SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh: Tri Handono NIM : 021424004
PROGRAM STUDI PENDIDKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
MELALUI PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DI SMP PANGUDI LUHUR MOYUDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh: Tri Handono NIM : 021424004
PROGRAM STUDI PENDIDKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Puji Syukur Kepada TUHAN YANG MAHA ESA, karena
berkat rahmat-NYA dan kasih Krunia-NYA, membuat saya
bisa terus berjuang untuk menyelesaikan,skripsi ini dengan
baik
.
Karya ini kupersembahkan kepada
:Bapak Agus Sutiya, Ibu Seselia, Pak Sumadi, Ibu Mur, Ibu
Kris Dan segenap keluarga yang ada dijogja, yang telah
memberikan dukungan doa dan materi yang telah diberikan
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta 21 Juni 2010 Penulis
Tri Handono . “Peningkatan Penalaran Siswa Pada Konsep Tekanan Melalui Penerapan Metode Problem Solving Di SMP Pangudi Luhur Moyudan.
Program Studi Pendidkan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan penalaran siswa, prestasi siswa, dan sikap siswa pada penerapan metode problem solving, pada pokok bahasan tekanan.
Subyek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP Panggudi Luhur Moyudan yang berjumlah 75 siswa. Data diperoleh melalui beberapa tahap yaitu pretes, pembelajaran, postes, tes prestasi dan kuiesoner sikap. Soal pretes dan postes berupa tes pilihan ganda, yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa, pada konsep tekanan. Soal tes prestasi berupa tes esay, yang tujuannya untuk mengungkap pemahaman siswa pada konsep tekanan. Sedangkan kuesioner sikap tujuannya untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode problem solving.
Tri Handono. “Student Reasoning Improvement on Pressure Concept through Implementation of Problem Solving Methods in Pangudi Luhur Junior High School Moyudan.”
Program of Study of Physics Education, Majors of Education of Mathematics and Natural Sciences, University Sanata Dharma Yogyakarta.
The purpose of this research is to determine students’ reasoning
improvement, student achievement and student attitude on implementation of problem solving method on the subject of pressure.
Research subjects were 75 students of class VII Pangudi Luhur Moyudan. The data were obtained through several stages, pretest, learning, posttest, achievement test, and questionnaire of attitude. Pretest and posttest were in form of multiple-choice test, which is aimed to identify students’ reasoning ability on pressure concept. Achievement test was in form of essay test, which is aimed to
uncover students’ understanding on pressure concept. While the objective of
questionnaire of attitude to identify students’ attitude towards learning.
The result showed that students’ reasoning improved by t = -3.830. There
is a correlation equal to 0.386 between students’ reasoning and students’
Puji syukur atas rahmat dan karunia TUHAN YANG MAHA ESA, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Penalaran siswa
pada konsep Tekanan Melalui Penerapan Metode Problem Solving Di SMP Pangudi Luhur Moyudan, ” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada jenjang pendidikan starata satu.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Paulus Suparno, SJ, Selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran
dan perhatian membimbing sejak awal penyusunan hingga akhir
penulisan skripsi ini
2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si, selaku kaprodi pendidikan Fisika,
yang memberikan dukungan untuk melanjutkan penyelesain skripsi ini
3. Bapak Drs. Tarsius Sarkim, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan FKIP Sanata
Dharma, yang memberikan dukungan untuk melanjutkan penyelesain
skripsi ini
4. Seluruh Dosen dan KaryawanUniversitas Sanata Dharma, khususnya
Bapak Aloysius Sugeng yang telah mengabdikan diri untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi mahasiswa JPMIPA.
5. Bapak Fx. Budiono,S.Pd selaku kepala sekolah SMP pangudi Luhur
Moyudan, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan
diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian terhadap
siswa-siswi yang diasuhnya.
7. Kedua orang tuaku tercinta dan dan keluarga mbah Pawiro utomo, yang
telah memberikan motivasi, semangat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Terima kasih untuk teman-teman bint@ngnet, Mas Iwan, Kotrek, Sideh,
dan mas peyek, yang selalu memberikan semangat.
9. Terima kasih untuk,Teman-teman kost Bul-bul, atas semua bantuan dan
dukungan yang di berikan.
10. Teman-teman P Fis 02 terima kasih atas kebersamaan kita kuliah di
selama di Sanata Dharma.
11. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan
caranya tersendiri telah membantu penuls dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun guna
mengembangkan tugas akhir penulis, sehingga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.
