B A 0 I V
UPAYA
p e i \ ^ t A A N
DATs!
R»EJVlC3Er'nBAr4t3AI\l
F>ASAF* KRANQGAN YOGYAKARTAA .
PASAR
KRANGGAN
DALAM
KONSEP
K O T A Y O G Y A K A R T A
Arahan
pengembangan
yang realistis
dalam
mencapai
tujuan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, maka
penyusunan suatu rencana pengembangan dan penataan
terse
but
haruslah
diawali
dengan
mengidentifikasi
berbagai
masalah pokok yang dihadapi saat ini dan yang diperkirakan
akan
timbul
dimasa
mendatang.
Salah
satu
aspek
dalam
potensi perkembangan yang dihadapi adalah sisitim
pereko
nomian dan tata ruang dan pengelolaan pembangunan.
Pasar
Kranggan yang berada pada Bagian Wilayah Kota
(BWK
II), dimana pada wilayah ini sesuai dengan Rencana
Detail
Tata
Ruang
Kota
Yogyakarta
yang
diprioritaskan
untuk
pengembangan. '1. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kodya Yogyakarta, 1985 - 2005
Mengarahkan perkembangan penggunaan tanah (dalam
artian
"Built
Up Area) kota agar
sebaik-baiknya
memanfaatkan
potensi
lahan
yang ada, tanpa
meninggalkan
pemenuhan
kebutuhan untuk ruang terbuka atau konservasi/preservasi
7c i r i budaya kota.
B
PASAR KRANGGAN
DAN
KEMUNGKINAN
PERKEMBANGANNYA DIMASA MENDATANG
Berdasarkan
uraian tentang kemungkinan
perkembangan
masyarakat
dan
lingkungan
Pasar
Kranggan
masa
datang/depan. Dapatlah diperkirakan bagaimana
kemungkinan
perkembangan
Pasar Kranggan. Dalam hal ini akan
ditinjau
kemungkinan
perkembangan besaran pemakai, ragam
kegiatan
dan
citra arsitektur tradisonal Yogyakarta
dalam
fungsi
p a s a r .
1. Besaran Pemakai
Besaran
pemakai
(pedagang,
pengunjung
dan
barang
dagangan)
menampakkan pertambahan
terus-menerus,
sampai
tahun 1993. Hal ini secara kualitatif
dapat dilihat
dari
padatnya
pengunjung
pasar, khusunya pada
jam-jam
pasar
yaitu pada pagi hari. Sedanggakan dilihat secara
kuantita-tif yaitu pertambahan jumlah pedagang di Pasar Kranggan.
Jumlah Pedagang sampai bulan Februari 1993, yang
berkartu
2. Rencana Induk Kota (RIK) Yogyakarta, 1985 - 2005
627,
dan non kartu 504 pedagang dari luas bangunan
pasar
2915.5 ra2.
Dengan
jumlah pedagang dan pengunjung
yang
semakin
meningkat faktor yang mendorong dan menghambat adalah :
a.
Faktor Pendorong Pertanbahan
1). Pertambahan
Jumlah Penduduk. Hal
ini
menimbulkan
pertambahan
kebutuhan
barang-barang
konsumsi.
Kebutuhan
ini
mendorong
tumbuhnya
atau
semakin
bertambahnya jumlah pedagang.
2). Pertumbuhan
sektor perdagangan dalam
perekonomian
nasional. Pada tahun 1960 an perdagangan
merupakan
mata
pencaharian
dari 14,3%
penduduk
Indonesia.
Angka ini meningkat menjadi 15,7% pada tahun
1965,
17,6% pada tahun 1970, dan 19,3% pada tahun 1974.3•
3) Tiadanya pasar-pasar lain yang masih dalam jangkauan
mayoritas
penduduk wilayah pasar
Kranggan.
Pasar
kranggan
membawahi pasar Pingit, pasar
Karangwaru
dan pasar Kembang.4). Perkembangan
sarana
dan prasarana
angkutan
dari
pedesaan menuju kota. Hal ini menyebabkan banyaknya
pedagang dari desa berdatangan untuk berdagang atau
berbelanja.
3. Soewito, Optimasi Penggunaan Ruang Pada Pasar Wilayah Di Kota Besar.
b. Faktor Penahan Pertumbuhan.
