PERSEPSI SISWA, GURU DAN KEPALA SEKOLAH
MENGENAI PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Christina Wahyu Cahyani
NIM: 101134020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERSEPSI SISWA, GURU DAN KEPALA SEKOLAH
MENGENAI PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Christina Wahyu Cahyani
NIM: 101134020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memberikan berkat
luar biasa.
Bunda Maria, yang selalu mendampingi dan
mendoakanku.
Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
Alm. Eyang Suitbertus Pardi Dirjo Pranoto
v
MOTTO
Dream, believe, make it happen
(Agnes Monica)
Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya (Yoh 14:14)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juni 2014
Penulis,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Christina Wahyu Cahyani
NIM : 101134020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
Persepsi Siswa, Guru dan Kepala Sekolah Mengenai Penerapan
Pembelajaran IPA Terpadu,beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 13 Juni 2014
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PERSEPSI SISWA, GURU DAN KEPALA SEKOLAH MENGENAI PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU
Christina Wahyu Cahyani Universitas Sanata Dharma
2014
SD Kanisius Kadirojo merupakan sekolah adiwiyata yang telah menerapkan model pembelajaran terpadu. Melalui penelitian ini, maka dapat terlihat evaluasi dari berbagai pihak mengenai penerapan pembelajaran terpadu di SD Kanisius Kadirojo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) persepsi siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaran IPA terpadu, (2) persepsi guru kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaranIPA terpadu, (3) persepsi kepala SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaranIPA terpadu.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Responden dari penelitian ini adalah siswa kelas IV, guru IPA dan kepala sekolah SD Kanisius Kadirojo. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri yang terdiri dari 20 item. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan mencari mean dari skor kuesioner yang diperoleh. Validasi instrumen diperiksa dengan pendekatan validasi isi dan validasi konstruk oleh ahli.
Hasil penelitian ini adalah (1) persepsi siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaran IPA terpadu tergolong positif. Kesimpulan ini didukung dari hasil penghitungan mean siswa 3,41 > 3,406 yang
merupakan mean keseluruhan, (2) persepsi guru kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaranIPA terpadu tergolong positif. Kesimpulan ini didukung dari hasil penghitungan mean guru 3,4 = 3,4 yang merupakan mean
keseluruhan, (3) persepsi kepala SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaranIPA terpadu tergolong negatif. Kesimpulan ini didukung dari hasil penghitungan mean kepala sekolah 3,3 < 3,406 yang merupakan mean
keseluruhan.
Kesimpulannya siswa dan guru memiliki persepsi yang positif terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu, sedangkan kepala sekolah memiliki persepsi yang negatif.
ix
ABSTRACT
THE PERCEPTIONS OF STUDENTS, TEACHER AND PRINCIPAL REGARDED THE APPLICATION OF INTEGRATED SCIENCE
LEARNING
Christina Wahyu Cahyani Sanata Dharma University
2014
The Kanisius Kadirojo Elementary school is caring school environment which has implemented integrated learning model. Through this research, it can be seen from various parties regarding the evaluation of the application of integrated learning in Kanisius Kadirojo Elementary school. This study is aimed to determine: (1) fourth grade students' perceptions Kanisius Kadirojo concerning the application of integrated science teaching, (2) fourth grade teacher perceptions Kanisius Kadirojo school concerning the application of integrated science teaching, (3) the perception of Kanisius Kadirojo Elementary school principal concerning the application of learning science integrated.
This research is a descriptive quantitative survey methods. Respondents of this study were fourth graders, a science teacher and Kanisius Kadirojo Elementary school principal. The instrument research was questionnaire that composed of 20 items. The questionnare was prepared by researcher. The questionnare was validated by expert judgement.
The results of this research were (1) the perception of fourth grade students Kanisius Kadirojo concerning the application of integrated science teaching relatively positive. This conclusion was supported by the results mean students tally of 3.41 > 3.406 which is the positive perception, (2) fourth grade teacher perception Kanisius Kadirojo concerning the application of integrated science teaching relatively positive. This conclusion was supported from the results of the calculation of the mean teacher 3.4 = 3.4 which is the positive perception, (3) the perception of Kanisius Kadirojo Elementary school principal concerning the application of integrated science teaching relatively negative. This conclusion was supported from the results of the calculation of the mean headmaster 3.3 < 3.406 which is the negative perception.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu, secara
khusus penulis mengucapkan terima kasih secara tulus kepada :
1. Rohandi., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., B.S.T., M.A., selaku Ketua Program
Studi PGSD Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. Y.B. Adimassana, M.A. dan Wahyu Wido Sari, S.Si., M. Biotech
selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah dengan sabar membimbing,
memberikan banyak saran dan dukungan, serta meluangkan waktu untuk
mendampingi penulis selama penyusunan skripsi.
4. Para dosen, karyawan dan staf PGSD yang telah memberikan kontribusi
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Seluruh pegawai perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah
memberi layanan kepada penulis dalam mendapat referensi.
6. Th. Supartinah, selaku Kepala SD Kanisius Kadirojo yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bersedia menjadi
responden kepada penulis.
7. Parmo, selaku guru IPA kelas 4 SD Kanisius Kadirojo yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam penelitian
xi
8. Seluruh peserta didik kelas 4 SD Kanisius Kadirojo yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam penelitian.
9. Kedua orang tua, Ignatius Bowo Hariyanto dan Emiliana Yuniasih yang
dengan setia memberi kasih sayang, semangat, nasehat, doa dan
mengusahakan dana untuk penulis selama ini. Kakak penulis, Yulius
Wahyu Putranto dan adik penulis, Agustinus Wahyu Wijayanto yang
selalu memberikan dukungan.
10.Nenek dan seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan
memberikan doa bagi penulis. Pakdhe Ngadikin dan Budhe Tutik, kak
Nana, kak Astri, dan semuanya.
11.Teman-teman Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar angkatan
2010 kelas E (Danik, Tira, Vivi, Yenny, Risma, Tri, Dita, Yunita, Yuni,
Shinta, Astri, Desta, Winda, dan semua teman yang tidak bisa disebutkan
satu persatu), Kurni yang saling berbagi suka dan duka selama duduk di
bangku kuliah, kebersamaan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sumbang saran dari pembaca.
