukai di

(31)

lapangan seperti di bandar udara dan pelabuhan laut. Perannya se-bagai pembuka jalan pengungkapan penyelundupan narkotika begitu be-sar dan tidak dapat tergantikan dalam memerangi penyelundupan narkoti-ka. Mereka bisa pergi ke tempat-tem-pat di mana aparat Bea Cukai tidak bisa membawa peralatan detektor, dan memeriksa bagian-bagian sempit dalam pesawat atau kapal. “Anjing pelacak yang dimiliki Bea Cukai pada umumnya terdiri dari jenis Beagle, Golden Retirever, dan Labrador dari Australia. Walau begitu, ras anjing bukan hal yang paling menentukan kemampuannya dalam melacak narkotika, melainkan temperamen si anjing tersebut. Anjing dilatih untuk mengkondisikan mereka tidak takut air, suara keras seperti bunyi tembakan, atau kegelapan. Mereka juga harus kuat dan siap dibawa ke mana-mana dengan kendaraan,” ungkapnya.

Atas penindakan 1 ton 37,5 kilo-gram sabu ini, lebih dari 5 juta jiwa diselamatkan dari ancaman penyalah-gunaan narkotika, dengan asumsi 1 gram sabu dapat dikonsumsi 5 orang. Barang bukti dan para tersangka telah diamankan oleh BNN untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan hukum. Para tersangka

dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1), Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1), Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Hingga 17 Februari 2018, Heru mengungkapkan, Bea Cukai telah berupaya mengamankan penyelund-upan narkotika di seluruh wilayah In-donesia dan berhasil mengungkap 56 kasus dengan total berat barang bukti mencapai 1,308 ton. Sementara di ta-hun 2017, Bea Cukai telah melakukan 346 penindakan dengan total berat barang bukti mencapai 2,132 ton.

“Melalui kasus ini, kembali kita dipe-ringatkan, bahwa jaringan narkotika tidak akan pernah berhenti untuk menyelundupkan narkotika yang membahayakan anak bangsa. Untuk itu, kami imbau masyarakat untuk selalu dapat membentengi diri dan mendukung pemerintah dalam mem-berantas peredaran narkotika, salah satunya dengan melaporkan tinda-kan mencurigatinda-kan kepada aparat penegak hukum. Kami juga ber-harap sinergi yang baik antar aparat penegak hukum terus berjalan dan selalu dapat ditingkatkan, untuk men-gamankan masyarakat dari ancaman barang haram tersebut,” tegasnya.

(32)

A

P

B

N K

IT

A (

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i A

p

ri

l 2

0

1

8

32

PENERIMAAN NEGARA

BUKAN PAJAK (PNBP)

Real Real % thd Growth (yoy)

Kontribusi

31 Mar 2017 APBN 2018 31 Mar 2018 APBN (%) (%)

I. Penerimaan Negara Bukan Pajak 58.199,35 275.427,92 71.093,88 25,81 22,16 100,00 A. Penerimaan SDA 26.318,86 103.674,80 35.993,30 34,72 36,76 50,63 1 Migas 19.458,99 80.349,00 27.874,77 34,69 43,25 39,21 a Minyak Bumi 19.458,98 59.582,70 27.875 46,78 43,25 39,21 b Gas Alam 0,00 20.766,30 0,00 0,00 - 0,00 2 Non Migas 6.859,88 23.325,80 8.118,52 34,80 18,35 11,42 a Pertambangan Minerba 5.792,82 17.858,52 6.996,51 39,18 20,78 9,84 b Kehutanan 848,93 4.166,71 762,38 18,30 (10,20) 1,07 c Perikanan 81,47 600,00 139,16 23,19 70,81 0,20 d Pend. Per. Panas Bumi 136,65 700,59 220,47 31,47 61,34 0,31 B Pendapatan dari KND 0,57 44.695,40 31,08 0,07 5.348,38 0,04 C. PNBP Lainnya 24.632,86 83.753,12 24.925,30 29,76 1,19 35,06 D. Pendapatan BLU 7.247,06 43.304,60 10.144,20 23,43 39,98 14,27

S

ampai dengan tanggal 31 Maret 2018, realisasi PNBP mencapai Rp71,09 triliun atau 25,81 persen dari APBN 2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 22,16 persen jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017.

Kenaikan ini antara lain disebabkan meningkatnya harga komoditas, khususnya harga minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari-Maret 2018.