1). Perkembangan sarana dan prasarana angkutan di pede
saan,
hal ini memberikan kesempatan bagi
pedagang
untuk mengambil (kulakan) barang dagangan di
pasar
Kranggan
lalu
menjualnya
diwarung
sendiri
atau
menjajakkan dari rumah kerumah,
maka penduduk
yang
seharusnya
pergi
ke
pasar
cukup
berbelanja
di
warung-warung atau dari
penjaja.
2). Perkembangan pertokoan atau kios/warung disepanjang
jalan
utama yang menuju pasar
Kranggan,
memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitarnya akan
barang-barang
kebutuhan
berkala seperti,
bahan
pakaian,
kelon
tong,
perkakas rumah tangga, dan
bahan-bahan
non
pangan lainnya.
3). Sudah penuhnya daya tampung pasar Kranggan, hal ini
menyebabkan
tidak adanya pedagang baru yang
masuk
bahkan menurut Lurah Pasar,
tak ada permintaan dari
calon pedagang baru untuk berdagang di pasar
Krang-4
gan.* •
Faktor-faktor
tersebut yang akan menentukan
besaran
pemakai (pedagang, pengunjung, dan barang dagangan)
Pasar
Kranggan di masa mendatang.
4. Wawancara dengan Lurah Pasar Kranggan "Drs. Hery Karyawan.
? Ragam Kegiatan Perpasaran
Karena Pasar Kranggan sudah menjadi kebiasan
akibat
perkembangan/kemajuan zaman dimana pasar Kranggan
sehari-harinya terjadi hari pasar, pasar Kranggan dalam
kegiatan
puncaknya adalah pada pagi hari. Pengunjung pasar Kranggan
adalah merupakan semua golongan, dari golongan atas sampai
golongan bawah, masing-masing sama-sama mencari
kebutuhan
pokoknya.
Sedang pola kegiatan perdagangan dan
perbelan
jaan ini dipengaruhi oleh budaya modernnitas
karena pasar
Kranggan
terletak didaerah yang status
sosialnya
sangat
komplek.
Pada
pagi hari (6,00-9.00) pasar ini dipadati
oleh
pedagang
dan
pembeli, karena pada
waktu
ini
merupakan
masyarakat saat waktunya untuk berbelanja untuk
kebutuhan
pokoknya.
Sekitar
pukul 11.00, pasar Kranggan mulai
menyepi,
hanya
beberapa
orang saja yang
datang
berbelanja,
dan
karena pedagang juga banyak yang sudah tutup.
Pada sore dan malam hari pasar ini sepi,
akan tetapi
dibagian depan (Jalan Diponegoro) masih ada pedagang
toko
dan
kaki lima yang buka. Pada suatu waktu musim
buah
di
bagian depan pasar ini banyak menjajakkan dagangannya.
Jika diamati, maka ada tiga katagori kegiatan perda
gangan yang terjadi di pasar Kranggan, yakni:
* ** **
^ ~. •>..><>*?&',
,-\&<,v
'''.' .-'-'•&'-*
-
."'
BAB
I V
a. Perdagangan Tetap
Yaitu
perdagangan
yang
terjadi pada
pagi
hari
pada
hari-hari
biasa.
Barang-barang
dagangannya
adalah
barang
kebutuhannya sehari-hari,
kelontong dan sandang.
b. Perdagangan Siang dan Sore
Yaitu
perdagangan
pada sore hari dengan
barang-barang
dagangannya
adalah makanan kecil,
lauk pauk,
kembang,
buah-buahan dan beberapa toko yang penuh hari.c. Perdagangan Malam hari
Yitu
perdagangan
dengan
barang
dagannganya
adalah
sebagian
kebutuhan pokok/pangan,
bunga,
buah-buahan.
Buah-buahan bila datang musimnya, pasar Kranggan bagiandepan
dipadati
oleh pedagang yang
menjajakkan
dagan
gannya .
3. Citra Arsitektur
Persoalan citra adalah merupakan persoalan yang
abstrak.
la
lahir dan
berkembang dalam
persepsi
orang-orang atas pengenalannya terhadap obyek-obyek yang
pernah
dilihatnya.
Identifikasi
citra
ditentukan
tata
nilai
budaya yang menjadi
anutan
orang
per
orang.
Untuk
merumus-kan
citra bila
itu dapat dilakukan,
diperlukan
kemampuan
berpikir
dan
ketrampilan
mengemukakan
pikiran
dengan
perkataan.
