• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Myanmar merupakan negara yang memiliki beragam etnis dan agama. Sejak berakhirnya kolonialisme Inggris pada tahun 1948, muncul ketegangan diantara kelompok minoritas dan mayoritas yaitu kelompok Bamar. Kelompok minoritas yang ada di Myanmar pun tidak hanya ada satu atau dua, namun terdapat beberapa kelompok minoritas seperti kelompok minoritas Kachin, Rohingya, Karen, dan Naga. Sejauh ini masih belum terlihat adanya asimilasi diantara kelompok mayoritas dan minoritas. Hal ini tidak lepas dari pengaruh topografi, perbedaan pandangan dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya yang ada di Myanmar. Hal ini diperburuk lagi oleh fakta bahwa dominasi mayoritas Bamar dalam hubungan antaretnis menjadi sebuah perdebatan politik yang berpengaruh dalam usaha pembangunan persatuan nasional yang sedang diupayakan pada

periode 1980an.1

Salah satu dari kelompok minoritas di Myanmar adalah minoritas pemeluk agama Islam yang menempati negara bagian Arakan (sekarang disebut negara bagian Rakhine) sehingga disebut sebagai Muslim Arakan, namun secara global kelompok minoritas ini lebih dikenal dengan istilah minoritas Rohingya. Nama ini lebih sering digunakan dalam diskusi maupun buku-buku mengenai kelompok minoritas ini. Rohingya tidak jarang disebut-sebut sebagai kelompok yang paling tidak diinginkan dan tersiksa dari seluruh minoritas yang ada di dunia. Kelompok minoritas ini mencakup 30-40% dari populasi

negara bagian Rakhine.2 Menurut etnis Rohingya, mereka sudah berada di wilayah

Rakhine dan menjadi bagian dari Myanmar sejak jaman nenek moyang mereka yang diklaim berasal dari keturunan Arab dan Persia yang berdagang ke Myanmar. Mereka membedakan diri mereka dari imigran India yang banyak datang ke Myanmar selama

1

T.M.T. Than et.al, Ethnic Conflict in Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2005, p. 65-66

2

(2)

2 masa kolonial Inggris di Myanmar. Sedangkan pemerintah Myanmar memandang bahwa

etnis Rohingya merupakan migran dari Bangladesh.3

Perbedaan persepsi terhadap sejarah yang awalnya terlihat sederhana kemudian menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Pandangan pemerintah Myanmar terhadap kelompok minoritas Rohingya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pandangan publik kepada kelompok minoritas Rohingya. Dalam penerapan kebijakan

Burma Citizenship Law 1982, kewarganegaraan Myanmar hanya diberikan kepada

penduduk yang bisa membuktikan bahwa nenek moyangnya sudah berada di Myanmar

sejak tahun 1824.4 Kelompok minoritas Rohingya terancam kehilangan status

kewarganegaraannya, yang bisa berarti turut menghilangkan hak atas kebutuhan dasar

seperti pendidikan bahkan tempat tinggal.5

Konflik ini kemudian mulai tereskalasi pada tahun 2012 dimana terjadi kekerasan terhadap minoritas Rohingya sehingga menyebabkan kematian dan 140.000 orang

kehilangan tempat tinggal.6 Bahkan setelah peristiwa itu terjadi, minoritas Rohingya

berada dalam posisi yang semakin sulit. Masalah ini cenderung terus berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian maupun upaya negosiasi yang cukup signifikan. Pemerintah Myanmar sebagai aktor penting dalam konflik ini tentu memegang peranan yang penting yang dapat menentukan arah permasalahan ini nantinya. Maka menjadi penting bagi penulis untuk menganalisis dan memperhatikan sikap apa yang diambil oleh pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan ini dengan melihat bagaimana sikap tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam konflik ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apa sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi

3

BBC News, Why Are So Many Rohingya Migrants Stranded at Sea?(online), 18 Mei 2015, <http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-32740637> , diakses tanggal 24 Mei 2015

4

Human Rights Watch, Discrimination in Arakan (online), < http://www.hrw.org/reports/2000/burma/burm005-02.htm>, diakses tanggal 25 Mei 2015

5

J. Bray, Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of Royal Affairs, 1992 p.147

6

(3)

3 permasalahan minoritas Rohingya dan bagaimana dampaknya dalam penanganan minoritas Rohingya?”

C. Landasan Konseptual

Untuk menjawab rumusan masalah, penulis akan menganalisis bagaimana sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan minoritas Rohingya dengan

menggunakan konsep segitiga sikap-perilaku-konteks

(attitude-behavior-context/contradiction) atau sering juga disebut sebagai segitiga konflik. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai konsep segitiga sikap-perilaku-konteks.