Walaupun demikian, semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii
ABSTRAK ... viii
1. Teori Konstruktivisme ... 8
2. Pembelajaran ... 10
3. Pembelajaran Terpadu ... 14
4. Tinjauan Tentang Karakteriktik Anak kelas IV ... 20
5. Persepsi ... 21
xiii
C. Skema ... 27
D. Kerangka Berpikir ... 28
E. Hipotesis ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian... 29
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 29
D. Variabel Penelitian ... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ... 31
F. Sumber Data Penelitian ... 32
G. Instrumen Penelitian ... 32
H. Teknik Pengujian Instrumen ... 33
I. Teknik Analisis Data ... 34
J. Jadwal Penelitian... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37
A. Hasil Penelitian ... 37
B. Pembahasan ... 38
1. Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran Terpadu ... 39
2. Persepsi Guru Mengenai Penerapan Pembelajaran Terpadu ... 45
3. Persepsi Kepala Sekolah Mengenai Penerapan Pembelajaran Terpadu ... 46 BAB V PENUTUP ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Keterbatasan Penelitian ... 75
C. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner untuk Siswa... 30
Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner untuk Guru ... 31
Tabel 3: Kisi-kisi Kuesioner untuk Kepala Sekolah ... 31
Tabel 4: Rata-rata Keseluruhan ... 38
Tabel 5: Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Positif ... 39
Tabel 6: Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Negatif... 40
Tabel 7: Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu ... ..43
Tabel 8: Persepsi Guru Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Positif ... 45
Tabel 9: Persepsi Guru Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Negatif... 45
Tabel 10: Persepsi Guru Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu ... 45
Tabel 11: Persepsi Kepala Sekolah Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Positif ... 46
Tabel 12: Persepsi Kepala Sekolah Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Pernyataan Negatif ... 46
Tabel 13: Persepsi Kepala Sekolah Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu ... 46
Tabel 14: Rata-rata Setiap Subjek ... 48
Tabel 15: Grand Mean Setiap Responden ... 49
Tabel 16: Aspek yang Perlu Ditingkatkan ... 50
xv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 : Tanggapan Siswa Terhadap Aspek Evaluasi ... 50
Diagram 2 : Tanggapan Siswa Terhadap Aspek Pembelajaran ... 54
Diagram 3 : Tanggapan Siswa Terhadap Aspek Penerimaan I ... 56
Diagram 4 : Tanggapan Siswa Terhadap Aspek Penerimaan II ... 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Foto ... 78
Lampiran Kuesioner ... 79
Lampiran Lembar Validasi ... 83
Lampiran Hasil Kuesioner ... 94
Lampiran Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 126
Lampiran Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan pola pikir manusia.
Sekolah adalah salah satu lembaga yang berperan penting dalam proses
pendidikan tersebut. Hal itu tidak terlepas dengan adanya kerjasama antar warga
sekolah. Pada saat proses pembelajaran, guru dan siswa saling berinteraksi. Dalam
mengelola kelas, guru diharapkan memiliki berbagai kompetensi yang dapat
mendukung terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif.
Berdasarkan SK Mendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru tercantum bahwa setiap guru wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara
nasional (pasal 1 ayat 1). Guru diharapkan memiliki beberapa kompetensi untuk
menunjang profesinya. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah
kompetensi pedagogik. Dalam kompetensi ini, guru dituntut untuk mampu
merancang, melaksanakan serta melakukan evaluasi terhadap proses
pembelajaran.
Guru kelas berperan dalam mewujudkan kebijakan penyelenggaraan
pembelajaran di Sekolah Dasar. Guru memiliki kebebasan untuk mengelola kelas
dan mengemas pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak merasa senang dan
memiliki motivasi untuk belajar. Dalam hal ini, model pembelajaran merupakan
menyenangkan. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model
pembelajaran terpadu. Dalam model tersebut, guru memiliki kebebasan untuk
mengaitkan materi yang relevan dari berbagai bidang sehingga anak memperoleh
keutuhan pengetahuan.
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran terpadu
lebih luas daripada pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik merupakan salah
satu bentuk dari model pembelajaran terpadu. Melalui model tersebut, diharapkan
siswa dapat mengembangkan kemampuannya baik secara kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Model ini sesuai dengan karakteristik anak SD yang masih
berpikir secara holistik. Anak dapat belajar banyak hal, meskipun mereka hanya
merasa bermain. Pembelajaran terpadu diperlukan dalam proses pembelajaran di
SD karena model ini memberikan pengalaman totalitas dalam pribadi anak.
Eksplorasi suatu topik mendukung pelaksanaan pembelajaran terpadu.
Dalam eksplorasi topik diangkat suatu tema tertentu. Kegiatan pembelajaran
berlangsung di seputar tema kemudian membahas konsep-konsep pokok yang
terkait dengan tema. Pengajaran terpadu memilih materi-materi yang dapat
dikaitkan sehingga materi-materi tersebut dapat mengungkapkan tema secara
bermakna.
Pada anak SD, kecerdasan mereka berkembang sangat pesat. Namun,
mereka masih bergantung pada benda-benda nyata di sekitarnya. Pandangan
tentang hubungan antar konsep masih sederhana. Sedangkan pembelajaran yang
terpisah-pisah membuat anak tidak melihat hubungan antar konsep. Hal ini
mengembangkan keterampilannya dalam berpikir. Berbagai permasalahan muncul
akibat pembelajaran yang terpisah-pisah.
PISA (Program for International Assessment of Student) tahun 2009 memberikan
hasil yang kurang memuaskan bagi Indonesia. Ada tiga aspek yang diteliti PISA,
yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains. Indonesia menduduki 10
besar terbawah dari 65 negara. Kemampuan membaca mendapat nilai 57,
kemampuan matematika mendapat nilai 61 dan kemampuan sains mendapat nilai
60. Hal ini mencerminkan sistem pendidikan Indonesia yang sedang berjalan saat
ini. Maka perlu adanya pembaharuan pendidikan di Indonesia, salah satunya dari
model pembelajaran yang digunakan. Hasil tersebut dapat disebabkan oleh
pelaksanaan model pembelajaran terpadu yang kurang maksimal. Pemerintah
yang telah menerapkan kurikulum 2013 berupaya untuk memaksimalkan
pelaksanaan model pembelajaran terpadu.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan memberikan dampak yang besar
bagi siswa. Realitas yang ada adalah guru belum memahami tugas pokok guru
kelas. Sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran yang
konvensional. Namun seiring berjalannya waktu, ada perubahan paradigma
pembelajaran dari behaviorisme menjadi konstruktivisme. Hal ini memerlukan
kesadaran dari guru untuk mengubah model pembelajaran yang konvensional
menjadi model pembelajaran yang lebih inovatif.