Bagi
sebagian
besar
masyarakat
yang
masih
bergulat
dengan persoalan kebutuhan primer (pangan),
hal
ini
hampir-hampir
tak
mungkin dilakukan.
Oleh karena itu maka sesungguhnya masyarakat Yogya
karta
umumnya
tidak
akan banyak menuntut
tentang
citra
Pasar
Kranggan yang mereka
inginkan.
Bagi pedagang,
yang
penting di pasar Kranggan mereka dapat memperoleh keuntun
gan yang banyak. Tempat yang sepadan dengan jumlah
dagan
gan dan posisi strategis agaknya adalah sarana yang mereka
inginkan.C-
S T U D Y
O P T I M A S I
R U A N G
J U A L
B E L I
D A N S I R K U L A S I P E D A G A N G
D A N P E M B E L I
1. Pola Ruang Jual Beli
Pola
ruang
dituntut elastis dan
terbuka.
Elastis
diungkapkan
dengan
peruangan
yang
memberi
kemudahaan
perbedaan
dimensi
ruang.
(Gambar
4.a.
Penataan
pola
ruang).
Ruang terbuka diungkapkan dalam penataan
bidang-bidang
vertikal ruang.
(Gambar 4.b. Pola penataan
bidang
vertikal).
4.a.
Penataan
pola ruang
dengan
pembentukan
unit
ruang minimal dengan
pola yang ditentukan.
4.b. Penataan Pola ruang yang membentuk dari unit
minimal dengan pola bebas.
4.c.
Penataan Pola
Ruang yang dibentuk dari
unit-unit
ruang dengan
lebar tetap,
panjangnya variabel.
GAMBAR 4,1.
PENATAAH POLA RUANG
£r
a. Pola Ruang
Terbuka Satu Arah
b. Pola Ruang
Terbuka Dua Arah
c. Pola Ruang d. Pola Ruang
Tiga Arah
Empat
Arah
GAMBAR 4.2
POLA PENATAAN BIDANG VERTTKAT.
2, Pola Sirkulasi
Pola
sirkulasi
dapat diterapkan
dalam
dua
jenis,
yaitu
pola sirkulasi
ruang dalam dan
pola sirkulasi
ruang
luar.
Sirkulasi
ruang dalam merupakan
fasilitas pergerakan
dan
perpindahan pengunjung dari
antar unit
ruang
dalam.
Sirkulasi
ruang
luar
adalah
fasilitas
pergerakan
dan
perpindahan
pengunjung
dalam
pencapaiannya
dari
luar
bangunan ke dalam bangunan dan sebaliknya.
•X'jX % : >V*i BAB I V
a. Pola Sirkulasi Ruang Dalam
Pola sirkulasi terbuka artinya memberi kemudahan dan
kelancaran
dalam
pencapaian dari
unit
ruang
satu
ke
unit
ruang
lain.
Ada beberapa kemungkinan
wadah
pola
sirkulasi.
(Lihat
Gambar
4.3
Pola
Sirkulasi
Ruang
Dalam).
a. Satu jalur sirkulasi dengan satu sisi ruang
£$=$±&^
^^="4r_4~%^
c. Banyak jalur sirkulasi dengan dua s i s i ruang
.GAMBAR 4.3.
POLA SIRKULASI RUANG
b. Satu jalur sirkulasi dengan dua sisi ruang
d. Banyak jalur sirkulasi dengan empat sisi ruang
•M- s ' '/,',
b. Pola Sirkulasi Ruang Luar
Pola sirkulasi ruang luar berhubungan erat dengan
pola jalan dan penataan ruang parkir kendaraan. ungka pan keterbukaan diwujudkan dalam kemudahan dan kelan caran pengunjung dalam pencapaiannya dari jalan/parkir kebangunan dan sebaliknya. (Lihat Gambar 4.4. Pola
Sirkulasi Ruang Luar).
a. Pola sirkulasi terbatas
satu jalan
*&.