Berasal dari pemikiran Johan Galtung, segitiga SPK kemudian dikembangkan oleh Simon Fisher dkk dalam buku Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, sering juga disebut sebagai segitiga konflik adalah suatu analisis berbagai faktor yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan konteks bagi masing-masing pihak utama yang terlibat dalam konflik. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor sikap, perilaku, dan konteks dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Konsep ini juga dapat memperlihatkan bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi satu sama lain. Dengan mengidentifikasi faktor sikap-perilaku-konteks maka kemudian ketiganya dapat dihubungkan dengan ketakutan dan kebutuhan masing-masing pihak dalam konflik yang

sedang berlangsung.7

Perilaku

Sikap Konteks

Sumber : C. R. Mitchell, The Structure of International Conflict, Macmillan. 1981

7

S. Fisher et.al, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, edisi Bahasa Indonesia Working Conflict: Skills and Strategy for Actions, diterjemahkan oleh S. N. Kartikasari, The British Council Indonesia, Jakarta, 2001, p. 25-26.

(4)

4 Gambar di atas merupakan ilustrasi dari konsep segitiga sikap-perilaku-konteks. Segitiga diatas dihubungkan dengan garis yang memiliki panah di tiap ujungnya yang berarti bahwa setiap faktor dapat memengaruhi satu sama lain. Dari konsep ini akan dapat terlihat bagaimana sikap bisa dipengaruhi oleh perilaku maupun konteks, begitu pun satu sama lain. Konsep ini juga melihat konflik dari sudut pandang pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sehingga dapat terlihat juga bagaimana faktor dari satu pihak dapat memengaruhi pihak yang lain. Walaupun komponen-komponen tersebut memengaruhi satu sama lain, bukan berarti setiap komponen memiliki porsi pengaruh yang sama terhadap konflik yang berlangsung. Jadi setiap komponen memiliki perbandingan yang berbeda atas pengaruhnya dalam konflik yang dianalisis.

Analisis konflik dengan menggunakan segitiga konflik akan terdapat dua segitiga yang masing-masing mewakili aktor-aktor yang terlibat dalam konflik. Kedua segitiga tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

- Pemerintah Myanmar Perilaku Sikap Konteks Pemerintah Myanmar Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Pihaknya Sendiri Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Kelompok Minoritas Rohingya

Pandangan Pemerintah Myanmar Terhadap Pihaknya Sendiri Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Kelompok Minoritas Rohingya

(5)

5 Pandangan Kelompok Minoritas

Rohingya Terhadap Pihaknya Sendiri Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pemerintah Myanmar

- Kelompok Minoritas Rohingya Perilaku

Sikap Konteks

- Kelompok Minoritas Rohingya

Pada faktor sikap/attitude, akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang

karakter dan sikap dari pihak lain dan juga bagaimana pandangannya terhadap pihaknya sendiri. Faktor ini mengarah pada persepsi dan kondisi psikologi dari pihak-pihak yang

bertikai terhadap satu sama lain. Attitude atau sikap ini didukung oleh adanya suatu

pandangan terhadap objek tertentu yang berimplikasi pada perilaku.8 Sikap ini akan

berkaitan erat dengan stereotip yang dimiliki oleh pihak yang bertikai. Faktor ini kemudian dapat dibagi menjadi dua yaitu aspek emosi (perasaan marah, kecewa, atau dendam) dan aspek kognisi (stereotip terhadap satu sama lain).

Sikap atau attitude akan berkaitan dengan konsep prasangka atau prejudice

ketika membahas permasalahan minoritas. Prasangka atau prejudice merupakan salah

satu alat yang digunakan oleh kelompok dominan untuk mempertahankan dominasinya. Prasangka bisa diartikan sebagai ide negatif mengenai kelompok etnis subordinat yang secara tidak langsung dapat mengekspresikan superioritas dari kelompok dominan.

8

C.M.Judd, Cognitive Effect of Attitude Conflict Resolution, Sage Publications, Inc., New York, 1978. P.484-498

Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pihaknya Sendiri Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pemerintah Myanmar

(6)

6 Keadaan ini kemudian dapat termanifestasikan ke dalam tindakan tertentu seperti

serangan fisik, ancaman, penghindaran, atau penolakan.9

Prasangka atau prejudice sangat erat kaitannya dengan stereotip. Menurut Walter

Lippman, stereotip dijelaskan sebagai „gambar di kepala kita‟ yang tidak kita dapatkan dari pengalaman pribadi. Prasangka ini juga lebih melibatkan perasaan, emosi, dan bias, serta bersifat rigid dan digeneralisasi. Disamping itu, Janice Gross Stein memiliki sebuah

pemahaman mengenai apa yang disebut dengan enemy image. Pengertian mengenai

konsep enemy image merupakan pengembangan dari konsep stereotip yang telah dibahas

sebelumnya. Enemy image merupakan produk yang dihasilkan dari kebutuhan dasar

psikologi dan sosial manusia yang biasanya memenuhi kepentingan kelompok dominan

maupun elit. Stereotip dan enemy image terbentuk sebagai respon dari kebutuhan dasar

manusia akan adanya identitas, kedua hal tersebut juga merupakan hasil dari dinamika

antarkelompok.10 Beberapa penyebab yang mungkin mengakibatkan adanya sikap konflik

antara lain sifat agresif, ketegangan interpersonal, akumulasi perasaan frustrasi, atau adanya tindakan dehumanisasi yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik.