Realisasi penerimaan SDA Migas mencapai Rp27,87 triliun atau 34,69

(33)

33

persen dari targetnya dalam APBN

2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 43,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Kenaikan penerimaan SDA Migas tersebut, antara lain disebabkan karena lebih tingginya realisasi ICP periode bulan Desember 2017 s.d. Maret 2018, yaitu sebesar USD62.50/barel atau periode bulan Januari s.d. Maret 2018, yaitu sebesar USD63.02/barel yang mempengaruhi penerimaan migas s.d. Maret 2018, dibandingkan realisasi ICP bulan Desember 2016 s.d. Maret 2017, yaitu sebesar USD51.05/barel atau periode bulan Januari s.d. Maret 2017, yaitu sebesar USD51.03/barel.

Realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp8,12 triliun atau 34,8 persen terhadap APBN 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi 18,35 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp6,86 triliun. Penurunan ini di antaranya disebabkan oleh kenaikan rata-rata harga batubara acuan (HBA) pada periode Januari-April 2018 yang mencapai US$98,21 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode periode Januari-April 2017 sebesar US$83,49 per ton.

Realisasi penerimaan Bagian Laba BUMN mencapai Rp31,08 M atau 0,07 persen terhadap APBN 2018. Realisasi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Peningkatan nilai realisasi pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan ini disebabkan adanya BUMN yang telah melaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan menyetorkan dividen tahun buku 2017 bagian Pemerintah di bulan Maret 2018, serta pembayaran piutang dividen tahun buku sebelum 2017 oleh beberapa BUMN.

Realisasi penerimaan PNBP lainnya mencapai Rp24,92 triliun atau 29,76 persen terhadap APBN 2018. Realisasi tersebut meningkat sebesar 1,19 persen jika dibandingkan dengan periode Maret 2017 yang mencapai Rp26,63 triliun. Realisasi tersebut di antaranya berasal dari pendapatan penjualan cadangan beras Pemerintah dalam rangka operasi pasar yang mencapai Rp2,13 triliun atau 302,97 persen terhadap APBN 2018 dan pendapatan premium obligasi negara yang mencapai Rp1,63 triliun atau 77,45 persen terhadap APBN 2018. Selain itu, terdapat penurunan PNBP Lainnya dari pengesahan STNK sebesar Rp0,4 triliun akibat putusan MA No. 12P/ HUM/2017 yang mencabut ketentuan jenis dan tarif PNBP dari pengesahan STNK.

(34)

A

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat

dipengaruhi Belanja Barang, Bantuan Sosial,

dan Pembayaran Subsidi

Belanja K/L 798,59 92,37 11,57 847,44 139,80 12,17

Belanja Pegawai 223,62 39,38 17,61 227,46 77,05 17,76

Belanja Barang 295,74 31,68 10,71 338,83 35,16 10,38

Belanja Modal 224,65 11,78 5,24 203,88 9,70 4,76

Bantuan Sosial 54,57 9,53 17,46 77,26 17,89 23,16

Belanja Non K/L 568,37 112,47 19,79 607,06 94,15 21,55

Pembayaran Bunga Utang 219,2 65,14 29,72 238,61 68,46 28,69

Subsidi 168,88 12,33 7,30 156,23 25,29 16,19

Belanja Lain-lain 49,87 0,37 0,74 67,24 0,40 0,60

Jumlah 1.366,96 204,84 14,98 1.454,49 233,95 16,08

(dalam triliun Rupiah)

• Sampai dengan 31 Maret 2018, realisasi Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp233,95 triliun (16,08 persen dari APBN 2018). Dengan demikian, realisasi belanja pemerintah pusat selama bulan Maret mencapai Rp106,4 triliun atau sekitar 7,3 persen dari pagunya dalam APBN 2018 • Realisasi sampai dengan 31

Maret tahun 2018 terebut lebih tinggi dari realisasi periode yang sama tahun 2017, baik dalam persentase maupun nominal.

Realisasi tersebut terdiri atas belanja K/L Rp103,14 triliun (12,17 persen dari APBN 2018), dan Belanja non K/L Rp130,81 triliun (21,55 persen dari APBN 2018). • Realisasi Belanja K/L lebih

(35)

35

perlindungan sosial, seperti

percepatan penyaluran PKH dengan sasaran 10 juta keluarga (tahun sebelumnya 6 juta), serta dilakukannya pembayaran PBI di muka (sudah dilakukan pembayaran untuk 5 bulan dalam triwulan I), sebagai upaya untuk memperbaiki cash flow Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Sementara belanja Barang lebih cepat, menunjukkan percepatan kegiatan yang mendukung operasional kepemerintahan. • Sementara itu, realisasi Belanja

Non-K/L terutama dipengaruhi lebih tingginya pembayaran subsidi energi, baik untuk tahun berjalan maupun kurang bayar tahun-tahun sebelumnya.