3
^'
i»c. Pola sirkulasi terbatas
dua jalan
t>*-e. Pola sirkulasi terbatas
tiga jalan *** •, ^ + s
-If1—!iH
»
b. P o l a s i r k u l a s i t e r b u k a satu jalanj£f|U
^
^s--^jl>
-<r\—zl<^~
^ £
d. Pola s i r k u l a s i terbuka dua jalanf. Pola sirkulasi terbuka
tiga jalan
g. Pola sirkulasi terbatas
empat jalan
GAMBAR 4.4
POT.A SIRKULASI RUANG LUAR
h. Pola sirkulasi terbuka empat jalan
4. Sistem Droping Barang
Sistem droping barang-barang dagangan digunakan
sistem distribusi dari area parkir yang berada di luar bangunan dan yang ada pada latai bawah (basmen). Sistem dristribusi barang ini yang disalurkan oleh jaringan
eletrikal (lift) service kemasing-masing lantai. Kemudian tiap-tiap lantai didistrubusikan dengan menggunakan tenaga manusia atau dengan alat bantu (kereta dorong).
3. Unsur-unsur Bidang Penbentuk Ruang
Bidang pembentuk ruang merupakan wujud visual bidang yang memberi batas-batas tertentu sesuai dengan karakter-istik bidang yang dimilikinya. Bidang yang menonjol adalah pada bidang vertikal.
Unsur bidang pembentuk ruang dapat dibedakan menjadi
t i g a bagian, yaitu :
a. Bidang Yang diperendah
Sautu dasar ruang dapat dipertegas dengan penuru
nan sebagaian dari lantai dasar yang ada. Batas-batas bidang ditentukan oleh permukaan vertikal penurunan
itu .
Derajat ruang kawasan yang diturunkan didaerah
disekelilingnya tergantung pada skala perbedaan tinggi
bidang-bidang tersebut.
1). Kawasan yang diperendah dapat merupakan pemutusan
bidang tanah atau lantai dan tetap merupakan satu
kesatuan dari ruang disekelilingnya.
2). Pertambahan kedalaman penurunan melemahkan hubungan
visual dengan ruang disekelilingnya dan memperkuat
pembentuknnya sebagi volume ruang yang berbeda.
3). Jika bidang dasar asal berbeda diatas batas tinggi
mata kita, maka bidang yang diturunkan tampak
sebagai ruang yang tersendiri dan jelas terpisah.
0
u
m^H~
b. Bidang yang dipertinggi
Peninggian sebagian dari suatu bidang dasar akan
menciptakan suatu ruang yang didalam ruang yang lebih
besar. Perubahan ketinggian sepanjang sisi bidang yang
ditinggikan adalah batas-batas bidang tersebut dan
memutuskan aliran ruang yang melalui permukaanya.
Derajat kesinambungan ruang maupun visual yang
antara ruang yang ditinggikan dengan keadaan
sekeli-lingnya tergantung pada skala perbedaan ketinggiannya.
1). Sisi-sisi bidang ditentukan secara tegas
Kesinambungan ruang maupun visual dipertahankan
Diberikan kemudahan pencapaian secara physik.
2). Beberapa hubungan visual dipertahankan
Kesinambunagn ruang terputus.
Pencapaian secara physik menuntut adanya tangga
atau ramp.
3). Kesinambungan visual maupun ruang terputus
Daerah bidang yang ditinggikan diisolir dari bidang
tanah atau bidang lantai.
Bidang yang ditinggikan diubah menjadi unsur atap
dari ruang di bawahnya.
e. Bidang Vertikal
Unsur-unsur vertikal adalah suatu bentuk yang digu
nakan secara visual untuk menetapkan batas-batas verti
kal ruang. Bentuk vertikal pada umumnya lebih aktif
didalam bidang-bidang horizontal dan oleh karenanya
merupakan instrumen untuk membatasi volume ruang dan
memberikan kesan enclosure yang kuat kepada benda
didalamnya. Unsur-unsur vertikal suatu bentuk dapat
menjadi penyangga bidang latai dan atap bangunan. Unsur
tersebut mengendalikan kontinuitas visual serta ruang
anatra ruang dalam dan ruang luar suatu bangunan.
Bidang vertikal dapat dibedakan dalam dua jenis,
bidang pembatas dan bidang pemisah.
Bidang pembatas meruapakan komponen ruang vertikal
yang memberi batas antara ruang bangunan dan ruang luar
bangunan. Sedangkan bidang pemisah adalah komponen
ruang vertikal yang memisahkan bidang ruang satu dengan
ruang lainnya. (Lihat Gambar 4.5. Bidang Pembatas dan
Pemisah).