Yogyakarta 21 Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……… i
Halaman Persetujuan Pembimbing ...……….. ii
Halaman Pengesahan ………. iii
Halaman Persembahan ………. iv
Hal Pernyataan Keaslian Karya ……… v
Abstrak ……….. vi
B. Tahap Operasi Formal... 11
1. Pemikiran Deduktif Hipotesis... 11
2. Pemikiran Induktif Saintifik... 14
3.Pemikiran Abstraksi Reflektif... 15
C. Pembelajaran Fisika... 16
E. Hakekat Kemampuan Pemecahan Masalah... 20
F. Prestasi Belajar... 22
G. Pengukuran Ranah Afektif... 23
H. Uraian Tekanan Pada Zat Padat Dan Zat Cair... 25
1. Tekanan Pada Zat padat... 25
2. Tekanan Dalam Zat Cair... 26
I. KAITAN TEORI DAN PENELITIAN... 30
1. Pengaruh Penalaran Siswa Terhadap Keamampuan Pemahaman siswa ... 30
2. Pengaruh Metode Problem Solving Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Dan Kemampuan Penalaran Siswa... 31
3. Pengaruh Teori Dalam Penelitian... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .………... 33
A. Rancangan Penelitian ... 34
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 34
C. Waktu dan Tempat Penelitian... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL Tabel 1 . Kisi-kisi tes penalaran formal ... Tabel 2. Kisi-kisi tes prestasi... Tabel 3. Kisi-kisi soal kuisoner... Tabel 4. Data skor hasil tes penalaran... 46
Tabel 5. Deskripsi data pretes dan postes... 46
Tabel 6. Skor tiap item soal dan skor maksimum tes prestasi... 48
Tabel 7. Data skor tes prestasi... 48
Tabel 8 Deskripsi data hasil tes prestasi... 49
Tabel 9. Data skor hasil post-tes dan tes prestasi... 49
Tabel 10. Skor item pernyataan kuisioner... 50
Tabel 11. skor rata-rata yang diperoleh tiap siswa... 51
Tabel 12. Kriteria sikap beradasrkan acuan skor rata-rata... 51
Tabel 13. Persentase sikap siswa ... 52
Tabel 14. Data pretes penalaran... 53
Tabel 15. Data postes Penalaran... 54
Tabel 17. Data sikap siswa... 57 Tabel 18 . Paired Samples Statistics... 58 Tabel 19. Paired Samples Correlations... 59 Tabel 20. Ringkasan hasil analisis uji–T,
skor postes terhadap skor tes prestasi... 59 Tabel 21. Hasil analisis korelasi skor postes
terhadap skor tes prestasi... 60
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Satuan pelajaran... 73
Lampiran 2. LKS ... 77
Lampiran 3. Soal tes Penalaran ... 90
Lampiran 4. Lembar jawaban dan kunci jawaban tes penalaran... 104
Lampiran 5. Soal Tes prestasi dan jawaban tes prestasi ... 106
Lampiran 6. Kuiesoner sikap... 110
Lampiran 7. Data hasil pretes dan postes penalaran... 114
Lampiran 8. Hasil uji-T... 117
Lampiran 9. Data hasil tes prestasi... 118
Lampiran 10. Uji korelasi postes penalaran dan prestasi... 121
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pelajaran fisika masih dianggap pelajaran yang sulit dan menakutkan, karena kebanyakan siswa berpendapat bahwa fisika itu hanya rumus-rumus atau persamaan matematis saja, sehingga fisika identik dengan angka dan rumus. Akibatnya bagi siswa konsep, prinsip, dan hukum dalam fisika menjadi sulit dipahami.
Mata pelajaran fisika hendaknya tidak diarahkan semata-mata menyiapkan anak didik untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan komsep-konsep ilmiah, (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalh yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah (Ndraka, 1985:16)
fisika yang hanya menekankan pada aspek produk seperti menghapal konsep-konsep, prinsip-prinsip fisika atau rumus, tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses-proses fisika serta tidak menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan fisika, pengetahuan logika-matematika dan pengetahuan sosial. Tidak semua pengetahuan dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Hal ini dapat diketahui dari contoh yang dikemukakan oleh Piaget yaitu pengetahuan sosial seperti nama hari, tanda atom dan lambang matematika dapat dipelajari secara langsung. Tetapi pengetahuan fisik dan logika matematika tidak dapat ditransfer secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tetapi harus dibangun di dalam pikiran siswa sendiri sebagai usaha keras siswa untuk mengorganisasi pengalaman-pengalamannya dalam hubungannya dengan skema atau struktur mental yang telah ada sebelumnya (Dahar, 1988 : 192 ).
semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.
Selain itu menurut Sumarno (Trihadiyanti, 2009) dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menemukan cara-cara baru bagi pemecahan problema-problema, baik yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni lainnya, yang mengandung suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru bagi yang bersangkutan, meskipun bagi orang lain merupakan suatu hal yang tidak asing lagi.
Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2003). Oleh sebab itu Pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam penelitian ini. Siswa diajak untuk belajar dan bekerja (individu / kelompok) pada situasi masalah, untuk menyelesaikan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang disajikan.
Terkait dengan bagaimana siswa melakukan pemecahan masalah fisika, tidak lepas dari kemampuan berpikir yang dimiliki siswa. Menurut penelitian Ali, Jika diperhatikan dengan seksama konsep-konsep yang ada dalam materi fisika di SLTP sebagiannya akan ditemukan konsep-konsep yang sifatnya abstrak. Agar siswa dapat memahami materi tersebut dengan lebih bermakna maka diharapkan siswa sudah memiliki penalaran formal. Sebab jika tidak, subyek didik akan mengalami pseudo learning yaitu belajar yang tidak fungsional. Siswa yang tidak berada pada tahap konkret operasional bila mencoba mempelajari materi yang memerlukan proporsional dan probabilitas mungkin akan berhasil dengan menghafal materi tetapi tidak akan mampu melakukan penalaran. Tentu hal ini sangatlah merugikan siswa (Wilantara, 2003 : 5).