Penyerapan Belanja Kementerian Negara/Lembaga sampai dengan 31 Maret 2018 lebih tinggi sekitar 11,6 persen dari realisasi periode yang sama 2017. Terutama didorong oleh tingginya realisasi Belanja Barang dan Bantuan Sosial.

• Kinerja belanja K/L pada bulan Maret 2018 menunjukkan

peningkatan realisasi pada belanja barang dan Bantuan Sosial.

• Realisasi belanja Modal pada bulan Maret 2018 sedikit melambat, dibandingkan tahun 2017 khususnya pada belanja peralatan dan mesin. Hal itu terjadi karena karena proses penyelesaian administrasi lelang dan kontrak, khususnya K/L di luar 15 terbesar.

• Kegiatan K/L yang sudah dikontrakkan sampai dengan 31 Maret 2018 telah mencapai Rp94,40 triliun atau sebesar 46,30 persen dari pagu Belanja Modal sebesar Rp203,88 triliun. Meskipun penyerapan anggaran Belanja Modal relatif melambat, akan tetapi perkembangan penyerapan anggaran tidak selalu sama dengan perkembangan fisiknya. • Sebagai contoh, progres

(36)

Progres Kegiatan Prioritas/Utama Tahun 2018 Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (S.d Maret 2018)

A

P

B

N K

IT

A (

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i A

p

ri

l 2

0

1

8

36

No. UNIT ORGANISASI / KEGIATAN PRI-ORITAS KEUANGANPROGRES PROGRES FISIK

A DITJEN SUMBER DAYA AIR    

1 Bendungan 17,44% 20,02%

  a. Bendungan Baru 0,19% 0,19%

  b. Bendungan On Going 17,69% 20,31%

2 Embung 10,22% 11,00%

3 Air Baku 16,8% 19,00%

4 Jaringan Irigasi 9,85% 13,62%

5 Sapras Pengendali Daya Rusak Air 18,46% 24,69%

6 Pengendali Sedimen dan Laha

r

17,92% 18,00%

B DITJEN BINA MARGA

1 Pembangunan Jalan 6,59% 6,89%

2 Pembangunan Jembatan 5,47% 14,71%

3 Pembangunan Jalan Tol 34,57% 44,17%

C DITJEN CIPTA KARYA

1 Pembangunan SPAM 10,5% 10,2%

2 Penanganan Kawasan Pemukiman Kumuh

7,54% 7,54%

3 Sanitasi dan Persampahan 7,36% 8,50%

D DITJEN PENYEDIAAN PERUMAHAN

1 Pembangunan Rumah Susun 2,03% 1,7%

2 Pembangunan Rumah Khusus 3,24% 4,00%

(37)

37

• Sebagian dari 15 K/L dengan pagu terbesar, penyerapan anggarannya

lebih baik dibandingkan penyerapan pada periode yang sama tahun 2017. • Selanjutnya, 7 dari 15 K/L dengan pagu terbesar kinerja penyerapannya

lebih tinggi dibandingkan daya serap nasional, yaitu: (1) Kementerian Kesehatan, (2) Mahkamah Agung, (3) Kementerian Hukum dan HAM, (4) Kementerian Kuangan, (5) Kementerian Sosial, (6) Kemenristek Dikti, dan (7) Kementerian Agama;

No. KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA

2017 2018 APBNP Realisasi s.d.

31 Jan % thd APBNP APBN

Realisasi s.d. 31

Jan

% thd APBN

1 KEMENHAN 114,82 14,7 12,8 107,68 13,2 12,2

2 KEMEN PU PERA 104,24 9,0 8,6 107,39 9,1 8,5

3 POLRI 98,22 10,9 11,1 95,03 11,5 12,1

4 KEMENAG 63,49 9,3 14,6 62,15 8,4 13,5

5 KEMENKES 55,86 9,7 17,4 59,10 14,8 25,1

6 KEMENHUB 44,64 3,6 8,1 48,20 3,5 7,3

7 KEMENKEU 40,54 8,0 19,8 45,68 8,3 18,3

8 KEMENDIKBUD 37,97 3,2 8,5 40,09 2,3 5,6

9 KEMENRISTEK DIKTI 39,49 5,0 12,7 41,28 5,7 13,7

10 KEMENTAN 24,15 2,6 10,6 23,82 1,7 7,3

11 KEMENSOS 17,32 1,3 7,5 41,30 5,9 14,3

12 KEMENKUMHAM 11,21 1,5 13,8 10,59 2,0 19,2

13 KKP 9,14 0,5 5,6 7,29 0,8 10,5

14 MA 8,18 1,6 19,9 8,26 1,6 19,9

15 KEMENLU 7,17 0,8 10,7 7,25 0,8 11,4

15 K/L dengan Pagu Terbesar 676,43 81,8 12,1 705,12 89,7 12,7

K/L Lainnya 122,16 10,6 8,7 142,31 13,4 9,4

(38)

