BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Konseptual
1. Percaya Diri
Menurut Sarastika (2014) “Percaya diri memiliki sisi positif yang
lebih besar dan bermanfaat bagi kehidupan manusia”. Hal ini karena
percaya diri merupakan kebutuhan manusia yang paling penting (Lauster :
2007). Sedangkan Wibowo (2014) mengungkapkan “Percaya diri adalah
memiliki perasaan yang teguh pada dirinya, tabah apabila menghadapi
masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai
sesuatu”. Sejalan dengan itu Iswidharmanjaya (2013) mengungkapkan “Seseorang dikatakan percaya diri jika ia memiliki : kemampuan merasa
bisa melakukan sesuatu karena memiliki pengalaman, self-esteem yang
tinggi, kemampuan dalam beraktualisasi, prestasi, realistik”.
Percaya diri memberi keyakinan kuat pada diri seseorang sebagai
modal dasar untuk pengembangan aktualisasi diri dalam suatu tindakan
(Sarastika : 2014). Santrock (2003) mengungkapkan “Percaya diri
merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh
terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran”. Percaya
diri dapat muncul ketika seseorang melakukan atau terlibat di dalam suatu
aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah untuk mencapai hasil yang
Sarastika (2014) menyebutkan ciri orang percaya diri sebagai berikut :
1) tidak memiliki keraguan dan rasa rendah diri, 2) berani untuk memulai
hubungan baru dengan orang yang baru, 3) tidak suka untuk mengkritik
dan aktif dalam lingkungan pergaulan, 4) tidak mudah merasa tersinggung,
5) berani mengemukakan pendapat, 6) berani untuk bertindak, 7) dapat
untuk percaya kepada orang lain, 8) optimis, 9) tidak ragu-ragu dalam
melakukan sesuatu, 10) mampu untuk menujukan jati dirinya yang
sebenarnya, 11) mampu mengekspresikan diri secara positif dan leluasa,
12) berpikir realistis, 13) mampu menghilangkan keraguan yang ada dalam
diri ketika melakukan sesuatu.
Sementara Prasetyono (2014) mengatakan “Orang dengan percaya
diri yang baik mereka akan : 1) memiliki pandangan positif, 2) memiliki
aspirasi realistis, 3) kemampuan mengambil pandangan realistis, 4) tidak
bergantung pada orang lain, 5) berani mengambil resiko”.
Di samping itu, selain ciri orang percaya diri Iswindharmanjaya
(2014) mengelompokkan ciri orang yang tidak percaya diri sebagai berikut
: 1) tidak bisa menujukan kemampuan diri, 2) malu-malu, 3) tidak berani
mengungkapkan ide-ide, 4) rendah diri.
Sering kali percaya diri menjadi suatu persoalan yang besar bagi
sebagian orang. Hal ini membuat orang menutupi rasa tidak percaya diri
dengan rasa percaya diri yang palsu. Bentuk tingkah laku dari percaya diri
palsu ini adalah keras kepala, menggunakan sikap menakut-nakuti dan
orang tersebut sering kali tidak jujur dan mudah digoyahkan (Lauster :
2008).
Seringkali siswa mengalami rendahnya percaya diri di sekolah.
Namun, hanya sedikit siswa yang mampu mengatasi hal tersebut.
Rendahnya percaya diri yang terus-menerus terutama yang berkaitan
dengan pembelajaran dalam kelas akan berpengaruh pada hasil belajar
mereka.
Jadi, percaya diri yang dimaksud adalah kondisi psikologi yang
percaya akan kemampuan yang dimiliki secara realistik berupa
pengalaman untuk mampu mengaktualisasi diri dalam menghadapi
permasalahan. Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti rasa percaya
diri siswa SMP Negeri 2 Padamara yang dilihat dari beberapa indikator
yang telah peneliti tentukan, yaitu :
a) Tidak rendah diri
Seseorang yang tidak rendah diri adalah orang yang tidak mudah
putus asa, tidak ragu dalam melakukan sesuatu karena mereka
cenderung tidak takut membuat kesalahan dalam mencoba sesuatu
yang baru.
b) Optimis
Seseorang yang optimis adalah orang yang memiliki harapan baik
disegala hal, sehingga dia tidak menganggap suatu kegagalan itu
menerima dan memeriksanya untuk melihat sejauh mana masalah itu
dapat diperbaiki atau dirubah.
c) Berani mengambil keputusan
Orang yang berani mengambil keputusan adalah orang menyukai
tugas-tugas menantang dan mencari tanggung jawab baru, serta berani
mengambil resiko.
d) Tidak bergantung pada orang lain
Seseorang yang tidak bergantung pada orang lain memiliki kemampun
untuk menentukan cara terbaik mencapai apa yang diinginkan,
mandiri, dan mengetahui persis konsekuensi apa yang akan diperoleh
dari keputusan yang dibuat.
e) Mampu menujukan kemampuan yang dimiliki
Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu
mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan. Mampu menujukan
kepercayaan akan penilaiannya sendiri.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu ketrampilan,
hal ini terjadi karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala aspek
pengetahuan dan sikap mau menerima tantangan.
Dari (Ling : 2012) “Masalah terjadi ketika kita tidak tahu
bagaimana mengatasi suatu hambatan yang menghalangi kita untuk
“Permasalahan dikatakan sebagai masalah jika masalah tersebut tidak bisa
dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi informasi (data) yang
diperoleh”. Oleh karena itu, masalah harus dipecahkan atau diselesaikan.
Masalah dalam matematika sendiri berupa pertanyaan-pertanyaan yang
membantu untuk menyeleksi informasi yang ada.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan diartikan
sebagai kesanggupan atau kekuatan untuk melakukan sesuatu. Di samping
itu, pemecahan masalah merupakan proses dan kerja keras untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Aspek penting dari masalah adalah
penyelesaian yang diperoleh tidak dapat dikerjakan dengan prosedur rutin.