Pada faktor perilaku, akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang perilaku pihak lain maupun perilaku pihaknya sendiri. Faktor ini menunjukkan adanya perilaku yang terpolarisasi melalui aksi yang terlihat jelas dan terkadang bersifat destruktif. Dan pada faktor konteks akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang situasinya dalam konflik yang sedang berlangsung. Faktor ini juga dapat menjelaskan bagaimana seorang aktor menjustifikasi tindakannya yang mengarah pada pengingkaran hak (konteks) terhadap aktor yang lain yang memperbesar rasa frustrasi yang sudah tercipta dari faktor sebelumnya. Faktor konteks dapat menjelaskan kontradiksi yang dimiliki oleh aktor yang bertentangan dalam konflik dan bagaimana keduanya memiliki kepentingan yang berbeda sehingga konflik ini terjadi. Sumber dari ketidakcocokkan ini antara lain; adanya perbedaan kelas sosial atau sruktur sosial; adanya perubahan ekonomi, sosial, atau politik; kompetisi; atau migrasi.

9

M.N. Marger, Race and Ethnic Relations: American and Global Perspectives, 3rd edition, Wadsworth Publishing Company, California, 1994, p. 74-76

10

J.G. Stein, Image, Identity and Conflict Resolution, United States Institute of Peace Press, Washington,1996. pp. 94-111

(7)

7 Dalam menelaah faktor konteks dalam kasus Rohingya, dapat digunakan teori state-building yang dijelaskan oleh Dan Splater dalam Ordering Power: Contentious Politics, State Building, Authoritarian Durability in Southeast Asia. Dimana dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, Singapura, Filipina, dan termasuk juga Myanmar membangun sebuah negara setelah kemerdekaannya. Proses ini menjadi proses yang sangat kompleks bagi negara-negara ini, terutama ketika para elit politik merasakan adanya ancaman terhadap hak istimewa yang dimilikinya atau adanya pihak yang berada diluar kendali, yang kemudian mendorong pemerintah memperkuat posisi dominannya dengan cara yang cenderung

mengarah pada otoriarian dan menggunakan kekuatan militer.11 Dengan melihat dari

sudut pandang pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, maka faktor ini akan menunjukkan adanya kontradiksi antarpihak yang memiliki tujuan, kebutuhan, atau kepentingan yang bertentangan. Melalui faktor ini, akan terlihat bagaimana hubungan

pihak yang bertikai bersifat tidak linear tetapi saling memengaruhi.12

Untuk melihat bagaimana sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan minoritas Rohingya, konsep diatas digunakan karena dapat membantu penulis untuk menganalisis konflik ini. Konsep ini dapat membantu penulis menjawab pertanyaan tentang bagaimana sikap pemerintah Myanmar yang tentunya dilakukan karena ada berbagai faktor yang memengaruhi sikap tersebut, seperti bagaimana stereotip yang dimiliki, atau adanya perbedaan kepentingan dan kebutuhan diantara kedua pihak tersebut.

D. Argumen Utama

Sikap pemerintah Myanmar terhadap permasalahan minoritas Rohingya didasari

oleh adanya prasangka/prejudice negatif yang umumnya dimiliki oleh kelompok

dominan terhadap kelompok minoritas. Selain itu, sebagai kelompok yang lebih dominan,

pemerintah Myanmar juga memiliki enemy image yang kuat terhadap minoritas

11

D. Slater, Ordering Power: Contentious Politics, State Building, Authoritarian Durability in Southeast Asia,Cambridge University Press2010.

12

Catatan mata kuliah Konflik: Analisis dan Transformasi oleh Drs.Samsu Rizal Panggabean, M. Sc dan Titik Firawati, 4 Maret 2014.

(8)

8 Rohingya. Pemerintah Myanmar melihat minoritas Rohingya sebagai kelompok yang tidak semestinya menjadi warga negara Myanmar. Pandangan ini kemudian berkembang menjadi perasaan tidak suka, benci, dan penolakan atas kehadiran kelompok minoritas Rohingya.

Sikap dari pemerintah Myanmar yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen konflik lainnya juga memiliki dampak terhadap bagaimana penanganan permasalahan minoritas Rohingya. Akibat sikap tersebut, kelompok minoritas Rohingya menjadi kelompok masyarakat yang tidak diterima di Myanmar, tidak ada upaya positif dari pemerintah Myanmar sehingga konflik ini tidak juga menemukan titik akhirnya.

