• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ANTARA YANG MEMILIKI ISTRI BEKERJA DENGAN ISTRI TIDAK BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ANTARA YANG MEMILIKI ISTRI BEKERJA DENGAN ISTRI TIDAK BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ANTARA YANG MEMILIKI ISTRI BEKERJA DENGAN ISTRI TIDAK BEKERJA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Claudia Nada Pingkan Larasati NIM: 099114055

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“BUKAN TINDAKAN BESAR DAN HEBAT YANG MENENTUKAN

HIDUP KITA, MELAINKAN KESETIAAN DALAM MENEKUNI

PEKERJAAN-PEKERJAAN KECIL DAN TIDAK BERARTI”

(Bunda Teresa)

“NOTHING BUT A MIRACLE”

(Diane Birch)

“DON‟T YOU WORRY „BOUT A THING”

(John Legend)

“YOU‟RE NOBODY „TILL SOMEBODY LOVES YOU”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

“untuk Tuhan YME dan Bunda Maria,

berkatMu sungguh luar biasa.

Bapak Bangkit dan Ibu Runding,

cinta dan dukungan kalian tak terhingga.

Lintang dan Christo,

kehadiran kalian sangat membahagiakan.

Terima kasih karena dapat mengenal kalian sebagai

keluarga bahagia.

Terkhusus untuk para suami yang sudah berusaha

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Juni 2014

Penulis,

(7)

vii

PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ANTARA YANG MEMILIKI ISTRI BEKERJA DENGAN ISTRI TIDAK BEKERJA

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Claudia Nada Pingkan Larasati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan perkawinan pada suami antara suami yang memiliki istri bekerja dengan suami yang memiliki istri tidak bekerja. Kepuasan perkawinan terdiri atas aspek-aspek perkawinan, yaitu keuangan, hubungan yang intim, tanggung jawab, interaksi sosial, suasana persahabatan dalam perkawinan, dan komunikasi, serta aspek-aspek kepuasan, yaitu adanya manfaat, tingkat perbandingan harapan, persepsi keadilan, waktu yang dihabiskan bersama, dan konteks situasional. Penelitian ini menggunakan 60 orang, yang terdiri atas 30 suami dengan istri bekerja dan 30 suami dengan istri yang tidak bekerja. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala kepuasan perkawinan. Koefisien reliabilitas sebesar 0,979 dan menghasilkan 55 item valid. Hasil yang didapatkan dari data yang diolah dengan menggunakan independent sample t-test adalah 0,385 (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan pada suami antara suami yang memiliki istri bekerja dengan suami yang memiliki istri tidak bekerja.

(8)

viii

THE DIFFERENCE OF MARITAL SATISFACTION BETWEEN

HUSBANDS WHOSE WIVES WORK AND WIVES DOESN’T WORK

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Claudia Nada Pingkan Larasati

ABSTRACT

This research aimed to know the difference of marital satisfaction between husbands

whose wives work and wives doesn’t work. Marital satisfaction consist of aspects of marriage,

such us financial, intimate relationship, responsibility, social interaction, companionship in marriage, and communication, and acpects of satisfaction, such us benefit, comparison level of expectation, justice perception, time spent together, and situational context. This research use 60 people, consists of 30 husbands whose wives work and 30 husbands whose wives doesn’t work. The data is taken with scale of marital satisfaction. Reliability coefficient is 0,979 and produce 55 valid item. Result obtained from the data were processed using independent sample t-test is 0,385 (p > 0,05). This shows that there is no difference in marital satisfaction between husbands whose

wives work and wives doesn’t work.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasisiwa Universitas Sanata Dharma

Nama : Claudia Nada Pingkan Larasati

Nomor Mahasiswa : 099114055

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbedaan Kepuasan Perkawinan Pada Suami Antara Yang Memiliki Istri Bekerja Dengan Istri Tidak Bekerja

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Juni 2014

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih

atas penyertaan, perlindungan, dan kasih-Nya yang melimpah, sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Skripsi yang berjudul

“Perbedaan Kepuasan Perkawinan Pada Suami Antara Yang Memiliki Istri

Bekerja Dengan Istri Tidak Bekerja” disusun guna memenuhi syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) di Universitas Sanata Dharma.

Selama pembuatan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak pihak

yang telah membantu dalam berbagai macam hal dan juga dukungan yang telah

diberikan kepada penulis. Oleh karenanya, penulis ingin mengungkapkan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus atas rahmat yang tak

terhingga dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Bunda Maria yang selalu mendengarkan permohonan anaknya tiada henti.

3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas

kepedulian, dukungan, dan semangatnya yang besar dalam mendukung

(11)

xi

5. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing

Skripsi atas bantuan, masukan, semangat, sharing, kesabaran, perhatian,

dan waktunya dalam mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh dosen yang sudah membantu dan mendukung selama penulis

belajar Psikologi.

7. Seluruh staf Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Ibu Nanik, Pak Gie, Mas

Muji, dan Mas Doni, atas segala dukungan dan bantuan, baik dalam hal

administrasi, maupun canda selama masa kuliah.

8. Seluruh Petugas Perpustakaan dan Mitra Perpustakaan yang sudah

menyediakan berbagai macam keperluan terkait sumber-sumber yang

dibutuhkan penulis.

9. Bapak Emanuel Bangkit Dami Arsa dan Ibu Benedecta Runding Irianna

atas cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, perhatian, dan doa yang

selalu diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

10.Adik-adik paling alay, yang paling penulis sayang, Petra Agastya Lintang

Sarasati dan Gregorius Christo Dewangga Yudhistira yang selalu

menanyakan kapan selesai skripsinya. Terima kasih atas dukungan dan

semangat yang sudah diberikan kepada penulis.

11.Seluruh keluarga besar Mbah Joko dan Mbah Yatno yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, atas doa dan dukungannya.

12.Albertus Hariwangsa Panuluh, atas perhatian, semangat, dukungan, dan

(12)

xii

13.Sahabat (yang katanya konco kenthel) Vero, Sherly, Ayu, Ovin, Riri,

Bryan, Gatyo, Putra, untuk persahabatannya sehingga penulis dapat

merasakan bahagia selama mengerjakan skripsi.

14.Teman-Teman P2TKP, Pak Toni, Mbak Thia, Pak Landung, Bu Sari,

Mbak Vista, Feni, Vivin, Novi, Jeanet, Alvia, Martha, Anju, Efrem, Bella,

Lito, Raisa, Rinta, Dara, Marlina, Tuti, atas ilmu yang sudah diberikan

selama penulis bekerja disana.

15.Teman mengerjakan skirpsi di perpustakaan, Rea, Sherly, Vero, Ayu,

Ovin. Terima kasih atas waktunya untuk mau mengerjakan skripsi

bersama.

16.Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang bersama-sama berproses,

belajar dan berjuang.

17.Teman-teman PSM CF 2009 atas dukungan dan semangat yang diberikan

untuk penulis.

18.Gembritz Girls’ Generation, Lala, Listya, Mbak Esti, atas waktu luang

yang sudah kita lakukan, sehingga penulis tidak merasa bosan selama

mengerjakan skripsi.

19.Teman-teman SMA VL angkatan 16, terkhusus untuk Dicsa, Elisa,

Kristya, Chintia atas waktunya untuk kita bermain bersama.

