BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Tanggung Jawab
a. Pengertian Tanggung Jawab
Siswa memiliki kewajiban untuk mengikuti perintah guru,
sehingga harus memiliki tanggung jawab atas perintah tersebut untuk
melaksanakannya. Menurut Fitri (2012:112) tanggung jawab
merupakan nilai moral yang penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai moral tersebut merupakan nilai yang melibatkan sikap dan
perilaku seseorang. Menurut Daryanto (2013:71) tanggung jawab yaitu
merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban yang seharusnya dilakukan, terhadap dirinya sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tanggung jawab adalah sikap perilaku yang dimiliki oleh seseorang.
Tanggung jawab tersebut merupakan pertanggung jawaban terhadap
tindakan yang dilakukannya baik kepada guru, orang tua, dirinya
sendiri maupun masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa, yang
dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berani menanggung
b. Indikator Tanggung Jawab
Fitri (2012:43) menyebutkan indikator tanggung jawab yaitu:
1) Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik. 2) Bertanggung jawab kepada setiap perbuatan.
3) Melakukan piket sesuai dengan jadwal yang telah diterapkan. 4) Mengerjakan tugas kelompok secara bersama-sama.
2. Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar
Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010:2). Hamalik secara rinci merumuskan
pengertian belajar sebagai berikut:
Belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Pengertian lain mengenai belajar menurut Hilgard (Susanto,
2013:3) menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan kegiatan
reaksi terhadap lingkungan. Perubahan yang dimaksud mencakup
pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui
latihan (pengalaman).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang belajar dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan proses untuk mendapatkan
keseluruhan yang didapat melalui interaksi diri baik dengan
pengalaman sendiri maupun dengan lingkungannya, untuk mendapat
pengalaman dari belajar, siswa harus mengalami langsung artinya
belajar tidakan dapat diwakilkan oleh siapapun.
b. Prinsip-prinsip belajar
Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas dapat
secara efektif apabila guru mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar
sebagaimana mestinya. Prinsip belajar juga memberikan arah tentang
apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar siswa berperan aktif
dalam pembelajaran.
Ada delapan prinsip yang dikemukakan oleh Aunurrahman
(2013: 114-127) yaitu:
1) Perhatian dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang untuk memiliki energi atau kekuatan bagi seseorang agar memiliki energi dan kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan baik.
2) Retensi
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu:
a) Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguatkan retensi b) Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik c) Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik
dimana proses belajar itu terjadi.
d) Latihan-latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
e) Penelaahan bahan-bahan faktual keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi.
g) Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu.
h) Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik.
i) Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas.
j) Tahap akhir belajar seyogyanya memasukan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada giliranya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.
3) Keaktifan
Keaktifan merupakan bagian dari aktivitas siswa dalam belajar. Dalam belajar keaktifan siswa nampak dalam kegiatan fisik yang mudah diamati dan bentuk psikis yang susah diamati. Bentuk kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih, keterampilan-keterampilan dan sebagainya, sedangkan dalam bentuk psikis dapat berupa memecahkan permasalahan menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis lainnya. 4) Keterlibatan Langsung
Kegiatan langsung siswa dalam proses pembelajaran memiliki keaktifan yang tingg, dalam keadaan ini siswa tidak hanya sekedar mendengar, mengamati, dan mengikuti akan tetapi akan terlibat langsung dalam melaksanakan suatu percobaan, peragaan, atau mendemostrasikan sesuatu.
5) Pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikolog daya. Berdasarkan teori ini belajar adalah melatih daya bepikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya
6) Tantangan
Belajar memerlukan tantangan agar dapat
membangkitkan gairah siswa dalam belajar. Bahan belajar atau pelajaran yang didalamnya mengundang materi yang banyak
permasalahan membuat siswa untuk tertantang
menyelesaikannya. 7) Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan ditekankan pada teori belajar Operant Conditioning
nilai jelek dan jika tidak naik kelas maka ia akan terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Jika guru tepat dalam menerapkan metode belajar, mengajar dengan baik, memungkinkan siswa akan mendapat penguatan dan balikan dengan segera.
