• Tidak ada hasil yang ditemukan

JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP BIRU KARYA AGNES JESSICA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP BIRU KARYA AGNES JESSICA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Agatha Erste Fiska Prayesi NIM: 004114058

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat tersusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu SE. Peni Adji, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang dengan kesabaran dan kesungguhan membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bpk Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Bpk B. Rahmanto, M.Hum, dan Bpk. Drs. Hery Antono, M.Hum, atas perhatian dan dukungannya selama ini.

4. Ibu Dr. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc, selaku Wakil Rektor I yang telah memberikan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan skripsi.

5. Bapakku Cyprianus Widiatmodjo, SH yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dari jauh agar skripsiku segera diselesaikan.

(5)

v

terindah yang diberikan Tuhan Yesus. Gadis kecilku yang membuat aku semangat menyelesaikan skripsi ini.

9. Eyang Yohana Berchman Suyatmi Djilan Hardjowijoto (Alm) pesan beliau sangat berarti, membuatku lebih menghayati hidup dan berusaha keras menyelesaikan skripsi ini.

10.Om Antonius Herujianto dan budhe Maria Sri yang selalu memberikan dukungan dalam banyak hal pada penulis.

11.pakdhe Nono (Surabaya), pakdhe Yoyok (Mojokerto) yang memberikan dukungan dalam doa.

12.My soulmate Eko Prasetyo yang kehadirannya selalu memberikan kebahagiaan dan kasih sayang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 7 Februari 2009 Penulis

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Februari 2009

(7)

vii

Nama :Agatha Erste Fiska Prayesi Nomor Mahasiswa : 004114058

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI

BERSAYAP BIRU KARYA AGNES JESSICA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 2 April 2009

Yang menyatakan

(8)

viii

Agatha Erste Fiska Prayesi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Penelitian ini mengkaji jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur penceritaan yang meliputi latar, tokoh dan penokohan, serta jati diri.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan strukturalisme, psikologi sastra, dan jati diri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menggali lebih mendalam mengenai jati diri tokoh Maya.

Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah menganalisis latar, tokoh, dan penokohan. Kedua, setelah membuktikan bahwa secara struktural terdapat permasalahan-permasalahan psikologis mengenai jati diri menurut Whiteheat, penulis meneliti secara lebih mendalam mengenai proses integrasi pengalaman-pengalaman kedalam kepribadian Maya yang makin lama makin menjadi dewasa.

Dari hasil analisis novel Bidadari Bersayap Biru dapat disimpulkan bahwa tokoh utama adalah Maya. Tokoh bawahan adalah Setiawan, Rini, dan Vina. Novel Bidadari Bersayap Biru berlatar tempat di rumah keluarga Setiawan dan rumah keluarga Dimas Gunawan. Latar waktu dalam novel Bidadari Bersayap Biru hanya disebutkan masa kecil, remaja, dan sekarang. Sedangkan latar sosialnya adalah kebiasaan hidup Maya.

(9)

ix By:

Agatha Erste Fiska Prayesi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

This research reviews the self identity of Maya’s in Agnes Jessica’s novel Bidadari Bersayap Biru. The aim of this research is to describe the backgrounds, characters and characterization, as soon as self identity.

This research conducts structuralism and psychology, as soon as self identity. Literature approach and the writer using descriptive method which intends to examine more the searching of Maya’s self identity.

There are some steps taken in this research. Firstly, the writer analyzes the novel structurally which is analyzing the backgrounds, character and characterization structurally because those elements are very significant in this novel. The following step is after the writer proves structurally that there are psychological problems in searching self identity in accordance with Whiteheat, the writer examines more the process of the integration experiences into Maya’s personalities which is increasingly old and become mature.

The result of the research shows that the main character is Maya, the second characters are Setiawan, Rini and Vina. Bidadari Bersayap Biru takes houses as the setting. The time setting in this novel is un chronologically because only includes childhood, youth and present time. Meanwhile the social background is habit life of Maya.

(10)

x

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...iii

KATA PENGANTAR. ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ... ...vii

ABSTRACT ... ...viii

DAFTAR ISI ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah .. ...3

1.3 Tujuan Penelitian... ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... ... 4

1.5 Landasan Teori ... 4

1.5.1 Teori Struktural ... ... 4

1.5.1.1 Latar .... ... 6

1.5.1.2 Tokoh dan Penokohan ... 6

1.5.1.2.1 Tokoh ... ... 6

1.5.1.2.2 Penokohan ... ... 7

1.5.2 Psikologi Sastra ... 8

1.5.3 Jati Diri Manusia .... ... 9

1.6 Metode Penelitian ... ... 11

1.6.1 Pengumpulan Data ... ... 11

1.6.2 Pendekatan ... ... 11

1.6.3 Metode ... ... 12

1.6.4 Teknik Analisis Data ... 13

1.7 Sumber Data ... 13

(11)

xi

2.1.3 Latar Sosial .. ... 17

2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 19

2.2.1 Penokohan .. ... 20

2.2.1.1 Maya... 20

2.2.1.2 Setiawan ... ... 24

2.2.1.3 Rini ... 27

2.2.1.4 Vina ... ... 29

BAB III JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP BIRU 3.1 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Kepribadian ... ... 32

3.2 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Keunikan ... 36

3.3 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Identitas Diri ... 46

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan .... ... 50

4.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(12)

1 1.1Latar Belakang

Sastra merupakan pengalaman jiwa manusia secara utuh. Sastra mencakup hal-hal yang menyangkut baik buruk hidup manusia. Sastra penuh dengan konflik-konflik batin dan merupakan terjemahan dari perjalanan hidup manusia ketika mengalami dn bersentuhan dengan peristiwa-peristiwa hidup dan kehidupan. Disadari atau tidak pengarang berusaha menemukan jati dirinya yang dituangkan dalam karyanya (Suyitno, 1986: 5).

Sastra tidak saja lahir karena fenomena logis, tetapi juga Karena kesadaran penulisnya bahwa sastra merupakan sesuatu yang imajinatif, fiktif, juga melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendensi. Sastrawan ketika menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapatnya, kesan-kesan, perasaannya terhadap sesuatu. Sastra dapat membina dan mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, apakah itu nilai nalar, afektif, sosila atau gabungan keseluruhannya (Oermarjati, 1970: 153-154).

(13)

paling digemari dan berkembang dengan baik, secara relatif jenis tersebut mudah untuk dipahami dan dinikmati (Sumardjo dan Saini, 1986:32).

Novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica, menceritakan tentang lika-liku hidup tokoh Maya sebagai anak angkat yang selalu diperlakukan kasar oleh ibu angkatnya bernama Rini dan juga saudara angkatnya bernama Vina. Kisah dalam novel ini hampir mirip dengan dongeng Bawang Putih dan Bawang Merah. Di samping itu, ada sebuah cerita tentang perjalanan reinkarnasi tokoh Maya yang dikisahkan selalu berakhir dengan kesedihan dan kematian, serta kelebihan indera keenam yang dimiliki tokoh Maya. Membuat penulis menjadi penasaran pada kisah selanjutnya. Pengarang begitu pandai mengkisahkan tokoh Maya yang terus mencari kebahagiaan dan rasa keingitahuan pada masa lalunya.

Melalui novel ini, pengarang berusaha membuka tabir tokoh Maya terhadap masa lalunya yang selalu gagal dalam masa pencarian kebahagiaan. Melalui penceritaan yang baik didukung dengan isi cerita yang menarik, membuat penulis tertarik untuk mengkajinya lebih dalam lagi. Mengetahui lebih banyak lagi sosok Maya yang sebenarnya dalam buku diary tua.

Yang menarik perhatian penulis, adalah pada kedua masa (lampau dan sekarang) yang dialami tokoh Maya tersebut, diwarnai oleh problema kehidupan yang berlatar belakang penderitaan.

(14)

dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri.

Dalam meneliti novel ini penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra. Melalui.pendekatan psikologi sastra penulis menganalisis jati diri Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru. Jati diri sangat penting karena menjadi titik berangkat menuju kesempurnaan hidup manusia.

Namun untuk mengungkapkan pencarian jati diri terhadap tokoh Maya tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis struktural. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa langkah awal untuk memahami karya sastra terutama novel dilakukan melalui analisis struktural. Dalam novel Bidadari Bersayap Biru yang akan dianalisis meliputi latar, tokoh dan penokohan. Analisis ini berguna untuk mendasari analisis jati diri tokoh Maya dalam Novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah unsur latar, tokoh dan penokohan dalam novel Bidadari Bersayap Biru?

1.2.2 Bagaimanakah jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru?

1.3 Tujuan Penelitian

(15)

1.3.2 Mendeskripsikan jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Menambah khasanah kajian sastra, khususnya kajian sastra dengan pendekatan psikologi.

1.4.2 Mengembangkan apresiasi sastra karya Agnes Jessica, khususnya novel Bidadari Bersayap Biru.

1.5 Landasan Teori

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis struktural. Analisis struktural digunakan karena mempunyai prinsip-prinsip yang jelas. Analisis struktural bertujuan memaparkan secara cermat dan seteliti mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek dalam karya sastra sehingga akan menghasilkan makna yang menyeluruh.

