BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Upaya peningkatan derajat kesehatan secara optimal menuntut profesi
keperawatan mengembangkan mutu pelayanan yang profesional sesuai dengan
tuntutan masyarakat di era globalisasi. Keperawatan menjadi salah satu profesi
terdepan bagi tenaga kesehatan dalam upaya menjaga mutu tempat pelayanan
kesehatan di masyarakat baik pada instansi negeri maupun swasta. Standar
asuhan keperawatan merupakan salah satu strategi mewujudkan bentuk
pertanggungjawaban tenaga keperawatan profesional (Depkes RI, 2005).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan, memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran strategis dalam
mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Untuk menilai mutu layanan, setiap rumah sakit
diwajibkan untuk melakukan akreditasi (Wahyuni, 2007).
Pedoman instrumen akreditasi rumah sakit di bidang pelayanan
keperawatan menyebutkan bahwa pelayanan keperawatan di rumah sakit
dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan (Depkes RI, 2003). Pelayanan
keperawatan yang optimal dapat dilakukan dengan pengembangan suatu pola
pelayanan yang lebih dikenal dengan sistem pemberian asuhan keperawatan
yang didasarkan pada metode penugasan dengan pengembangan Model Praktik
terdiri dari pengembangan nilai profesional yang menjadi inti, hubungan
profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen
dan sistem kompensasi (Sitorus, 2006).
Pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan metode proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi sering kesulitan dalam pendokumentasian secara menyeluruh.
Berbagai alasan kesulitan dalam pendokumentasian seperti kurangnya waktu,
perasaan bahwa tidak ada orang yang akan membaca catatan dan malas
mencatat. Dokumen dengan duplikasi berlebihan dan anggapan bahwa
informasi tidak berarti menyebabkan perawat tidak perlu untuk mencatat.
Faktor – faktor ini menyebabkan rendahnya kualitas dokumentasi keperawatan
(Potter & Perry, 2005).
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem
pelayanan kesehatan, karena dengan adanya dokumentasi yang baik informasi
mengenai keadaan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan.
Dokumenasi juga merupakan aspek legal tentang pemberian asuhan
keperawatan, secara lebih spesifik dokumentasi keperawatan dapat berfungsi
sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk
pengelolaan pasien dan penelitian dan sebagai barang bukti pertanggung
jawaban dan pertangung gugatan asuhan keperawatan serta sebagai sarana
pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi keperawatan dibuat
rencana keperawatan, catatan tindakan dan catatan perkembangan pasien
(Wahyuni, 2007).
Temuan di rumah sakit menunjukkan formulir dokumentasi keperawatan
yang telah disiapkan tidak tuntas atau tidak terisi lengkap. Ditemukan rata-rata
perbulan rekam medis yang tidak lengkap antara 5 sampai 10 rekam medis
setelah pasien pulang rawat inap di IRNA. Beberapa hal yang sering menjadi
alasan petugas antara lain banyak kegiatan – kegiatan di luar tanggung jawab
perawat menjadi beban yang dikerjakan oleh profesi keperawatan. Sistem
pencatatan yang diajarkan terlalu sulit dan banyak menyita waktu. Tidak semua
tenaga perawat yang ada di institusi pelayanan memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang sama di dalam penulisan untuk membuat dokumentasi
keperawatan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tenaga keperawatan yang
ada berasal dari berbagai jenjang pendidikan keperawatan (SPK, D3, D4, S1)
dari rentang waktu lulusan yang sangat berbeda. Perawat lebih banyak
mengerjakan pekerjaan koordinasi dan limpahan wewenang. Formulir tidak
praktis sehingga terjadi penulisan yang tumpang tindih (Handayaningsih,
2009).
Beban kerja perawat tidak hanya merawat pasien saja yaitu kegiatan
langsung, tetapi juga kegiatan tak langsung yang tak kalah penting seperti
melengkapi dan melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan dan catatan
medik yang terperinci. Perlu diperhatikan bahwa pada standar evaluasi banyak
dokumen yang tidak sesuai tujuan dimungkinkan karena perawat hanya
standar diagnosa dan standar intervensi yang sebenarnya saling
berkesinambungan. Kelancaran pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan
ditentukan oleh perilaku perawat yang erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan
perawat yang tidak adekuat dan menganalisis alasan ketidakpatuhan ini
merupakan hal yang bermanfaat (Iyer & Camp, 2005).