•_'//>:;;;//; ;;/r.'-^ X^ZZZZZZT' ' " ' / ZZ3
lv/ ///////V/T^T?//////////^
GAMBAR 4.5
RTHAHG PEMBATAS DAN BTDANG PEMISAH
^* PEMISAH
1). Bidang Pemisah Ruang
Pengunkapan
keterbukaan bidang
pemisah
mempunyai
dua
aspek,
yaitu aspek
proporsi
pembukaan,
dan
aspek
kemampuan
mata.
Aspek
proporsi
merupakan
kualitas
yang dapat ditangkap
persepsi
pengamat.
Aspek kemampuan mata lebih terukur,
yakni kemampuan
berdasar kemapuan fisik mata.a). Proporsi bidang buka
Kualitas
pemisah bidang vertikal
makin
kabur
sebanding dengan meluasnya bagian yang terbuka.
Karakter terbuka bidang tercapai bila luas
pembukaan lebih luas dari pada luas bidang
tertutupnya. <pt>7<, y/7?////////////. ^//•f/'VA '////////////.
'///•'/'A
f/AA
^\9MJG -r^R-Bot'-^v ll^i^rlis,"
1
1 '\
i 1 •I > I i I TO7cgipAAJG -f^-Ria^^A Sli1 WMpl^'G
&
©NJIVC T33P-SJKA <;iS! &0,v(£tH
b). Sudut pandang mata
Posisi
ketinggian
mata dan
kemampuan
pandang
maksimal mata mempengaruhi kualitas bidang buka. Dengan kepala diam dan mata begerak, penglihatan mata membentuk sudut 270° diatasdan 10° dibawah bidang normal.(Gambar sudut pandang jangkauan mata)
Oleh karena itu ketinggian dan dan sudut pan
dang maksimal akan mempengaruhi kualitas keterbu
kaan bidang vertikal (Gambar : Kedudukan dan Sudut Pandang Mata Bidang Atas Bidang Buka Vertikal).
. s ^
Karena obyek penglihatan rata-rata berada
diatas tanah maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa
sebatas bidang normal mata tidak tertutup bidang.
Oleh karena itu bidang normal merupakan batas
bidang terbuka dan tertutup.
1). Bidang pembatas ruang.
Bidang pembatas terbuka diungkapkan dengan
kemudahan orang mencapai bangunan (Pola Sirkulasi
Ruang Luar) dan adanya interelasi visual antara
ruang luar bangunan dengan ruang dalam bangunan.
Interelasi ini secara fisik dibatasi oleh kemampuan
mata melihat/menembus antra ruang luar dan ruang
dalam.
Dalam proses melihat, cahaya mengenai benda
kemudian dipantulkan keatas ke mata, kemudian mata
dikatakan melihat benda. Dengan demikian tolok ukur
untuk melihat benda adalah kecerlangan benda terse
but yang masuk mata. Kemampuan mata ini terutama
berpengaruh atas penglihatan dari ruang sangat
terang kedalam ruang yang lebih gelap. Mata tidak
mampu melihat benda yang mempunyai perbedaan ting
kat kecerlangan rendah karena mata tidak mampu
beradaptasi.
Karena perlu dikendalikan tingkat kecerlangan
bidang pembatas bagian luar yang terkena sinar
matahari langsung. Untuk itu perlu diketahui
batas-batas kemampuan adaptasi mata perubahan kecerlan gan .
5. Efisiensi Ruang Jual Beli
Pengelompokan masing-masing pedagang yang sesuai
dengan jenis, macam, kuantitas dagangan dan klasifikasi golongan pedagang dalam pemanfaatan ruang jual beli.
Efisiensi
ruang dalam memanfaatkan
luasan
area
yang
ada yang mampu menyajikan dan penyimpanan sementara jumlahdagangan
semaksimal mungkin
tanpa
harus
menggunakan
ruang-ruang sirkulasi (Gambar sistem pengunaan ruang untuk menjajakan dan penyimpanan dagangan)•S Meja penjualan dilengkapi tirai penutup:
kotak penyimpanan roti ->(4) d!buat sesuai
dengan ukuran roti
x Maja penjualan dl toko daglng
Sumber : Ernst Neufert, Arsitek Data, Jilid 1,
hal 195,196.
D _ P E N C A H A Y A A N A L A M I
Pencahayaan
alami
memberi
keuntungan
psikologis
berupa kesatuan dengan
alam,
interelasi ruang dalam dengan
ruang
luar,
memberikan
sinar
alami
yang
tidak
mengelabui
warna.
Namun demikian
penerapan
dalam bangunan
pasar
harus
memperhatikan
kecendrungan
perilaku pengunjung dan
peda
gang.