1.5.1 Teori Struktural

(16)

Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan reaksi dari berbagai unsur teks. Sebuah teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti: tokoh, ide, tema, amanat, latar, watak, dan perwatakan, insiden plot dan gaya bahasa. Komponen-komponen tersebut memiliki perbedaan aksentuasi melalui berbagai teks sastra. Strukturalisme sastra memberi keluasan kepada peneliti sastra untuk menetapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikasi. Keluasan ini harus tetap dibatasi, yaitu sejauh komponen-komponen itu tersurat dalam teks itu sendiri (Taum, 1997:39).

Analisis struktur karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fisik yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain. Hal ini akan menunjukan kaitan antara hubungan peristiwa satu dengan yang lain, kaitan antara plot yang tidak kronologis, kaitan antara tokoh dan penokohan serta latar (Nurgiyantoro, 2007:37).

(17)

Hasil dari analisis tokoh dan penokohan dapat membantu peneliti untuk mengenal dan memahami jiwa tokoh utama dan tokoh bawahan, yang dapat digunakan untuk menganalisis jati diri tokoh Maya sebagai tokoh utama.

Adapun struktur yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:

1.5.1.1Latar

Latar adalah tempat dan masa terjadinya cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana dan kapan berlangsungnya suatu kejadian. Pengarang memilih latar tertentu untuk ceritanya dengan mempertimbangkan unsur watak tokohnya dan persoalan serta tema yang akan diangkat. Dengan penggambaran latar yang baik pembaca diberi pengetahuan tentang kehidupan masyarakat tertentu (Sumardjo, 1984:60).

Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Selain itu, ada pula latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar menjadi metaphor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh. Dalam fungsinya sebagai metaphor, latar juga dapat menciptakan suasana (Sudjiman, 1988:46).

1.5.1.2Tokoh dan Penokohan

1.5.1.2.1 Tokoh

(18)

utama novel itu?, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?” (Nurgiyantoro, 2007: 164).

Berdasarkan fungsi tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa yang membangun cerita. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan dekat dengan tokoh utama dan sering dimanfaatkan oleh pengarang untuk memberi gambaran lebih terperinci tentang tokoh utama mengenai pikiran dan perasaannya (Sudjiman, 1988: 18-20).

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita dan harapan-harapan kita Tokoh antagonis merupakan penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2007:178-179). Tokoh yang merupakan penetang utama dari protagonis disebut antagonis (Sudjiman, 1988:19).

1.5.1.2.2 Penokohan

(19)

serta sikap batin. Sikap batin disini dapat diartikan juga sebagai watak. Yang dimaksud dengan watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain.

Ada tiga metode penyajian watak tokoh atau metode penokohan yang digunakan oleh pengarang, yaitu pertama metode analisis atau metode langsung (Hudson via Sudjiman, 1988: 24), metode perian atau metode diskursif (Kenney via sudjiman, 1988: 24). Melalui metode ini, pengarang mengisahkan sifat-sifat tokoh, hasrat, pikiran dan perasaannya. Kedua, metode tidak langsung atau metode rabaan atau metode dramatik. Melalui metode ini, pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh melalui pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh bahkan dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Ketiga, metode kontekstual, yaitu watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk mengacu pada tokoh (Sudjiman, 1988: 23-26).

1.5.2 Psikologi Sastra

(20)

cara pengarang menghubungkan persoalan pikiran, bertindak atau bergerak dalam sebuah karya sastra itu.

Psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Sastra dan psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama-sama menyentuh manusia dalam persoalan yang diungkapkan (Sukada, 1987: 102).

Dalam penelitian ini kajian psikologi sastra yang digunakan yaitu teori tentang jati diri manusia.

1.5.3 Jati Diri Manusia

Kalau kita berbicara tentang jati diri manusia sebagai seorang manusia yang utuh, kita mempunyai pengertian ganda. Di satu pihak, jati diri mengandaikan satu kesatuan yang utuh dalam diri manusia. Di lain pihak, kita juga menyadari diri kita meskipun sebagai satu kesatuan yang utuh, namun diri kita jelas terdiri dari bagian-bagian dan aspek-aspek yang begitu kaya. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam diri manusia terdapat kesatuan (unitas) sekaligus keberadaan yang tidak mungkin disangkal keberadaannya (Hadi, 1996: 19).

(21)

individual tersebut harus menyatu dalam kesatuan manusia sebagai satu subjek atau pribadi. Manusia yang kompleks tersebut tidak terpecah-pecah dan menyebar, tetapi tetap merupakan kesatuan yang utuh yang bersifat kompleks dimana bagian aspek, unsur, taraf dan kegiatan yang dimilikinya tidak bisa dipisahkan satu sama lain (Hadi, 1989: 181).

Keunikan manusia adalah kesatuan manusia individual yang khas di tengah-tengah interaksinya manusia di dalam suatu masyarakat. Setiap individu yang merupakan satu kesatuan utuh merupakan bagian dari integral dari masyarakat atau dengan kata lain manusia individual merupakan bagian integral dari masyarakat sekaligus pribadi yang khas yang menyumbang terbentuknya masyarakat (Hadi, 1989: 191).

(22)

Identitas adalah salah satu aspek manusia yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Meskipun manusia mengalami perkembangan, mungkin juga pengaruh lingkungan, pergaulan namun manusia tetap individu yang sama dengan satu kesatuan historis di dalam kehidupannya di masa lampau, masa sekarang, dan masa depannya tidak mungkin dilepas satu dari lainnya (Hadi, 1989: 182).

Dalam penelitian ini fokus utama untuk menganalisis jati diri tokoh Maya menggunakan teori yang dikemukakan Whiteheat dalam Hadi (1989) tentang jati diri. Jati diri berarti kesatuan manusia yang bersisi tiga, yaitu kepribadian, keunikan, dan identitas diri.

1.6Metode Penelitian

1.6.1 Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis studi pustaka (library research). Data-data yang penulis dapat tersebut dari buku, karya tulis, dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan di atas.

1.6.2 Pendekatan

(23)

dilampaui. Pendekatan psikologi dapat mengungkap karya sastra sesuai tujuan penelitian. Memasuki analisis jati diri, penulis menggunakan psikologi menurut Whiteheat. Jati diri manusia yang dimaksud meliputi kepribadian, keunikan, dan identitas diri.

Menurut Hardjana (1991: 66), untuk menafsirkan karya sastra selain menganalisis jiwa pengarang lewat karya-karyanya, kita juga bisa menggunakan pengetahuan tentang persoalan-persoalan psikologis tanpa harus menhubungkan dengan biografi pengarang. Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam novel tersebut dengan menggunakan ilmu psikologi. Apabila tingkah laku tokoh-tokoh sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori psikologi untuk menafsirkan karya sastra.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam pembahasan nanti kedua sudut pendekatan tersebut akan saling melengkapi.

1.6.3 Metode

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain.) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (Nawawi, 1990:63).

(24)

Berdasarkan metode tersebut, peneliti akan menggali lebih mendalam mengenai jati diri tokoh Maya. Hal ini akan diperjelas dan didukung oleh latar yang digambarkan serta berkaitan dengan penokohan tokoh Maya dalam Novel Bidadari Bersayap Biru.

1.6.4 Teknik Analisis Data

Teknik ini merupakan penjabaran dari sebuah metode penelitian yang disesuaikan dengan alat dan sifat (Sudaryanto, 1993:20). Teknik ini merupakan langkah kerja yang operasional dalam penelitian terhadap karya sastra. Teknik yang digunakan yaitu teknik catat dengan kartu, yakni mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel Bidadari Bersayap Biru yang berkaitan dengan masalah di atas. Teknik catat, yaitu teknik mengumpulkan data dengan cara mencatat data pada kartu data. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

1.7Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

Judul Buku : Bidadari Bersayap Biru

Pengarang : Agnes Jessica

Penerbit : Gramedia

(25)

Tebal Buku : 235 hlm

Cetakan : Pertama, Juli 2007

1.8 Sistematika Penyajian

(26)

15

BIDADARI BERSAYAP BIRU

Pada bab II ini akan dianalisis unsur intrinsik novel Bidadari Bersayap Biru yang meliputi unsur latar, tokoh dan penokohan. Di sini ditekankan unsur intrinsik latar, tokoh dan penokohan karena kedua unsur tersebut sangat terlihat jelas dalam novel tersebut. Selain itu, dengan menemukan kedua unsur intrinsik tersebut dapat membantu dalam analisis jati diri tokoh Maya. Analisis tersebut sebagai wujud penggambaran latar yang baik dapat membawa pembaca lebih mengetahui tentang kehidupan masyarakat tertentu.

Dalam hal ini, penggambaran latar dalam novel Bidadari Bersayap Biru dapat menunjukkan sisi kehidupan tokoh-tokohnya khususnya kehidupan tokoh protagonis yaitu tokoh Maya yang memiliki indera keenam membuatnya dirinya merasa beda dari yang lain. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1 Latar

(27)

masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, ia dapat berupa kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap.

Berikut penjelasannya beserta kutipan yang mendukung.