Penalaran merupakan faktor internal yang dimiliki siswa, hali ini perlu dikembangkan agar siswa dapat memecahkan persoalan fisika secara ilmiah dan sistematis, berdasarkan pengalaman mereka terhadap gejala-gejala fisika yang pernah dialami atau dilihat. Dalam artikelnya Irawati menegaskan bahwa materi fisika yang memerlukan analisa pemahaman dan penalaran, akan menumbuhkan motivasi belajar yang relatif kuat dan stabil. Faktor-faktor penyebab rendahnya motivasi dan berbagai cara yang dapat diterapkan didalam kelas dalam upaya meningkatkan motovasi belajar siswa perlu selalu dikaji dan dianalisa (Irawati, 2008); Sehingga hasil belajar siswa tidak sebatas hafalan, tetapi perioritasnya lebih ditekankan pada pemahaman, yang dibangun oleh siswa itu sendiri.
memecahkan persoalan fisika. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengajak siswa untuk terlibat secara aktif dalam mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, menganlisa data, dan menarik sebuah kesimpulan, yang digunakan untuk pemecahan masalah.
Upaya yang dilakukan dalam membuat rencana pembelajaran pada penelitian ini, tidak lepas dari keinginan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran baik dari proses maupun hasil. Pembelajaran yang dimaksud juga mengacu pada pandangan konstruktivisme yaitu bahwa belajar merupakan proses pengaturan sendiri yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi konflik kognitif. Yang di utamakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan fisika dengan penalaran yang sudah dimilikinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar latar belakang di atas muncul beberapa masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Apakah penerapan model problem solving dapat meningkatkan penalaran siswa pada konsep tekanan, di SMP Pengudi Luhur Moyudan? 2. Apakah ada korelasi antara kemampuan penalaran siswa dengan prestasi
siswa pada konsep Tekanan di SMP Pengudi Luhur Moyudan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. peningkatan penalaran siswa pada konsep Tekanan;
2. hubungan antara kemampuan penalaran siswa dengan prestasi belajar siswa;
3. sikap siswa terhadap model problem solving.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi pendidikan dan peserta didik, yaitu:
1. Model pembelajaran problem solving yang dikembangkan dan dicobakan ini, diharapkan dapat menambah wawasan para guru IPA tentang model-model pembelajaran fisika yang menyenangkan.
2. Memberi pengalaman baru bagi siswa tentang cara belajar dengan model problem solving.
E.HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka hipotesis dapat diajukan sebagai berikut:
1. Ada peningkatan penalaran siswa yang signifikan pada pada konsep tekanan melalui pembelajaran problem solving
BAB II DASAR TEORI
A. HAKEKAT PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa dan bersikap. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa dan berpikir. Penalaran dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Ciri yang kedua penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan
untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan (Suriasumantri, 2003: 42-43).
Semua penalaran selalu bertolak dari sesuatu yang sudah ada atau sudah kita ketahui. Kita tidak mungkin menalar bertolak dari ketidak tahuan. Selalu ada sesuatu yang tersedia yang kita pergunakan sebagai titik tolak untuk menalar. Titik tolak itu kita namakan “yang diketahui” yaitu sesuatu yang dapat dijadikan
sebagi premis, evidensi, bukti, dasar bahkan alasan-alasan darimana hal “yang belum diketahui” dapat disimpulkan (Sumaryo, 1999:76)
Amien (Wilantara, 2003: 39) menyatakan bahwa sesuai dengan teori perkembangan, anak-anak semakin matang dan berpengalaman setiap harinya, maka secara perlahan-lahan mereka akan mengembangkan pola berpikir yang lebih berpengalaman antara usia 12-15 tahun, yaitu anak-anak mulai berpikir seperti orang dewasa. Mereka mulai menyampaikan pola berpikirnya melalui simbol, pertimbangan ide-ide yang berlawanan ke realitas, menyusun teori abstrak, merefleksikannya sesuai dengan proses berpikir dan cara berpikir mereka. Para siswa mulai menggunakan konsep yang berbeda secara bersama-sama, seperti halnya waktu dan jarak untuk menyusun konsep baru, misalnya kecepatan (jarak / waktu). Selama proses belajar, terjadi trial and error sehingga terjadi proses penyesuaian diri, misalnya ada sekelompok keterampilan yang bila dikuasai akan mendekatkan siswa ke pola berpikir formal.
Menurut Santyasa (2007) Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical
thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan
mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative thinking
adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.