A

Transfer Ke Daerah

Dan Dana Desa

T

ransfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebagai salah satu komponen belanja negara dalam APBN memiliki peranan yang sangat strategis menjadi penggerak utama pembangunan di daerah (70 persen dari total belanja daerah didanai dari TKDD). Untuk mendorong pemerataan kemampuan keuangan antardaerah, memperbaiki kualitas pelayanan dasar publik, maupun mengatasi ketimpangan kesejahteraan

masyarakat antardaerah, pemerintah mengalokasikan anggaran TKDD sebesar Rp766,16 triliun pada APBN Tahun Anggaran 2018.

Dari jumlah pagu tersebut, realisasi penyaluran TKDD per 31 Maret 2018 mencapai Rp185,59 triliun (24,22 persen dari pagu alokasi). Realisasi penyerapan anggaran TKDD sedikit lebih rendah jika dibandingkan kinerja tahun 2017 sebesar Rp195,19 triliun (25,48 persen). Hal ini disebabkan, terutama oleh lebih rendahnya realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus

Nonfisik, dan Dana Insentif Daerah

dibandingkan dengan realisasinya

pada periode yang sama tahun sebelumnya.

A. DANA TRANSFER UMUM 1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2018, DAU sebagai instrumen pemerintah untuk meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah dalam mendanai urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, dialokasikan sebesar Rp401,49 triliun (52,40 persen dari total TKDD) atau naik sebesar Rp2,91 triliun jika dibandingkan alokasinya pada tahun lalu sebesar Rp398,58 triliun.

(39)

39

karena belum menyampaikan APBD

TA 2018; (ii) pemotongan sebagian DAU Kabupaten Morowali untuk penyelesaian kewajiban hibah daerah induk kepada Kabupaten Morowali Utara sebesar Rp5,00 miliar; (iii) pemotongan sebagian DAU untuk penyelesaian tunggakan pinjaman Kabupaten Aceh Tenggara sebesar Rp1,13 miliar; dan (iv) pemotongan sebagian DAU kepada 13 daerah untuk penyelesaian tunggakan jaminan kesehatan kepada BPJS sebesar Rp67,18 miliar.

Secara umum DAU yang telah ditransfer mampu menjaga keseimbangan pelayanan publik dasar antardaerah.

2. Dana Bagi Hasil (DBH)

DBH merupakan instrumen yang tidak kalah penting untuk

memperkuat kemampuan fiskal

di daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan penyediaan layanan publik. Pada tahun 2018, pagu anggaran DBH ditetapkan sebesar Rp89,22 triliun atau lebih kecil Rp6,16 triliun

dibandingkan alokasinya pada tahun sebelumnya.

Hingga 31 Maret 2018, realisasi penyaluran DBH mencapai sebesar Rp16,92 triliun atau lebih rendah Rp13,08 triliun jika dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama di tahun 2017 sebesar Rp30,00 triliun. Selisih realisasi ini terutama disebabkan oleh: (i) adanya penyaluran Kurang Bayar DBH Tahun 2015 pada bulan Februari tahun 2017 sebesar Rp10,85 triliun, dan (ii) perubahan persentase penyaluran DBH di TW 1 yang semula sebesar 25 persen dari pagu alokasi (PMK 50/PMK.07/2017) pada tahun 2017, menjadi 20 persen dari pagu (PMK 112/PMK.07/2017) pada tahun 2018. Perubahan kebijakan presentase penyaluran tersebut dilakukan dalam rangka mengurangi resiko terjadinya potensi Kurang Bayar dan Lebih Bayar DBH tahun 2018.

B. DANA TRANSFER KHUSUS 1. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik

(40)

A

antardaerah, memacu pembangunan infrastruktur di daerah, meningkatkan layanan dasar publik, menyediakan prasarana dasar bagi penunjang kegiatan ekonomi di daerah, serta mendukung pencapaian prioritas nasional, pada tahun 2018 dialokasikan DAK Fisik sebesar Rp62,44 triliun.