2.1.1 Latar Tempat

Latar tempat dalam novel Bidadari Bersayap Biru adalah rumah. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(1) Mereka melewati ruang tamu yang cukup besar dan masuk ke lorong samping. Rumah besar peninggalan kakek Vina ini punya empat kamar tidur. Dulu Maya tidur di kamar sendiri dan sisa satu kamar kosong. Tapi belakangan ini ia disuruh tidur bersama Vina dan dua kamar dua disewakan. Kamar pertama disewa seorang karyawati berusia 24 tahun bernama Lintang, dan kamar kedua disewa oleh Yoga (hlm. 8-9).

(2) Selanjutnya Maya menuju ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dan kamar tidur. Tapi kamar tidur itu terkunci (hlm. 25). (3) Terdapat empat kamar tidur di sana. Dua diantaranya terkunci. Satu

yang terbuka ternyata kamar tamu, karena tak ada barang–barang pribadi di sana. Cuma lemari kosong dan sebuah tempat tidur untuk dua orang (hlm. 26).

(4) Kamar itu tampak rapi dan bernuansa feminim (hlm. 26).

Selain itu, latar dalam cerpen ini adalah di dapur. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(5) Yoga lalu mengikuti Maya ke dapur. Setelah menaruh cucian dan piring kotor di dapur, Maya mencari gunting kuku di laci meja dapur dan memberikannya pada Yoga (hlm. 14).

(28)

2.1.2 Latar Waktu

Penggambaran waktu terjadinya peristiwa hanya disebutkan masa kecil, masa remaja yang sekarang, dan masa lalu. Berikut ini beberapa kutipan latar waktu:

(7) Saat ia berusia lima tahun, rumahnya tertimpa tanah longsor di daerah Sukabumi. Orangtua serta adiknya tewas. Saat itu, Setiawan yang sedang mengoperasikan alat berat yang mengeduk tanah longsor sedang mencari korban (hlm. 18).

(8) Sampai usianya tujuh belas tahun seperti sekarang, semua kebutuhannya terpenuhi (hlm. 19).

(9) Semestinya sekarang Maya duduk di kelas dua SMA, sama dengan Vina (hlm. 18).

(10) Setiawan juga bilang bahwa ia menyayangi Maya sejak pertama kali melihatnya karena sorot mata Maya mirip dengan sorot mata kekasih pertamanya (hlm. 126).

(11) Hari ini, Maya dan Nico mengunjungi Dimas Gunawan di penjara (hlm. 233).

2.1.3 Latar Sosial

Saat hati Maya sangat pedih. Ia pergi menghindar ke rumah sebelah yang tidak ada penghuninya. Rumah tersebut milik Dimas Gunawan yang bisa dilewati dari pohon nangka yng tinggi menjulang. Hal ini dapat dilihat dalam kuitpan di bawah ini.

(12) Sebenarnya ia cuma ingin menghindar dari Rini dan Vina. Ia tak ingin menghadapi mereka saat ini, di saat hatinya benar-benar rapuh (hlm. 23).

(29)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Maya melakukan kebiasaan pergi kerumah sebelah yang kosong untuk menghibur hatinya.

Sejak ayah angkatnya di PHK, Maya berusaha untuk menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Ia harus berhenti sekolah dan diperlakukan seperti pembantu oleh ibu angkatnya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini.

(14) Ia merasa kasihan, tapi tak bisa membantu. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya selain bekerja lebih giat, supaya Rini tak lagi marah bila mereka kehabisan uang (hlm. 20).

(15) Selesai melakukan pekerjaan rutinnya hari itu, Maya buru-buru mandi dan naik ketempat tidur (hlm. 31).

(16) Sudah pukul sebelas, ia harus segera menyiapkan makan siang (hlm. 70).

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah ayah angkatnya di PHK, Maya mau tidak mau melakukan pekerjaan rutin untuk membantu keluarga angkatnya.

Ketika Maya menyadari bahwa dirinya mempunyai kelebihan indera keenam. Kelebihan tersebut sangat berguna untuk menolong orang lain agar sesuatu yang buruk tidak terjadi. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(17) Dulu ia pernah memegang tangan Setiawan pada suatu pagi, saat ayah angkatnya itu mau berangkat ke kantor. Ia melihat bayangan Setiawan jatuh dari kereta api. Ia pun bilang jangan naik kereta hari itu, naik kendaraan lain saja, Setiawan rupanya menurut, dan sore harinya mereka mendengar berita di televisi bahwa kereta yang biasa dinaiki Setiawan mengalami kecelakaan dan banyak penumpang yang luka (hlm. 27).

(30)

Ketika Maya memegang kotak itu, ia melihat bayangan tangan membuka kotak yang disegel itu. Jadi ia melarang Rini memakannya. Rini memberikannya pada kucing dan kucing itu mati setelah menjilatnya. Ternyata coklat itu dari saingan bisnis Rini yang marah karena Rini merebut banyak pelanggannya (hlm. 27-28).

(19) Beberapa bulan yang lalu seorang pemuda teman Vina main ke rumah dan Maya berkenalan dengannya. Saat bersalaman dengan pemuda itu, Maya melihat bayangan pemuda itu menyuntik dirinya sendiri. Maya pun melaporkan hal itu pada Setiawan dan Setiawan melarang Vina berhubungan lagi dengan pemuda tersebut. Vina ngambek dan marah-marah. Tapi beberapa hari kemudian, terdengar bahwa pemuda itu ditangkap polisi karena membawa narkoba (hlm. 28).

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Maya selalu mengingatkan keluarga angkatnya agar terhindar dari bahaya melalui kelebihan indera keenamnya. Indera keenam merupakan bentuk spiritual seseorang yang dimiliki sejak lahir (Indrahartanto, 2008:50).

2.2 Tokoh dan Penokohan

Di dalam novel Bidadari Bersayap Biru terdapat tiga tokoh, yaitu tokoh utama (protagonis), tokoh lawan (antagonis), dan tokoh bawahan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa pembahasan mengenai tokoh utama, tokoh lawan, dan tokoh bawahan sudah memenuhi untuk penelitian ini.

(31)

Maya-lah yang banyak dituturkan. Sedangkan tokoh lain adalah sebagai tambahan untuk pemanis cerita.

Ada pula tokoh yang menjadi penentang utama dari protagonis, yaitu Rini, ibu angkat dan Vina, saudara angkat Maya yang disebut sebagai tokoh antagonis. Selain itu, ada juga tokoh yang berfungsi mendukung tokoh utama dalam novel ini yaitu Setiawan.

2.2.1 Penokohan

Nurgiyantoro (2002:165), mengatakan bahwa penggambaran secara jelas mengenai seseorang yang ditampilkan di dalam sebuah cerita disebut sebagai penokohan. Penokohan yang dimaksud menyangkut siapa tokohnya, bagaimana perwatakannya, dan pelukisan tokohnya dalam novel yang akan dianalisis.

Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis terhadap penokohan tokoh Maya, Setiawan, Rini, dan Vina dalam novel Bidadari Bersayap Biru sebagai objek penelitian ini. Pemaparan masing-masing tokoh akan ditunjukkan melalui kutipan yang menampilkan ciri-ciri para tokoh tersebut.

2.2.1.1 Maya

Tokoh Maya termasuk tokoh utama protagonis karena tokoh Maya inilah yang paling banyak diceritakan. Tokoh Maya digambarkan sebagai seorang wanita yang kuat. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(32)

ke botol, belum lagi tambahan pekerjaan lain yang serasa tidak ada habis-habisnya (hlm. 22).

(21) “A....aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan kue ini. Tapi aku tidak perlu menyiapkan makan siang dan makan malam, ya?” (hlm. 150).

Maya memiliki sifat yang mudah bersimpatik dan penyayang. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(22) “Mau dikeroki, Mbak? Atau dibikinkan teh manis?” atau pijat? Mama Rini senang lho pijatanku kalau lagi nggak enak badan.” “Mbak... kalau Mbak mau curhat, aku selalu siap lho.” (hlm. 73). (23) “Mau tambah lagi perkedelnya, Pa?” (hlm. 87).

(24) “Vin, sori. Tapi ini semua aku lakukan buat kebaikan kamu. Aku nggak tahu apa jadinya kalau aku nggak lapor. Nanti kalau kamu kecanduan....” (hlm. 120).

(25) “Mau aku bikinkan air jahe atau susu, Pa? (hlm. 122)

(26) “Kenapa Papa nggak bisa tidur? Apa ada yang dipikirkan?” (hlm. 123).

Maya pun pasrah menerima nasibnya yang harus berhenti sekolah. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(27) Maya maklum, ia tahu diri. Ia cuma anak angkat di keluarga ini (hlm. 18).

(28) “Aku kan udah bilang sama Mbak, duit Mama-Papa cuma cukup buat nyekolahin Vina. Sejak Papa di-PHK, kami kesulitan uang, Mbak. Makanya dua kamar di rumah ini disewakan,” jelas Maya sabar (hlm. 13).

Melalui perbuatannya, Maya digambarkan sebagai tokoh yang sibuk seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(29) Pekerjaan rumah memang sangat banyak. Rasanya dua tangan tak cukup untuk merawat rumah sebesar ini (hlm. 22)

(33)

adonannya tak lama, tapi memulungnya pasti makan waktu (hlm. 149).