Menurut pengamatan sementara pada bulan September 2013, peneliti
melihat bahwa SD Kanisius Kadirojo merupakan sekolah adiwiyata yang telah
menerapkan model pembelajaran terpadu. Peneliti mendengarkan seminar dengan
pembelajaran terpadu di sekolah tersebut. Selain itu, peneliti juga menyaksikan
wawancara yang dilakukan di sebuah televisi dengan narasumber kepala sekolah
SD Kanisius Kadirojo. Berdasarkan pengamatan tersebut maka SD Kanisius
Kadirojo termasuk dalam sekolah adiwiyata. Sekolah adiwiyata merupakan
sekolah yang peduli terhadap lingkungan sehat, bersih serta indah. Melalui
penelitian ini, maka dapat dilihat kualitas penerapan pembelajaran terpadu di SD
Kanisius Kadirojo. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa sarat akan nilai-nilai dan
pengetahuan. Secara konkrit, sekolah tersebut telah menyelenggarakan
penanaman pohon di lereng Merapi, peringatan hari sampah yang dimeriahkan
dengan lomba dan pameran, peringatan hari bumi, peringatan hari air, serta
berbagai kegiatan berbasis lingkungan. Pembelajaran juga tidak selalu dilakukan
di dalam kelas. Guru dapat mengajak anak untuk melakukan aktivitas di luar
kelas. Model pembelajaran yang seperti itu dapat mengembangkan kreatifitasnya
dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berjudul Persepsi Siswa,
Guru, dan Kepala Sekolah Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu
dengan alasan untuk mengevaluasi pelaksanaan model pembelajaran terpadu di
SD Kanisius Kadirojo. SD Kanisius Kadirojo merupakan salah satu sekolah yang
telah menerapkan model pembelajaran terpadu dengan baik. Hal ini dapat terlihat
dari berbagai kriteria yang telah terpenuhi. Beberapa kriteria penerapan
pembelajaran terpadu adalah adanya fase: pendahuluan, presensi materi,
membimbing pelatihan, menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik,
mengembangkan dengan memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan
Peneliti memilih kelas IV dengan alasan tingkat tersebut merupakan tahap
awal dari kelas tinggi sehingga dapat terlihat jelas kualitas penerapan
pembelajaran IPA terpadu. Selain itu, dalam kurikulum 2013 pemerintah
melakukan uji coba pembelajaran terpadu pada kelas IV. Peneliti memilih
pelajaran IPA dengan alasan sekolah tersebut merupakan sekolah yang memiliki
kepedulian tinggi terhadap lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
permasalahan yang akan diteliti dalam studi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai
penerapan pembelajaranIPA terpadu ?
2. Bagaimana persepsi guru kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai
penerapan pembelajaranIPA terpadu ?
3. Bagaimana persepsi kepala SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan
pembelajaranIPA terpadu ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul dan rumusan masalah yang peneliti kemukakan, maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persepsi siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo
mengenai penerapan pembelajaranIPA terpadu.
2. Untuk mengetahui persepsi guru kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai
3. Untuk mengetahui persepsi kepala SD Kanisius Kadirojo mengenai
penerapan pembelajaranIPA terpadu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
Penelitian ini menjadi alat evaluasi dalam menerapkan model
pembelajaran terpadu dan untuk merancang pembelajaran selanjutnya
2. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini dapat menjadi alat evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran
IPA terpadu di sekolah ini. Selain itu juga sebagai alat evaluasi dalam
pelaksanaan kurikulum 2013.
3. Bagi IPTEK
Penelitian ini berguna bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai
referensi yang dapat digunakan untuk penelitian lain.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini memberikan pengetahuan khususnya tentang persepsi guru,
siswa, dan kepala sekolah mengenai pembelajaran terpadu.
5. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
dalam menerapkan model pembelajaran terpadu. Peneliti juga dapat
mengetahui implementasi pembelajaran terpadu dari perencanaan,
E. Definisi Istilah
1. Persepsi
Persepsi adalah cara pandang terhadap sesuatu atau mengutarakan
pemahaman hasil olah daya pikir, artinya persepsi berkaitan dengan
faktor-faktor eksternal yang di respons melalui panca indra, daya ingat,
dan jiwa (Rosleny Marliani, 2010: 187-195).
2. Pembelajaran IPA terpadu adalah suatu kerangka model dalam proses
pembelajaran yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
meningkatkan minat dan motivasi, serta dapat mencapai beberapa
8
Pandangan belajar menurut teori konstruktivisme adalah guru tidak
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tapi
peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri.
Ini berarti guru harus membantu dengan cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik
untuk menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan sendiri strategi
mereka untuk belajar (Mohammad, 2004: 2).
Pembelajaran yang mendasarkan pada teori konstruktivisme ini
bersifat membangun. Peserta didik berusaha untuk mengaitkan
pengetahuan yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan dari hasil
pembelajaran secara mandiri. Dalam hal ini, guru bertugas untuk menjadi
fasilitator yang merencanakan, mendampingi dan membimbing proses
pembelajaran.
Belajar akan menjadi lebih kaya jika anak dapat belajar dengan
orang lain. Maka interaksi sosial menjadi hal yang sangat penting dalam
proses pembelajaran. Dari aktivitas pembelajaran bersama dengan teman
lainnya maka anak dapat membangun pengetahuannya sendiri. Dalam
b. Ciri-ciri Konstruktivisme
Ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstuktivisme, yaitu: a. menekankan pada proses belajar, bukan proses
mengajar; b. mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada
siswa; c. memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang
ingin dicapai; d. berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses,
bukan menekankan pada hasil; e. mendorong siswa untuk mampu
melakukan penyelidikan; f. menghargai peranan pengalaman kritis dalam
belajar; g. mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada
siswa; h. penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman
siswa; i. mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif;
j. banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran, seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisis; k.
menekankan pentingnya “bagaimana siswa belajar”; l. mendorong siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan
guru; m. sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif; n. melibatkan
siswa dalam situasi dunia nyata; o. menekankan pentingnya konteks dalam
belajar; p. memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar; q.
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata (Asrori,
2007: 6).
Secara keseluruhan, konstruktivisme dapat diterapkan secara
optimal jika siswa juga aktif dalam mengolah pengetahuan baru dari
jawab, diskusi, penugasan dan berbagai hal yang mendorong anak untuk
membangun informasi dari pengalamannya.
2. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar
dan sengaja. Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar
memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah
laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau
norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Tujuan
pembelajaran menggambarkan kemampuan atau tingkat penguasaan yang
diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu proses
pembelajaran (Sugandi, 2000: 25).
Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, dalam
Rizema, 2013: 17). Pembelajaran tidak semata-mata menyampaikan materi
sesuai dengan target kurikulum, tanpa memperhatikan kondisi siswa.
Pembelajaran adalah interaksi dua arah antara guru dan siswa, serta teori
dan praktik (Rizema, 2013: 17).
Pembelajaran adalah perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas
mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan
seorang guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa sebagai
mental yang diatur oleh otak. Belajar adalah proses mental yang aktif
untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
b. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran adalah pertama, kesiapan belajar.
Faktor kesiapan baik fisik maupun psikologis merupakan kondisi awal
suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik dan psikologis ini biasanya sudah
terjadi pada diri siswa sebelum ia masuk kelas. Oleh karena itu, guru tidak
dapat terlalu banyak berbuat. Namun, guru diharapkan dapat mengurangi
akibat dari kondisi tersebut dengan berbagai upaya pada saat
membelajarkan siswa (Sugandi, 2000: 27).
Kedua, perhatian. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju
pada suatu obyek. Belajar sebagai suatu aktifitas yang kompleks
membutuhkan perhatian dari siswa yang belajar. Oleh karena itu, guru
perlu mengetahui barbagai kiat untuk menarik perhatian siswa pada saat
proses pembelajaran sedang berlangsung.
Ketiga, motivasi. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri
seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan kegiatan tertentu
untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif,
saat orang melakukan aktifitas. Motivasi dapat menjadi aktif dan tidak
aktif. Jika tidak aktif, maka siswa tidak bersemangat belajar. Dalam hal
seperti ini, guru harus dapat memotivasi siswa agar siswa dapat mencapai
Keempat, keaktifan siswa. Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa
sehingga siswa harus aktif. Dengan bantuan guru, siswa harus mampu
mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
Kelima, mengalami sendiri. Prinsip pengalaman ini sangat penting
dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktifan. Siswa yang
belajar dengan melakukan sendiri, akan memberikan hasil belajar yang
lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam.
Keenam, pengulangan. Untuk mempelajari materi sampai pada
taraf memahami, siswa perlu membaca, berpikir, mengingat, dan latihan.
Dengan latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang dipelajari
sehingga materi tersebut mudah diingat. Guru dapat mendorong siswa
melakukan pengulangan, misalnya dengan memberikan pekerjaan rumah,
membuat laporan dan mengadakan ulangan harian.
Ketujuh, materi pelajaran yang menantang. Keberhasilan belajar
sangat dipengaruhi oleh rasa ingin tahu. Dengan sikap seperti ini motivasi
anak akan meningkat. Rasa ingin tahu timbul saat guru memberikan
pelajaran yang bersifat menantang atau problematis. Dengan pemberian
materi yang problematis, akan membuat anak aktif belajar.
Kedelapan, balikan dan penguatan. Balikan atau feedback adalah
masukan penting bagi siswa maupun bagi guru. Dengan balikan, siswa
dapat mengetahui sejauh mana kemmpuannya dalam suatu hal, dimana
letak kekuatan dan kelemahannya. Balikan juga berharga bagi guru untuk
menentukan perlakuan selanjutnya dalam pembelajaran. Penguatan atau
siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar. Dengan
penguatan diharapkan siswa mengulangi perbuatan baiknya tersebut.
Prinsip pembelajaran yang terakhir adalah perbedaan individual.
Masing-masing siswa mempunyai karakteristik baik dari segi fisik maupun
psikis. Dengan adanya perbedaan ini, tentu minat serta kemampuan belajar
mereka tidak sama. Guru harus memperhatikan siswa-siswa tertentu secara
individual dan memikirkan model pengajaran yang berbeda bagi anak
didik yang berbakat dengan yang kurang berbakat.
c. Manfaat Pembelajaran Secara Umum
Ada 4 (empat) manfaat pembelajaran, yaitu: memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa,
sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih
mandiri, memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar, membantu
memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran,
serta memudahkan guru mengadakan penilaian (Sukmadinata, 2002).
Ada 2 manfaat dari praktik pembelajaran. Pertama, pembelajaran
sebagai perubahan perilaku. Salah satu contoh perubahannya adalah ketika
seorang pembelajar yang awalnya tidak begitu perhatian dalam kelas
ternyata berubah menjadi sangat perhatian. Kedua, pembelajaran sebagai
perubahan kapasitas. Salah satu perubahannya adalah ketika seorang
pembelajar yang awalnya takut pada pelajaran tertentu ternyata berubah
menjadi seseorang yang sangat percaya diri dalam menyelesaikan
3. Pembelajaran Terpadu
a. Pengertian Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu adalah pendekatan holistik (a holistic
approach) yang mengkombinasikan aspek epistemologi, sosial, psikologi
dan pendekatan pedagogi. Dengan kata lain, pembelajaran terpadu dapat
menghubungkan antara otak dan otot, antara individu dan individu, antara
individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan.
Pembelajaran terpadu berasal dari kata integrated teaching and learning
atau integrated curriculum approach sebagai usaha mengintegrasikan
perkembangan dan pertumbuhan siswa dengan kemampuannya
(Syaefudin, 2006: 4). Dalam pembelajaran terpadu, konsep tertentu
dikaitkan dengan konsep lain baik dalam satu bidang studi atau lebih
dengan beragam pengalaman belajar anak. Guru dapat melakukannya
secara spontan maupun melalui proses perencanaan.
Menurut Collins (dalam Trianto, 2010 : 56), integrated learning
occurs when an authentic event or exploration of a topics the driving force
in the curriculum. By participating in the event/topic exploration, student
learn both the processes and the content relating, to more then curriculum
area at the same time. Maksudnya adalah pembelajaran terpadu akan
terjadi apabila eksplorasi topik menjadi pengendali dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam eksplorasi topik tersebut siswa
akan mempelajari materi ajar dan proses belajar beberapa mata pelajaran
secara serempak. Siswa dapat lebih memahami materi secara menyeluruh
Pembelajaran terpadu dapat terjadi ketika siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran serta aktif dalam proses tersebut. Siswa dapat mempelajari
proses aktivitas dan juga materi yang relevan dengan pembelajaran saat
itu. Maka, materi yang dipelajari siswa lebih luas dan utuh.
Apabila dikaitkan dengan tingkat perkembangan anak,
pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. Pendekatan ini menolak drill-system sebagai
dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. (Depdiknas,
1996 dalam Trianto, 2010: 56).
