• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pakaian juga mempunyai fungsi lain yang dapat menunjukkan lambang status atau identitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pakaian juga mempunyai fungsi lain yang dapat menunjukkan lambang status atau identitas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kebutuhan manusia selain pangan dan papan. Karena pakaian merupakan hal yang selalu melekat pada tubuh kita. Pakaian merupakan alat penutup tubuh yang akan memberikan kepantasan, kenyamanan serta keamanan dalam kehidupan sehari-hari. Selain sebagai menutup tubuh, dari aspek sosial dan ekonomi pakaian juga mempunyai fungsi lain yang dapat menunjukkan lambang status atau identitas seseorang.

(https://www.academia.edu/6092216/Kebutuhan_primer_merupakan_kebutuhan_pokok_yang_h arus_dipenuhi_setiap_individu).

Perkembangan pakaian di Indonesia tidak lepas dari latar belakang sejarah Bangsa Indonesia sebagai negara jajahan. Warga pribumi kala itu berusaha untuk meniru mode berpakaian Bangsa Eropa yang menjajah Bangsa Indonesia oleh karenanya sedikit banyak mode berpakaian dipengaruhi oleh Bangsa Eropa. Perkenalan warga pribumi dengan gaya berpakaian Bangsa Eropa kemudian membawa mereka menjadi masyarakat yang peka terhadap perkembangan mode, terlebih lagi di era globalisasi yang salah satunya ditandai dengan semakin mudahnya penyebaran pakaian ke seluruh penjuru dunia. Kemajuan teknologi informasi yang menjadikan dunia seakan tanpa batas . Pakaian mampu membatasi masyarakat dalam kelompok- kelompok tertentu berdasarkan kriteria sosial, politik dan budaya tertentu namun juga mampu mengaburkan segmentasi tersebut melalui mode pakaian yang menjelma sebagai keinginan yang sama. (etd.repository.ugm.ac.id)

(2)

Memenuhi kebutuhan pakaian bekas tersebut, maka terjadilah aktivitas impor.Impor merupakan proses transportasi atau komoditas dari suatu negara ke negara lain, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai. Di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional.

Pakaian bekas merupakan pakaian yang dibeli dan dipakai dari konsumen pertama kemudian dijual kembali kepada konsumen kedua ataupun seterusnya. Pakaian ini memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yaitu selain memiliki kualitas yang baik juga harga yang relatif murah .Umumnya pakaian bekas ini memiliki merek-merek yang sudah diakui kualitasnya dan dengan model yang tidak ketinggalan zaman.

Masyarakat Medan menyebut pakaian bekas dengan istilah monza. Kata monza

merupakan singkatan dari Mongonsidi Plaza, yaitu salah satu pasar pertama di Kota Medan yang menjual pakaian bekas pada tahun 1990-an. Lokasinya terletak di Jalan Mongonsidi, Medan. Memasuki tahun 2000-an, pasokan pakaian bekas di kios-kios Mongonsidi Plaza berangsur semakin berkurang. Satu persatu kios-kios mulai berdalih untuk menjual barang-barang baru seperti tas, jaket maupun karpet. Karena hal tersebut, jalan Mongonsidi tidak lagi menjadi pasar penjualan pakaian bekas di Medan ( http://kabarmedan.com/pajak-melati-surga-wisata-belanja-medan/).

Hampir satu dekade ini, Pasar Melati dikenal sebagai salah satu kawasan penjualan monza terbesar di Medan. Terletak di Jalan Flamboyan Raya, berdekatan dengan persimpangan menuju Tanjung Anom. Kawasan ini juga mencakup kawasan Jalan Sakura Raya yang aksesnya bisa langsung menuju Asam Kumbang, Kampung Lalang dan menuju Binjai. Pasar Melati

(3)

merupakan pusat perbelanjaan sembako dan keperluan rumah tangga lainnya. Selain itu, di Pasar Melati juga terdapat banyak kios-kios yang menjual pakaian bekas impor. Pasar Melati dikenal sebagai salah satu kawasan penjualan monza terbesar. Pasar ini sangat ramai pada Hari Selasa, Jumat dan Minggu sedangkan pada hari lain tidak begitu banyak pedagang yang berjualan. Pedagang Pasar Melati berjualan dari pagi sampai menjelang malam.