Maya merasa bahwa ia adalah seorang wanita yang paling menderita. Hal itu terlihat dari ucapan-ucapannya yang selalu meratapi nasib.

(31) Mata Maya berkaca-kaca. Selama ini ia tahu Vina selalu berkata semaunya, tapi kali ini ucapannya sangat menyakitkan. Apakah mentang-mentang ia tak punya baju bagus maka ia nggak boleh ikut? (hlm. 135).

(32) Jadi ini tujuan sebenarnya, pikir Maya letih. Mengapa ibu dan anak terus menghalanginya untuk ikut pesta itu? Toh ini cuma sebuah pesta, batinnya pedih (hlm. 150).

(33) Maya sama sekali tak ingin menyaingi Vina. Alasan sebenarnya adalah: ia ingin sekali melihat bagian dalam rumah itu karena mungkin takkan ada kesempatan lagi. Ia juga ingin tahu siapakah wanita pemilik kamar bagus itu. Juga soal bros bidadari bersayap biru yang ditemukannya, apa masih ada di sana? Lalu bagaimana akhirnya, apakah wanita itu bisa bersatu dengan “Mas To”-nya kembali? Satu-satunya jalan agar ia mengetahui jawabannya, ia mesti masuk ke rumah itu. Sedangkan untuk masuk ke rumah itu, ia harus mendapatkan sebuah baju pesta yang layak dipakainya (hlm.138).

Maya seringkali dianggap saingan anaknya, sehingga Rini melarang Maya dan berusaha menghalanginya agar tidak bertemu lagi dengan Nico. Maya hanya bisa pasrah dan menerima keputusan Rini. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(34) “Aku ... aku mau dimasukkan sekolah asrama?”

Tidak heran Maya jadi curiga dengan tawaran ini. Bagaimana Rini tidak menyayanginya dengan tulus (hlm. 186).

(35) “Boy!” gumam Maya girang. Ia ingin membukakan pintu tapi Rini menarik tangannya (hlm. 188).

(34)

Maya merasa takut bila berhadapan dengan ibu angkatnya (Rini) yang sedang marah. Perasaan yang sama juga dirasakan ketika dirinya pertama kali dikurung di gudang oleh Rini dan Maya selalu takut bila berada di ruangan sempit dan tertutup, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(37) “Jangan di sana, Ma. Jangan di gudang. Sempit sekali, aku takut ruangan sempit!” (hlm. 198).

Ketidakberdayaan Maya saat dikurung di gudang, ia pasrahkan dalam doa dan menyerahkan segala nasibnya kepada Tuhan, terlebih pada saat terjadinya kebakaran dirumah Setiawan, ia berjuang agar selamat. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(38) Tuhan, tolong hambaMu ini. Apa yang harus kulakukan? (hlm. 200).

(39) “Mas Yoga, tolong saya!” (hlm. 220).

(40) “Mas Yoga....! saya ada di gudang....!” (hlm. 222).

(41) Maya mendengar ledakan itu. Ia mencium bau api. Asap mulai masuk ke ruangan itu dari celah-celah eternit yang terbuat dari tripleks.

Kebakaran? Pikirnya panik. “Tolong! Tolong! Keluarkan saya! Tolong!” ia berteriak sekuat tenaga (hlm. 222).

(42) “Tolong! Saya di gudang! Di sebelah sini!” (hlm. 223).

Setelah Maya berhasil diselamatkan dari kebakaran rumah Setiawan, ia memutuskan untuk mengambil jalan hidupnya sendiri. Pada akhirnya, keputusan Maya tersebut menunjukkan bahwa ia mempunyai cita-cita melanjutkan sekolah, berusaha mandiri, dan membantu Setiawan, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(35)

(44) Maya tak tahu bagaimana bisa membalas budi baik pria itu, tapi ia bertekad untuk membantu Setiawan bagaimanapun caranya (hlm. 232).

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan Maya meliputi kuat (20), (21), mudah bersimpatik dan penyayang (22), (23), (24), (25), (26), pasrah pada nasib (27), (28), sibuk (29), (30), tidak bahagia (31), (33), (33), pasrah dan menerima keputusan (34), (35), (36), takut (37), berdoa dan berjuang (38), (39), (40), (41), (42), serta bercita-cita (43), (44).

2.2.1.2 Setiawan

Setiawan adalah seorang ayah yang memiliki sifat sosial yang tinggi. Ia selalu perduli dengan orang lain. Ia adalah seseorang yang selalu berusaha memperhatikan kepentingan orang lain baik itu keluarga sendiri maupun orang yang berada di sekelilingnya Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(45) Ia melihat Maya kecil yang baru pulang sekolah diantar tetangganya menangis karena rumahnya tertimbun tanah. Setiawan tergerak untuk membawa Maya pulang (hlm. 18).

(46) Ketika Maya masuk sambil membawa tiga piring nasi goreng, Setiawan berkata, “Kok cuma tiga? Kamu nggak ikut makan?” “Lho? Makan aja sama-sama. Ayo, ambil satu piring lagi buat kamu.” (hlm. 15).

(47) “Vin, sudah berapa kali Papa bilang, jangan baca sambil makan!” tegur Setiawan (hlm. 15).

(48) “Bagaimana sekolahmu?” tanya Setiawan.

“Baik-baik saja. Kenapa sih Papa tanya-tanya? Takut ya, kalau nilaiku jelek?

(36)

Sifat lain yang dimiliki oleh Setiawan adalah sifat tidak mudah menyerah. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.

(49) “Aku dapat uang dari temanku, tadi aku membantunya mengantar barang ke Pejompongan. Ini uangnya....” (hlm. 87).

(50) Ayahnya menjadi kuli panggul di pelabuhan! Betapa menyedihkan. Dan ia cuma bilang dapat uang dari temannya. Lima ribu perak? Hasil kerja berapa hari dapat seratus ribu? (hlm. 88).

Setiawan juga selalu bersikap tegas ketika dirinya dihadapkan pada persoalan-persoalan yang muncul dalam keluarganya. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.

(51) Jadi malam itu, Maya pun melaporkan penemuan ganja di kamar Vina pada Setiawan. Setiawan dan Rini jadi memarahi Vina. “Bukan masalah buang duitnya. Ini sama saja dengan merusak masa depan kamu sendiri!” seru Setiawan (hlm.119-120).

“Iya, Vin. Kamu keterlaluan. Kalau itu bukan punya kamu, berarti teman gaul kamu nggak bener. Jangan temenan lagi sama yang kasih ganja itu ke kamu!” ujar Setiawan (hlm.120).

(52) Karena rumah mereka sudah terbakar dan tak ada uang penggantian asuransi untuk itu, Setiawan memutuskan mengontrak sebuah kamar berukuran kecil di dekat asrama rehabilitasi tempat Vina tinggal (hlm. 232).

Selain itu, Setiawan juga selalu bersikap bijaksana dan tidak memandang perbedaan status kedua anaknya, Vina adalah anak kandung dan Maya sebagai anak angkat, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(53) Setiawan sangat baik untuk ukuran ayah angkat. Ia memperlakukan Maya dengan baik, seakan Maya anak kandungnya sendiri. Bahkan kadang saat ia memarahi Vina, ia membuat Maya tersanjung dengan memuji gadis itu (hlm. 20).

(37)

(55) “Ma, asramanya itu bagus apa tidak? Jangan-jangan harganya murah tapi...” (hlm. 217).

(56) “Papa nggak bisa tidur. Terus Papa lihat kamu di sini. Kenapa kamu tidur di sini? Kenapa nggak di kamar?”

“Oh, pasti gara-gara masalah ganja tadi Vina jadi marah sama kamu dan kamu nggak boleh tidur di kamar.” (hlm. 122).

(57) “Maya, Papa merasa sangat bersalah padamu. Kalau saja Papa bisa membujuk Mama untuk mengeluarkan uang buat sekolahmu, Papa akan sangat gembira. Setidaknya kau bisa lulus SMA, padahal tinggal dua tahun lagi. Papa merasa sangat...” Suara Setiawan yang bergetar disela Maya (hlm. 123).

(58) “Ya. Papa tahu itu. Itu semua gara-gara Papa. Salah Papa kenapa harus di-PHK, kenapa tidak punya tabungan untuk masa-masa sulit. Kenapa Papa tidak berusaha lebih keras sehingga perusahaan memilih Papa untuk tetap dipekerjakan...” (hlm.124).

Sehubungan dengan hal itu pula, Setiawan juga memiliki sikap yang ramah, menghargai dan menghormati orang lain, serta berani mengakui kesalahan walaupun bukan suatu kesalahan yang murni diperbuat Setiawan. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(59) “Kamu baik-baik saja?”

“Tolong beritahu mereka, Papa mengucapkan terima kasih yang sebesarnya atas bantuan ini. Maafkan Papa tak bisa menjagamu sementara ini.” (hlm. 227).

(60) Lalu Setiawan mulai menangis, “Maafkan Papa. Papa baru tahu bahwa Mama akan memasukkan kamu ke panti rehabilitasi, bukan sekolah biasa.” (hlm. 228).

(61) “Papa sama sekali nggak menyangka mamamu akan setega itu. Dari Boy Papa tahu bahwa kau dikurung dan hampir saja tewas terbakar. Dan Papa juga nggak habis pikir kenapa mamamu ingin membakar rumah, padahal masih ada orang di dalamnya.” (hlm. 228).