Mulai tahun 2018, terdapat penyempurnaan kebijakan pengelolaan DAK Fisik, yaitu adanya tambahan dokumen syarat penyaluran berupa Rencana Kegiatan dan Daftar Kontrak DAK Fisik, selain Perda APBD dan Laporan Pelaksanaan Tahun sebelumnya. Tambahan dokumen tersebut dalam rangka memastikan pelaksanaan kegiatan di daerah dan sejalan dengan Perpres Nomor 5 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan DAK Fisik yang merupakan perubahan pertama dari Perpres Nomor 123 Tahun 2016 dan dimaksudkan agar progres pelaksanaan kegiatan dan capaian output dapat dimonitor sejak dari penyaluran tahap I.

Sampai dengan 31 Maret 2018, Realisasi penyaluran DAK Fisik tercatat sebesar Rp17,78 miliar atau sedikit lebih baik dibanding kinerja penyaluran DAK Fisik tahun lalu yang masih belum ada realisasi pada periode yang sama.

2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik

Dalam rangka meringankan beban masyarakat dan mempermudah akses masyarakat terhadap layanan

publik, dalam APBN tahun 2018 dialokasikan DAK Nonfisik

sebesar Rp123,45 triliun. Hingga 31 Maret 2018, realisasi

penyaluran DAK Nonfisik mencapai Rp19,85 triliun (16

persen dari pagu), atau lebih kecil dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp27,8 triliun (24,2 persen). Lebih rendahnya realisasi

DAK Nonfisik tersebut dipengaruhi antara lain dengan

mulai diterapkannya persyaratan penyaluran DAK

Nonfisik berdasarkan kinerja pelaksanaan di daerah

untuk semua DAK Nonfisik, termasuk

Dana TPG, Tamsil, dan Tunjangan Khusus Guru (TKG).

Penyaluran tunjangan guru bulan Maret 2017 (triwulan I) disalurkan ke daerah tanpa syarat, sehingga realisasinya relatif tinggi. Dengan penerapan penyaluran berbasis kinerja maka realisasi dana tunjangan guru bulan Maret 2018 mengalami penurunan yang sangat dipengaruhi oleh kedisiplinan atau ketaatan penyampaian laporan dari pemerintah daerah.

Pada tahun anggaran 2017 terdapat

jenis DAK Nonfisik baru yakni Dana

Pelayanan Adminduk dan Dana Tunjangan Khusus Guru (TKG) yang disalurkan secara sekaligus atau sesuai persentase per triwulan. Pada tahun anggaran 2018, penyaluran kedua dana dimaksud telah memperhitungkan kinerja pelaksanaan, sehingga pada bulan Maret 2018 penyaluran dilaksanakan hanya bagi daerah yang telah memenuhi ketentuan kinerja dan pelaporan.

Untuk meningkatkan capaian

realisasi penyaluran DAK Nonfisik

(41)

41

DAK Nonfisik (melalui sosialisasi,

rekonsiliasi, penyampaian surat, dan kegiatan lainnya).

C. DANA INSENTIF DAERAH

Dana Insentif Daerah (DID) merupakan suatu bentuk reward untuk memotivasi dan memacu Pemerintah Daerah dalam meningkatkan prestasi dan kinerja di bidang pengelolaan keuangan, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Pada APBN 2018, anggaran pagu DID ditetapkan sebesar Rp8,5 triliun, atau naik Rp1 triliun jika dibandingkan dengan pagu anggaran DID pada APBN 2017. Kenaikan pagu tersebut ditujukan untuk lebih mendorong peningkatan prestasi dan kinerja Pemerintah Daerah.

Realisasi penyaluran DID per 31 Maret 2018 mencapai Rp2,70 triliun (31,81 persen), menurun jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp4,27 triliun (56,89 persen). Lebih rendahnya realisasi penyaluran DID tahun ini disebabkan antara lain masih tertundanya penyaluran DID tahap I sebesar Rp1.546,4 miliar kepada 109 daerah (dari total 313 daerah penerima DID tahun 2018) yang belum melengkapi persyaratan.

D. DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA KEISTIMEWAAN DIY

Sebagai wujud nyata pelaksanaan desentralisasi asimetris, pemerintah mengalokasikan Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Prov. Papua, Papua Barat, dan Aceh. Dengan Dana Otsus, diharapkan ketiga provinsi tersebut mampu mengejar ketertinggalan, mempercepat layanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dana Otsus terdiri dari Dana Otsus Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh serta Dana Tambahan Infrastruktur bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam APBN 2018, pagu Dana Otsus ditetapkan sebesar Rp20,1 triliun, atau naik Rp0,62 triliun dari pagu anggaran Dana Otsus tahun 2017 sebesar Rp19,44 triliun.