Pembelajaran terpadu pada dasarnya dimaksudkan sebagai
kegiatan mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran
dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi
pelajaran disajikan tiap pertemuan (Sukandi, 2001: 3).
b. Karakteristik Model Pembelajaran Terpadu
Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu, pertama holistik,
yaitu suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran
terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu
fenomena dari segala sisi. Kedua, bermakna. Keterkaitan antara
konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep-konsep yang dipelajari dan
diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
aktif. Pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan penemuan
maupun penemuan terbimbing. Peserta didik terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak
untuk belajar (Karlidan Margaretha, 2002: 15).
Karakteristik pembelajaran terpadu meliputi: pertama, berpusat
pada anak. Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran
yang memberikan keleluasaan pada siswa seperti aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang
harus dikuasai dan dibutuhkan sesuai perkembangannya. Dalam
pembelajaran terpadu peran guru lebih banyak sebagai fasilitator dan siswa
sebagai aktor (Tim Pengembang PGSD, 2001: 8).
Kedua, otentik. Pembelajaran terpadu diprogramkan untuk
melibatkan siswa secara langsung pada konsep dan prisip yang dipelajari
sehinggan dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih
abstrak.Pemisahan antarbidang studi tidak begitu jelas.
Ketiga, pemisahan antar bidang studi tidak begitu jelas.
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan suatu
peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus. Pemisahan antara bidang
studi tidak ditonjolkan sehingga memungkinkan siswa untuk memahami
suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi. Fokus pembelajaran
diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan
Keempat, menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam
suatu proses pembelajaran. Pembelajaran terpadu mengkaji suatu
fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan
antarskema yang dimiliki oleh siswa, keterkaitan antara konsep-konsep
lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari secara utuh
dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.
Kelima, bersikap luwes. Pembelajaran terpadu bersifat luwes,
sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu bahan ajar dengan mata
pelajaran lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. Keenam, hasil pembelajaran
dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. Siswa diberi
kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai
dengan minat dan kebutuhannya.
c. Tahap-tahap Penerapan Model Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu menuntut guru untuk bekerja secara
professional mulai tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahap penilaian.
Agar pembelajaran terpadu dapat mencapai tujuan yang diharapkan guru
harus menempuh prosedur-prosedur sebagai berikut: Pertama, memilih
tema. Memilih tema terpadu dapat bersumber dari: minat anak, peristiwa
khusus, kejadian yang tidak diduga, materi yang dimandatkan oleh
lembaga, orang tua dan guru. Kriteria pemilihan tema adalah: relevansi
dalam area kurikulum, ketersediaan alat-alat, potensi proyek (Trianto
2010: 58).
Kedua, penjabaran tema. Tema yang sudah dipilih harus dijabarkan
ke dalam sub tema dan konsep-konsep yang di dalamnya terkandung
istilah, fakta dan prinsip, kemudian jabarkan kedalam, bidang-bidang
pengembangan dan kegiatan belajar yang lebih operasional. Ketiga,
perencanaan. Perencanaan harus dibuat secara tertulis sehingga
memudahkan guru untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus
ditempuh. Tentukan tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, waktu,
pengorganisasian anak, sumber rujukan, alat-alat permainan yang
diperlukan, dan penilaian yang akan dilakukan.
Keempat, pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan lakukan dan
kembangkanlah kegiatan belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Lakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang ditunjukkan anak. Kelima, penilaian. Penilaian dilakukan pada
pelaksanaan dan akhir kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk
mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak melalui kegiatan
pembelajaran terpadu.
d. Model-model Pembelajaran Terpadu yang Disarankan di SD
Ada 3 model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan
mudah dilaksanakan pada pendidikan dasar (Prabowo dalam Trianto,
1. Model Connected (keterhubungan) adalah model yang
mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan
yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan yang
dikaitkan dengan konsep, keterampilan, atau kemampuan pada
pokok bahasan lain, dalam satu bidang studi.
2. Model Webbed (jaring laba-laba) adalah pembelajaran terpadu
yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini
pengembangannya dimulai dengan menentukan tema. Tema
bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi
dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema
disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan
memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari
sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang harus
dilakukan siswa.
3. Model Integrated merupakan pembelajaran terpadu yang
menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini
diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan
cara menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling
tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi
Model pembelajaran yang dilaksanakan di SD Kanisius Kadirojo
hanya 2, yakni model keterhubungan dan model tematik yang
4. Tinjauan Tentang Karakteristik Anak Kelas IV SD
Anak kelas IV berada pada tahap operasional kongkrit usia 7-11
atau 12 tahun (Piaget dalam Trianto, 2010 : 71). Pada periode ini anak dapat
menggunakan operasi-operasi kongkretnya untuk membentuk operasi yang
lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak periode ini ialah bahwa ia tidak
perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa
konkret.
Pada tahap operasional kongkrit, ada beberapa hal
kemampuan-kemampuan utama, yakni perbaikan dalam kemampuan-kemampuan untuk berpikir secara
logis, serta pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Siswa mulai untuk memandang “dunia” secara objektif dan berorientasi secara
konseptual. Berpikir secara operasional kongkrit dapat dipandang sebagai tipe
awal berpikir ilmiah. Dengan memberikan kesempatan melalui benda-benda
konkret, siswa memulai untuk mengorganisasi penyelidikan dalam bentuk
kelas-kelas dan variabel, mengukur variabel secara bermakna, dapat
memahami dan mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami
hubungan sederhana, dan memprediksi serta menggeneralisasi suatu gejala
dari pengalaman yang sering mereka jumpai (Depdiknas, 2002 : 11).
Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi
lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia
juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran, yang pada
akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Mohammad dalam
5. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Pengertian persepsi yang dirumuskan para tokoh
bermacam-macam. Beberapa pendapat tentang pengertian persepsi diuraikan sebagai
berikut :
1. Persepsi adalah tanggapan atau temuan gambaran langsung dari
suatu atau temuan gambaran langsung dari suatu serapan
seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca indera
(Depdiknas, 2001: 259).
2. Persepsi adalah proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat indra, yaitu indra penglihatan, indra pendengaran,
indra pembauan, indra pengecapan dan indra perabaan
(Walgito, 2010: 99).
3. Persepsi adalah proses yang mengorganisir dan
menggabungkan data-data indera (pengindraan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga individu dapat
menyadari apa yang ada di sekelilingnya, termasuk sadar akan
keadaan dirinya sendiri (Davidoff, 1988: 232).