(38)

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan Setiawan meliputi sifat sosial (45), (46), (47), (48), tidak mudah menyerah (49), (50), tegas (51), (52), bijaksana (53), (54), (55), (56), (57), (58), ramah, menghargai dan menghormati orang lain, serta berani mengakui kesalahan (59), (60), (61), (62).

2.2.1.3 Rini

Rini adalah ibu angkat Maya. Rini memiliki sifat pemarah dan judes. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(63) “Itu lagi, itu lagi! Kenapa sih Papa selalu mempersoalkan hal itu?” “Jadi Papa mau mempersoalkan caraku mendidik anak, gitu? Aku nggak bisa mendidik anak, gitu?” ujar Rini dengan suara tinggi (hlm. 16).

(64) “Ya ampun! Pecah lagi? Kamu benar-benar keterlaluan, Maya. Itu piring peninggalan nenek Vina, tahu?”

“Sekarang mau cari di mana lagi piring begini?” (hlm. 23). (65) “Bagus ya, dari mana kamu?”

“Oh, begitu ya. Kalau aku belum pulang, kamu bisa kelayapan, gitu?” (hlm. 110).

(66) “Dasar anak jadah! Dikasih hati minta ampela!” (hlm. 116).

Selain itu, Rini juga bersikap kasar dan ketus. Ia tidak segan-segan berkata kasar pada Maya bahkan dengan suaminya (Setiawan), seseorang yang seharusnya ia hormati dan segani. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(67) “Ya, berangkat sana! Keluyuran nggak keruan, mending kalau pulangnya bawa duit!” (hlm. 16).

(68) “Sudahlah buat Papa saja. Kalau segitu sih aku juga punya.” (hlm. 87).

(39)

menganiaya anakku? Mentang-mentang dibela ya sama suamiku! Baru urusan baju saja sudah begitu. Keterlaluan! Sekarang juga kamu pergi! Ayo pergi!” (hlm. 155).

(70) “Diam, atau kuusir kamu dari rumah!” (hlm. 188).

Rini juga selalu bertindak dan bersikap sesuai kehendaknya sendiri tanpa dapat dibantah orang lain, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(71) “Oh ya, tolong bikinkan Mama kue kacang, ya. Ada yang pesan. Mama sudah belikan bahannya nih. Kalau bisa, nanti malam sudah jadi semuanya. Jam sepuluh malam mau diambil.” (hlm. 149). (72) “Pulang.” Tatapan dingin Rini membuat darah Maya serasa

membeku (hlm. 166).

(73) “Sudah dibilang jangan temui anak itu lagi, nggak ngerti-ngerti juga. Satu-satunya cara cuma mengurung kamu di dalam.” (hlm. 197).

(74) “Apa kamu bilang? Kamu nyelidikin sekolah asrama itu segala, ya? Kamu nggak percaya sama Mama?”

“Itu kan yang kamu mau? Sekolah lagi? Mau panti rehabilitasi kek, mau apa kek, yang penting sekolah! Kamu nggak pernah bisa berterima kasih sama orang yang sudah menampung kamu selama ini, ya?” (hlm. 198).

(75) “Aku kan sudah bilang bahwa aku yang mengatur semuanya. Kok Papa nggak percaya sama Mama sih?” suara Rini meninggi. Kelihatannya kesabarannya mulai habis (hlm. 217).

Sikap Rini yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan Maya yang dikurung di dalam gudang, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(76) “Lho, Papa nggak tahu? Maya kan udah berangkat ke asrama,” jawab Rini santai (hlm. 217).

(40)

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan Rini meliputi pemarah dan judes (61), (62), (63), (64), kasar dan ketus (65), (66), (67), (68), bertindak dan bersikap sesuai kehendaknya sendiri (69), (70), (71), (72), (73), (74), (75), serta tidak jujur dan tidak bertanggung jawab (76), (77).

2.2.1.3 Vina

Vina adalah anak kandung Setiawan. Ia berwatak tidak punya perasaan, selalu bersikap dan berkata semaunya pada Maya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(78) Ia selalu mengatai Maya dengan panggilan “anak haram” (hlm. 19).

(79) “Makin lama makin bego saja dia ya, Ma?” (hlm. 22).

(80) “Tahu apa kamu, sok nasihatin orang? Malam ini kamu nggak usah tidur di kamarku. Aku nggak mau satu ruangan dengan orang munafik! Sok suci! Tukang ngadu!” Vina pun membanting pintu di depan hidung Maya (hlm. 120).

Sifat jelek Vina yang sombong selalu memandang rendah orang lain. Kesombongan dan hinaan itu dilakukan Vina pada Maya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kutipan berikut.

(81) “Eh, May, denger ya! Walau keluarga kita miskin, kita tuh tinggal di kompleks yang lumayan elite. Tetangga-tetangga kita semuanya orang berada. Aku nggak mau ambil risiko mereka memandang rendah aku karena aku ngajak kamu.” “Kecuali kamu punya baju bagus.” (hlm. 135).

(41)

Selain itu, vina memiliki sifat iri pada Maya. Keiriannya ini sebenarnya di dasarkan pada kurang percaya diri Vina dan merasa tersaingi Maya, ditunjukkan dengan kutipan berikut.

(83) “Mama apa-apaan sih? Buat apa dia ikut-ikutan? Aku kan mau ketemu Nico Hariyanto itu sendirian, Ma. Kalau Maya ikut....,” Vina mendekatkan wajahnya pada wajah Rini, “aku nggak bakal dilirik Nico, Ma. Maya kan lebih cantik dari aku?” Tapi sebaiknya Maya nggak usah ikut deh!” (hlm. 136).

(42)

31

Dalam bab III akan dibahas pencarian jati diri Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica.

Jati diri bukanlah suatu yang bisa ditentukan sejak awal kelahiran tetapi mengalami proses yang panjang. Proses perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu dari banyak faktor itu adalah faktor keturunan. Faktor lain menurut Schopenhauer dalam Walgito (1994: 43) adalah faktor lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan.

Dalam novel Bidadari Bersayap Biru, tokoh utama Maya. Tokoh Maya digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh yang mempunyai keistimewaan. Tokoh yang diberi oleh Tuhan suatu kekuatan supranatural yang dapat melihat kejadian lampau atau pun masa yang akan datang hanya dengan bersentuhan atau menyentuh barang yang sangat berharga bagi yang empunya barang tersebut. Maya membaca peristiwa yang di alami tokoh lain hanya dengan menyentuhnya, seperti berjabat tangan atau menyentuh punggungnya.

(43)

3.1.1 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Kepribadian

Kepribadian merupakan suatu kesatuan manusia sebagai satu pribadi yang tidak terpecahkan meski terdiri dari berbagai macam aspek, sifat, bagian, dan kegiatan. Kepribadian terdiri dari skala nilai yang tertentu, pasti, dan tidak dapat diubah-ubah.

Dalam novel Bidadari Bersayap Biru ini Maya dilanda masuknya nilai baru yang ia peroleh dari rumah keluarga angkatnya. Nilai baru itu ia peroleh ketika ia diangkat anak oleh Setiawan dan secara tidak sengaja mendengarkan serta melihat pertengkaran Setiawan dengan Rini mengenai dirinya.

(84) “….dan kamu bilang siapa anak itu? Anak korban longsoran tanah? Cih! Sampai mati pun aku nggak bakal percaya!”

Ya Tuhan, Rini! Anak itu benar-benar korban longsoran tanah! Seluruh keluarganya meninggal, tinggal dia saja!”

“Dan kamu iba lalu membawanya pulang? Kamu pikir aku nggak punya otak, bisa dibohongi begitu saja?”

“Buat apa aku berbohong, Rin?”

“Tentu saja untuk menutupi aib yang kamu buat bersama kekasihmu itu, wanita jalang namanya Anggun Karina! Huh, nama kok nggak sesuai perilakunya!”

“Astaga,Rini. Itu sudah lama berlalu!” (hlm. 203).

Maya dalam ketidaksengajaannya diserbu oleh nilai-nilai yang selama ini ia ragukan kebenarannya, siapa Anggun Karina?, kenapa ia disangka anak wanita itu?, apa hubungan Karina dengan Setiawan? Berikut ini kutipan yang menunjukkan masuknya nilai baru dalam hidup Maya.

(85) “Kamu punya anak haram yang dibawa pulang ke rumah, apa aku mesti diam terus?”

(44)

Selain nilai-nilai itu, Maya dalam rasa penasarannya meminta penjelasan pada ayah angkatnya dan menemukan nilai-nilai baru bahwa dugaan-dugaan yang selama ini dituduhkan adalah salah. Kesimpulan Maya bahwa Setiawan yang selama ini dihormatinya sebagai ayah yang bijaksana, ternyata mempunyai kelemahan layaknya pria biasa.

(86) “Kami saling mencintai. Tapi cinta kami tak disetujui orangtuanya yang sudah menjodohkan Anggun Karina dengan Dimas Gunawan. Kami berdua tak bisa menerima hal itu, dan masih berhubungan melalui surat. Lalu aku punya ide gila, kalau saja aku bisa menyelusup masuk ke rumah itu, aku bisa membawanya lari kemana saja. Toh kami saling mencintai.