B. TAHAP OPERASI FORMAL
Tahap operasi formal merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Ini terjadi pada umur 11 atau 12 tahun keatas, pada tahap ini remaja sudah dapat berpikir logis, berdasarkan proposisi dan hipotesis, dan dapat menarik kesimpulan lepas dari apa yang diamati. Perkembangan pemikiran pada tahap ini sudah sama dengan pemikiran orang dewasa secara kualitatif. Perbedaan dengan pemikiran orang dewasa hanya teletak pada kuantitas, yaitu banyaknya skema pada orang dewasa. Sifat pokok pada tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif saintifik, abstrak reflektif, serta beberapa ciri lain (Piaget dkk, dalam Suparno, 2001:88-99).
1. Pemikiran Deduktif Hipotesis
berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotesis. Jadi, seseorang dapat mengambil kesimpulan dari proporsi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan kenyataan yang real. Yang menarik dari pemikiran deduktif ini adalah bahwa remaja sudah dapat mengambil kesimpulan yang benar dari suatu hipotesis yang dipercaya tidak benar. Wadsworth memberikan contoh:
Jika semua batu bara berwarna putih Dan batu granit itu berwarna hitam, Maka batu granit itu bukan batu bara.
Premis di atas “semua batu bara itu berwarna putih”, salah, karena batu bara tidak berwarna putih, tetapi seluruh argumentasi di atas benar. Remaja dapat berpikir seperti itu, yaitu argumentasi benar, meskipun isinya tidak benar. Baginya, karena batu bara itu kenyataannya tidak putih, maka dapat dibuat argumentasi secara benar lagi.
a. Sistem kombinasi
Kombinasi ini penting dalam perluasan dan pemajuan pemikiran remaja. Remaja yang dapat berpikir kombinatoris, akan dapat mengkombinasikan objek dengan objek, faktor dengan faktor, ide dengan ide, dan teori dengan teori. Di sini realitas tidak dibatasi oleh segi konkret, tetapi dalam pengertian kombinasi yang mungkin. Kemampuan ini menguatkan seorang untuk berpikir deduktif. Contoh yang jelas adalah kemampuan ramaja untuk membuat kombinasi dan permutasi dalam mengurutkan beberapa benda yang ada. Misalnya seorang remaja diberikan 3 kelereng yang berlainan warna. Ada berapa kemungkinan ketiga kelereng itu disusun? Remaja sudah mulai dapat memikirkan jawabannya dengan meninjau segala kemungkinan. Kombinasi ini sangat penting dalam perluasan dan pemajuan pemikiran remaja.
b. Kombinasi objek-objek dan proposisi
Sesudah umur 12 tahun, seseorang sudah dapat mengkombinasikan objek berdasarkan prinsip kombinasi tanpa dibatasi dengan objek itu. Ia juga dapat membuat permutasi dengan memperhatikan semua kemungkinan yang dapat terjadi. Meskipun remaja pada umur 12-15 tahun belum dapat menentukan hukum-hukum logika yang relevan maupun menuliskan rumus semua kombinasi gagasan proposisi, ia sudah dapat mengkombinasikan beberapa gagasan dan hipotesis dalam pernyataan
baik bentuk-bentuk logika: jika…maka, baik ini…maupun itu, tidak ini…dan tidak itu…dan lain-lain.
2. Pemikiran Induktif Saintifik
p
t
b
Gambar 1. Pendulum/bandul, p=tali, b=beban, dan t=kedudukan saat melepaskan bebeban sehingga terjadi ayunan.
Pertanyaan yang diajukan adalah apa yang mempengaruhi frekuensi ayunan (jumlah ayunan per detik). Dalam percobaan, ditemukan bahwa anak yang masih pada tahap operasi konkret cukup sulit untuk menentukan faktor mana yang mempengaruhi frekuensi ayunan, kebanyakan anak menyatakan bahwa panjang tali (p), berat beban (b) dan kedudukan beban. Pada tahap operasi formal, remaja dapat menemukan bahwa yang berpengaruh hanyalah panjang tali (p), sedangkan yang lain tidak mempunyai pengaruh. Ia sudah dapat membuat desain percobaan, meneliti dengan lebih cermat dan dapat mengambil kesimpulan yang logis dari data yang ada (Suparno, 2001: 92-94).
3. Pemikiran Abstraksi Reflektif
kotak, jumlahnya tetap 5. Pengertian “5” ini adalah abstraksi dari aksi remaja
terhadap keping uang tersebut. “5” itu adalah pengetahuan matematis remaja
tentang bilangan “5”. “5” ini adalah bukan sifat uang. Menurut Piaget dkk (dalam
Suparno, 2001: 120-121) pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi atau penggunaan objek. Pengetahuan ini dapat berkembang hanya bila anak bertindak terhadap objek itu. Dalam taraf tertentu, abstraksi pengalaman matematis tersebut dapat disimbolkan menjadi suatu logika dan matematika murni. Dari sini, dapat dimengerti bahwa logika dan matematika murni dapat mengatasi pengalaman karena tidak terbatas pada sifat-sifat fisis objek itu.