Pedagang akan menutup
lobang-lobang yang
memungkin-kan
sinar
matahri
langsung masuk
ketempat
penjualannya
karena
kemungkinan merusak dagangannya atau
mengakibatkan
udara
panas.
Pembeli
akan
berkurang
kenymanannya
bila
terkena cahaya sinar
matahari
lansung
maupun
hujan,
suatu
kondisi
yang berlawanan.
Untuk mengatasi
hujan
dibutuhkan
perteduhan atap, sedangkan pencahayaan
membutuhkan
banyak
pembukaan-pembukaan.
Maka dari
kecendrungan
perilaku
ini
perlu
diperhatikan dalam perencanaan
pencahayaan
alami.
Karena intensitas cahaya matahari memberi kita
sesua-tu
yang
tetap dan
arah yang dapat diramalkan,
hal
yang
menentukan
pengaruh visual
pada permukaan-permukaan
ben-tuk-bentuk dan ruang.
Cahaya menimbulakan pola-pola terang
dan
gelap yang kontras pada permukaan suatu
ruangan,
dan
sangat mempertegas bentuk-bentuk dalam ruang.Dengan
adanya perubahan pola-pola cahaya dan bayangan
yang
terkuat
cahaya matahari
menghidupkan
suasana
ruang
dan
menegaskan
bentuk-bentuk yang
ada
ruangannya.
Pengaruh-pengaruh yang mungkin sangat menentukan dari cahaya matahari langsung seperti halnya dengan perasaan
silau dan rasa panas yang tinggi dapat dikurangi dengan
alat-alat pelindung yang dibuat menjadi bukaan atau bentuk dari pembayangan pepohonan didekatnya.
Sumber : Francis D.K. Ching. Alih bahasa. Hanoto Aji, Ir.
Arsitektur Bentuk Ruang Dan Susunanya. Airlangga 1991.
E _ U N G K A P A N C I T R A A R S I T E K T U R
T R A D I S I O N A L P A D A R U A N G D A N
B A N G U N A N P A S A R
1. Ciri-ciri Arsitektur Yogyakarta
Meninjau arsitektur tradisional dapat dilakukan atas
bentuknya,
fungsinya
dan tekninya.
(Bab.
Ill,
5,a.
Ar
sitektur tradisional Yogyakarta)
oleh
karena itu penerapan
arsitektur tradisional dapat dilakukan melalui ciri-ciri fungsinya, tekniknya dan bentuknya.Fungsi
merupakan
ciri non fisik berupa
kegiatan
yang
diwadahi dalam bangunan. Fungsi berubah sesuai tuntutanperubahan
dalam mendayagunakan bangunan dam
perkembangan
fungsi
itu sendiri.
Karena fungsi
bangunan
sekarang berbe
da,
tidak dengan
fungsi masa lalu,
maka
ungkapan
fungsi
tradisionalnyapun
tidak dapat diterapkan
secara
keseluru
han .
Teknik
merupakan
cara mewujudkan
bangunan,
dimana
teknik
tradisional terutama ditentukan oleh
sumber
daya
alam (bahan bangunan) dan tingkat kemampuan
teknologinya.
Dalam arsitektur tradisional,
bahan bangunan yang
digguna-kan
sangatlah
terbatas,
yaitu
kayu
atau
bambu.
Teknik
konstruksinya
menggunakan
teknik
penyambungan
dengan
pasak.
Sedangkan untuk mewujudkan
bangunan
baru digunakan
digunakan teknik yang bervariasi karena tuntutan untuk
membuat bangunan yang lebih efisien, murah, awet, dan
kuat. Maka dari itu penerapan ungkapan tradisional pada
bangunan baru tidak perlu menggunakan teknik tradisional.
Bentuk merupakan wadah dari fungsi kegiatan dan
diwujudkan dengan teknik. Arsitektur tradisional memiliki
ciri-ciri tertentu, ciri-ciri ini paling mudah dikenal dan
diamati. Bentuk dasar arsitektur tradisional yang sama
ternyata tidak mutlak berasal dari fungsi yang sama. Oleh
karena itu penerapan ungkapan arsitektur tradisional
Yogyakarta pada ruang dan bangunan pasar dengan tuntutan
fungsi dan perkembangan masa kini dapat dilakukan dengan mengambil ciri-ciri arsitektur Yogyakarta.