“Lalu….aku menunggunya di depan rumah itu, tapi ia tak pernah keluar. Di samping rumah Dimas Gunawan, ada rumah Rini, dan dari situ aku pikir bisa masuk melalui pohon nangka yang dahannya menjorok ke rumah itu, karena itu…”

“Papa berkenalan dengan Mama karena ingin masuk ke rumah sebelah?” Tanya Maya tak percaya (hlm. 229).

“Ya. Takdir membawa Papa ke sana. Dan setelah tak berhasil membawa Anggun pergi, Papa memutuskan menikahi mamamu. Tujuan Papa… tujuan papa… agar suatu saat Papa bisa bertemu lagi dengannya.” (hlm. 230).

(87) Sejak saat itu…hingga sekarang, Mama membenci Papa. Apalagi sejak Papa membawamu pulang ke rumah. Papa rasa, dia curiga Papa berselingkuh dengan Anggun Karina terlalu jauh sehingga membuahkan kau…” (hlm. 230).

(88) Maya merasa sangat lega mendengar kata-kata Setiawan. Masa kecilnya sudah mulai mengabur bersama bayang-bayang yang tergambar saat seringnya Mama Rini berkata bahwa ia anak haram (hlm. 126).

Sebagai anak angkat keluarga Setiawan, Maya memiliki nilai-nilai kehidupan yang sejak dulu diamatinya.

(45)

(90) Mestinya kamu juga turut membantu. Kamu kan suatu saat nanti jadi ibu rumah tangga juga?” ujar Setiawan (hlm. 86).

(91) “Papa sudah mengubur kenangan tentang dia dalam-dalam. Cuma papa ingat kenangan manisnya saja. Dan satu hal yang perlu kamu ketahui, Maya …”

“Apa, Pa?”

“Sinar matanya, persis seperti sinar mata kamu waktu Papa memutuskan membawa kamu pulang kerumah.” (hlm. 126).

Maya juga memiliki masa-masa di mana ia merasa menjadi orang yang tidak berguna dan tidak dihargai kehadirannya sebagai manusia. Hal itu membuatnya rapuh. Tetapi dalam permenungannya itu ia memperoleh nilai-nilai baru.

(92) Kita nggak boleh menyesali apa yang terjadi di luar kekuasaan. Seperti yang pernah Maya dengar, nasib, umur, dan jodoh ada di tangan Tuhan (hlm. 124).

(93) Manusia harus lebih bersyukur atas apa yang telah dimilikinya, dan jangan mengejar bayang-bayang semu tentang kebahagiaan (hlm. 211).

Setiap unsur di atas, saling berebut mendesak agar dipergunakan dalam pembentukan dirinya yang sedang di dalam proses pembentukan diri. Tiap-tiap unsur tersebut merupakan hasil yang telah dicapai oleh tindakan Maya, orang lain, dan lingkungan tempat ia berinteraksi dengan tokoh lain. Nilai-nilai itu menyusun diri sehingga terbentuklah susunan nilai berdasarkan kesesuaian satu dengan yang lain.

(46)

menerus hingga terjadi kepuasan. Di dalam kepuasan terjadi suatu skala nilai yang mutlak dan menjadi abadi tidak bisa diubah, ditambah atau dikurangi. Pada akhirnya segala tindakan di dalam proses untuk membangun pribadi sampai pada akhirnya akan melahirkan pribadi yang baru saja tercipta.

(94) Sikap Maya yang penuh perhatian dan peduli terhadap masalah lain membuatnya tak bisa melupakan Maya. Lagi pula, gadis itulah yang telah membuatnya memutuskan untuk pulang kembali dan berdamai dengan orangtuanya (hlm. 132).

Maya yang berusaha mencari kepribadiannya adalah Maya yang memadukan nilai-nilai sebagai anak angkat Setiawan seperti nilai-nilai luhur kehidupan, nilai-nilai kebenaran, dan makna hidup selama berada dalam rumah keluarga angkatnya. Maya yang telah mengalami kepahitan, kebimbangan, tetap mempertahankan nilai-nilai sebagai anak angkat Setiawan yang berbakti.

Oleh karena itu, Maya memiliki kepribadian ideal yaitu yang meletakkan arti hidup dan nilai-nilai kebenaran di atas nilai-nilai hidup yang lain. Perselisihan dan pertengkaran bukanlah satu-satunya jalan menuju penyelesaian, karena justru akan memperkeruh keadaan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan di bawah ini.

(95) Sekarang ia tahu tak semua hal yang diucapkan seseorang merupakan ungkapan hati yang sebenarnya. Manusia memang manipulator terbesar (hlm.176).

(96) Membakar rumah mungkin dilakukan Rini karena impitan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Tapi dengan mengurung dia di gudang sempit, juga ada Yoga yang sedang tidur, sama saja dengan berusaha membunuh mereka (hlm. 225).

(47)

genggamanmu seperti burung yang terbang jauh mencari sinar matahari di belahan bumi lainnya (hlm. 231).

Dengan demikian pembentukan kepribadian Maya, dipengaruhi oleh nilai-nilai baru atau pandangan hidup, faktor keturunan, keyakinan, faktor-faktor tersebut saling menambah dan berintegrasi, akhirnya mencapai skala nilai yang mutlak. Kepribadian Maya setelah proses perkembangan itu adalah kedewasaan, pandangan dan keyakinan hidup yang baru, dan akhirnya kesadaran hidup.

3.1.2 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Keunikan

Setiap manusia mempunyai pengalaman-pengalaman yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri. Karena sejak lahir seorang anak sudah membawa ciri-ciri tertentu serta kecenderungan-kecenderungan tertentu, maka reaksinya terhadap lingkungan atau reaksi lingkungan terhadapnya bersifat khas. Pengalaman unik ini menentukan bagian dirinya yang bersifat khas, unik, dan tidak ada duanya.

Pembentukan diri pada Maya itu tidak lepas dari konteks. Maya memperhatikan lingkungan di mana ia berada sebagai pijakan bagi perkembangan pribadinya. Hal ini dilakukan karena Maya anggota masyarakat, sekaligus makhluk sosial. Dengan demikian apa pun yang dihasilkan merupakan sesuatu yang khas, unik, dan menjadi bahan penilaian, tiruan, atau penolakan, menjadi sesuatu yang memuaskan orang lain.

(48)

Maya dalam mencari kebenaran jati dirinya mengalami serangkaian perjalanan panjang. Perjalanan hidup Maya disampaikan pengarang secara acak. Perjalanan hidup Maya dimulai ketika Maya hadir pertama kali di dunia menjadi seekor anjing yang jatuh cinta pada Arya pemiliknya.

(98) Namaku Maiya. Pada kedatanganku yang pertama di dunia ini, aku adalah seekor anjing. Buluku berwarna hitam dan kakiku berbelang putih (hlm. 32).

Maiya dihadiahkan pada Arya, anak laki-laki yang berusia sepuluh tahun.

(99) Arya mengangguk dan mengambilku dengan sepasang tangannya yang mungil. Ia memelukku dengan kasih sayang, seolah aku manusia. Aku menyandarkan kepalaku ke tangannya, seolah membalas pelukannya. Kami telah jatuh cinta pada pandangan pertama(hlm. 33).

Maiya menjatuhkan susunan cangkir dan piring-piring kecil yang terbuat dari keramik milik Lia, teman Arya. Lia sangat marah dan mengatakan bahwa ia sangat jijik pada Maiya. Kemudian Maiya pergi meninggalkan Arya sejauh-jauhnya karena sakit hati pada ucapan Lia.

(100) “Aku sama sekali tidak menyukainya, dan aku tidak ingin mengelusnya. Hih, jijik! (hlm. 33).

(101) Di perempatan seorang pria besar dan berkumis melihatku. Ia mengambil sebatang balok kayu yang besar, lalu memukulku hingga tewas. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, mungkin aku dimakannya karena katanya daging anjing itu enak sekali, atau mungkin ia cuma ingin membunuhku. Tapi aku tidak sedih. Ia akan mendapatkan ganjarannya sendiri, nanti (hlm. 33-34).

(102) Pada detik berikutnya, aku bereinkarnasi menjadi manusia (hlm. 34).

(49)

akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya terdahulu, yang mengakibatkan baik buruk nasibnya kelak.

Selanjutnya, Maya bereinkarnasi menjadi gadis cina yang bernama Li Mai Ya, putri tunggal seorang pengusaha restoran yang berasal dari Dataran tinggi Dongzhan, China.

(103) Li Mai Ya menatap dirinya di cermin dan tersenyum puas. Gaunnya berwarna merah cerah sangat indah dan sulamannya sangat halus. Tentu saja gaun ini sangat mahal, harganya sama dengan biaya makan keluarga besar di tambah dengan pembantunya yang berjumlah lima puluh orang selama dua bulan (hlm. 36).

(104) Ayahnya adalah pengusaha restoran terkenal di Dongzhan dan restoran mereka merupakan restoran termahal di kota itu (hlm.39).

Dalam penjelmaannya ini Mai Ya kembali jatuh cinta pada pemuda bernama Er Yao, anak dari tukang kebun di rumahnya.