20.Teman-teman yang sudah bersedia membantu penulis menyebarkan skala

penelitian, dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung

penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses

(13)

xiii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kelemahan dan

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan dan sangat terbuka untuk

saran dan kritik yang bersifat membangun bagi skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Yogyakarta, 16 Juni 2014

Penulis,

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

(15)

xv

A. Perkawinan ... 7

1. Pengertian Perkawinan ... 7

2. Peran Suami Istri dalam Perkawinan ... 8

3. Tahap Perkembangan Keluarga ... 10

B. Pengertian Kepuasan Perkawinan ... 13

1. Pengertian Kepuasan ... 13

2. Pengertian Kepuasan Perkawinan... 14

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan ... 16

4. Area dalam Perkawinan ... 17

C. Pengertian Bekerja ... 29

1. Pengertian Bekerja ... 29

2. Konsekuensi Istri yang Bekerja ... 30

3. Konsekuensi Istri yang Tidak Bekerja ... 32

D. Pengertian Suami ... 33

1. Pengertian Suami ... 33

2. Harapan Suami Akan Perkawinan ... 34

E. Perbedaan Kepuasan Perkawinan Pada Suami Antara yang Memiliki Istri Bekerja Dengan Istri Tidak Bekerja ... 36

F. Hipotesis ... 39

G. Skema ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

(16)

xvi

1. Variabel Bebas ... 41

2. Variabel Tergantung ... 41

C. Definisi Operasional ... 41

1. Kepuasan Perkawinan ... 41

2. Istri Bekerja dan Istri Tidak Bekerja ... 42

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 43

1. Metode ... 43

2. Alat Pengumpulan Data ... 43

F. Pengujian Alat Ukur ... 45

1. Validitas ... 46

2. Seleksi Item ... 46

3. Reliabilitas ... 49

G. Metode Analisis Data ... 50

1. Uji Asumsi ... 50

a. Uji Normalitas ... 50

b. Uji Homogenitas Varian ... 50

2. Uji Hipotesis ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pelaksanaan Penelitian ... 52

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 52

C. Hasil Penelitian ... 54

(17)

xvii

a. Uji Normalitas ... 54

b. Uji Homogenitas Varian ... 55

2. Uji Hipotesis ... 56

D. Hasil Tambahan ... 58

E. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 65

2. Bagi Calon Pasangan Suami Istri ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan ... 44

Tabel 2. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Sebelum Try Out ... 45

Tabel 3. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Sesudah Try Out ... 48

Tabel 4. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Pengurangan Item .. 49

Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 52

Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 53

Tabel 7. Deskripsi Subjek Berdasarkan Gaji Tiap Tahun ... 53

Tabel 8. Deskripsi Subjek Berdasarkan Pekerjaan Istri Pada Suami Yang Memiliki Istri Bekerja ... 53

Tabel 9. Deskripsi Subjek Berdasarkan Gaji Istri Pada Suami Yang Memiliki Istri Bekerja ... 54

Tabel 10. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jumlah Anak Yang Dimiliki ... 54

Tabel 11. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia Anak Pertama ... 54

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas ... 55

Tabel 14. Hasil Uji Beda Independent-Sample T-test ... 56

Tabel 15. Hasil Mean Empiris Kedua Kelompok ... 57

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 74

Lampiran 2. Uji Reliabilitas ... 84

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkawinan merupakan keinginan bagi kebanyakan manusia. Hal ini

sesuai dengan siklus ataupun fase kehidupan yang akan manusia alami

pada masa dewasa awal (Santrock, 2002). Menurut Hornby (dalam

Walgito, 2010), perkawinan merupakan bersatunya dua orang sebagai

suami istri, yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari

pengertian yang sudah dipaparkan, maka tujuan dari perkawinan itu sendiri

adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar dapat

mengembangkan kepribadiannya dalam rangka mencapai kesejahteraan,

baik spiritual maupun materiil (Kertamuda, 2009). Kesejahteraan materiil

merupakan salah satu sarana untuk mencapai kesejahteraan dalam sebuah

perkawinan. Salah satu cara keluarga mencapai kesejahteraan yaitu dengan

adanya sebuah tata ekonomi. Pada tatanan tersebut semua anggota

keluarga berhak dan bertanggung jawab dalam mengatur perekonomian

dalam keluarga (Eyre & Eyre,1995).

Menurut Kerkmann dkk. (dalam Dakin & Wampler, 2008), pasangan

(21)

yang ada di dalam keluarga. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi

keluarga, baik suami, istri, maupun suami dan istri, harus memiliki sebuah

pekerjaan. Peran utama suami adalah pencari nafkah, sehingga kebanyakan

suami merupakan tulang punggung keluarga (Hermawati, 2007). Pada era

globalisasi saat ini, banyak hal yang semakin berkembang dan salah

satunya adalah wanita. Wanita diperbolehkan melakukan pekerjaan yang

dilakukan oleh pria. Dengan demikian, wanita, dalam hal ini adalah istri,

dapat ikut ambil bagian dalam proses pemenuhan ekonomi keluarga.

Istri memiliki berbagai macam alasan untuk bekerja dan tidak lagi

berperan sebagai ibu rumah tangga. Pada sebuah survey yang dilakukan

oleh majalah Femina, wanita lebih merasa cemas mengenai

masalah-masalah yang berkaitan dengan keuangan dibandingkan dengan pria

(Femina, No. 08/XLI, 2013). Wanita mencemaskan hal tersebut dan ikut

bekerja karena ada banyak hal mengenai masalah rumah tangga yang

memerlukan uang. Selain itu, istri yang bekerja merasa puas karena dapat

memenuhi kebutuhan yang ada pada dirinya sendiri (Aleem & Danish,

2008). Melihat hal tersebut, istri yang bekerja akan memiliki dua peran,

yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir yang memiliki

pekerjaan di luar rumah. Adanya dua peran tersebut tentu akan

mempengaruhi kehidupan perkawinan mereka, terutama dalam mencapai

kebahagian bersama pasangan.

Tanggung jawab dan permasalahan tentu akan muncul pada istri

(22)

tuntutan di dua tempat, yaitu lingkungan rumah dan lingkungan tempat

mereka bekerja (Hashmi dkk., 2007). Istri yang bekerja juga memiliki

kesulitan mengurus kegiatan rumah tangga mereka dibandingkan dengan

istri yang tidak bekerja (Hashmi dkk., 2007). Kesulitan tersebut

dikarenakan berkurangnya waktu yang digunakan istri untuk mengerjakan

tugas ataupun pekerjaan rumah tangga (Guzman, 2000).

Permasalahan yang disebutkan di atas, tentu akan memiliki dampak

bagi pasangan, yaitu suami. Ketika istri yang bekerja merasa stres karena

adanya tuntutan di kedua tempat mereka bekerja, maka muncul efek

negatif pada hubungan keluarga, kesejahteraan psikologis, dan kepuasan

perkawinan (Guzman, 2000). Kesulitan mengurus kegiatan rumah tangga

dirasakan istri yang bekerja karena berkurangnya waktu yang digunakan

untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dengan demikian waktu yang

digunakan untuk memberi perhatian kepada suami juga ikut berkurang

karena fokus istri akan terbagi pada pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor.

Inilah yang membuat suami merasa kurang mendapatkan perhatian dan

afeksi, terutama pada suami yang memiliki istri workaholic (Robinson

dkk., 2006).

Lain halnya dengan istri yang tidak bekerja. Saat istri yang bekerja

merasa kesulitan mengurus pekerjaan rumah tangga, istri yang tidak

bekerja mampu mengurus pekerjaan rumah tangga dengan baik. Hal

tersebut dikarenakan istri yang tidak bekerja fokus pada pekerjaan rumah

(23)

kehidupan rumah tangga, dan juga mengasuh anak, akan dilakukan istri

tanpa terganggu pekerjaan di luar pekerjaan rumah. Dengan demikian istri

akan dapat mengusahakan suasana rumah yang nyaman (Gunarsa &

Gunarsa, 2001). Istri yang mampu mengatur kehidupan rumah tangga,

tentu akan dirasakan oleh suami, terutama istri juga dapat memberi

perhatian bagi suami.