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah kesan gambaran atau tanggapan, pendapat dan penilaian
yang dimiliki seseorang setelah orang tersebut menyerap untuk
mengetahui beberapa hal (obyek), baik itu orang, benda, peristiwa, tingkah
laku atau hal lain yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari melalui panca
Indikator-indikator persepsi ada 2 macam (Robbin, 2003:
124-130), yaitu:
1. Penerimaan
Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam
tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang
dari luar.
2. Evaluasi
Rangsang-rangsang dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian
dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang
satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan
membosankan. Tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama
tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.
b. Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi melalui tahap-tahap sebagai berikut
(Hamka, 2002: 81) :
1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses
kealaman atau proses fisik, yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus
(objek) oleh panca indera.
2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis,
yaitu proses diteruskannya stimulus atau objek yang telah diterima alat
3. Tahap ketiga, merupakan proses yang dikenal dengan nama proses
psikologis, yaitu proses dalam otak, sehingga individu mengerti,
menyadari, menafsirkan dan menilai objek tersebut.
4. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi
yaitu berupa tanggapan, gambaran atau kesan.
c. Sifat Persepsi
Telah dijelaskan bahwa terjadinya persepsi ditangkap melalui
panca indera. Padahal panca indera individu yang satu dengan yang lain,
berbeda keadaannya misalnya ketajaman dan normalitasnya. Selain itu,
pengalaman-pengalaman tiap individu berbeda-beda, maka akn
menyebabkan persepsi itu bersifat subjektif, berbeda-beda persepsi tiap
individu, meskipun benda atau peristiwa yang dipersepsi sama.
Ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi (New Comb
dalam Arindita, 2003: 64), yaitu:
1. Konstanti (menetap), bahwa individu mempersepsikan kubus kayu itu
sebagai kubus, meskipun warnanya berubah-ubah, atau besar kecilnya
berbeda-beda. Demikian pula meskipun bahannya dari selain kayu.
Seperti itu pula individu akan mempersepsikan seseorang sebagai
orang itu sendiri (tetap), meskipun gerak-gerik, sifat dan tingkah
lakunya berubah.
2. Selektif, bahwa tidak semua objek yang diterima dalam waktu yang
sama akan dipersepsi, namun individu akan memilih tergantung
menyenangkan, berguna, kesesuaiannya dengan tingkat kemampuan
individu dan sebagainya.
3. Bahwa objek-objek persepsi yang berupa informasi-informasi yang
sama, dapat diorganisir, ditafsirkan dan dinilai secara berbeda oleh
orang yang berbeda, maupun orang yang sama.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Priscilla Van Rossum (2013) berjudul Persepsi Siswa Tentang
Kemampuan Manajemen Waktu Belajar. Hasil dari penelitian tersebut
adalah persepsi siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta
Tahun Ajaran 2012/2013 terhadap kemampuan manajemen waktu
belajar menunjukkan sebagian siswa memiliki persepsi yang positif
(48,68%) tentang kemampuan manajemen waktu belajar dan sebagian
lagi negatif (51,31%)
2. Margaretha Hesti Hamdayani (2012) berjudul Persepsi Siswa Tentang
Pelaksanaan Layanan Konseling Individual Kelas VII dan Kelas VIII di
SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian
tersebut adalah pertama, sebagian besar siswa kelas VII dan VIII SMP
Taman Dewasa Jetis Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 memiliki
persepsi yang cukup tentang pelaksanaan layanan konseling individual.
Kedua, sebagian besar item siswa kelas VII dan kelas VIII tentang
pelaksanaan layanan konseling individual terindikasi kategori sedang.
3. Huminata Eka Widya Sulistyowati (2013) berjudul Persepsi Siswa
dalam Melaksanakan Tugas Perkembangan dan Implikasinya Terhadap
Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 32 siswa (14%) berpendapat bahwa sangat berhasil dalam
melaksanakan tugas perkembangannya, 129 siswa (56%) berpendapat
bahwa berhasil dalam melaksanakan tugas perkembangannya, 63 siswa
(28%) berpendapat bahwa cukup berhasil dalam melaksanakan tugas
perkembangannya, 6 siswa (3%) berpendapat bahwa kurang berhasil
dalam melaksanakan tugas perkembangannya, dan 1 siswa (0,4%)
berpendapat bahwa tidak berhasil dalam melaksanakan tugas
perkembangannya.
4. Budi Tri Utami (2012) tentang Persepsi Siswa Terhadap Pelaksanaan
Proses Pembelajaran di SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, tidak ada perbedaan
persepsi siswa terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di SMP RSBI
ditinjau dari jenis kelamin. Kedua, tidak ada perbedaan persepsi siswa
terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di SMP RSBI ditinjau dari
pekerjaan orang tua. Ketiga, tidak ada perbedaan persepsi siswa terhadap
pelaksanaan proses pembelajaran di SMP RSBI ditinjau dari tingkat
pendidikan orang tua.
5. Disertasi Vicki Carpenter Kirk (2003) tentang Investigation of the
Impact of Integrated Learning System Use on Mathematics Achievement
of Elementary Students. East Tennessee State University menghasilkan
kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran terpadu dapat
dampak. Dampak negatifnya ketika model tersebut diterapkan secara
tidak maksimal atau penggunaan keseluruhannya rendah. Tidak adanya
dampak, dapat ditemukan dalam beberapa hal. Hal ini dapat dilihat
bahwa tidak adanya dampak yang berbeda terhadap perbedaan jenis
kelamin maupun perbedaan kemampuan kelas. Dampak positif model
pembelajaran terpadu, pada penggunaan konsep dan keterampilan
matematika.
Secara keseluruhan, ada dua hal yang dapat diambil dari penelitian
yang relevan, yakni adanya persepsi dan proses pembelajaran terpadu.
Peneliti berusaha mengaitkan kedua hal tersebut dengan melihat persepsi
dari siswa, guru dan kepala sekolah.
Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa, Guru dan Kepala Sekolah
Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu. Penelitian lainnya
menggunakan subjek pada tingkatan sekolah menengah, sedangkan
penelitian ini menggunakan subjek pada tingkatan sekolah dasar. Selain
itu, subjek yang digunakan tidak hanya siswa, namun juga guru dan
C. Skema Integrated Learning System Use on Mathematics Achievement of Elementary Students.
1. Margaretha Hesti Hamdayani (2012) berjudul Persepsi Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Individual Kelas VII dan Kelas VIII di SMP Taman Persepsi Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce 1 Yogyakarta
Budi Tri Utami (2012) tentang Persepsi Siswa Terhadap Pelaksanaan Proses
D. Kerangka Berpikir
Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Dalam pendidikan,
terdapat unsur pembelajaran yang membangun. Untuk mencapai pembelajaran
yang baik maka diperlukan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan
menggunakan model pembelajaran. Namun terkadang model pembelajaran
tersebut kurang sesuai dengan perkembangan anak.