Untuk itu, menyelesaikan masalah memerlukan strategi dengan
menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang diketahui. Menurut
Polya (1973) pemecahan masalah dibagi dalam empat fase. Namun, dalam
penelitian ini peneliti hanya akan mendeskripsikan tiga fase dari
pemecahan masalah menurut Polya yaitu :
a) Memahami masalah (Understanding the problem)
Memahami masalah adalah dengan mengerti apa masalah yang
dihadapi. Memilah antara apa yang diketahui dan yang ditanyakan
serta menyajikannya dalam gambar, serta memperkenalkan notasi
yang sesuai untuk memudahkan merencanakan penyelesaiannya.
b) Membuat rencana (Devising plan)
Membuat rencana seringkali membutuhkan strategi untuk membantu
siswa merumuskan rencana penyelesaian suatu masalah. Selain itu
siswa dapat memikirkan masalah yang memiliki kesamaan sehingga
dapat mempertimbangkan penyelesaian yang akan dilakukan dengan
rencana penyelesaian yang sama.
c) Melaksanakan rencana (Carrying out the plan)
Melaksanakan rencana guna menemukan solusi, serta membuktikan
bahwa cara itu benar. Siswa melaksanakan rencana yang telah dibuat,
sehingga siswa benar-benar jelas tentang penyelesaian yang didapat.
Pada fase ini terlihat kemampuan siswa apakah mereka melaksanakan
rencana dengan benar, lengkap, dan kesesuaian dengan hasil yang
didapat.
Berikut contoh penyelesaian soal pemecahan masalah matematika
dalam materi segiempat berdasarkan fase Polya.
Contoh :
Gambar di atas adalah sebuah persegi dan persegi panjang. Jika luas
persegi panjang = kali luas persegi, maka berapa lebar persegipanjang?
Misal :Sisi persegi : s
Penyelesaian soal ini dapat dilakukan dengan mencari luas persegi dahulu
untuk mengetahui luas persegipanjang karena diketahui = .
=
Maka kemampuan pemecahan masalah matematika adalah
keterampilan untuk sanggup menyelesaikan suatu masalah matematika
dengan mengidentifikasikan informasi-informasi (data) berupa
pertanyaan-pertanyaan matematika dengan menggunakan segala aspek pengetahuan
dan pengalaman yang diketahui oleh siswa dengan indikator kemampuan
pemecahan masalah matematika sebagai berikut : 1) memahami masalah,
2) membuat rencana, 3) melaksanakan rencana.
3. Segiempat
Materi segiempat yang digunakan yaitu :
Standar kompetensi : 1. Memahami konsep segiempat serta menentukan
ukurannya.
Kompetensi dasar :
1.1 Menghitung keliling dan luas bangun segiempat serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Indikator :
1.1.1 Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan menghitung
keliling dan luas bangun persegi.
1.1.2 Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan menghitung
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan percaya diri dan kemampuan
pemecahan masalah matematika telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut ada beberapa penelitian yang
memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti ambil.
1. Penelitian dari Fatmawati (2015) menyimpulkan bahwa siswa dengan
prestasi rendah untuk sikap percaya dirinya sudah mulai berkembang dan
secara umum hanya mampu berpikir orisinal. Siswa dengan prestasi
sedang dapat dikatakan sudah menunjukan sikap percaya dirinya dan
secara umum dapat berpikir orisinal serta dapat berpikir elaborasi.
Sedangkan untuk siswa dengan prestasi tinggi sudah menunjukan sikap
percaya dirinya dan sudah mampu berpikir fluency, flexibility, orisinal,
dan elaborasi.
2. Hasil penelitian dari Vendiagrys (2014) menyimpulkan jika subyek FI
dalam menyelesaikan masalah memiliki profil : dapat memahami
pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat
matematika, lebih analitis dalam menerima informasi, dapat memperluas
hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan suatu
pembenaran berdasarkan pada hasil, dan memecahkan masalah dalam
konteks kehidupan nyata, memperoleh jawaban yang benar. Sedangkan
subyek FD dalam menyelesaikan masalah memiliki profil : dapat
memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat
menerima informasi, mudah terpengaruh mani[ulasi unsur pengecoh
karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil
pemecahan masalah, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada
hasil, dan memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, sering
tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.
Penelitian di atas, mendasari peneliti untuk melakukan penelitian
tentang percaya diri dan kemampuan pemecahan masalah matematika.
C. Kerangka Pikir
Percaya diri adalah kondisi psikologi yang percaya akan kemampuan
yang dimiliki secara realistik berupa pengalaman untuk mampu
mengaktualisasi diri dalam menghadapi permasalahan. Dimana percaya diri
dapat mempengaruhi aktivitas yang akan dipilih oleh siswa dalam
pembelajaran. Namun, tidak semua siswa memiliki tingkat percaya diri yang
sama. Siswa dengan percaya diri rendah akan banyak menghindari tugas
belajar yang menantang dan sulit, sedangkan siswa dengan percaya diri tinggi
akan memiliki keberanian mengerjakan tugas yang menantang dan sulit.
Untuk itu percaya diri berpengaruh pada kemampuan pemecahan
matematika siswa. Dimana kemampuan yang penting dalam mempelajari
matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Seperti
percaya diri kemampuan pemecahan masalah matematika untuk setiap siswa
juga pasti berbeda-beda. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah
dengan mengidentifikasikan informasi-informasi berupa
pertanyaan-pertanyaan matematika dengan segala aspek pengetahuan dan pengalaman