Remaja pada usia 11 tahun keatas sudah dapat berpikir logis, berdasarkan teori perkembangan kognitif menurut piaget, pemikiran remaja sudah berkembang ketingkat yang lebih tinggi. Penalaran mempunyai peranan penting dalam pembelajaran fisika, antara lain kemampuan remaja untuk memahami konsep fisika dan membantu siswa untuk membangun konsep fisika yang akan atau yang sudah dipelajarinya.
C. PEMBELAJARAN FISIKA
keilmuan meliputi berpikir kritis dan analitis, perhatian pada masalah sains dan penghargaan pada hal-hal yang bersikap sains (Kartika Budi, 1998: 166).
Dari aspek pengetahuan, tujuan pembelajaran fisika adalah agar siswa dapat memahami dan menerapkan ilmunya sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat pendidikannya, dari aspek kemampuan melakukan proses, tujuan pembelajaran fisika adalah agar siswa terampil dan menguasai proses sains, sedangkan dari aspek sikap tujuan pembelajaran fisika adalah agar siswa mempunyai sikap keilmuan. Dalam pikiran kebanyakan praktisi pendidikan makna dan hakekat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya guru masih memaknai mengajar sebagai kegiatan transfer informasi dari guru ke siswa.
Makna dan hakikat belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi , pikiran (pengetahuan awal) dan perasaan siswa.
sikap. Tetapi perlu diketahui dan diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi merupakan hasil proses belajar.
D. PROBLEM SOLVING
Problem solving adalah model pembelajaran dengan pemecahan persoalan. Biasanya guru memberikan persoalan yang sesuai dengan topik yang akan diajarkan dan siswa diminta untuk memecahkan persoalan itu. Ini dapat dilakukan baik kelompok ataupun pribadi. Dengan melihat bagaimana cara siswa memecahkan persoalan dapat dengan mudah dilihat siswa mempunyai salah pegertian dalam langkah pengerjaanya (Suparno 2007)
masalah tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan belajar tempat para siswa untuk melakukan interaksi akademik dalam membangun pengetahuan.
Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang
mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan
problemsolving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban
berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, dalam santyasa, 2007). Jadi kegiatan problem solving diawali permasalahan yang dihadapi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan penalaran.
dapat mengembangkan aspek non-kognitif dari kreatifitas yakni kepribadian kreatif dan sikap kreatif. siswa.
Setiap model yang digunakan dalam pembelajaran fisika mempunyai kelebihan dan kelemahan, bila diterapkan dalam proses pembelajaran.
- Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
(2) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang
dihadapi.
(3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
(4) Mendidik siswa percaya diri sendiri.
-Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Memerlukan waktu yang cukup banyak.
(2) Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen,
maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang
siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
E. HAKEKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah merupakan suatu pencapain taraf kognitif yang paling tinggi yang berarti bahwa suatu tingkat pengembangan daya pikir yang memerlukan intelektual tinggi dalam memadukan pemahaman konsep-konsep yang bersesuain dengan masalah yang akan dipecahkan. Salah satu kriteria pemecahan masalah adalah bahwa peserta didik belum pernah menyelesaikan jenis persoalan yang dihadapinya, walaupun hal tersebut telah banyak orang yang menyelesaikannya.
Memecahkan masalah adalah metode yang mengharuskan siswa untuk menentukan jawaban tanpa bantuan khusus (Nasution, 1984: 173). Pemecahaan masalah merupakan pengalaman pribadi bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan mereka, agar tidak terjadi konflik dalam pemikirannya. Dari pengalaman yang sudah mereka alami banyak kejadian alam yang menimbulkan permasalahan/ pertanyaan bagi siswa, “mengapa” bisa begini, terjadi seperti ini, dan seterusnya. Praktek pemecahan masalah ini akan dapat membantu siswa dalam hal mengitkan antar bagian pengalaman, aktifitas merumuskan masalah, mengumpulkan fakta, mencari ide yang sesuai, serta merumuskan kesimpulan, sehingga pengetahuan
dan kemampunnya dapat berkembang secara bertahap.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa metode problem solving
merupakan suatu proses untuk menyelesaikan masalah yang ada. Untuk penyelesaian masalah ini dilakukan melalui kegiatan demonstrasi dan eksperimen, hal ini dilakukan agar gejala-gejala fisika yang menjadi permasalahan (problem) yang secara langsung dapat di amati dan dialami siswa, sehingga mereka merasa tertantang untuk mencari pemecahan masalah yang di sajikan, oleh sebab itu eksperimen dan demonstrasi yang dilakukan, dirancang sebaik-baiknya, agar dapat menimbulkan konflik kognitif dalam diri siswa.
F. PRESTASI BELAJAR
yang menunjukkan bahwa siswa mempunyai prestasi belajar tinggi dapat diketahui dari aspek ingatan, aspek penerapan, dan aspek analisis sintesis.