Suami tentu akan merasakan dampak dari pengaruh istri yang tidak

bekerja. ketika istri yang tidak bekerja mampu mengatur kelancaran rumah

tangga, tentu dapat membagi waktu antara pekerjaan rumah, mengurus

anak, dan suami. Dengan demikian suami akan merasakan perhatian yang

diberikan oleh istri. Sebagai contoh ketika suami pulang ke rumah sehabis

bekerja, akan ada orang yang menanti di rumah. Hal ini akan membuat

suami merasa diperhatikan oleh istri dan pada akhirnya suami akan merasa

nyaman dan puas dengan kehadiran istri.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa baik suami

dengan istri bekerja maupun suami dengan istri tidak bekerja, memiliki

dampak bagi kepuasan perkawinan. Suami akan merasa kurang memiliki

waktu dengan istri yang bekerja. Istri akan sibuk karena kesulitan

membagi waktu antara tugas dengan pekerjaan rumah tangga. Lain halnya

dengan suami yang memiliki istri tidak bekerja. Suami akan merasa

diperhatikan karena istri dapat mengatur kehidupan berkeluarga tanpa

(24)

Salah satu faktor suksesnya sebuah perkawinan adanya rasa saling

ketergantungan satu dengan yang lain (Papalia dkk., 2008). Faktor tersebut

menjelaskan bahwa suami juga memiliki kontribusi dan aspek yang

penting dalam mewujudkan kepuasan perkawinan. Ketika hanya istri yang

diperhatikan dalam sebuah perkawinan, maka hal tersebut akan

menyebabkan ketidakharmonisan di dalam sebuah perkawinan. Cukup

banyak penelitian dilakukan mengenai kepuasan perkawinan pada istri,

tetapi sangat jarang ditemui penelitian mengenai kepuasan perkawinan

pada suami. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin melihat

kepuasan perkawinan suami dilihat dari suami yang memiliki istri bekerja

dengan suami yang memiliki istri yang tidak bekerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: adakah perbedaan kepuasan perkawinan antara suami

yang memiliki istri bekerja dengan suami yang memiliki istri tidak

bekerja?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan kepuasan perkawinan

antara suami yang memiliki istri bekerja dengan suami yang memiliki istri

(25)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis dari penelitian ini, diharapkan dapat menambah

pengetahuan baru mengenai kepuasan suami dalam sebuah perkawinan

2. Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi

informasi bagi suami dan istri, serta konselor di bidang perkawinan

mengenai perbedaan kepuasan suami terhadap istri yang bekerja

dengan istri yang tidak bekerja. Penelitian ini juga diharapkan mampu

memberi informasi bagi orang yang nantinya akan menikah untuk

mempertimbangkan apakah istri akan bekerja atau tidak demi

(26)

7

BAB II

DASAR TEORI

A. PERKAWINAN

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan merupakan sebuah peristiwa bersatunya pasangan calon

suami istri. Penyatuan tersebut disaksikan oleh kepala agama tertentu, para

saksi, dan para undangan yang hadir, kemudian disahkan secara resmi dengan

ritual tertentu untuk menjadikan mereka pasangan suami istri (Kartono, 1992).

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan,

penjelasan mengenai perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri. Tujuan dari perkawinan untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito, 2010).

Perkawinan adalah sebuah pengakuan persatuan secara hukum yang

bersifat permanen antara laki-laki dan perempuan. Keduanya akan bersatu

secara seksual, bekerja sama memenuhi ekonomi, dan mungkin akan

melahirkan atau mengadopsi, dan mengasuh anak (Strong & Cohen, 2013).

Dari penjelasan di atas, maka definisi dari perkawinan adalah

bersatunya secara hukum pasangan laki-laki dan perempuan sebagai suami

(27)

ekonomi, dan mengasuh anak, dengan tujuan membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Peran Suami Istri dalam Perkawinan

Terdapat dua jenis peran dalam perkawinan, yaitu jenis peran dalam

perkawinan tradisional dan jenis peran dalam perkawinan egalitarian (Lemme,

1995). Peran dalam perkawinan tradisional masih berdasarkan stereotip yang

terdapat di masyarakat, sedangkan peran pada perkawinan egalitarian sudah

menjadi lebih demokratik.

Saat ini kebanyakan orang masih merasa bahwa peran suami dalam

keluarga adalah sebagai pencari nafkah atau di luar domestik dan peran istri

adalah sebagai orang yang mengurusi pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan

domestik. Anggapan tersebut masih dipercayai karena dipengaruhi oleh

pandangan normatif dan budaya yang berlaku (Ampa, 2011). Ketika istri tidak

bekerja di luar rumah, maka suami tidak ikut membantu pekerjaan rumah

tangga karena ada istri yang mengerjakan pekerjaan tersebut (Supriyantini,

2002). Istri lebih mengurusi kegiatan rumah tangga dan perekonomian yang

ada di dalam rumah tangga (Puspitawati & Fahmi, 2012).

Lain halnya dengan istri yang bekerja di luar rumah. Ketika istri

bekerja di luar rumah, maka suami akan membantu istri untuk mengerjakan

pekerjaan rumah tangga (Supriyantini, 2002). Suami dan istri akan saling

membagi tugas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga mereka. Walau

(28)

tidak membantu istri dalam mengurusi kegiatan rumah tangga (Sofiani, 2013),

mereka tetap akan membantu istri dalam menyelesaikan pekerjaan rumah

tangga. Keikutsertaan suami dalam kegiatan rumah tangga tersebut tentu

dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah adanya kekuatan

ekonomi yang dimiliki oleh istri (Muassomah, 2009). Ketika istri memiliki

kekuatan ekonomi yang lebih besar dari suami, maka suami akan membantu

istri untuk mengerjakan pekerjaan domestik.

Melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa suami masih menganggap

peran di dalam keluarga adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan di luar

domestik, seperti pencari nafkah dan urusan publik (Sofiani, 2013). Peran istri

di dalam keluarga adalah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan urusan

domestik (Puspitawati & Fahmi, 2012). Berbeda dengan istri yang bekerja di

luar rumah. Istri akan memiliki dua peran, yaitu sebagai pencari nafkah dan

sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi hal-hal domestik (Putrianti, 2007).

Ketika istri ikut bekerja di luar rumah, maka suami juga akan membantu istri

untuk menyelesaikan urusan domestik (Supriyanti, 2002). Mereka akan

membagi tugas untuk dapat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Bagi

beberapa suami, istri tetap boleh bekerja di luar rumah dan suami akan

membantunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, tetapi istri juga

tidak melupakan tugasnya untuk tetap melayani suami (Putrianti, 2007).

Dari penjelasan tersebut, maka peran suami istri dalam perkawinan

(29)

perkawinan tradisional dan tipe perkawinan egalitarian. Pada tipe perkawinan

tradisional, peran suami adalah kepala rumah tangga dan bertanggung jawab

atas rumah tangga, sedangkan istri merupakan seseorang yang menjaga

berbagai hal yang ada di dalam rumah. Tipe perkawinan egalitarian adalah

ketika suami dan istri sudah lebih mampu berbagi peran dalam rumah tangga

mereka. Suami dapat membantu istri mengurusi pekerjaan rumah tangga, dan

istri dapat membantu suami mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah.

3. Tahap Perkembangan Keluarga

Dalam keluarga terdapat tahap perkembangan sebuah keluarga, yang

mana di setiap tahapnya, masing-masing peran antar suami maupun istri

memiliki permasalahannya sendiri. Terdapat delapan tahap kehidupan

keluarga, menurut Duvall (Lemme, 1995), yaitu:

a. Pasangan Menikah (tanpa anak)

Pasangan akan membangun perkawinan yang memuaskan,

menyesuaikan kehamilan dan perjanjian sebagai orang tua, dan membuat

komunikasi yang lancar.

b. Keluarga yang sedang membesarkan anak (usia anak paling tua adalah

lahir-30 bulan)

Pasangan akan saling memiliki, menyesuaikan, dan mendorong

perkembangan bayi mereka, membangun keluarga yang memuaskan bagi

(30)

c. Keluarga dengan anak pra-sekolah (usia anak paling tua adalah 2,5-6

tahun)

Pasangan akan beradaptasi dengan kebutuhan yang mendesak dan

kepentingan anak prasekolah dalam menstimulasi, dan mengatasi turunnya

energi dan kurangnya privasi sebagai orang tua.

d. Keluarga dengan anak sekolah (usia anak paling tua adalah 6-13 tahun)

Pasangan menyesuaikan ke komunitas keluarga usia sekolah dengan

cara yang konstruktif dan mendorong prestasi pendidikan anak-anak.

e. Keluarga dengan remaja (usia anak paling tua adalah 13-20 tahun)

Pasangan berusaha menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung

jawab sebagai remaja yang berkembang dan menghargai dirinya, serta

membangun ketertarikan postparental dan karir sebagai orang tua yang

sedang bertumbuh.

f. Keluarga dengan dewasa awal (anak pertama sampai anak terakhir sudah

meninggalkan rumah)

Pasangan akan melepaskan dewasa muda (dalam hal ini adalah anak

mereka) ke dalam pekerjaan, perguruan tinggi, perkawinan, dan

sebagainya, dengan berbagai macam bantuan yang sesuai, dan juga

mempertahankan basis rumah yang mendukung.

g. Orang tua usia pertengahan (sarang kosong sampai retirement)

Pasangan akan membangun ulang hubungan perkawinan, dan

(31)

h. Anggota keluarga yang sudah menua (retirement sampai meninggal)

Pasangan akan mengatasi rasa berkabung dan akan hidup sendiri,

menutup rumah keluarga atupun beradaptasi dengan penuaan, dan akan

menyesuaikan diri dengan pensiun.