(42)

Uraian 2017 2018

Alokasi Realisasi % Alokasi Realisasi %

Transfer ke Daerah dan Dana

Desa 766.339,33 195.186,82 25,48 766.162,58 185.598,11 24,22

Transfer ke Daerah 706.339,33 195.186,83 27,64 706.162,58 175.313,73 24,83

A. Dana Perimbangan 678.596,04 190.800,11 28,13 676.602,99 170.053,85 25,13

1. Dana Transfer Umum 493.959,54 162.994,61 33,01 490.714,92 150.185,57 30,61 a. Dana Bagi Hasil 95.377,22 30.000,51 31,46 89.225,34 16.923,90 18,97 b. Dana Alokasi Umum 398.582,24 132.994,10 33,38 401.489,58 133.261,68 33,19

2. Dana Transfer Khusus 184.636,50 27.805,50

15,06 185.888,07 19.868,28 10,69 a. Dana Alokasi Khusus Fisik 69.531,50 - - 62.436,26 17,78 0,03 b. Dana Alokasi Khusus Non Fisik 115.105,00 27.805,50 24,16 123.451,81 19.850,50 16,08

B. Dana Insentif Daerah 7.500,00 4.266,72 56,89 8.500,00 2.703,63 31,81

C. Dana Otsus dan Dana

Keistimewaan DIY 20.243,29 120,00 0,59 21.059,58 2.556,26 12,14

1. Dana Otsus 19.443,29 - - 20.059,58 2.406,26 12,00 a. Prov. Papua dan Papua Barat 7.971,65 - - 8.029,79 1.686,26 21,00 b. Provinsi Aceh 7.971,65 - - 8.029,79 - - c. Dana Tambahan Infrastruktur 3.500,00 - - 4.000,00 720,00 18,00

2. Dana Keistimewaan D.I.Y 800,00 120,00 15,00 1.000,00 150,00 15,00

Dana Desa 60.000,00 - - 60.000,00 10.284,38 17,10

REALISASI TKDD TAHUN ANGGARAN 2017 dan 2018 (YoY) Tanggal : 1 Januari

s.d. 31 Maret

Sementara itu, Dana Keistimewaan yang diberikan kepada Provinsi DI Yogyakarta (DIY) dalam rangka mendukung pelaksanaan dan penyelenggaraan kewenangan keistimewaan, pada triwulan I 2018, realisasi penyalurannya telah mencapai Rp0,15 triliun, atau 15 persen dari pagu anggaran Dana Keistimewaan DIY.

E. DANA DESA

Untuk mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran

Dana Desa sebesar Rp60,00 triliun di tahun 2018. Hingga 31 Maret 2018, realisasi anggaran Dana Desa yang telah disalurkan dari RKUN ke RKUD sebanyak Rp 10,28 triliun (17,10 persen). Realisasi ini meningkat dibanding posisi realisasinya pada periode yang sama tahun lalu, yang belum ada realisasi sama sekali. Capaian ini berkaitan dengan perubahan kebijakan penyaluran Dana Desa tahun 2018 yaitu penyaluran Dana Desa Tahap I sebesar 20 persen untuk mendukung pelaksanaan program Padat Karya Tunai yang memungkinkan dilakukan paling cepat pada bulan Januari.

(43)

Halaman Kosong

(44)

A

Pembiayaan Utang 399,22 148,22 37,13% -21,13%

1. Surat Berharga Negara (Neto) 414,52 143,82 34,69% -24,48%

2. Pinjaman (Neto) (15,30) 4,41 -28,80% -275,89%

a. Pinjaman Dalam Negeri(Neto) 3,14 0,00 0,00% 0,00%

i. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) 4,50 0,00 0,00% 0,00%

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman DN (1,37) 0,00 0,00% 0,00%

b. Pinjaman Luar Negeri(Neto) (18,44) 4,41 -23,90% -275,89%

i. Penarikan Pinjaman Luar Negeri(Bruto) 51,35 15,75 30,67% 127,57%

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (69,79) (11,34) 16,25% 20,33% PEMBIAYAAN

S

elama beberapa tahun tera-khir ini Surat Berharga Negara (SBN) lebih dominan sebagai instrumen pembiayaan utang dibandingkan dengan Pinjaman, terutama Pinjaman Luar Negeri. Pada tahun 2013, porsi Pinjaman dalam portofolio utang Pemerintah sebesar 30 persen yang kemudian menurun menjadi 19 persen di tahun 2017. Kebijakan menurunkan porsi Pinjaman ini diambil karena Indo-nesia bukan lagi negara low-income country yang berhak mendapatkan pinjaman lunak bersuku bunga murah (concessional loan). Saat ini Indonesia sudah tumbuh sebagai middle-income country dengan income per capita sebesar USD3.400 per tahun (data

World Bank tahun 2016), sehingga hanya boleh mendapat Pinjaman yang suku bunganya mengacu ke pasar keuangan. Selain itu, adanya kebijakan Single Borrowing Limit dari kreditur juga membatasi Pemerin-tah untuk mendapat pinjaman lebih banyak, sehingga Pemerintah beralih pada sumber pembiayaan SBN yang relatif besar ketersediaannya di pasar keuangan.