E. Jangkauan Penelitian

Permasalahan minoritas Rohingya di Myanmar ini merupakan permasalahan yang bermula sejak beberapa dekade lalu. Titik awal mula konflik merupakan momen penting untuk menganalisis konflik ini. Untuk menganalisis konflik ini dengan konsep segitiga konflik, maka penting untuk melihat pemetaan konflik ini sejak awal mula konflik ini sampai dengan saat ini dimana konflik masih berlangsung bahkan semakin meluas dan melibatkan aktor-aktor baru. Jangkauan penelitian ini akan dibatasi dari awal ketegangan kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas Rohingya sejak sebelum Myanmar merdeka sampai dengan perkembangan konflik terkini sampai dengan awal tahun 2015.

Sikap pemerintah Myanmar cukup dinamis dalam menghadapi permasalahan ini karena terus berkembangnya situasi, konteks, perilaku, maupun kebutuhan diantara pihak-pihak yang terlibat. Situasi konflik tentu juga dipengaruhi oleh pihak eksternal yang terkena dampak dari konflik ini. Pengaruh ini tidak dapat dihindari karena pihak eksternal, dalam permasalahan ini merupakan negara di regional Asia Tenggara, memiliki kapasitas untuk menekan pemerintah Myanmar yang secara langsung juga bisa memengaruhi bagaimana sikap yang akan diambil oleh pemerintah Myanmar.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pada proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Adapun bahan bacaan diperoleh dari buku

(9)

9 atau jurnal ilmiah yang berupa media cetak maupun digital beserta artikel ataupun info yang diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan permasalahan minoritas Rohingya serta bagaimana pemerintah Myanmar menanggapi permasalahan tersebut. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, penulis dapat mengolah data sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti mengidentifikasi pola dari beberapa informasi, mengambil inti dari beberapa data ataupun meringkas isi dari sebuah informasi yang didapatkan. Jadi, bagaimana pemerintah Myanmar menyikapi permasalahan ini nanti akan dapat dilihat dengan analisis yang dilakukan penulis dari data-data yang tersaji pada penjelasan dalam pembahasan selanjutnya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri dari empat bab. Bab pertama yang merupakan pendahuluan akan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argument utama, jangkauan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Pada Bab kedua, tulisan ini akan membahas mengenai persoalan yang diangkat, terlebih terkait permasalahan minoritas Rohingya. Pembahasan akan diawali dengan deskripsi mengenai permasalahan Rohingya yang merupakan etnis minoritas di Myanmar, kemudian dilanjutkan dengan bagaimana konflik ini bertransformasi dan berkembang ke berbagai isu yang bahkan turut memengaruhi stabilitas domestik maupun regional dan menuntut tanggapnya pemerintah Myanmar.

Pada bab ketiga, penulis akan menyampaikan bagaimana pemerintah Myanmar menanggapi permasalahan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Kemudian dalam bab ini penulis juga akan menyampaikan pemetaan konflik dengan menggunakan segitiga sikap-perilaku-konteks. Analisa yang dilakukan penulis dalam bab ini akan menggunakan segitiga sikap-perilaku-konteks sebagai kerangka konseptual untuk kepentingan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.

Sebagai penutup dari skripsi ini, Bab empat akan berisi kesimpulan penelitian yang menjawab rumusan masalah dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis pada penjelasan dalam bab – bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, peneliti menawarkan sebuah solusi yakni dengan menggunkan model pembelajaran PRP (practice rehearsal pairs) sebagai upaya untuk

Perancangan media promosi Semen White Mortar TR30 membutuhkan strategi komunikasi yang tepat seperti materi, cara penyampaian, serta efektifitas kepada khalayak

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

Dalam kaitannya dengan pemeliharaan budaya dan tradisi, salah satu tempat di Kota Yogyakarta, yaitu Kampung Bugisan, memiliki keunikan karena menjadi tempat

Format XML memberikan kebebasan pada penggunanya untuk merancang sendiri tag-tag dan struktur dalam dokumen XML. Pada penelitian ini, format penulisan XML pada Undang-undang

Siswa dalam kunjungan diperkenalkan tentang ruang pemeriksaan gigi dan mulut, alat kesehatan gigi dan kegiatan pemeriksaan kesehatan gigi, agar siswa mengenal serta

Hasil uji Anova Oneway menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan variasi suhu reagen terhadap kadar glukosa darah plasma NaF, dan dari hasil uji LSD atau uji

Dalam gerakan tertentu yang yang tidak bisa diamati secara visual dan tidak dapat terjangkau oleh mata telanjang manusia, aplikasi pemrosesan video sering harus melakukan