2. Ciri Arsitektur Tradisional Yogyakarta Yang Menonjol
Ciri-ciri menonjol artinya ciri tersebut mudah diken
al dan mudah dijumpai. Pasar tradisional Yogyakarta sekar
ang sudah tidak dapat dijumpai disamping memang tidak ada
ciri-ciri khusus dann memang tidak terdapat pada bangunan
ini. Ciri-ciri yang mudah dekenal dan mudah dijumpai hanya
ditemukan dalam bangunan rumah. Oleh karena itu penerapan ungkapan tradisional dapat dilakukan dengan mengambil
ciri-ciri rumah tradisional (Bab. I l l , 5 , a . Arsitektur Tradisional Yogyakarta) dengan penyesuaian dengan
ciri umum pasar tradisional (Bab. I l l , 5, b. Arsitektur
Tradisonal Pasar).
3. Ciri Arsitektur Tradisional Pasar
Ungkapan tradisional pasar Kranggan dilakukan dengan
menerapkan ciri-ciri pasar tradisional sebagai dasar
ungkapan spesifik pasar tradisional dan ciri-ciri arsitek
tur tradisional Yogyakarta sebagai dasar ungkapan lingkun
gan fisik tradisional Yogyakarta. Pasar Tradisional seba
gai salah satu bagian arsitektur tradisional memiliki
ciri-ciri khusus dan ciri-ciri umum. Ciri-ciri khusus
merupakan ciri-ciri yang berasal dari kegiatan perpasaran.
Sedangkan ciri umum merupakan ciri-ciri fisik pasar juga
yang ditemui pada skala yang lebih makro, yaitu ciri-ciri
arsitektur tradisional Yogyakarta. Dengan demikian akan
ditarik suatu jalinan diantara keduanya (Bab. I l l , 5,a. dan Bab. I I I , 5 , b . ) sebagai dasar ungkapan Fisik Pasar Kranggan dengan citra Tradisional Yogyakarta.
4. Adaptasi Ungkapan Fisik Pasar
Tidak seluruh ciri-ciri pasar tradisional dapat
diterapkan dan ciri-ciri rumah tradisional dapat diterap
kan dalam pengungkapan fisik pasar. Hal ini dikarenakan
adanya perkembangan fungsi dan syarat
ruang masa kini yang
berbeda dengan yang lalu. Untuk ini perlu kompromi di antara faktor-faktor tradisional dengan faktor fungsi dansyarat ruang.
5. Skala Prioritas Penyelesaian Masalah
Pewadahan fisik pasar Kranggan dilakukan tuntutan citra arsitektur tradisional pada ruang dan bangunannya
serta mewadahi fungsi pasar sebagai fasilitas pelayanan.
Namun kemudian timbul masalah, bagaimana menerapkan citra arsitektur tradisional pada ruang dan bangunan yang
mempunyai
fungsi
dan
syarat
ruang masa
kini.
Untuk
menye-lesaikan masalah itu, diambil langkah pemberian skalaprioritas dan
batasan diantara kedua variabel
tersebut.
Fungsi
pasar
Kranggan
merupakan
pelayanan
kegiatan
jual
beli
dan
pariwisata
dengan
tuntutan
karaktristik
kegiatan dan
syarat berlangsungnya kegiatan.
Dengan
tidak
diwadahinya tuntutan fungsi,
maka bangunan
tidak mempunyai
manfaat
pelayanan
dan daya guna.
Ungkapan
wadah
salah
satunya di
wujudkan dari
fungsi yang ada,
sehingga
ungka
pan
arsitektur
tradisional merupakan variabel yang
saling
menunjang
dan
berpengaruh pada fungsi pelayanan
kegiatan
dalam sistem perpasaran.
Oleh karena itu skala prioritas pemecahan masalah :
yaitu menciptakan pewadahan fisik ruang dan bangunan pasar
Kranggan
dengan
ungkapan
citra
arsitektur
tradisional
Yogyakarta adalah prioritas pertama, pengendalian ungkapan
citra tradisional adalah dari fungsi dan karakter
kegia-tannya yang akan mempengaruhi terhadap karaktristik penye
lesaian masalah arsitektur tradisional ruang dan bangu
nannya. Sehingga dalam penerapannya, pengungkapan
ciri-ciri arsitektur tradisional agar dapat menunjang suasana
ruang sebagaimana fungsi dan karakter aktifitas yang akan
diwadahi.