UU APBN tahun 2018 nomor 15 tahun 2017 mengamanatkan Pemerintah untuk menutup defisit APBN melalui pembiayaan utang secara neto sebe-sar Rp399,22 triliun. Jumlah tersebut akan bersumber dari SBN sebesar Rp414,52 triliun dan Pinjaman

(45)

45

besar minus Rp15,30 triliun. Dalam

komponen pembiayaan utang bruto, Pemerintah atas persetujuan dari DPR melalui Hak Budget-nya telah men-ganggarkan dana untuk pembayaran kembali utangnya, sehingga kecil sekali kemungkinan Pemerintah tidak dapat melunasi kewajibannya.

Hingga akhir bulan Maret 2018, defisit APBN telah dipenuhi melalui penerbi-tan SBN sebesar Rp148.22 triliun atau 37,13 persen dari yang ditargetkan. Se-mentara itu, melalui penarikan Pinja-man Luar Negeri defisit APBN berhasil dipenuhi sebesar Rp15,75 triliun atau 30,67 persen dari target.

Seiring dengan meningkatnya keper-cayaan investor terhadap Indonesia, kepemilikan SBN dalam mata uang Rupiah yang dapat diperdagangkan (tradable) oleh investor asing per akhir Maret 2018 mencapai 39,31 persen. Dari porsi tersebut, SBN yang dimiliki pihak asing mayoritas sekitar 72,59 persen adalah dengan tenor menengah - panjang yang dipegang oleh investor jangka panjang, seperti Bank Sentral dan Pemerintah Negara Asing, serta Dana Pensiun, Asuran-si, dan Reksadana yang merupakan Real Money Investor, dimana mereka benar-benar memanfaatkan dananya untuk investasi. Di luar SBN Rupiah,

terdapat pula SBN dalam valuta asing yang sebagian juga dimiliki oleh investor domestik. Disamping itu, Pemerintah juga menerapkan Crisis Management Protocol (CMP) dalam mengelola risiko keuangan dengan memantau indikator-indikator di pasar keuangan seperti yield seri-seri benchmark, nilai tukar, Indeks Harga Saham Gabungan, dan kepemilikan asing. Pemerintah juga telah meny-iapkan skema Bond Stabilization Framework (BSF) untuk memitigasi dampak pembalikan modal asing den-gan melibatkan BUMN-BUMN terkait yang senantiasa disumulasikan secara reguler setiap tahun. Dengan kom-posisi kepemilikan seperti itu serta upaya pengelolaan risiko yang terukur dan pruden, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN kita kiranya tidak mengkhawatirkan.

(46)

Dis-A

amping inovasi tersebut, dalam waktu dekat juga akan ditebitkan SBN untuk investor individu (ritel) yang dapat di-beli secara online dalam mendukung keuangan inklusif dan mengantisi-pasi perkembangan teknologi yang disruptif.

Pemerintah menerapkan strategi pembiayaan melalui utang secara hati-hati dengan memperhitung-kan biaya, risiko dan kapasitasnya, serta memperhatikan prinsip-prinsip pruden, efisiensi biaya, produktivitas, dan keseimbangan. Dengan meman-faatkan kepercayaan investor yang meningkat, terlebih setelah Moody’s menaikkan peringkat kredit kita satu notch di atas level terendah invest-ment grade serta dengan dilakukan-nya pendalaman pasar keuangan domestik, diharapkan adanya perlua-san terhadap basis investor. Dengan demikian, ketahanan (resilience) pasar dalam negeri akan semakin kuat dan kapasitas investor yang masuk ke pas-ar juga semakin bespas-ar, sehingga akan menciptakan permintaan (demand) SBN lebih banyak yang berdampak menurunkan biaya utang.