Jika dilihat dari kedelapan tahapan tersebut, maka tahapan yang akan

digunakan dalam penelitian adalah keluarga dengan anak pra-sekolah. Ini

dikarenakan tahap ini keluarga memiliki permasalahan yang cukup kompleks.

Di tahap ini, kebanyakan para istri ikut bekerja untuk membantu suami

karena kebutuhan finansial yang sangat dibutuhkan keluarga dengan anak

pra-sekolah (Duvall, 1977). Pada tahap ini pula, keluarga sedang berkembang dan

mencoba untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dalam keluarga dan

kebutuhan anak prasekolah. Biaya untuk membayar sewa atau cicilan rumah,

makanan, baju, rekreasi bersama anak, dan juga kejadian yang tak terduga

tentu sangat dibutuhkan. Anak di usia pra-sekolah juga tidak dapat diprediksi

dan memungkinkan muncul kejadian yang membutuhkan biaya, seperti anak

mendadak sakit atau melakukan suatu hal yang mengakibatkan anak terluka,

dan masih banyak lagi.

Banyaknya biaya yang dibutuhkan akan membuat suami maupun istri

berusaha mencari tambahan finansial untuk kebutuhan keluarga. Tidak hanya

itu, anak usia pra-sekolah memiliki tugas perkembangan. Sebagai contoh,

menguasai kebiasaan makan yang benar, dasar dari toilet trainning,

(32)

Dengan begitu, orang tua akan memberi arahan dan perhatian ekstra kepada

anak. Mengasuh anak juga memiliki kesulitan tersendiri (Heaton & Albrecht,

1990), sehingga orang tua akan berusaha memberikan perhatian sebaik

mungkin.

Saat suami istri memiliki fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, mereka juga dihadapkan situasi bahwa mereka memberi perhatian

yang lebih pada anak. Fokus antara bekerja dan memberi perhatian yang lebih

pada anak akan mengakibatkan waktu yang dimiliki untuk suami dan istri

akan berkurang. Suami istri memiliki kesibukan dengan pekerjaannya dan

kesulitan dalam mengasuh ataupun memberi perhatian kepada anak. Hal

inilah yang tentu mempengaruhi kepuasan pada perkawinan mereka.

B. PENGERTIAN KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan

Menurut Oliver (dalam Chen & Chen, 2010), kepuasan mengacu pada

perbedaan yang dirasakan antara harapan sebelum melakukan suatu hal

dengan yang dirasakan setelah melakukan. Jika harapan yang diinginkan

ternyata berbeda, maka muncul rasa ketidakpuasan, dan demikian sebaliknya.

Kepuasan juga didefinisikan sebagai sebuah reaksi subjektif (Chaplin

dalam Demers, dkk., 1996). Reaksi subjektif ini muncul dari keadaan yang

(33)

Kepuasan merupakan sikap yang positif (Linder-Pelz dalam Demers,

dkk., 1996). Hal tersebut akan mempengaruhi hasil dari faktor sosial

psikologis, termasuk persepsi, evaluasi, dan perbandingan.

Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan

merupakan reaksi subjektif yang mucul dari keadaan atau harapan yang

dirasakan dan mengarah kepada sikap yang positif.

2. Pengertian Kepuasan Perkawinan

Hendrick dan Hendrick (dalam Haseley, 2006), mendefinisikan

kepuasan perkawinan sebagai pengalaman subjektif seseorang. Kepuasan

tersebut tentu mengenai kebahagiaan yang dirasakannya dan kepuasan dalam

hubungan perkawinan.

Coleman (dalam Prasetya, 2007) menjelaskan bahwa dalam

mendefinisikan kepuasan dalam sebuah perkawinan terdapat tiga cara, yaitu:

a. Evaluasi subjektif

Definisi kepuasan perkawinan ditentukan oleh seseorang yang terlibat

dalam perkawinan tersebut. Dalam menentukan definisi tersebut, seseorang

dapat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, media massa, model orang

tua, pengalaman pribadi dengan lawan jenis, dan lain sebagainya.

b. Pertukaran sosial

Definisi kepuasan perkawinan adalah dengan cara membandingkan

sebuah harapan. Perbandingan tersebut merupakan harapan dari sebuah

(34)

c. Indeks tertentu

Dalam mendefinisikan kepuasan perkawinan, seseorang melibatkan

beberapa kondisi terkait kepuasan perkawinan itu sendiri. Kondisi seperti

cinta, persahabatan, komunikasi yang terbuka, kematangan emosional, dan

peran seks yang sesuai, cenderung berhubungan dengan kepuasan

perkawinan. Lain dengan kondisi seperti adanya kekerasan, alkoholisme,

kurangnya tujuan hidup bersama, dan komunikasi yang buruk, cenderung

berhubungan dengan ketidakpuasan dalam perkawinan. Dengan demikian,

maka akan memungkinkan terjadinya penilaian yang lebih objektif.

Menurut teori interdependensi, yaitu perspektif yang menganalisis

pola interaksi antara pasangan (Taylor dkk, 2009), terdapat beberapa hal yang

dapat membuat seseorang menjadi puas, yaitu:

a. Manfaat lebih besar dibandingkan dengan kerugian.

Kerugian dianggap sebagai kejadian yang tidak menyenangkan. Ketika

seseorang mendapatkan atau mengalami kerugian, maka ia menjadi tidak

puas dengan adanya hal tersebut.

b. Tingkat perbandingan umum seseorang.

Maksud dari perbandingan adalah bahwa seseorang merasa puas jika

sesuai dengan harapan dan keinginannya. Semakin banyak harapan dan

(35)

c. Persepsi keadilan.

Seseorang merasa puas, jika mendapatkan keadilan dalam sebuah

hubungan. Keadilan tersebut merupakan sebuah hubungan yang tidak berat

sebelah antar pasangan.

d. Menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersama.

Pasangan cenderung bahagia jika mereka menggunakan waktu mereka

untuk pergi bersama ataupun untuk berbincang-bincang.

e. Konteks situasional.

Beberapa konteks situasional dalam sebuah lingkungan yang

memungkinkan seseorang ataupun pasangan merasa puas ataupun tidak

puas, seperti masalah finansial, pekerjaan, keharusan untuk merawat

anggota keluarga yang sakit, dan berbagai macam sumber lainnya.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan

perkawinan merupakan pengalaman subjektif dari salah seorang pasangan

terhadap pasangannya, berupa perasaan bahagia, nyaman, sejahtera, dan

gembira di dalam berbagai konteks situasional. Ini dikarenakan pasangan

merasakan adanya manfaat yang lebih besar dari pasangannya, terpenuhinya

harapan, adanya keadilan dalam hubungan, dan memiliki waktu untuk

bersama-sama.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan

Dalam penelitiannya, Pujiastuti dan Retnowati (2004) menemukan

(36)

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan, pengetahuan, dan sudut

pandang (Wright, 1993: Culbertson, 1997 dalam Pujiastuti &

Retnowati, 2004). Dengan demikian seseorang mampu mencari

solusi bagi masalah yang dihadapi. Tingkat pendidikan juga

mempengaruhi pola pikir dan motivasi seseorang dalam meraih

kebahagian dalam perkawinannya.

b. Jumlah Anak

Semakin banyak anak dalam keluarga, maka permasalahan dan

stres mengenai pemeiharaan dan pendidikan bagi anak akan lebih

besar, dibanding keluarga yang memiliki sedikit anak (Blood &

Wolfe, 1960: Long, 1984 dalam Pujiastuti & Retnowati, 2004).

c. Usia Perkawinan

Menurut Duvall (1977), usia perkawinan mempengaruhi kepuasan

dalam perkawinan. Semakin lama pasangan hidup bersama,

pasangan akan mengerti sifat pasangannya satu sama lain,

sehingga mudah untuk menerima keadaan satu sama lain.