Pasar Melati sangat berkembang dengan pesat karena pasar ini menjadi salah satu pasar yang sangat ramai dikunjungi. Bahkan dari tahun ke tahun pasar ini terus meluas sehingga semakin banyak pedagang yang berjualan di pasar ini. Pasar ini cukup unik. Pedagang hanya membongkar atau membuka bal (biasanya dikenal dengan istilah "pekan") pada hari Minggu, Selasa dan Jumat. Menurut Parueken, pada hari-hari inilah, Pasar Melati sangat ramai dikunjungi calon pembeli dari kelas ekonomi rendah sampai tinggi. Dalam satu "pekan", perputaran uang yang terjadi di pasar tersebut bisa mencapai lebih dari Rp 300 juta, total dalam satu minggu karena ada tiga "pekan" maka perputaran uang bisa mencapai Rp.900juta. (http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2011/10/29/57531/pasar_melati

monza_terbesar_di_lahan_pribadi).

Berdasarkan hasil penjualan baru dari pedagang yang dikelola oleh Perukuren, belum termasuk dari pedagang yang dikelola tiga koperasi lainnya. Menjual pakaian bekas atau monza ini telah menjadi gantungan hidup orang-orang lokal. Bisnis perdagangan pakaian bekas ini telah menjadi mata pencaharian untuk beberapa kelompok orang, mulai dari tukang pikul, penjaga toko, hingga pemilik kios. Perputaran usaha yang terjadi justru mampu mengangkat problematika ekonomi lokal tanpa harus menunggu campur tangan pemerintah. Kedua, Monza ini bisa menjadi pelumas ekonomi lokal karena operasionalisasi kawasan ini mampu menggerakkan roda ekonomi kota Medan. Pemerintah daerah bisa

(4)

mendapatkan pendapatan melalui retribusi yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membangun daerah. , larangan penjualan pakaian bekas impor tersebut bisa berdampak besar bagi banyak orang, karena banyak yang menggantungkan hidup dari hasil penjualan tersebut.

Berbagai elemen tergabung dalam ada agennya, ada kuli yang mengangkut ke kapal, ada kuli yang melakukan bongkar muat di pelabuhan, ada pengusaha mobil yang mengangkut barang, ada tukang becak yang mengantar pakaian bekas ke toko dan lain sebagainya. Banyak orang yang terlibat disana, sehingga kalau larangan itu dilanjutkan,banyak orang yang dirugikan kebijakan larangan impor pakaian bekas yang ditetapkan oleh pemerintah. Pedagang mengkhawatirkan, kalau kebijakan ini akan merugikan karena pedagang akan gulung tikar jika pemerintah tetap melarang penjualan pakaian bekas impor.

Kehadiran impor pakaian bekas tidak membuat semua golongan dapat merasakan dampak positif dari usaha ini. Perdagangan pakaian bekas impor ternyata berdampak pada industri dalam negeri. Impor pakaian bekas telah menyebabkan usaha konveksi dan garmen

kolaps. Sedangkan PKL (Pedagang Kaki Lima) hanya menjual kemasyarakat tidak terkait langsung dengan sektor produksi. Menurut Mahsun, PKL tidak terpengaruh oleh kebijakan pemerintah melarang pakaian impor bekas, karena kami masih bisa menjual barang-barang lokal.

Dampak merugikan lainnya dari impor pakaian bekas telah menghambat pertumbuhan dunia usaha di dalam negeri, khususnya industri skala kecil dan menengah di sektor garmen. Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, industri garmen lokal makin sulit berkembang akibat maraknya perdagangan pakaian bekas impor. Yang paling menderita tentu Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) tekstil yang penjualannya juga ritel. Pertumbuhan industri kecil menengah garmen saat ini hanya delapan %. Padahal dari sisi ekonomi harusnya bisa tumbuh 20 %, berarti sisanya tergerus karena maraknya perdagangan pakaian bekas impor.