Prestasi yang dicapai dapat diukur dengan tes prestasi dan hasilnya diwujudkan dengan nilai. Menurut Winkel (1989: 315) pengukuran merupakan suatu deskripsi kuantitatif tentang keadaan sesuatu hal sebagaimana adanya atau tentang perilaku yang tampak pada seseorang. Nilai adalah simbol yang digunakan untuk menyatakan peringkat keberhasilan siswa baik dalam bentuk angka maupun huruf. Agar nilai sungguh-sungguh menunjukkan pemahaman atau penguasaan materi yang telah dipelajari maka kualitas alat ukur atau alat evaluasi berupa soal harus mewakili seluruh materi yang telah diajarkan. Menurut Saifudin (1987: 12) terdapat anggapan yang kuat pada siswa bahwa suatu nilai tes yang baik merupakan tanda prestasi yang tinggi, sedangkan nilai tes yang rendah merupakan kegagalan dalam belajar.
G. PENGUKURAN RANAH AFEKTIF
Menurut Arikunto (2001:178-180) pengukuran ranah afektif bertujuan untuk:
1. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
2. Untuk mengetahui perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai antara lain diperlukan sebagai bahan bagi: perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapain dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
Ada beberapa bentuk skala yang digunakan untuk mengukur sikap, antara lain: a. Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh respons yang menunjukan tingkatan. Misalnya: sangat setuju, setuju, tidak berpendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
b. Skala pilihan ganda
c. Skala Thrustone
Skala ini merupakan skala mirip dengan skala Likert, karena merupakan suatu instrument yang jawabanya menunjukan tingkatan. Pernyataan yang diajukan kepada responden kira-kira 10 butir , tetapi tidak kurang dari 5 butir.
H. URAIAN MATERI TEKANAN
1. Tekanan Pada Zat padat
Tekanan adalah besarnya gaya yang bekerja pada satu satuan luas. Jika gaya F bekerja pada permukaan seluas A. Maka tekanan P yang ditimbulkan oleh gaya itu dapat dinyatakan:
P = F/A ... (1) Dengan :
P = tekanan (N/m2) F = gaya (N)
2. Tekanan dalam zat cair
a. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis adalah tekanan dalam zat cair yang disebabkan oleh berat zat cair itu sendiri. Sifat-sifat tekanan hidrostatis:
- Makin kedalam dari suatu permukaan zat cair, tekanan zat cair makin besar
- Titik-titik di dalam suatu zat cair yang kedalamannya sama mempunyai tekanan yang sama
Tekanan hidrostatis dirumuskan sebagai berikut:
P = ρ g h...(2) Dengan: P = tekanan hidrostatis (N/m2 atau Pa)
ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2) h = kedalaman (m)
b Hukum Pascal
“tekanan di dalam fluida dipindahkan ke segala arah dengan besar yang
sama”.
Pemindahan tekanan ke segala arah sama besar dalam suatu cairan merupakan prinsip yang mendasari alat-alat hidrolik. Jadi, mesin hidrolik yang dapat mengangkat benda-benda berat tersebut bekerja dengan memanfaatkan prinsip Pascal. Rem dan dongkrak mobil adalah contoh mesin hidrolik. Mesin hidrolik menghasilkan gaya yang besar dengan hanya memberikan gaya yang sangat kecil. Dengan kata lain, mesin hidolik melipat-gandakan gaya. Untuk lebih memahami hukum pascal perhatikan bejana berhubungan berikut :
Bejana diatas mempunyai luas penampang masing-masing A1 dan A2, berisi zat cair dan ditutup oleh penghisap. Jika kita memberikan gay F1 pada penghisap A1, maka akan menghasilkan tekanan. Tekanan yang dihasilkan akan diteruskan kesegala arah oleh zat cair yang pada bejana tertutup tersebut. Bila tekanan
Gambar 2. Pompa hidrolik
A2 A1
diteruskan (dikerjakan) pada penghisap A2, maka akan menghasilkan gaya sebesar F2. Berdasarkan hukum pascal, maka tekanan pada penghisap 1 sama dengan tekanan pada penghisap 2, sehingga diperoleh hubungan:
P1 = P2 ...(3) tersebut akan terasa lebih ringan dibandingkan, bila mengangkat batu tersebut kita angkat di darat. Hal ini disebabkan oleh gaya keatas yang dialami oleh batu didalam air.
1) Gaya keatas
Orang yang pertama kali menyelidiki besar gaya keatas dalam zat cair adalah Archimedes, sehingga dikenal dengan prinsip Archimedes, yaitu:
“Benda yang diceupkan sebagian atau seluruhnya kedalam zat cair akan
Untuk mengetahui gaya keatas yang diakibatkan oleh suatu benda yang tercelup didalam zat cair, maka dirumuskan:
Fa = Vbρ g...(5) Dengan: Fa = gaya keatas
Vb = volume benda (m3) ρ = massa jenis zat cair (kg/m3
) g = percepatan gravitasi (m/s2) 2) Terapung, melayang dan tenggelam
Karena ada gaya keatas yang dialami benda sewaktu tercelup didalam zat cair, maka bila suatu benda dimasukan kedalam zat cair, benda tersebut dapat terapung, melayang atau tenggelam.