Dokumentasi keperawatan harus mencerminkan keseluruhan dari tiap
tahap proses keperawatan kepada pasien. Pendokumentasian sangat penting
karena merupakan salah satu alat bukti dari suatu tindakan atau kejadian dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Dampak ketidaklengkapan
pengisian dokumentasi asuhan keperawatan dalam rekam medis rumah sakit
dapat menimbulkan permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada rumah sakit.
Disinilah akan terungkap aspek hukum rekam medis, bila catatan dan data
rekam medis dengan lengkap, maka rekam medis akan menolong semua pihak
yang terlibat. Sebaliknya bila catatan yang ada tidak lengkap, apalagi kosong
pasti akan merugikan rumah sakit, terutama para tenaga kesehatan apabila
melakukan kelalaian/kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pasien dan
pasien dapat menggugat tanggung jawab perawat/dokter yang membuat
kesalahan/kelalaian sesuai hukum. Ketidaklengkapan dokumentasi jelas
membawa dampak negatif bagi rumah sakit salah satunya adalah apabila ada
laporan yang dibutuhkan oleh tenaga kesehatan tentang tindakan yang sudah
dilaksanakan dan tidak terdokumentasikan maka hal ini dapat menjadi nilai
Studi pendahuluan yang dilakukan di RSU St. Elisabeth Purwokerto
tanggal 6 Desember 2014 diketahui bahwa jumlah perawat tahun 2014
sebanyak 38 perawat di ruang rawat inap. Pelayanan ruang rawat inap ada 3
ruang perawatan. Berdasarkan data hasil survey dokumentasi asuhan
keperawatan di ruang rawat inap pada bulan Desember tahun 2014 didapatkan
nilai rata-rata 72,61% lengkap dan 37,39% tidak lengkap. Kelengkapan
dokumentasi dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan instrument A
dari Depkes.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti
tertarik untuk mengungkap faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian
dokumentasi asuhan keperawatan. Untuk memperolah jawaban atas pertanyaan
tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan beban kerja dengan
kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSU St.
Elisabeth Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem
pelayanan kesehatan, karena dengan adanya dokumentasi yang baik, informasi
mengenai keadaan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Temuan
di rumah sakit menunjukkan formulir dokumentasi keperawatan yang telah
disiapkan tidak tuntas atau tidak terisi lengkap. Ditemukan rata-rata perbulan
rekam medis yang tidak lengkap antara 5 sampai 10 rekam medis setelah pasien
antara lain, banyak kegiatan-kegiatan di luar tanggung jawab perawat menjadi
beban yang dikerjakan oleh profesi keperawatan. Beban kerja perawat tidak
hanya merawat pasien saja yaitu kegiatan langsung, tetapi juga kegiatan tak
langsung yang tak kalah penting seperti melengkapi dan melaksanakan
dokumentasi asuhan keperawatan dan catatan medik yang terperinci.
Ketidaklengkapan dokumentasi jelas membawa dampak negatif bagi rumah
sakit salah satunya adalah apabila ada laporan yang dibutuhkan oleh tenaga
kesehatan tentang tindakan yang sudah dilaksanakan dan tidak
terdokumentasikan maka hal ini dapat menjadi nilai kurang bagi rumah sakit.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut "adakah hubungan beban kerja dengan
kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSU St.
Elisabeth Tahun 2015? ".
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan kelengkapan dokumentasi
asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSU St. Elisabeth Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi beban kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSU St.
Elisabeth Tahun 2015.
b. Mengidentifikasi kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di
c. Menganalisis hubungan beban kerja dengan kelengkapan dokumentasi
asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSU St. Elisabeth Tahun
2015.
D.Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Meneliti tentang hubungan beban kerja dengan kelengkapan dokumentasi
asuhan keperawatan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang keperawatan, khususnya tentang hubungan beban kerja dengan
kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan.