(5)

(http://www.kompasiana.com/wisnuandangjaya/impor-pakaian-bekas-dalam-problema-ekonomi) Minimnya pertumbuhan industri garmen ini berdampak lebih luas yaitu berkurangnya penyerapan tenaga kerja. Menurut Ade, dalam satu Industri Kecil Menegah ( IKM ) garmen saja setidaknya mampu menyerap 10 orang tenaga kerja. 12 % IKM tidak tumbuh berapa ribu IKM dan berapa ratus ribu tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaannya. Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) melalui Sekretaris Jenderal Ernovian G. Ismy, memperkirakan baju impor baru maupun bekas yang masuk secara ilegal ke Indonesia bisa mencapai Rp 22 triliun per tahun. Angka itu berarti sekitar 15 % dari total konsumsi produk garmen nasional. Ernovian menerangkan, nilai impor baju resmi yang melalui izin Kementerian Perdagangan Rp 48,02 triliun, sedangkan yang dipasok industri dalam negeri Rp 95,35 triliun. Dengan demikian, total pasokan ke pasar domestik seharusnya Rp 143,37 triliun. ‟‟Tapi, anehnya konsumsi pakaian Indonesia pada 2014 mencapai Rp 154,3 triliun. Jadi, ada selisih Rp 10,9 triliun.‟‟ API memperkirakan angka tersebut merupakan baju-baju impor yang masuk secara ilegal . (www.kemendag.go.id/.../publikasi-majalah-intra-edisi-v-2015).

Larangan impor merupakan kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang tertentu atau produk asing (ke dalam pasar domestik) ke dalam negeri. Kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat. Larangan impor antara lain, ditujukan untuk untuk mengurangi pesaing dalam negeri, untuk meningkatkan harga produk dalam negeri, untuk meningkatkan omzet penjualan dalam negeri, dan untuk mengurangi larinya devisa ke luar negeri. Misalnya barang-barang yang berbahaya untuk masyarakat. Salah satu metode melarang impor adalah cukup dengan menutup pintu pelabuhan. Namun yang sering dipakai adalah membatasi jumlah barang yang boleh diimpor. Larangan impor dilakukan untuk menghemat devisa.

(6)

Larangan impor pakaian bekas bukanlah produk kebijakan baru pemerintah. Sejak 38 tahun lalu pemerintah telah melarang kehadiran impor pakaian bekas. Melalui Peraturan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (KEMPERINDAG) RI 230/1977 yang direvisi dalam Peraturan KEMPERINDAG RI 642/2002 tentang tata niaga melarang impor barang gombal baru. Bertahun berjalan hingga rampungnya Undang-undang (UU) Perdagangan, mengenai larangan impor barang bekas, yang diatur pada peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 yang menyebutkan setiap importir wajib mengimpor barang baru. (http://regulasi.kemenperin.go.id/site/peraturan).

Penetapan kebijakan undang-undang larangan impor pakaian bekas, tidak mempengaruhi aktivitas ekonomi pedagang pakaian bekas di Pasar Melati. Bahkan seiring berjalannya waktu, kuantitas pedagang monza di Pasar Melati semakin terus bertambah karena usaha perdagangan monza cukup menopang kehidupan ekonomi mereka. Larangan impor tersebut juga tidak menghambat kemampuan pedagang pakaian bekas dalam mendapatkan pakaian bekas dari pihak distributor (pengusaha bal pakaian bekas) untuk dipasarkan atau dijual. Kondisi ini, dapat dilihat bahwa larangan impor pakaian bekas juga tidak mempengaruhi atau mengurangi aktivitas impor pakaian bekas di Negara Indonesia khususnya bagi Kota Medan sendiri.