4. Area dalam Perkawinan

Menurut Clements (1967), area interaksi dalam sebuah hubungan

(37)

a. Afeksi

Afeksi merupakan unsur dari perasaan dan emosi dari sebuah

pengalaman dari seseorang (Drever, 1986). Afeksi merupakan

perasaan mendalam, yang dimiliki pasangan suami istri (Gunarsa,

2002). Memberi perhatian dan kehangatan satu sama lain

merupakan salah satu perilaku yang muncul dalam pemberian

afeksi (Clements, 1967).

b. Komunikasi

Komunikasi merupakan hal penting dalam sebuah perkawinan

(Burleson & Denton, 1997). Munculnya permasalahan dan

kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan merupakan salah

satu kurangnya kemampuan pasangan dalam berkomunikasi.

Selain dalam hal berbicara, kemampuan mendengarkan juga

termasuk dalam berkomunikasi (Clements, 1967).

c. Keuangan

Masalah finansial juga merupakan hal penting dalam kepuasan

perkawinan (Dakin & Wampler, 2008). Suami istri akan berusaha

untuk mengumpulkan uang karena uang merupakan sumber

ekonomi yang penting bagi rumah tangga. Hal tersebut dapat

dilihat seperti banyaknya keperluan rumah tangga yang dibutuhkan

(38)

d. Tanggung jawab

Dalam perkawinan, suami istri memiliki tanggung jawab

masing-masing. Suami bertanggung jawab untuk mendukung istri dan

anak-anak (Duvall, 1977). Istri diharapkan bertanggung jawab atas

keadaan rumah tangga, menyediakan makanan untuk keseharian,

dan memperhatikan anak-anak dan anggota keluarga lainnya yang

ada di dalam rumah mereka. Dalam melakukan tanggung jawab,

baik istri maupun suami juga saling membutuhkan dukungan,

seperti saling membantu dalam mengatur pekerjaan rumah tangga.

e. Seks

Kegiatan seksual melibatkan dua individu yang memiliki sikap

dewasa terhadap seks dan tidak memandang seks sebagai aktivitas

yang mengisolasi area-area lain dalam hubungan mereka (Firestone

dkk., 2006). Mereka memandang seks sebagai pemenuhan dari

bagian hidup dan peluang untuk memberi dan merasakan kepuasan

bagi pasangan dan diri mereka sendiri. Hubungan seksualitas tidak

hanya melakukan kegiatan seksual saja. Dalam menjalin hubungan

seksual, pasangan harus sadar terhadap peran penting hubungan

seksual bagi kehidupan mereka.

f. Pengertian

Pengertian dalam hal ini merupakan bagaimana pasangan suami

(39)

suami istri saling mengerti dalam hal perasaan, pikiran, masalah

yang dimiliki pasangan, dan lainnya.

Dalam membangun kehidupan perkawinan yang baik, kedua pasangan

harus mampu bernegosiasi dan menyelesaikan permasalahan yang timbul

dalam rumah tangga. Menurut Bagarozzi (dalam Piercy dkk., 1986), terdapat

8 area kehidupan dalam perkawinan pada pasangan suami istri, yaitu:

a. Peran perkawinan dan tugas

Peran dalam perkawinan merupakan sebuah timbal balik (Duvall,

1977). Setiap pasangan memiliki hak dan tanggung jawab yang

dibutuhkan bagi kelanjutan hidup perkawinannya. Pasangan

memperhatikan performansi ketika mengerjakan tugas

masing-masing, memberi hadiah berupa penghargaan dalam setiap tugas

yang dilakukan, seperti ucapan terima kasih, ucapan rasa puas

terhadap masakan yang dibuat, dan hukuman karena sebuah

kelalaian.

b. Pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan keuangan

Dalam mengelola keuangan dalam rumah tangga, besar kecilnya

penghasilan yang dihasilkan suami dan istri akan mempengaruhi

kekuatan dalam perkawinan (Cheal, 2002). Pasangan yang

menghasilkan lebih banyak uang, biasanya akan lebih banyak

(40)

c. Agama dan praktek keagamaan

Agama memiliki pengaruh yang kuat pada kualitas perkawinan

(Fincham & Beach, 2010). Agama dapat menyucikan hubungan

dengan adanya ritual dan kepercayaan yang memberkati

perkawinan. Keterlibatan agama dapat meningkatkan pemecahan

suatu masalah dan membantu memajukan tingkat kebaikan dalam

perkawinan. Suami dan istri juga akan mendapat keuntungan

ketika mereka menganut agama dan kepercayaan yang sama.

d. Hubungan seksual dan kegiatan seksual

Dalam melakukan kegiatan seksual, suami istri sadar, baik dalam

segi emosi maupun psikologis (Firestone dkk., 2006). Saat

berhubungan seksual, suami istri secara penuh sadar bahwa mereka

berhubungan seksual berdasarkan keinginan mereka berdua dan

bukan berdasarkan paksaan dari pihak manapun. Pasangan suami

istri juga memiliki keinginan yang besar, menikmati setiap kontak

fisik, merasakan kegembiraan dalam melakukan kegiatan seksual.

e. Anak-anak dan praktek membesarkan anak

Kedatangan anak menyebabkan keuntungan secara emosional bagi

orang tua (Cusinato dalam L’Abate, 1994). Hal tersebut

dikarenakan anak memberikan perasaan yang membangun dan

kepuasan bagi orang tua. Pada saat ini, praktek membesarkan anak

(41)

ini orang tua sudah mampu berbagi bobot untuk membesarkan

anak. Istri, yang pada zaman dahulu merupakan orang yang

bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal membesarkan anak, saat

ini sudah berubah. Suami dan istri sekarang berusaha untuk

membagi tugas dalam bertanggung jawab membesarkan anak.

f. Mertua dan hubungan antargenerasi

Adanya hubungan antara suami istri dengan mertua dan

saudara-saudara mereka dapat membuat suami dan istri merasa terbantu. Ini

dikarenakan dengan adanya mertua, saudara kandung dari kedua

belah pihak, dapat membantu atau mendukung mengasuh

anak-anak mereka, ketika mereka membutuhkan bantuan (Lemme,

1995). Tidak hanya itu, dengan kehadiran mertua, orang tua, atau

saudara kandung, suami istri dapat menerima bantuan dalam

bentuk dukungan sosial dan psikologis ketika suami atau sitri

memiliki masalah. Orang tua, mertua, atau saudara dapat

membantu mereka dengan memberikan nasehat atau yang lainnya.

g. Persahabatan dan hubungan interpersonal di luar perkawinan

Adanya persahabatan ataupun hubungan interpersonal di luar

perkawinan, seperti bergaul dengan tetangga, teman kerja, dan

lainnya, dapat membantu pasangan suami istri dalam menjalani

kehidupan rumah tangga. Dengan adanya hubungan dengan

(42)

bantuan, bekerja sama dalam mencapai tujuan (Westhauser, 1994).

Sebagai contoh ketika suami istri memiliki permasalahan dengan

keluarga, pasangan suami istri dapat meminta bantuan dari sahabat,

tetangga, ataupun rekan mereka yang lainnya.

h. Rekreasi

Walau suami dan istri memiliki kehidupan yang sibuk dengan

urusan rumah tangga, mereka juga harus tetap mempunyai waktu

untuk menikmati bermain bersama (Haddock dkk., 2001). Bermain

bersama ataupun rekreasi berarti bersantai, menikmati hidup,

berbagi satu sama lain secara emosional, dan membuat

keseimbangan atas munculnya stres yang dialami akibat tanggung

jawab yang dilakukan oleh suami istri.