8) Perbedaan Individual
Siswa merupakan individu yang unik. Satu sama lain memiliki kekhasan tersendiri dalam belajar, maka dari itu hendaknya guru memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut sehingga dalam mengajar mampu memberikan porsi yang sesuai dengan masing-masing kemampuan siswa.
Prinsip belajar yang lain dikemukakan oleh Davies
(Aunurrahman, 2010:113) menjelaskan prinsip belajar sebagai berikut:
1) Semua hal apapun yang dipelajari oleh seorang siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar merupakan keterlibatan siswa secara langsung untuk mengalaminya. 2) Setiap siswa memiliki tempo (kecepatan) sendiri dalam belajar.
Setiap kelompok umur, terdapat perbedaan dalam kecepatan belajar.
3) Seorang siswa lebih banyak apabila setiap langkah dalam belajar segera diberi penguatan. (reinforcement).
4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan siswa belajar secara lebih berarti atau biasa dikatakan belajar yang bermakna.
5) Apabila seorang siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia akan termotivasi untuk belajar dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
Berdasarkan kedua pengertian mengenai prinsip-prinsip belajar
dapat disimpulkan bahwa belajar mempunyai prinsip yang jelas yaitu
(1) belajar adalah mengalami langsung, (2) adanya perbedaan
individual dalam kecepatan belajar, (3) belajar diperlukan adanya
sebuah penguatan, (4) adanya perhatian dan motivasi, (5) adanya
c. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan sebuah keberhasilan yang dicapai
oleh seseorang setelah mereka belajar. Menurut Arifin (2011:12) kata
“prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam
Bahasa Indonesia menjadi “prestasi”yang berarti “hasil usaha”. Istilah
prestasi belajar (achievement) berbeda dengan hasil belajar
(learningoutcome). Menurut Mulyasa (2014:189) prestasi belajar
adalah hasil yang diperoleh sesorang setelah menempuh kegiatan
belajar.
Berdasarkan pengertian prestasi belajar tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari usaha yang telah
ditempuh oleh siswa melalui proses belajar mengajar. Hasil belajar
siswa dari proses belajar tersebut ditunjukkan melalui nilai atau
melalui raport. Nilai dan raport tersebut hanya dijadikan sebagai
simbol dari keberhasilan belajar siswa.
3. Matematika Sekolah Dasar a. Pengertian Matematika
Pengertian matematika menurut James and James (Suwangsih
dan Tiurlina, 2006:4) bahwa matematika adalah ilmu tentang logika,
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi dalam tiga
bagian yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Suwangsih dan Tiurlina
manusia dalam dunianya, kemudian pengalaman diproses dalam
bentuk rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur
kognitif sehingga terbentuk konsep-konsep matematika, kemudian
agar konsep-konsep matematika dapat dipahami orang lain maka
dimanipulasi menggunakan bahasa atau notasi matematika secara
universal.
Berdasarkan pengertian matematika diatas maka dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang logika,
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep lainnya.
Pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar) dan logika di
dapat dari pengalaman manusia dalam dunianya yang menekankan
pada kegiatan dalam bentuk rasio serta memiliki objek tujuan yang
abstrak.
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Siswa sekolah dasar (SD) umumnya berkisar antara 6 atau 7
tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (Susanto, 2013:184)
siswa berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak
pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan
objek yang bersifat konkret. Menurut Suwangsih & Triurlina
(2006:16) matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan
kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir logis,
sistematis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk
mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, matematika
di sekolah dasar dilaksanakan sekitar usia 6 atau 7 tahun, sampai 12
atau 13 tahun. Pembelajaran matematika yang diperoleh di sekolah
dasar dapat digunakan untuk kepentingan sehari-hari dalam
lingkungan.
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Depdiknas (2009:1) secara umum terdapat empat
tahapan aktivitas dalam rangka penguasaan materi matematika di
dalam pembelajaran, yaitu:
1. Penanaman Konsep
Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.
2. Tahap Pemahaman Konsep
Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.
3. Tahap Pembinaan Keterampilan
Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.