Pedagang pakaian bekas di Pasar Melati mempunyai alasan kuat untuk tetap melakukan aktivitas perdagangan di Pasar Melati. Selain alasan tersebut hal ini juga disebabkan karena pedagang pakaian bekas di Pasar Melati tidak memiliki pilihan lain jika mereka harus meninggalkan usaha pakaian bekas yang sampai saat ini tetap mereka jalani untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pedagang pakaian bekas merasakan kekhwatiran yang cukup logis, larangan impor dan perdagangan pakaian bekas akan memunculkan kelompok pengangguran baru yang bisa membebani pemerintah. Meskipun pedagang pakaian bekas tersebut sadar akan

(7)

pentingnya larangan impor itu untuk dipatuhi, karena memberikan dampak pada lingkungan hidup, industri dalam negeri, dan juga stabilitas pendapatan negara, namun pada kondisinya pihak pemerintah hingga saat ini juga belum mampu untuk memberikan perlindungan pengganti yang memadai bagi pedagang pakaian bekas di Pasar Melati bila harus mematuhi peraturan/larangan impor yang didalamnya juga terdapat peraturan untuk tidak melakukan penjulan pakaian bekas (http://m.news.viva.co.id/news/read/586781-menggoyang-bisnis-besar-pakaian-bekas-impor/2).

Keberadaan dan nasib pedagang pakaian bekas bukan satu-satunya kendala pemerintah dalam upaya penertiban pakaian impor bekas ilegal, melainkan juga pemberantasan oknum aparat atau pejabat daerah yang diperuntungkan dalam bisnis ini. Para oknum memainkan perannya masing-masing untuk melancarkan aktivitas impor pakaian bekas ilegal ke Indonesia, dari mengawal masuknya barang sampai kepada proses distribusinya ke tangan pedagang. Kondisi tersebut menunjukkan adanya sebuah kontradiksi yang terjadi antara peraturan larangan impor pakaian bekas dan kehidupan pedagang pakaian bekas di Pasar Melati. Karena kondisi tersebut merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan agar terlaksananya amanat undang-undang tentang larangan impor pakaian bekas tersebut (http://inginbisa.com/tips/bagaiman-proses-penyaluran-pakaian-bekas-impor-bisa-sampai-ke-indonesia.html).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian terkait dengan hal tersebut, yang dituangkan pada skripsi yang berjudul: “Respon Pedagang Pakaian Bekas Terhadap Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Melati Kota Medan”, untuk mengetahui bagaimana respon pedagang pakaian bekas di Pasar Melati terkait dengan larangan impor pakaian bekas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015.

(8)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana respon pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor pakaian bekas di Pasar Melati Kota Medan”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pedagang pakaian bekas terhadap larangan impor pakaian bekas di Pasar Melati Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap khasanah keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan bagi pemerintah, untuk mengetahui parameter kesejahteraan pedagang pakaian bekas di Pasar Melati Kota Medan.

3. Sebagai referensi bagi peneliti lain untuk menambah bahan penelitian dalam melengkapi suatu karya ilmiah.

1.4Sistematika Penulisan

(9)

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang diteliti. BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang hal-hal pokok berupa kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Eksistensi atau keberadaan manusia itu didasari oleh kesadaran diri yang tidak terlepas dari sudut pandang orang lain, hal ini diungkapkan oleh pemikiran Jean Paul Sartre

Realism keputusan karier adalah perbandingan antara kemampuan individu dengan pilihan pekerjaan secara realistis (Super dalam Sharf 1992). Aspek ini terdiri dari

3.2 Profil karakter morfo-agronomis padi yang diamati 12 3.3 Analisis ragam karakter kuantitatif pada 93 aksesi padi warna lokal 16 3.4 Keragaman karakter kualitatif pada 93

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: Penjadwalan Job Shop

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh religiusitas, gaji dan kepercayaan mempengaruhi secara simultan terhadap minat muzakki membayar zakat di BAZNAS

Fungsi tabungan adalah fungsi yang menghubungkan tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposebel) perekonomian

1) Data Primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, langsung dari sumber asalnya yang belum pernah diolah dan diuraikan oleh orang lain. Data primer

Dalam bab ini dibahas mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian yang dijalankan oleh Kementrian Pekerjaan Umum terkait dengan pengelolaan aktiva tetap yang dimiliki,