(105) Mereka kini tidak lagi terlihat seperti nona dan anak tukang kebun. Mereka seperti sepasang kekasih karena Er Yao kini memegang tangan Mai Ya (hlm. 40).

(106) Ia benar-benar marah mendengar Mai Ya menjalin hubungan dengan Er Yao. Meskipun Tan Li Chun adalah sahabatnya, Li Ming tidak berniat menjadikan Er Yao sebagai menantunya. Mai Ya adalah anak satu-satunya dari istrinya. Dari selirnya, ia memperoleh anak laki-laki, tapi ia tidak menyayangi mereka seperti dia menyayangi Mai Ya. Anak gadisnya itu haruslah menikah dengan pria kaya dan terpandang, baru bisa bahagia. Mana mungkin ia memberikan Mai Ya menikah dengan anak tukang kebun? (hlm. 45).

(50)

(107) Beberapa temannya tidaklah bahagia menikah pada usia muda. Dan ia tidak mau hal itu juga terjadi pada dirinya (hlm. 36).

(108) “Ayah! Aku tidak bisa menikah dengannya! Aku sudah mencintai pria lain (hlm. 45).

Kisah cintanya berakhir dengan menyedihkan keduanya memilih mati bunuh diri.

(109) Mai Ya melemparkan buntalan hitam yang dibawanya ke jurang. Er Yao terkejut melihatnya, tapi ia tidak berkata apa-apa. Toh sekarang mereka sudah tidak dapat lolos lagi. Apa artinya harta dalam keadaan seperti ini? Mai Ya lalu menggengam tangan Er Yao. Pemuda itu menatap Mai Ya, air matanya mengalir di pipinya. Mereka berpandangan beberapa saat, masing-masing saling mengerti. Lalu mereka melompat bersama, terjun ke dalam jurang maut itu (hlm. 70).

Kisah cinta Mai Ya dan Er Yao yang tak dapat bersatu pada masa ini, membuat Maya menyadari bahwa mereka bukan anak-anak lagi, mereka sudah dewasa dan dapat menentukan pilihannya sendiri. Maya percaya jodoh dan cinta akan kembali mempertemukan mereka kembali, walaupun mereka mengakhirinya dengan cara yang salah.

Pada reinkarnasi berikutnya, Maya bernama Maiya yang lahir di India. Maiya dinikahkan saat berusia delapan belas tahun. Maiya tidak menemukan sosok Arya pada diri Inder, sosok Arya tampak terlihat jelas pada diri ayah mertuanya yang bernama Arya.

(51)

(111) Aku berusia delapan belas tahun, dan sudah waktunya aku dinikahkan (hlm. 91).

Maiya menikah dengan Inder yang ternyata punya keturunan penyakit jiwa dari ibu kandungnya.

(112) Kurasa suamiku gila, tapi bagiku tak ada untungnya membicarakan hal ini dengannya, kalau ia memang gila. Demikian juga jika ia tidak gila, ia pasti marah kalau kukatakan gila. Lagi pula, hubungannya itu telah mengurangi frekuensinya menggauliku setiap malam. Dimulai dari beberapa wanita pelacur yang dibawanya dari luar rumah, hingga Neelam, pembantu kami yang masih muda. Usianya baru lima belas tahun, tapi tubuhnya sudah montok dan payudaranya besar dan menggairahkan (hlm. 95).

Ketika ayah mertuanya memutuskan untuk membawa Inder ke rumah sakit jiwa, Maiya semakin dekat dan jatuh cinta pada ayah mertuanya itu. Perselingkuhan akhirnya terjadi antara mertua dan menantu.

(113) “Ayah, jangan tinggalkan aku sendiri. Inder akan mendatangiku.” “Tidak mungkin. Inder ada di rumah sakit.”

”Ayah…” Aku memeluknya semakin erat. “Aku mencintaimu.” (hlm. 101).

(114) Keesokan harinya, saat kami tidur berpelukan setengah telanjang di kamarku, pintu kamarku terbuka dan Arnee masuk. Ia adalah ibu Neelam, dan ia tidak menyangka melihat aku dan Ayah ada di sana. Aku melompat bangkit dan mengenakan pakaian “Arnee, tunggu!” Terlambat, Arnee sudah pergi dari rumah itu untuk selamanya. Beserta gosip tentang hubungan kami, hubungan antara mertua dan menantu yang berselingkuh saat sang suami dirawat di rumah sakit jiwa (hlm. 102)

Pada akhirnya Inder mati bunuh diri di rumah sakit jiwa. Saat pembakaran jenazah Inder, Maiya juga ikut membakar dirinya karena tidak tahan menjadi cibiran masyarakat disekitarnya. Dari kisah tersebut Maya belajar tentang pengorbanan cinta dan kesetiaan seorang istri.

(52)

Aku tidak menoleh mendengar panggilan Ayah. Dan aku melangkahkan kakiku perlahan-lahan menuju api, membiarkan api yang panas itu membakar sariku dan melelehkan jiwaku. Rasanya sangat panas, tapi aku rasa ini sudah layak dalam kehidupan ini. Mungkin aku akan bertemu Ayah dalam kehidupan yang lain. Mudah-mudahan ini lebih bahagia dari sebelumnya (hlm. 103).

Selanjutnya, dikisahkan Maya menjadi Maya yang telah menikah dengan Arya, namun hubungan rumah tangga mereka tidak harmonis karena kesibukan mencari uang dan meniti karier yang menyita waktu.

(116) “Maya!” panggil Arya, suaminya

Maya menoleh dan langsung melepaskan tangannya dari genggaman Steve. Ia berdiri dengan wajah pucat dan menatap Arya takut-takut. Menara Eiffel yang menjulang di hadapannya berhias lampu-lampu terang yang mencolok di tengah kegelapan malam. Untung Steve belum menciumnya tadi (hlm. 112).

Arya berselingkuh dengan Clara, bekas teman sekolahnya. Di mulai dengan pertemuan bisnis yang bertujuan untuk menyuntikkan dana bagi perusahaan kecil milik Arya, lalu berakhir di ranjang.

(117) “Kau selingkuh!” tuduhnya.

Maya mengangkat dagu dengan wajah tak bersalah.

“Kau duluan! Kaukira aku tak tahu hubunganmu dengan Clara?” “Jadi kau mau balas dendam?”

Kata siapa perempuan tak bisa selingkuh? Aku juga punya hak yang sama dengan pria dalam berhubungan seks tanpa melibatkan perasaan!” (hlm. 113).

Maya yang dikhianati suaminya memutuskan untuk membalas dendam pada Arya. Kemudian Maya berselingkuh dengan Steve, teman sekantornya.

(118) “Bagaimana pria itu di tempat tidur?” Tanya Arya. “Bagaimana Clara di tempat tidur?” balas Maya.

“Clara itu cuma pelarian! Kau selalu sibuk dengan dirimu sendiri!”

(53)

Pertengkaran pun terjadi diantara keduanya, Arya dan Maya sama-sama tidak mau dipersalahkan atas terjadinya masalah dalam rumah tangga mereka.

(119) Arya menyalakan mobil dan menginjak gas dalam-dalam. Mobil melesat sangat cepat sehingga Maya memejamkan mata karena ngeri.

Walau ngeri, Maya tidak mau mengatakan apa-apa, sebab kelemahannya akan dijadikan senjata oleh Arya untuk menindasnya (hal. 115).

Mobil Arya yang melaju sangat cepat menabrak truk container dan akhirnya Arya dan Maya tewas dalam kecelakaan mobil tersebut.

(120) Maya membuka mata karena sorot menyilaukan menerpa matanya

Ia melihat lampu sebuah truk container besar melaju semakin dekat.

Ia menjerit, dan Arya berusaha mengendalikan mobil, tapi sepertinya sudah terlambat.

“Aaahhhhhh!!!” teriak Maya.

Lalu semuanya pun menjadi gelap (hlm.115).

Dari peristiwa tersebut, mereka sudah tidak malu-malu untuk mengakui perbuatannya, meskipun hal yang dilakukan itu buruk. Apa yang dilakukan Arya sudah melampaui batas. Sebagai konsekuensinya, Maya memilih untuk meninggalkan Arya juga dengan cara berselingkuh. Sehingga tidak ada penyelesaian masalah dan nyawa mereka berakhir dengan cara yang tragis.

Selanjutnya Maya bereinkarnasi menjadi Maia, pacar gelap Ari. Maia tak sengaja melihat kios paranormal yang bisa meramal nasibnya.

(121) “Jadi begitu ceritanya?” Tanya Maia sambil membelalakan mata. Paranormal di depannya hanya mengangguk-angguk bosan. Mungkin banyak yang tak mempercayainya, dan ia sudah malas meyakinkan semua orang yang datang ke meja prakteknya.

(54)

Dari perkawinan dengan istri pertamanya Ari telah dikaruniai seorang anak. Ari berniat kembali pada keluarganya. Hal itu dilakukan demi anaknya dan masa depannya kelak, walaupun yang ia cintai adalah Maia, bukan istri pertamanya.