2. Secara Praktis
a. Akademik
Dapat menjadi rujukan penelitian selanjutya bagi peneliti yang tertarik
meneliti permasalahan dokumentasi asuhan keperawatan.
b. Rumah Sakit
Menjadi masukan bagi pihak manajemen rumah sakit, sehingga dapat
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan.
c. Perawat
Menjadi masukan bagi perawat dalam melaksanakan dokumentasi
d. Mahasiswa
Menambah pengalaman menerapkan ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh dan dalam melakukan penelitian.
E.Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Yahyo (2007) yang berjudul “Analisis
Faktor – Faktor Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang”. Jenis penelitian yang digunakan
adalah deskriptif dengan populasi penelitian adalah perawat Di Rumah
Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa proporsi terbesar penatalaksanaan pengisian
dokumentasi asuhan keperawatan dalam kategori kurang (48%), yang
selanjutnya diikuti sedang (35%) dan baik (17%). Hasil wawancara dengan
perawat menunjukkan bahwa pengarahan dan bimbingan tidak pernah
dilakukan oleh Kepala Ruang. Observasi hanya difokuskan terhadap
catatan keperawatan pasien yang akan pulang saja. Evaluasi juga tidak
dilakukan oleh kepala ruang. Faktor penghambat yang dihadapai dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan diantaranya tidak seimbangnya
jumlah tenaga perawat dengan pekerjaan yang ada, formnya terlalu
panjang, perawat harus mendampingi visite dokter dan malas. Tugas
ruang melainkan tanggung jawab pihak rumah sakit pada struktur di atas
kepala ruang.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian pada penelitian
sebelumnya adalah deskriptif sedangkan penelitian saya menggunakan
jenis deskriptif korelasi dan metode pengumpulan data penelitian
sebelumnya menggunakan metode observasi dan wawancara sedangkan
pada penelitian ini saya menggunakan metode kuesioner dan observasi.
Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang
dokumentasi keperawatan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningtyas (2008) yang berjudul
“Analisis Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Oleh Perawat di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus”. Metode yang digunakan adalah
survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 80
responden. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
unsur tenaga, pelatihan, sarana, supervisi, reward, punishment, waktu,
kegunaan dan motivasi dengan pelaksanaan pendokumentasian proses
keperawatan. Faktor yang dominan, yaitu unsur tenaga dan motivasi.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian pada penelitian
sebelumnya adalah survey analitik sedangkan penelitian saya menggunakan
jenis deskriptif korelasi, variabel yang diteliti pada penelitian sebelumnya
adalah unsur tenaga, pelatihan, sarana, supervisi, reward, punishment,
meneliti variabel beban kerja dan metode pengumpulan data penelitian
sebelumnya menggunakan metode observasi dan wawancara sedangkan
pada penelitian ini saya menggunakan metode kuesioner dan observasi.
Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang
dokumentasi keperawatan dan sama-sama menggunakan pendekatan cross
sectional.
3. Penelitian oleh Lestari (2009) yang berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat Dengan Pelaksanaan Dokumentasi Proses
Keperawatan di RSUP Sanglah Denpasar”. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi
penelitiannya adalah seluruh perawat di Di RSUP Sanglah Denpasar. Hasil
penelitian tersebut didapatkan bahwa hanya sebagian kecil (26,7%) yang
menunjukkan pengkajian dengan kategori baik dan 40% masih kurang
dalam melakukan pengkajian data keperawatan. Diagnosa keperawatan
yang dirumuskan 37% termasuk dalam kategori baik, 35% termasuk
kategori cukup dan 28% termasuk kategori kurang menunjukkan perawat
telah mampu menyusun rencana keperawatan dengan baik. Sebagian besar
(83,3 %) komponen rencana keperawatan sesuai dengan standar. Rata-rata
dokumen evaluasi menunjukkan bahwa evaluasi keperawatan sesuai
dengan standar. Hampir semua (96,7 %) tindakan yang dilaksanakan
dilakukan evaluasi dan ditulis pada lembar status pasien.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian pada penelitian
menggunakan jenis deskriptif korelasi dan metode pengumpulan data
penelitian sebelumnya menggunakan metode observasi dan wawancara
sedangkan pada penelitian ini saya menggunakan metode kuesioner dan
observasi. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti
tentang dokumentasi keperawatan dan sama-sama menggunakan