Setelah dilakukan sebuah penelitian untuk melihat area dalam

hubungan perkawinan, maka menurut Burr (1970) terdapat 6 area, yaitu:

a. Cara menangani keuangan

Dalam rumah tangga, suami istri dapat mengatur keuangan dalam

rumah tangga. Pasangan yang satu menggunakan uang untuk

membeli barang-barang keseharian, seperti makanan ataupun

keperluan rumah tangga. Pasangan yang lain akan memutuskan

berapa banyak uang yang akan digunakan untuk membeli

(43)

b. Aktivitas sosial pasangan

Aktivitas sosial dilakukan oleh pasangan dalam rangka memenuhi

kebutuhan, baik secara emosi maupun dukungan materi, bagi

keluarga mereka (Cheal, 2002). Dengan pasangan melakukan

berbagai macam aktivitas sosial, baik dengan teman, tetangga, dan

lainnya, pasangan akan mendapatkan hubungan yang baik dengan

mereka. Hal tersebut akan berdampak baik bagi kehidupan

keluarga mereka. Ketika pasangan memiliki masalah, pasangan

dapat meminta bantuan dari teman, tetangga, ataupun yang lain.

c. Cara pasangan melakukan pekerjaan atau tugas rumah tangga

Pekerjaan rumah tangga tidak hanya mengenai urusan mengenai

rumah, tetapi juga tanggungan dalam memiliki anak (Baxter dkk.,

2008). Walaupun memiliki tanggung jawab yang berbeda, suami

dan istri dapat secara bergantian melakukan pekerjaan atau tugas

rumah tangga (Duvall, 1977). Ketika suami melakukan pekerjaan

rumah tangga, istri dapat membantunya dengan cara melihat hasil

dari pekerjaan rumah dan lain sebagainya.

d. Persahabatan dalam perkawinan

Persahabatan dalam perkawinan dapat didefinisikan sebagai

pasangan secara sukarela berbagi berbagai macam aktivitas (Palisi,

(44)

1972), dan dapat berbagi mengenai hal-hal domestik, yaitu

mengenai perasaan dan pikiran satu sama lain (Locksley, 1980).

e. Interaksi sosial

Interaksi sosial, menurut Carstensen (dalam Papalia dkk., 2009),

memiliki tiga tujuan utama, yaitu sebagai sumber informasi,

membantu seseorang mengembangkan dan mempertahankan

kesadaran diri, dan sebagai sumber kenikmatan dan kenyamanan,

maupun kesejahteraan emosional.

f. Hubungan dengan anak-anak

Dalam berhubungan dengan anak, orang tua tentu diharapkan

mampu memberi perhatian kepada anak-anaknya. Menurut Lamb

(dalam McBride dkk., 2002), terdapat 3 konsep keterlibatan orang

tua dalam berhubungan dengan anak. Pertama adalah interaksi,

yang berarti orang tua berinteraksi bersama dengan anak dalam

berbagai aktivitas, seperti bermain bersama, memberi makan anak,

dan lain sebagainya. Kedua yaitu aksesibilitas, yang berarti orang

tua secara fisik dan psikologis ada untuk anak. Ketiga yaitu

tanggung jawab, yang berarti orang tua bertanggung jawab

terhadap kesejahteraan, seperti membuat perencanaan untuk masa

(45)

Dalam perkawinan terdapat beberapa area yang penting bagi suami

dan istri, yang akan dikerjakan bersama-sama demi tujuan dalam perkawinan.

Dari beberapa area yang sudah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa

area yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 6 area, yaitu:

a. Keuangan

Area ini terdiri atas cara pasangan suami istri dalam mengelola,

menggunakan, dan mengambil keputusan berkaitan dengan

keuangan dalam keluarga. Suami istri akan berusaha untuk

mengumpulkan uang karena uang merupakan sumber ekonomi

yang penting bagi rumah tangga. Pasangan yang menghasilkan

lebih banyak uang, biasanya akan lebih banyak mengatur

bagaimana uang tersebut akan disimpan.

b. Hubungan yang intim

Area ini berkaitan dengan hubungan dan praktek seksual pada

pasangan suami istri, serta adanya afeksi dalam hubungan tersebut.

Kegiatan seksual melibatkan dua individu yang memiliki sikap

dewasa terhadap seks dan memiliki perasaan mendalam. Pasangan

suami istri memandang seks sebagai pemenuhan dari bagian hidup

dan peluang untuk memberi dan merasakan kepuasan bagi

pasangan dan diri mereka sendiri. Dalam kegiatan seksual,

pasangan memiliki keinginan yang besar, menikmati setiap kontak

(46)

Dalam hubungan yang intim, pasangan suami istri juga mampu

memberi perhatian dan kehangatan satu sama lain.

c. Tanggung jawab

Area ini terdiri atas pembagian tugas atau pekerjaan rumah tangga

pada suami istri, termasuk dalam mengurus anak. Suami dan istri

bertanggung jawab atas satu sama lain, keadaan rumah tangga, dan

anak-anak. Dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, suami dan

istri membutuhkan dukungan, saling membantu dalam mengatur

pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Pasangan diharapkan

mampu memberi perhatian pada anak, seperti berinteraksi bersama

anak dalam berbagai aktivitas, secara fisik dan psikologis ada

untuk anak, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak,

seperti membuat perencanaan untuk masa depan anak, dan

mengetahui ketika anak membutuhkan sesuatu.

d. Interaksi sosial

Area ini mengenai hubungan sosial pada suami istri dengan orang

lain di luar rumah, baik dengan tetangga, teman dekat suami dan

istri, mertua, maupun saudara. Tujuan interaksi sosial yaitu sebagai

sumber informasi, membantu mengembangkan dan

mempertahankan kesadaran diri, dan sebagai sumber kenikmatan

dan kenyamanan, maupun kesejahteraan emosional. Pasangan

(47)

kebutuhan keluarga, baik secara emosi maupun dukungan materi

(Cheal, 2002). Dengan adanya hubungan tersebut, pasangan suami

istri dapat meminta bantuan, bekerja sama dalam mencapai tujuan

seperti membantu mengasuh anak-anak mereka dan dapat

menerima bantuan dalam bentuk dukungan sosial dan psikologis.

e. Suasana persahabatan dalam perkawinan

Area ini terdiri atas rasa saling mengerti dan adanya rekreasi pada

suami istri. Pasangan secara sukarela berbagi berbagai macam

aktivitas dan dapat berbagi mengenai hal-hal domestik, yaitu

mengenai perasaan dan pikiran. Pasangan suami istri saling

mengerti dalam hal perasaan, pikiran, masalah yang dimiliki

pasangan, dan lainnya. Bermain bersama atau rekreasi berarti

bersantai, menikmati hidup, dan saling berbagi secara emosional.

f. Komunikasi

Area ini terdiri atas kemampuan pasangan untuk berkomunikasi

satu sama lain dan kemampuan mendengarkan. Pasangan suami

istri berkomunikasi, baik untuk menyampaikan sebuah

permasalahan maupun untuk menyelesaikan permasalahan, dengan

mencari jalan keluar. Munculnya permasalahan dan kesulitan

dalam menyelesaikan permasalahan merupakan salah satu

(48)

C. PENGERTIAN BEKERJA 1. Pengertian Bekerja

Pada dasarnya bekerja memiliki pengertian yang berbeda-beda pada

masing-masing orang, dan hal tersebut dikarenakan adanya tujuan yang

berbeda tiap orang dalam memperoleh pekerjaan. Concise Oxford Dictionary

(dalam Statt, 1994), mendefinisikan bekerja sebagai sebuah bentuk

pengeluaran energi, perjuangan, pengaplikasian usaha ataupun tenaga untuk

sebuah tujuan.

Bekerja merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk

menghasilkan suatu produk dan mereka akan diberikan bayaran atau upah atas

pekerjaan yang telah mereka lakukan (Cairns & Malloch, 2008). Bayaran atau

upah yang diterima, menurut Taylor (dalam Statt, 1994), merupakan salah

satu hal yang dapat memotivasi seseorang dalam bekerja dan dengan

demikian mereka mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Kegiatan yang dilakukan tersebut juga dikerjakan di tempat yang

berbeda dari rumah mereka, sehingga mereka akan pergi dari rumah untuk

pergi ke tempat mereka bekerja (Cairns & Malloch, 2008). Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa tempat bekerja berada di luar rumah dan tempat untuk

bekerja biasanya seperti pabrik maupun kantor.

Hal penting lainnya dalam bekerja adalah waktu atau jam kerja yang

digunakan untuk bekerja (Schultz & Schultz, 2010). Ini dikarenakan waktu

(49)

dan juga digunakan untuk melihat produktivitas dari seseorang dalam bekerja

(Statt, 1994). Waktu yang biasanya digunakan dalam bekerja sekitar 40 jam

per minggu dalam lima hari, atau sekitar 8-10 jam setiap harinya (Schultz &

Schultz, 2010).

Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa bekerja

merupakan sebuah pengaplikasian usaha maupun tenaga yang dilakukan di

sebuah tempat atau lokasi kerja dan dibatasi oleh jam kerja antara 8-10 jam,

serta diikuti dengan adanya pemberian upah atau bayaran sebagai imbal balik

tenaga yang digunakan.