(122) Saat mengeluarkan uang dari dompetnya, Ari diam-diam menatap selembar foto yang terselip di dompetnya. Foto itu adalah foto dirinya, bersama seorang perempuan dan anak kecil. Perempuan itu istri pertamanya, yang tidak di ketahui Maia, dan anak kecil itu anaknya. Maia belum tahu kalau ia sudah menikah dan punya anak, dan Maia tidak tahu bahwa sebentar lagi ia akan meninggalkan Maia untuk kembali kepada keluarganya (hlm. 208).

Maia tak menyangka Ari akan mengkhianatinya. Dalam hal ini Maia juga tidak ingin menyakiti orang lain tetapi juga tidak ingin Ari kembali pada istri pertamanya. Dan Maia merasa putus asa sehingga ia memutuskan untuk gantung diri.

(123) Maia diam tangannya memegang tambang yang telah diuntainya di balkon penyangga rumah. Ia berdiri di atas sebuah bangku plastik. Air matanya mulai mengalir, satu persatu, pelan tapi pasti, semakin lama semakin deras. Ia tak menyangka Ari akan mengkhianatinya.

Air matanya semakin deras turun ketika ia mengalungkan tambang itu ke lehernya. Ia tak tahu bagaimana rasanya mati digantung, tapi apa bedanya. Toh sebentar lagi ia akan tahu. Lalu, ia menendang kursi plastik itu (hlm. 208).

(124) Maia tercekik. Ia tak bisa bernapas. Tiba-tiba semua bagian kehidupannya berkelebat cepat bagai kaleidoskop (hlm. 208). Dalam permenungannya ia menyadari kematian selalu bukan keberanian tetapi pernyataan putus asa

(55)

(126) “Tapi ia mesti tahu, kehidupan memang pahit. Hidup itu mesti dijalani sampai akhir. Memang dia juga yang tidak sabar. Lihat saja. Lima kali bereinkarnasi, matinya kalau tidak kecelakaan, bunuh diri.” (hlm. 209).

.

Kutipan-kutipan di atas menunjukkan keunikan rangkaian peristiwa Maya yang membedakannya dari orang lain. Keunikan tersebut berupa jelmaan Maya dalam tahap-tahap reinkarnasinya. Maya lebih kepada reinkarnasi hidup beberapa kali seorang gadis dalam penantiannya untuk bisa bersatu dengan kekasih yang dicintainya.

(Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1994 via Indrahartanto, 2008:1) dijelaskan bahwa reinkarnasi adalah sebuah ajaran Timur Kuno tentang kelahiran kembali. Ajaran ini berpatokan kepada paham bahwa manusia memiliki hubungan keluarga dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tenaga pendorong cakra kelahiran kembali adalah hukum karma, hukum sebab-akibat dari perbuatan. Akibat itulah yang menyebabkan manusia lahir kembali dalam wujud makhluk yang lebih tinggi atau lebih rendah martabatnya.

(Pada ensiklopedi lain, yaitu Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1997 via Indrahartanto, 2008:1), reinkarnasi merupakan kepercayaan yang dianut sebagian manusia bahwa arwah atau jiwa akan tetap hidup setelah manusia mengalami kematian, dan akan terlahir kembali ke dunia dalam wujud raga lain, termasuk binatang.

(56)

keenam. Ia bisa menangkap bayang-bayang kehidupan orang lain melalui sentuhan benda yang mempunyai arti khusus, seperti misteri benda berbentuk bidadari bersayap biru.

(127) “Begini, karena ini sudah reinkarnasimu yang keenam, kami akan berbaik hati memberikan sebuah kelebihan padamu dibandingkan manusia lainnya.”

“Apa itu?”

“Kau akan kami beri pemahaman lebih dari manusia lainnya dalam mengartikan kehidupan ini. Dengan demikian kau akan lebih bijaksana dan bahagia.” (hlm. 210).

Bros berbentuk bidadari bersayap biru yang disentuh Maya seolah bisa bercerita kisah pemiliknya yang dipaksa menikah.

(128) Gadis yang sama. Ia memakai bros ini di dadanya sambil duduk di meja rias. Air mata membasahi wajahnya dan melunturkan make-upnya. “Jangan menangis! Lihat riasanmu jadi luntur!” gadis itu cepat-cepat menghapus air mata di pipinya dengan saputangan. Ia memakai baju pengantin. Rupanya gadis itu akan menikah (hlm. 29).

Gambaran tentang benda-benda berbentuk bidadari bersayap biru melalui penjelmaan reinkarnasi yang berbeda-beda.

(129) Sejak saat itu, Arya memang merawatku. Ia memberiku susu dan makanan setiap hari, dan aku tumbuh menjadi besar. Ia juga memberiku kalung cantik berbandul boneka bidadari bersayap biru, dengan lonceng kecil yang berbunyi ketika aku berlari (hlm. 33).

(130) Er Yao mengeluarkan sebuah benda dari kantongnya. Sebuah boneka porselen setinggi jari telunjuk. Boneka bidadari dengan sayap berwarna biru. Ukiran wajahnya sangat cantik (hlm. 40). (131) Ayah Inder sudah berusia kira-kira empat puluh tahun, tapi masih

(57)

(132) Arya menyalakan mobil dan menginjak gas dalam-dalam. Mobil melesat sangat cepat sehingga Maya memejamkan mata karena ngeri. Bandulan di dalam kaca spion bergoyang-goyang. Bandulan itu hadiah Maya untuk Arya, bentuknya bidadari bersayap biru. Kini bidadarinya seolah-olah mentertawakan pertengkaran mereka yang kekanak-kanakan (hlm. 115).

(133) Maia menunjuk sebuah bros mungil cantik terbuat dari porselen berbentuk bidadari dengan sayap berwarna biru (hlm. 207). Dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa keunikan reinkarnasi tokoh Maya selalu disertai benda yang berbentuk bidadari bersayap biru dengan kisah-kisah perjalanan hidup yang berbeda-beda.

Dengan demikian, keunikan atau yang membedakan Maya dengan orang lain adalah perjalanan hidupnya melalui tahap-tahap reinkarnasinya yang selalu dilambangkan dengan sebuah benda berbentuk bidadari bersayap biru dan kelebihannya berupa indera keenam. Keunikan Maya yang ditebarkan ke dalam masyarakat berpadu dengan kepribadian yang telah dibentuk sebelumnya. Keduanya saling mempengaruhi dan menciptakan kedirian Maya yang membedakannya dengan orang lain.

3.1.3 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Identitas Diri

Di dalam dunia ini tidak ada sesuatu pun yang tetap sama untuk selama-lamanya. Semuanya terutama benda hidup mengalami perkembangan, tidak terkecuali Maya. Maya sebagai manusia mengalami perkembangan dari masa lampau ke masa kini dan dari masa kini ke masa depan.

(58)

unsur badannya yang merupakan pembawa setia warisan dari masa lampau, sikap dan nilai-nilai sebagai anak angkat. Warisan masa lampau selalu menjadi titik tolak dari perkembangan sesudahnya, maka meskipun tidak seutuhnya sama dari saat ke saat, tetapi bisa dilihat suatu arus dasar tertentu yang memberi ciri khas bagi perkembangan identitas diri Maya.

Jadi, identitas diri Maya dapat dilihat dari perkembangan watak, motif tindakan, tahap reinkarnasi, dan indera keenam Maya melalui sentuhan. Maya memiliki watak yang pemikir, dan kepekaan indera keenamnya terhadap sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya dan akan terjadi, berguna untuk menolong sesamanya sebelum sesuatu yang buruk itu terjadi.

Sebagaimana pula halnya ketika ia merasa menjadi orang yang tidak berguna, lalu ia menyadari akan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Identitas diri Maya yakni sangat mencintai keluarga dan kesadaran diri bahwa setiap manusia dilahirkan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Identitas diri Maya nampak dalam kutipan berikut sesuai dengan perkembangan pribadinya.

(134) Maya merenung dalam-dalam. Mengapa Rini melakukan ini padanya? Selama ini Rini memang tak pernah baik, bahkan di saat hati Maya menjerit dan berharap kasih sayang seorang ibu, walaupun cuma ibu angkat. Tapi baru kali ini Rini begitu kejam terhadap Maya (hlm. 200).

(135) Hal pertama yang dilakukan Maya setelah tubuhnya terasa sehat kembali adalah pergi mencari Setiawan (hlm. 226).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan latar belakang novel Bidadari Terakhir karya Agnes Davonar dan biografi pengarang, 2) memaparkan struktur

memberikan kekuatan, ketabahan, kemudahan, dan kedamaian berpikir dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Aspek Kepribadian Tokoh Laisa dalam Novel

Objek penelitian ini adalah aspek kepribadian tokoh Laisa dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Penerbit Republika Jakarta

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sang Maharani karya Agnes Jessica, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel

Novel Bidadari- Bidadari Surga karya Tere Liye mengandung strategi.. kesantunan positif dalam tindak tutur tokoh ceritanya. Strategi kesantunan positif yang didapat berupa 39

(1) Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peneliti tentang penokohan, alur, latar, tema, dan amanat novel Bidadari- bidadari Surga karya Tere Liye,

Setelah dilakukan analisis terhadap konflik tokoh utama novel Maya karya Ayu Utami, berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh pertama, bahwa

SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Religiusitas tokoh berdasarkan pengetahuan agama dalam novel Bidadari Bermata Bening Karya Habiburrahman El Shirazy ini adalah