Salah satu model pembelajaran yang mendasarkan pada proses
perkembangan anak adalah model pembelajaran terpadu. Berkaitan dengan
pembelajaran terpadu maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai
pembelajaran IPA terpadu di kelas IV SD.
SD Kanisius Kadirojo merupakan sekolah yang telah menerapkan
pembelajaran terpadu. Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi terhadap
pelaksanaan model pembelajaran terpadu. Evaluasi tersebut dapat dilihat dari
persepsi siswa, guru dan kepala sekolah. Dengan demikian, peneliti ingin
melakukan penelitian tentang persepsi penerapan pembelajaran IPA terpadu.
E. Hipotesis
Hipotesis ini merupakan jawaban sementara peneliti dan tidak diuji sebelumnya.
1. Persepsi siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan
pembelajaranIPA terpadu adalah positif.
2. Persepsi guru kelas IV SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan
pembelajaranIPA terpadu adalah positif.
3. Persepsi kepala SD Kanisius Kadirojo mengenai penerapan pembelajaranIPA
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan
metode survei. Survei adalah suatu kegiatan penelitian yang meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti (Nazir, 2009: 63).
Penelitian survei mempunyai tujuan untuk memperoleh gambaran
tentang karakteristik dari satu fenomena tertentu dari keadaan sekarang dan atas
dasar itu dapat ditarik kesimpulan tentang fenomena tersebut.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 2 - 16 November
2013. Penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Kadirojo yang beralamatkan di
Kadirojo, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 4, guru IPA kelas 4 dan juga
kepala sekolah. Kepala Sekolah, sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
sekolah yang dijadikan objek penelitian. Guru, sebagai orang yang menerapkan
pembelajaran terpadu. Adapun objek penelitian ini adalah persepsi mengenai
penerapan pembelajaran IPA terpadu kelas IV.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah suatu sifat aspek dari orang maupun objek
yang menjadi variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari serta
ditarik kesimpulan (Sugiono, 2010: 60). Variabel dalam penelitian ini bersifat
tunggal yaitu persepsi siswa, guru dan kepala sekolah mengenai penerapan
pembelajaran IPA terpadu. Dasar yang digunakan untuk mengetahui persepsi
tersebut adalah sesuai dengan dimensi penerapan pembelajaran IPA terpadu. Sub
variabel tersebut kemudian dijabarkan menjadi indikator-indikator yang nantinya
digunakan sebagai pertanyaan dalam kuesioner. Untuk mengembangkan
instrumen perlu dibuat kisi-kisi sebagai berikut:
Tabel 1 Kisi-kisi Kuesioner untuk Siswa
Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner untuk Guru
Tabel 3 Kisi-kisi Kuesioner untuk Kepala Sekolah
No Aspek Positif Negatif
Berdasarkan jenis penelitian kuantitatif survei, maka peneliti
menggunakan metode pengumpulan data kuesioner. Kuesioner merupakan
sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.
Berdasarkan bentuknya, maka ada 4 bentuk kuesioner, yakni kuesioner pilihan
ganda, kuesioner isian, check list, dan rating-scale (skala bertingkat). Penelitian
ini menggunakan kuesioner berbentuk rating-scale (skala bertingkat). Kuesioner
berbentuk rating-scale (skala bertingkat) adalah sebuah pernyataan diikuti oleh
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah siswa kelas IV, guru IPA,
dan kepala sekolah.
F. Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 2010: 172). Penelitian ini menggunakan kuesioner dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti. Responden dari
penelitian ini adalah siswa kelas IV, guru IPA, dan kepala SD Kanisius Kadirojo.
Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan subjek penelitian, maka
dikenal 3 jenis penelitian, yakni penelitian populasi, penelitian sampel, dan
penelitian kasus (Arikunto, 2010: 173).
Penelitian ini termasuk penelitian kasus. Penelitian kasus adalah suatu
penelitian yang dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka
penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit.
Kesimpulan yang diambil ini hanya berlaku di tempat penelitian. Sehingga
kesimpulan dari penelitian ini hanya berlaku di SD Kanisius Kadirojo.
G. Instrumen Penelitian
Instumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner yang berbentuk skala bertingkat dari 1-4 dengan
ketentuan sangat setuju, setuju, sangat tidak setuju, dan tidak setuju.
Kuesioner berbentuk skala bertingkat adalah sebuah pernyataan diikuti
H. Teknik Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan tersebut
dapat mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2010: 211).
a. Uji Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi yaitu derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur
cakupan substansi yang ingin diukur. Pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara indikator-indikator dengan
item-item pernyataan dalam kuesioner.
b. Uji Validitas Konstruk (Construct Validity)
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes
mengukur sebuah konstruk sementara atau hypotetical construct.
Untuk menguji validitas konstruk, dapat digunakan pendapat dari ahli
(judgment experts). Dalam penelitian ini, setelah instrumen
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan
ahli. Ahli diminta pendapatnya tentang istrumen yang telah disusun.
Ahli dalam pengujian instrumen ini adalah Drs. Adimassana, M.A.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
Reliabilitas menunjukpada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya
dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2010: 221).
Dalam penelitian ini tidak ada uji reliabilitas dikarenakan validitas
yang dilakukan adalah validitas pada expert judgement.
I. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis data (Arikunto, 2002: 209) ialah :
a. Persiapan. Langkah persiapan dilakukan untuk mengecek identitas
responden, pengecekan kelengkapan pengisian dan pengecekan lain
yang bertujuan supaya data yang dikumpulkan dapat maksimal.
b. Tabulasi. Dalam tabulasi ini adalah kegiatan mengelompokkan data ke
dalam tabel frekuensi untuk mempermudah dalam menganalisa.