2. Konsekuensi Istri yang Bekerja

Kebanyakan wanita saat ini memiliki peran istri, ibu dan salah satu

lagi adalah pencari nafkah (Feldman, 2012). Istri yang bekerja memiliki dua

pekerjaan sekaligus dan bertanggung jawab atas keduanya, yaitu bekerja di

kantor, pertokoan, ataupun pabrik dan di rumah (Schultz & Schultz, 2010).

Dengan demikian istri akan memiliki beragam konsekuensi, baik positif

maupun negatif, berkaitan dengan tanggung jawab yang diambilnya.

Istri yang bekerja, memiliki berbagai macam keuntungan dan kerugian

bagi dirinya sendiri, maupun keluarganya (Thompson & Walker, 1989;

Zedeck & Mosier, 1990 dalam Santrock, 2002). Beberapa keuntungan yang

akan didapatkan yaitu dalam hal keuangan. Dengan istri bekerja, maka

keluarga memiliki penghasilan tambahan dan hal ini akan membuat suami

(50)

(Papalia dkk., 2008). Istri juga mendapatkan hubungan yang lebih setara

dengan suami dan juga mampu meningkatkan rasa harga diri bagi para istri.

Adanya hubungan tersebut maka relasi suami dengan istri akan semakin dekat

(Papalia dkk., 2008).

Beberapa kerugian yang akan dirasakan oleh para istri yang bekerja

antara lain, adanya tuntutan waktu dan tenaga tambahan. Ketika istri bekerja,

maka suami dan istri akan saling menuntut dalam menyelesaikan pekerjaan

rumah tangga, terutama ketika memiliki anak kecil (Papalia dkk., 2008).

Konflik dalam hal pekerjaan dan keluarga juga mempengaruhi kehidupan

perkawinan. Ketika istri merasa lelah dengan pekerjaannya, baik pekerjaan

kantor maupun pekerjaan rumah tangga, suami akan kurang mendapatkan

perhatian lebih yang dinginkan. Pemenuhan kebutuhan pada anak juga akan

dirasa kurang pada istri yang bekerja (Papalia dkk., 2008). Perhatian yang

dibutuhkan oleh anak akan kurang dapat diberikan oleh istri karena istri sibuk

menangani masalah, baik pekerjaan kantor maupun pekerjaan rumah tangga.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi positif yang

akan didapatkan oleh istri yang bekerja antara lain hal keuangan, hubungan

yang didapat dari suami lebih setara, dan juga peningkatan rasa harga diri. Di

sisi lain, konsekuensi negatif yang akan diterima oleh istri yang bekerja antara

lain, adanya tuntutan waktu dan tenaga tambahan, konflik dalam hal pekerjaan

(51)

3. Konsekuensi Istri yang Tidak Bekerja

Banyak masyarakat dan kebanyakan istri saat ini masih menganggap

bahwa pekerjaan istri adalah hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah

dan pengasuhan anak (Taylor dkk, 2009). Hal inilah yang membuat beberapa

istri memilih untuk tidak bekerja di luar rumah. Istri yang memilih menjadi

ibu rumah tangga, tentu juga memiliki tanggung jawabnya tersendiri. Adanya

tanggung jawab tersebut akan membuat berbagai macam konsekuensi positif

dan negatif, baik bagi dirinya maupun suami.

Konsekuensi positif berkaitan dengan kenyamanan dalam kehidupan

keluarga. Istri sebagai ibu rumah tangga, memiliki tugas untuk mengatur

seluruh kehidupan dan kelancaran rumah tangga. Adanya seseorang yang

mampu mengatur kehidupan rumah tangga, maka suami akan merasakan

kelancaran dalam sebuah rumah tangga. Istri juga mampu mengurus anak,

sehingga suami tidak akan kesulitan dalam mengatur dan mengasuh anak. Istri

mengusahakan suasana rumah yang nyaman (Gunarsa & Gunarsa, 2001).

Dengan demikian, istri mampu mengatur rumah tangga dengan baik, sehingga

istri dapat memberikan kenyamanan bagi keluarga, terutama perhatian bagi

suami.

Konsekuensi negatif yang dirasakan istri seperti rasa jenuh dan lelah

yang dirasakan akibat pekerjaan rutin yang monoton. Rasa jenuh ketika

memiliki rutinitas yang monoton ini dapat membuat istri merasa lelah akibat

(52)

mengikuti perubahan dan perkembangan lingkungan yang ada di luar rumah.

Mereka seolah-olah hanya mengetahui permasalahan yang ada di sekitar

rumah dan anak-anak saja (Gunarsa & Gunarsa, 1990). Selain itu, istri yang

tidak bekerja tidak mampu berkontribusi dalam hal finansial (Hu dkk., 2010).

Hal tersebut dapat menyebabkan kualitas hubungan antar suami istri menjadi

berkurang.

Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsekuensi

positif dari istri yang tidak bekerja antara lain dapat mengatur seluruh

kehidupan dan kelancaran rumah tangga, serta mengatur dan mengusahakan

suasana rumah yang nyaman. Konsekuensi negatif yang akan dialami oleh

istri yang tidak bekerja antara lain rasa jenuh dan lelah akibat pekerjaan rutin

yang monoton, dan kurang dapat mengikuti perubahan dan perkembangan

lingkungan yang ada di luar rumah. Ini menyebabkan perbedaan

perkembangan kehidupan psikis antar istri dengan suami, terutama dalam

komunikasi. Istri juga tidak mampu membantu suami dalam permasalahan

finansial.

D. PENGERTIAN SUAMI 1. Pengertian Suami

Dalam sebuah perkawinan tradisional, suami merupakan seseorang

yang akan menjadi dominan di dalam keluarga dan secara langsung akan

(53)

dikatakan bahwa pria seharusnya yang menjadi pemimpin di rumah, maupun

di dalam masyarakat (Taylor dkk., 2009). Dengan demikian, suami akan

menjadi pemimpin di dalam kehidupan berumah tangga, sekaligus menjadi

seseorang yang bertanggung jawab atas segala pekerjaan yang berada di luar

rumah, seperti menjadi tulang punggung keluarga. Suami juga dianggap

sebagai pelindung dan tokoh otoritas yang ada di dalam keluarga (Gunarsa &

Gunarsa, 2001).

Jika suami merupakan tulang punggung keluarga, maka suami akan

lebih banyak melakukan pekerjaan ataupun kegiatan di luar rumah. Ini

menyebabkan suami akan mengalami proses hidup yang cenderung dinamis,

tetapi kurang dapat mengikuti perkembangan yang ada di dalam rumah atau

keadaan keluarga (Gunarsa & Gunarsa, 1990).

Dari penjabaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suami

merupakan kepala rumah tangga dalam sebuah keluarga yang memiliki

tanggung jawab atas perekonomian dan perkembangan di dalam keluarga.

2. Harapan Suami Akan Perkawinan

Menurut penelitian yang dikakukan oleh Gaunt (2006), suami akan

semakin merasa lebih puas akan perkawinannya jika sifat, nilai-nilai, dan

perilaku atau sikap pasangannya semakin sama dengan dirinya. Hal ini

menunjukkan suami menginginkan atau mengharapkan pasangan yang sesuai

(54)

harapan suami, maka tentu suami akan merasa puas, tidak hanya dengan

pasangannya, tetapi tentu saja dengan perkawinannya.

Dalam sebuah rumah tangga, walaupun istri memiliki pekerjaan, suami

tetap menghargai hal tersebut, tetapi suami tetap merasa kehilangan ‘pelayan’

yang seharusnya mengurusi keperluan rumah tangga (Santrock, 2002).

Kebanyakan para suami lebih suka memiliki istri yang berada di rumah

sepenuhnya untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga.

Adanya peningkatan tugas dalam rumah tangga yang dibagikan kepada suami,

juga menyebabkan suami merasa tidak puas dengan perkawinannya (Amato

dkk., dalam Papalia dkk., 2009).

Tugas para suami yang lebih banyak berada di luar, dibandingkan di

dalam rumah, membuat para suami merasa kehilangan waktu bersama

keluarga. Ketika istri hanya mengurus rumah tangga saja dan tidak bekerja di

luar, maka suami dapat meminta istri mereka untuk memberitahukan berbagai

kejadian yang ada di dalam rumah (Gunarsa, 1990).