1) Syarat Benda yang terapung, adalah bila: a) gaya keatas = berat benda atau Fa = Wb,
b) massa jenis benda < massa jenis zat cair atau
ρ
b< ρ
c2) Syarat Benda yang melayang, adalah bila: a)gaya keatas = berat benda atau Fa = Wb
b)massa jenis benda = massa jenis zat cair atau
ρ
b=
ρ
c3) Syarat Benda yang tenggelam, adalah bila: a)gaya keatas < berat benda atau Fa < Wb
I. KAITAN TEORI DAN PENELITIAN
1. Pengaruh Penalaran Siswa Terhadap Keamampuan Pemahaman siswa Kemampuan penalaran siswa mempunyai pangaruh terhadap pemahaman siswa terhadap konsep fisika yang akan dipelajarinya. Secara umum siswa yang intelegensi matematis-logisnya rendah akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep fisika, terlebih yang sifatnya abstrak (Suparno, 2005). Karena dalam mengkonstruksi pengetahuan fisika, siswa kurang mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara lengkap.
Hal ini tidak dapat dihindari, karena pada dasarnya setiap siswa memiliki kemampuan penalaran yang berbeda-beda. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penalarannya, dibuat suatu model pembelajaran yang dapat mengajak siswa mangalami konflik kognitif, yang dalam prosesnya siswa di latih untuk menggunakan kemampuan kognitif dan psikomotoriknya, untuk mengamati, memperoleh data, dan menganalisa fenomena/gejala fisika, dan akhirnya menarik suatu kesimpulan.
2. Pengaruh Metode Problem Solving Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Dan Kemampuan Penalaran Siswa
Problem solving menuntut siswa secara individual atau kelompok
untuk mencari jawaban dari serangkaian pertanyaan berdasarkan informasi yang diberikan. Salah satu model pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
problem solving, yaitu pembelajaran yang didesain guru dalam rangka memberi
tantangan kepada siswa melalui penugasan (pertanyaan) konsep fisika. Guru sebagai motivator siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses memecahkannya. Model problem solving dapat mendidik siswa berpikir secara sistematis, mampu mencari berbagai jalan keluar dari berbagai aspek dan dapat mendidik siswa untuk lebih percaya diri dalam belajar.
Selama proses pemecahan masalah siswa di ajak untuk berpikir sesuai dengan kemampuan penalaran yang dimilikinya. Hasil proses belajar dapat diamati, maka perubahan keterampilan siswa selama melaksanakan proses pembelajaran juga dapat diamati dan dinilai tingkat perkembangnnya dalam suatu indikator dan taraf keterampilan berpikir/penalaran. Keterampilan berproses siswa dapat dilihat dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau menanggapi, menyampaikan ide atau pendapat, mendengarkan secara aktif, berada dalam tugas, dan sebagainya. Selanjutnya setelah proses pembelajaran berakhir maka akan dapat diukur hasil belajar dengan suatu indikator kemampuan kognitif
Pembelajaran diawali dengan memberikan permasalahan, yang disajikan sifatnya dapat menimbulkan konflik kognitif dalam diri siswa. Misalnya: Mengapa kapal laut yang beratnya ribuan ton dapat terapung, tetapi batu yang kecil tenggelam dalam air? Untuk kasus ini siswa dituntut untuk mencari pemecahan masalah tersebut, agar lebih efektif maka siswa diajak untuk melakukan eksperimen sederhana, agar siswa memperoleh data-data, menganalisia dan menarik suatu kesimpulan, yang merupakan pemecahan dari permasalahan.
3. Pengaruh Teori Dalam Penelitian
Teori yang diungkapkan sebelumnya merupakan acuan dasar dan mempunyai pengaruh terhadap pembuatan instrument penelitian. Dalam penelitian ini secara khusus mengangkat permasalahan, bagaimana pengaruh metode problem solving yang akan diterapkan dengan bantuan LKS, terhadap kemampuan penalaran, prestasi dan sikap siswa. Oleh sebab itu instrument yang digunakan dalam penelitian ini meliputi LKS, tes penalaran, tes prestasi, dan kuesioner sikap siswa
LKS disusun berdasarkan teori problem solving, hakekat penalaran, dan berdasarkan materi tekanan zat cair. kegiatan pembelajaran menggunakan LKS, dibantu dengan demonstrasi dan kegiatan eksperimen sederhana, yang isinya merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membantu siswa untuk membangun konsepnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design One Group Pretest-Postest. Dalam rancangan ini, pengambilan subyek tidak dilakukan secara rambang. Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah ada.
Rancangan eksperimennya disajikan dalam tabel berikut: O X O
Pretest Treatment Postest
Jenis Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Karena dalam menganalisis data kesimpulan yang diambil berdasarkan data dengan perhitungan secara statistik yaitu: korelasi dan uji-T, dan menghitung persentase dari sikap siswa terhadap pembelajaran problem solving yang diterapkan.
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur Moyudan. Waktu penelitian pada 28 januari 2010 sampai pada 17 Februari 2010.
D. TREATMEN
Dalam proses penelitian ini digunakan metode pembelajaran problem
solving, siswa secara berkelompok dan individu, melakukan kegiatan
pembelajaran memecahkan persoalan fisika pada materi pokok Tekanan pada benda padat dan tekanan dalam zat cair.