Kegiatan tabulasi cording dan scoring. Cording adalah memberi kode
pada setiap data. Scoring adalah pemberian skor pada jawaban
responden untuk memperoleh data kuantitatif dalam penelitian ini
untuk penentuan skor, penelitian menggunakan skala Likert. Ada 4
alternatif jawaban yang diberi tanda () yaitu sangat setuju, setuju,
sangat tidak setuju, tidak setuju. Bobot yang diberikan untuk alternatif
2. Pernyataan negatif
Sangat Setuju (SS) : 1
Setuju (S) : 2
Tidak Setuju (TS) : 3
Sangat Tidak Setuju (STS) : 4
c. Penerapan data disesuaikan dengan pendekatan penelitian
Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mencari mean dari skor kuesioner yang diperoleh. Mean digunakan
untuk mengetahui atau menghitung nilai rata-rata. Pengitungan mean
tersebut ditentukan dengan cara mengombinasikan bobot nilai tiap
jawaban responden tersebut. Berdasarkan nilai maksimum dan nilai
minimum, dapat diketahui persepsi responden. Ada 4 kategori persepsi
responden yakni sangat negatif, negatif, positif, dan sangat positif.
Rumus mean (Arikunto, 2005: 284) adalah sebagai berikut:
∑X
Total Rata-rata hitung 2. Grand Mean (X) =
Jumlah pertanyaan
Langkah selanjutnya data dijabarkan dalam bentuk kalimat
Gambar 1 Diagram tahap analisis data
23 September Revisi Bab I
27 September Revisi Bab II
3 Oktober Revisi Bab III
7 Oktober Revisi dan Validasi Instrumen
25-31 Oktober Pengurusan Ijin Penelitian
2 Penelitian November Penyebaran kuesioner
3
Penulisan Hasil
Penelitian
Januari-April Penulisan Bab IV
Mei-Juni Penulisan Bab V Persiapan
Tabulasi
Penerapan data disesuaikan dengan
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Kanisius Kadirojo yang beralamat di Kadirojo,
Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 2-16 November 2013 tahun ajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah
kepala sekolah, guru, dan siswa. Objek dari penelitian ini adalah persepsi
mengenai penerapan pembelajaran IPA terpadu kelas 4 SD.
Berdasarkan hasil kuesioner yang dikembalikan maka selanjutnya akan
diolah dengan cara memberi nomor 1 sampai 29 sesuai jumlah responden.
Kemudian peneliti memberi skor jawaban responden pada masing-masing butir
pernyataan. Lalu kuesioner diolah dengan cara memasukkan jawaban responden
ke dalam tabulasi data yang telah disiapkan. Ada 4 alternatif jawaban yang diberi
tanda () yaitu sangat setuju, setuju, sangat tidak setuju, tidak setuju. Apabila
pernyataan positif, jawaban responden Sangat Setuju (SS) skor 4, Setuju (S) skor
3, Tidak Setuju (TS) skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1. Sebaliknya jika
pernyataan negatif, jawaban responden Sangat Setuju (SS) skor 1, Setuju (S) skor
2, Tidak Setuju (TS) skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) skor 4.
Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mencari
mean dari skor kuesioner yang diperoleh. Mean digunakan untuk mengetahui atau
menghitung nilai rata-rata. Pengitungan mean tersebut ditentukan dengan cara
maksimum dan nilai minimum, dapat diketahui persepsi responden. Menurut
Arikunto (2005:284) rumus mean adalah sebagai berikut:
∑X
Total Rata-rata hitung Grand Mean (X) =
Jumlah pertanyaan
Dari ketiga subjek penelitian maka peneliti membuat rata-rata keseluruhan.
Tabel 4 Rata-Rata Keseluruhan
Peneliti membagi persepsi responden menjadi 4 kategori, yakni persepsi
sangat negatif, negatif, positif, dan sangat positif. Hal itu dapat terlihat pada
Garis bilangan kategori persepsi responden ini terbagi menjadi 4 bagian.
Nilai tengahnya adalah rata-rata keseluruhan. Lalu masing-masing bagian
dibagi lagi menjadi 2 bagian sama besar. Persepsi sangat negatif jika grand
mean 0 sampai 1,7. Persepsi negatif jika grand mean 1,78 sampai 3,4. Persepsi
positif jika grand mean 3,45 sampai 3,7. Persepsi sangat positif jika grand
mean 3,78 sampai 4. Pemilihan kategori persepsi ini berdasarkan grand mean.
Garis bilangan persepsi responden ditunjukkan seperti gambar berikut.
0 1,7 3,4 3,7 4
Sangat negatif Negatif Positif Sangat Positif
Gambar 2 Garis bilangan persepsi responden
1. Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu
Tabel 5Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu
Pernyataan Positif
No No Item Pernyataan
No No Item Pernyataan
Tabel 6 Persepsi Siswa Mengenai Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu
Pernyataan Negatif
No No Item Pernyataan
No No Item Pernyataan
Berdasarkan tabel 5 tersebut, terbatas pada pernyataan positif. Item yang
mendapat nilai terendah adalah no 19 dengan nilai 89. Item tersebut berkaitan
Terpadu. Sedangkan item yang mendapat nilai tertinggi adalah no 4 dengan nilai
108. Item tersebut berkaitan dengan keaktifan siswa.
Berdasarkan tabel 6 tersebut, terbatas pada pernyataan negatif. Item yang
mendapat nilai terendah adalah no 3 dan 17 dengan nilai 88. Item no 3 berkaitan
dengan evaluasi yakni tingkat kesulitan siswa dalam pelajaran IPA Terpadu. Item
no 17 berkaitan dengan pembelajaran mengenai kehadiran siswa ketika
pembelajaran IPA Terpadu. Sedangkan item yang mendapat nilai tertinggi adalah
no 6 dengan nilai 108. Item tersebut berkaitan dengan penerimaan.
Kedua tabel tersebut menunjukkan persepsi siswa mengenai penerapan
pembelajaran IPA Terpadu. Secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa item yang
mendapat nilai terendah adalah no 3 dan no 17 dengan nilai 88. Pada no 3, ada 4
siswa menjawab sangat tidak setuju, 22 siswa menjawab tidak setuju, 3 siswa
menjawab setuju dan tidak ada siswa yang menjawab sangat setuju. Pada no 17,
ada 6 siswa menjawab sangat tidak setuju, 18 siswa menjawab tidak setuju, 5
siswa menjawab setuju dan tidak ada siswa yang menjawab sangat setuju. Item
tersebut berkaitan dengan tahap evaluasi dan tahap pembelajaran.
Sedangkan item yang mendapat nilai tertinggi adalah no 4 dan no 6 dengan
nilai 108. Pada no 4, ada 1 siswa menjawab sangat tidak setuju, tidak ada siswa
menjawab tidak setuju, 5 siswa menjawab setuju dan 23 siswa yang menjawab
sangat setuju. Pada no 6, tidak ada siswa menjawab sangat tidak setuju, tidak ada
siswa menjawab tidak setuju, 3 siswa menjawab setuju dan 21 siswa yang