Para suami sangat menyandarkan dirinya dan juga mempercayai

pasangannya, yaitu istri, dalam hal dukungan sosial (Cutrona, 1996). Selain

itu, suami juga sangat bergantung pada kehidupan perkawinannya untuk

mencapai kesejahteraan. Ini disebabkan oleh kurangnya rasa percaya yang

dimiliki oleh para suami bahwa mereka mempunyai orang lain dalam

memberikan dukungan dan mereka hanya bergantung kepada istri mereka.

(55)

menguntungkan, walau mereka belum tentu bahagia dengan perkawinan

mereka (Brannon, 1996).

Salah satu hal yang dapat membuat seseorang merasa puas adalah jika

harapan yang diinginkan sesuai dengan kenyataan. Dalam sebuah perkawinan,

suami memliki harapan, antara lain bahwa istri mereka memiliki nilai-nilai,

sifat, maupun harapan-harapan yang sama dengan diri mereka. Bagi suami,

dalam rumah tangga, istri mengurusi keperluan rumah tangga, pemberi

dukungan sosial bagi suami, dan lain sebagainya. Dengan demikian ketika

istri memiliki harapan ataupun keinginan yang sama dengan suami, maka

suami akan puas dengan perkawinannya.

E. PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ANTARA YANG MEMILIKI ISTRI BEKERJA DENGAN ISTRI TIDAK BEKERJA

Keluarga dengan anak pra-sekolah memiliki beragam permasalahan bagi

suami dan istri. Pada tahap ini, anak memiliki tugas perkembangan diantaranya,

kemampuan untuk menguasai kebiasaan makan yang benar, dasar dari toilet

trainning, mengembangkan kemampuan fisik dan lain sebagainya (Duvall, 1977).

Adanya tugas perkembangan tersebut, orang tua memiliki tugas yang penting

untuk mengasuh dan memberi perhatian lebih pada anak. Jika orang tua sibuk

mengasuh dan memberi perhatian kepada anak, maka waktu yang digunakan

(56)

Pasangan juga akan berusaha untuk beradaptasi dengan adanya kebutuhan

yang mendesak dan kepentingan anak pra-sekolah, sehingga orang tua mencoba

untuk memenuhi keperluan dari anak usia pra-sekolah (Duvall, 1977). Usaha

suami dan istri untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan karena pada tahap

tersebut anak berada pada tahap tumbuh dan berkembang, sehingga orang tua

berusaha memfasilitasi kebutuhan anak, seperti makanan, rekreasi bersama anak,

bahkan ketika anak sedang sakit. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi,

membuat orang tua berusaha mencari penghasilan agar mampu memfasilitasi

kebutuhan anak. Tercapainya kesejahteraan materiil merupakan salah satu sarana

untuk mencapai tujuan perkawinan (Kertamuda, 2009), dengan demikian suami

istri diharapkan mampu bekerja sama dan bertanggung jawab atas perekonomian

yang ada di dalam keluarga.

Dalam memenuhi kebutuhan keluarga, terkadang istri juga ikut membantu

suami untuk mencari tambahan penghasilan. Keikutsertaan istri tersebut membuat

istri memiliki peran ganda dalam keluarga. Pada istri yang bekerja, suami akan

turut membantu istri untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, terutama pada

keluarga yang memiliki anak usia pra-sekolah. Walau harapan suami mengenai

istri adalah sebagai seseorang yang mengurusi keperluan rumah tangga, tetapi

ketika istri sibuk mengurusi rumah, suami mungkin akan membantu istri untuk

mengawasi anak. Suami dan istri akan berbagi tugas pekerjaan rumah tangga jika

istri kesulitan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ini menunjukkan

(57)

perkawinan egalitarian. Pada tipe tersebut, suami dan istri sudah mampu membagi

perannya saat mengurus pekerjaan rumah tangga.

Berbeda dengan istri yang tidak bekerja, yang hanya befokus pada pekerjaan

rumah tangga. Istri yang tidak bekerja tidak membantu suami dalam hal finansial,

tetapi membantu suami dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga. Istri dapat

fokus mengawasi dan merawat anak, mengatur keuangan rumah tangga, serta

membereskan pekerjaan yang ada di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa peran

yang digunakan pada suami dan istri yang tidak bekerja adalah tipe perkawinan

tradisional. Suami dan istri pada tipe ini masih berdasarkan pada pandangan

normatif dan budaya yang berlaku. Suami merupakan orang yang bertanggung

jawab atas pekerjaan di luar domestik, seperti pencari nafkah, dan istri adalah

seseorang yang bertanggung jawab atas keadaan rumah tangga.

Dari kedua tipe perkawinan tersebut, tentu akan memberikan dampak bagi

suami. Pada istri yang memilih untuk ikut bekerja, maka terdapat tanggung jawab

ganda yang berbeda pada tiap perannya. Ketika istri yang bekerja merasa terbebani

dengan tuntutan waktu dan pekerjaan, maka istri akan menjadi stres dan lelah,

terutama dengan adanya anak usia pra-sekolah yang juga masih membutuhkan

perhatian. Keadaan istri tersebut tentu akan menggangu hubungan dengan suami

jika sedang berada di rumah. Selain adanya pekerjaan rumah tangga, istri juga

dituntut untuk mengasuh anak. Waktu yang digunakan oleh suami istri juga akan

berkurang karena kesibukan istri yang mengurus pekerjaan kantor dan rumah

(58)

Pada istri yang tidak bekerja, mampu mengatur dan mengusahakan suasana

rumah yang nyaman. Istri juga akan fokus dengan pekerjaan rumah tangga dan

segala kehidupan yang ada di dalam keluarga. Dengan demikian, istri mampu

mengurus tugas rumah tangga dan perkembangan anak dengan baik, karena istri

hanya bekerja di rumah. Jika demikian, suami akan merasa bahwa istri mampu

mengatasi pekerjaan rumah dan mengurus perkembangan anak. Suami juga akan

merasa diperhatikan karena istri mampu mengatur tugas rumah tangga dan anak.

Suami sangat menyandarkan dirinya kepada istri (Cutrona, 1996). Harapan

suami akan perkawinannya adalah bahwa istri memiliki nilai-nilai dan harapan

yang sama seperti suami (Gaunt, 2006). Suami yang memiliki istri bekerja tentu

akan merasa tidak puas karena istri kurang dapat memberikan perhatian kepada

suami. Pada suami yang memiliki istri tidak bekerja, tentu akan merasa puas

dengan perkawinanya karena istri mampu mengurus keperluan rumah tangga dan

memberi dukungan kepada suami. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat

mengetahui adanya perbedaan kepuasan pada suami, baik suami yang memiliki

istri bekerja maupun suami yang memiliki istri tidak bekerja.

F. HIPOTESIS

Dari uraian di atas, maka hipotesis peneliti adalah terdapat perbedaan

kepuasan perkawinan antara suami yang memiliki istri bekerja dengan suami yang

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan
Tabel 2. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Sebelum Try Out
Tabel 3. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Sesudah Try Out
Tabel 4. Item-Item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Pengurangan Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian tersebut peneliti tertarik mengangkat judul Penelitian Skripsi tentang Pengaruh Pembelajaran Kewirausahaan dan Motivasi Berwirausaha terhadap Minat Berwirausaha

sepintas dari ungkapan di atas Gus Ulil mengkategorikan Kiai Afif sebagai maqoshidiyyun, artinya beliau adalah salah satu dari ulama yang menilai sesuatu secara substansialis

Perancangan dalam penelitian ini terdiri dari panel sel surya, solar charger, aki 12V, driver pompa, driver motor, sensor cahaya, sensor suhu, sensor tegangan, sensor

untuk berlari mengejar bola tersebut agar bisa terjangkau dan bisa dihentikan. 5) Bila bola sudah datang mendekat maka segera lakukan gerakan mengangkat salah satu

(2) Konsep Rancangan Standar Kompetensi yang dihasilkan oleh Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sebelum dibahas dalam

Tolok ukur kondisi Sosial (sesuai baku mutu/ penera/ volume target Nilai Besaran Parameter Indikator Sosial setelah Pengelolaan Sosial 1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Angkasa Pura II (Persero) pada tahun 2012 dan 2013 semester 1, (2) mengklasifikasikan skor masing-masing indikator pada aspek keuangan, aspek operasional, dan

Kerajaan ini didirikan oleh Parameswara (seorang pangeran dari Palembang yang lari ke Malaka ketika terjadi serangan Majapahit). Raja-raja yang pernah memerintah