4. Tahap Penerapan Konsep
d. Materi Pecahan
Heruman (2007:43) berpendapat pecahan dapat diartikan
sebagai bagian sesuatu yang utuh.
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV
Standar Kopetensi Kopetensi Dasar
6. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan
masalah
6.3 Menjumlahkan Pecahan
6.4Mengurangkan Pecahan
1) Menjumlahkan Pecahan
a) Penjumlahan dengan Penyebut yang sama
+
=
=
=
Penjumlahan Pecahan yang berpenyebut sama dilakukan
dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya, sedangkan
penyebutnya tidak dijumlahkan.
b) Penjumlahan Berpenyebut berbeda
+
=
+
=
=
2) Mengurangkan Pecahan
a) Melakukan pengurangan pecahan berpenyebut sama
Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama, dilakukan
penyebutnya tetap, kemudian tuliskan asilnya dalam bentuk
yang paling sederhana.
Contoh:
-
=
=
b) Melakukan pengurangan pecahan berpenyebut berbeda
Pengurangan pecahan yang berpenyebut berbeda dilakukan
dengan cara menyamakan penyebut dengan KPK kedua
bilangan tesebut.
-
=
-
=
=
3) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
Contoh:
1) Ibu Ema membuat sebuah kue yang cukup besar. Kue tersebut
dipotong-potong menjadi menjadi 16 bagian yang sama besar.
Pulang sekolah Ema mengajak Menik main kerumahnya. Ema
dan Menik masing-masing makan 2 potong kue.
a) Berapa bagian kue yang dimakan Ema dan Menik?
b) Berapa bagian kue yang masih tersisa?
Penyelesaian:
a) Kue dibagi menjadi 16 potong, kemudian dimakan Ema 2
potong dan dimakan Menik 2 potong.
Ema makan
Menik makan
bagian kue
+
=
=
=
Jadi, kue yang dimakan Ema dan Menik bagian.
b) Kue yang dimakan Ema dan Menik bagian.
Sisa kue = 1 -
=
-
=
Jadi, kue yang masih tersisa ada bagian.
4. Model Pembelajaran Quantum
a. Pengertian Model Pembelajaran Quantum
Deporter dan Hernacki (2003:14) menyatakan, prinsip dari
Quantum Learing adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil
situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif
ataupun negative. Quantum Learning berakar dari upaya seorang
pendidik berkebangsaan Bulgaria yaitu Dr. Georgi Lozanov yang
bereksperimen dengan yang disebut “suggestology” atau
“suggestopedia”. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa model Quantum Learning adalah metode
pembelajaran yang berfokus pada pemberian sugesti yang positif agar
b. Komponen Model Pembelajaran Quantum
Deporter, Readon and Singer-Nourie (2003:9-10) menyatakan,
Model pembelajaran Quantum Learning dikenal dengan adanya
konsep TANDUR yang merupakan singkatan dari Tumbuhkan
(menarik siswa untuk lebih menumbuhkan minat dan kemanfaatan
kehidupan siswa), Alami (menciptakan atau mendatangkan
pengalaman yang dapat dimengerti semua siswa), Namai
(menggunakan kata kunci, konsep, model, rumus, srategi, sebuah
“masukan”), Demonstrasikan (memberikan kesempatan bagi siswa
untuk menunjukkan bahwa mereka tahu), Ulangi (menunjukkan siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku
tahu ini”), Rayakan (merayakan hasil keberhasilan siswa dalam
penyelesain materi, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan ilmu
pengetahuan). Konsep tandur tersebut akan diterapkan dalam
pembelajaran matematika materi pecahan. Berdasarkan konsep
TANDUR tesebut dapat disimpulkan tahap dan langkah-langkah
pembelajaran Quantum Learning dengan menggunakan konsep
TANDUR yaitu:
Tahap siklus pembelajaran model pembelajaran Quantum pada
materi pecahan:
1) Tumbuhkan
Pada tahap ini menumbuhkan semangat belajar siswa, guru
2) Alami
Tahap alami yaitu siswa diberikan pengalaman awal terhadap
konsep pembelajaran melalui penjelasan umum dan tampilan
media yang akan digunakan.