Produk Domestik Bruto (PDB) hingga bulan Maret 2018 diasumsikan men-capai Rp13.891,15 triliun. Dengan asumsi tersebut, Pemerintah optimis terhadap perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh semakin baik pada tahun 2018. Berdasarkan asumsi PDB itu, rasio utang Pemer-intah terhadap PDB per akhir Maret 2018 masih terjaga di level aman pada

29,78 persen dengan jumlah utang mencapai Rp4.136,39. PPeningkatan rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan akhir Februari 2018 lebih disebabkan penerapan strategi front loading atas pembiayaan APBN guna men-gantisipasi meningkatnya pendanaan di pasar keuangan kedepannya sebagai dampak kenaikan Fed Fund Rate serta ketidakpastian global secara keseluruhan, seperti terjad-inya perang dagang, ekskalasi konflik geopolitik dunia, dan lainnya. Setelah semester pertama 2018, rasio utang terse-but akan menurun seiring dengan meningkatnya PDB.

Dari segi komposisi utang, pertumbuhan Pinjaman Luar Negeri dan Dalam Negeri tahunan dari akhir Maret 2017 hingga akhir Maret 2018 secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 5,81 persen, sementara pertumbuhan tahunan untuk Surat Berharga Negara (SBN) dalam peri-ode tersebut sebesar 15,00 persen. Rendahnya pertum-buhan Pinjaman Pemerintah salah satunya disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan pinjaman dari kreditur komersial luar negeri sebesar 1,35 persen. Pada akhir Maret 2017 outstanding utang pemerintah dari kreditur komersial luar negeri sebesar Rp44,26 triliun, sedangkan pada akhir Maret 2018, outstanding terebut turun menjadi Rp43,66 triliun.

(47)

47

          Nominal Growth (yoy) %

Mar-17 Mar-18

Total Utang Pemerintah Pusat 3.655,85 4.136,39 13,14% 100,00%

a. Pinjaman 736,91 779,69 5,81% 18,85%

  1. Pinjaman Luar Negeri 731,59 773,91 5,78% 18,71%

Bilateral 315,74 331,24 4,91% 8,01%

Multilateral 370,84 397,82 7,27% 9,62%

Komersial 44,26 43,66 -1,35% 1,06%

Suppliers 0,75 1,19 58,36% 0,03%

 

 

2. Pinjaman Dalam Negeri 5,32 5,78 8,68% 0,14%

b. Surat Berharga Negara 2.918,94 3.356,70 15,00% 81,15%

1. Denominasi Rupiah 2.129,47 2.416,02 13,46% 58,41%

 

 

2. Denominasi Valas 789,47 940,68 19,15% 22,74%

Pendapatan Domestik Bruto** 13.891,15

Rasio Utang thd PDB 29,78%

** Asumsi PDB hingga akhir’ Mar 2018

Beberapa capaian dari pengeluaran produktif Pemerintah seperti telah diselesaikannya pembangunan 6 bandara baru; rekonstruksi, peleb-aran dan pembangunan 9.544 km jalan; pembangunan 105 bendungan baru; pembangunan 818 km’sp rel kereta api, serta pembangunan 341,5 ribu unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya, termasuk pening-katan kualitasnya. Selain capaian di bidang infrastruktur, terdapat capaian pengeluaran di bidang kese-hatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Di bidang kesehatan yakni tersalurkannya bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat kepada 92,1 juta penerima dan tercapainya 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin

di Puskesmas. Di bidang pendidikan, yakni tersalurkannya Kartu Indone-sia Pintar kepada 61 juta siswa, ter- salurkanya beasiswa Bidikmisi kepada 962,5 ribu siswa dan mahasiswa, pembangunan dan rehabilitasi 90,9 ribu ruang kelas, serta penyaluran dana BOS kepada 152,4 juta siswa. Di bidang perlindungan sosial, yakni disalurkannya bantuan pangan sebe-sar Rp1,64 triliun, disalurkannya dana Program Keluarga Harapan sebesar Rp12,57 triliun, pemberian dana jam-inan kesehatan / KIS sebesar Rp25,50 triliun, dan disalurkannya Bantuan Siswa Miskin sebesar Rp14,39 triliun di tahun 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang

Dari penelusuran dan penelitian hingga penulisan artikel ini, penulis menemukan identitas Islam yang dipengaruhi kawasan-kawasan tertentu di Indonesia: Islam Nusantara,

Pemberian rasa nyaman, dukungan, jaminan,dll.. maintenance ialah mencari kedekatan dengan individu dewasa yang dijadikan figur lekat dan menunjukkan protes terhadap

Sistem dapat memberikan rekomendasi pegawai terbaik untuk masing-masing bagian yang dihitung menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW). Perancangan

Nur Alfi Mu’anayah, Wahyu Setiyoko | 16 guru. Hal ini dapat terwujud salah satunya dengan guru bertindak sebagai fasilitator. Dengan evaluasi guru dapat

pada huruf a, perlu diatur Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171-06, Standar Pembuatan Buku Manual Operasi Penyelenggara