3) Namai
Tahap namai yaitu guru akan menyebut penanaman yang ada
dalam media yang digunakan serta bagian-bagian dan
pengertiannya, sehingga siswa akan mengetahui penanaman dalam
konsep materi yang diajarkan.
4) Demonstrasi
Demonstrasi disini memberikan kebebasan siswa untuk
mengeluarkan pendapat ataupun ide yang berhubungan dengan
pembelajaran sehingga pendapat ataupun ide yang yang
berhubungan dengan pembelajaran dengan pembelajaran sehingga
dapat menimbulkan interaksi yang positif dan dapat menumbuhkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran.
5) Ulangi
Konsep pembelajaran yang sudah ditanamkan dipahamkan dibina
kreatifitasnya harus diulangi dengan memberikan penguatan
kepada siswa dan mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap
materi yang diajarkan.
6) Rayakan
Tahap rayakan adalah tahap pemberian sugesti positif yang
kesia-4) Penggunaan blok pecahan untuk pengurangan pecahan
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelitian oleh Sri Winarti Durandt, Irwan Said, dan
Ratman yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Khususnya Materi
Energi dan Perubahannya melalui Pembelajaran Quantum Teaching di Kelas
V SDN Inpres menunjukan peningkatan hasil analisis tes hasil belajar siswa
yang di peroleh pada sklus I, yakni siswa tuntas 15 dari 20 siswa atau
prsentase ketuntasan klasikal 75% dan daya serap klasikal 72,2%, serta
aktvitas siswa dalam kategori afektif. Pada siklus II siswa yang tuntas 20 dari
2 siswa atauketuntasan klasikal 100% dan daya serap klasikal sebesar 87,7%
serta aktivitas siswa dalam kategori efektif. Sejalan dengan penelitian tersebut
G A. Tri Agustiana yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Quantum
Teaching Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV di SD Gugus VI
Kecamatan Buleleng” hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan prestasi belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan
model pembelajaran quantum teaching dan siswa yang diajarkan
menggunakan model pembelajaran konvensional. Pebedaan tersebut dilihat
dari hasil skor prestasi belajar IPA siswa diperoleh lebih besar dari (t
hitung =
20,6 > t
tabel= 2,021; ά=0,05) pada taraf signifikan 5%. Berdasakan hasil
penelitian-penelitan yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajan Quantum dapat
meningkatan prestasi belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir
Faktor yang terpenting untuk mendukung tercapainya tujuan belajar
dan prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, model, dan
metode pembelajaran. Banyak model yang diterapkan guru oleh guru akan
tetapi masih banyak dijumpai beberapa guru yang masih bingung dalam
memilih model yang sesuai dengan karakteristik siswa SD, khususnya pada
siswa kelas IV SD Negeri 1 Lesmana. Sikap tanggung jawab siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran juga merupakan faktor yang penting dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa,
maka cara yang dapat ditempuh misalnya dengan mengaktifkan mereka dalam
kegiatan pembelajaran guru dapat menggunakan model yang dapat
sehingga siswa lebih tertarik dan temotivasi dalam pembelajaran, hal ini
menggunakan model Quantum diharapkan dapat menjadikan pembelajaran
menarik, tanggung jawab siswa dalam belajar meningkat dan prestasi belajar
matematika siswa juga dapat terus meningkat.
Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir Kondisi Awal
Guru belum mengajarkan dengan model pembelajaran Quantum
Siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, kurang bertanggung jawab dalam pembelajaran dan tugas.
Tindakan
Pembelajaran
menggunakan model
Quantum Siklus I Siklus II
Kondisi Akhir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dapat penulis
kemukakan hipotesis tindakan atas penelitian terdiri dari:
1. Melalui penggunaan model Pembelajaran Quantum dapat meningkatkan
tanggung jawab siswa pada mata pelajaran matematika materi pecahan di
kelas IV SD Negeri 1 Lesmana.
2. Melalui penggunaan model pembelajaran Quantum dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi pecahan di