Proses pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pada awal pembelajaran siswa diberi ilustrasi permasalahan fisika sehari-hari yang terkait dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan, tujuannya untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa dan memberikan gambaran kepada siswa mengenai permasalahan yang akan dicari solusinya. Peneliti membagi kelas menjadi beberapa kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa
3. Proses pembelajaran selanjutnya, peneliti memberikan tanggapan dan kesimpulan dari kegiatan yang telah dikerjakan siswa, yaitu menghubungkan pemecahan permasalahan yang telah dilakukan siswa dengan konsep tekanan yang akan disampaikan.
4. Pada akhir proses pembelajaran peneliti memberikan latihan soal dan pemberian tugas secara individu, yang berkaitan dengan masalah fisika yang berkaitan dengan tekanan dalam kehidupan sehari-hari.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan tes tertulis meliputi: tes penalaran, tes prestasi dan pengisian kuesioner. Tes penalaran dan tes prestasi dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif mengenai kemampuan penalaran siswa dan pemahaman siswa mengenai konsep tekanan pada benda padat dan tekanan dalam zat cair. Sedangkan pengisian kuesioner dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif mengenai sikap siswa terhadap metode problem solving. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. LKS (Lembar Kerja Siswa)
secara kelompok. Jawaban siswa ini dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan penalaran yang sudah mereka dimiliki.
Gambaran LKS yang digunakan, pada penerapan metode problem solving: LKS 1
Pokok bahasan: TEKANAN PADA ZAT PADAT Pertanyaan:
1. Perhatikan gambar berikut
Ketiga logam A, B, dan C terbuat dari bahan yang sama, bila dipukul dengan gaya yang sama, menurutmu logam mana yang akan menancap paling mudah pada kayu? Mengapa?
LKS yang digunakan, secara lengkap dapat di lihat pada lampiran 2, pada halaman 67 s/d halaman 79.
2. Pre Tes Dan Post Tes
Pre Test dilakukan sebelum proses pembelajaran, dengan bentuk soal pilihan ganda. Pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran siswa pada konsep Tekanan pada benda padat dan tekanan dalam zat
A B C
kayu 1000N 1000N
cair, sebelum pembelajaran problem solving. Sedangkan post-tes tujuannya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran siswa setelah pembelajaran
problem solving. Soal-soal pretes dan postes, disusun berdasarkan indikator
penalaran yang mengungkapkan kemampuan siswa dalam melakukan penalaran.
a. Kisi-Kisi Soal Penalaran
Pokok Bahasan : Tekanan pada benda padat dan Tekanan dalam zat cair
Jumlah Soal : 20 butir
Bentuk Soal : Pilihan ganda
Waktu : 60 menit
Tabel 1. Kisi-kisi tes penalaran
b. Soal Pretes Dan Postes Yang Digunakan 1)Penalaran Deduktif
Soal no 1
Penalaran Kemampuan yang diukur
No soal Jml Tekanan
Deduktif hipotesis
Pemikiran yang menarik kesimpulan dari
Ketiga buah logam (A, B, dan C) yang terbuat dari bahan yang sama di pukul
dengan kekuatan (gaya) yang sama. Manakah yang akan menancap paling dalam
pada alas meja dibawahnya ?
a. A, karena semakin luas penampang yang bersentuhan dengan meja maka tekanan
yang diteruskan juga semakin besar, tekanan berbanding lurus dengan luas
penampang.
b. B, karena semakin kecil luas penampang maka tekanannya semakin besar.
Seluruh gaya akan terkonsentrasi pada luas penampang yang kecil sehingga
tekanannya menjadi besar.
c. C, bentuk geometris dari benda sangatlah mempengaruhi tekanan suatu benda.
Benda C memiliki luas penampang yang sama pada bagian atas dan bawahnya
sehingga menjadi lebih stabil. Kestabilan ini sangatlah mempengaruhi besarnya
tekanan pada alas meja.
d. Semuanya menancap dengan tekanan yang sama karena gaya yang diberikan
padanya besarnya sama. Logam tersebut hanyalah berfungsi meneruskan tekanan
martil kepada meja.
2)Penalaran Induktif:
soal no 13.
Dua buah balok P dan Q terbuat dari bahan yang sama, bila balok Q yang
massanya 4 kg akan terapung, di masukan kedalam air, apakah kayu P yang
memiliki massa 100 kg juga terapung? Jelaskan?
a. B, akan tenggelam karena kubus yang berat pasti akan tenggelam dalam air.
b. B, akan tenggelam karena benda yang bentuknya besar akan tenggelam
c. B, akan tetap terapung karena memiliki massa jenis yang sama dengan A,
bila A terapung maka B juga pasti terapung.
d. Tidak bisa ditentukan, tergantung pada batas minimum air untuk menopang
benda B, bila massa B terlalu besar dan air tidak mampu menopangnya maka
balok B akan tenggelam meskipun A yang terbuat dari bahan sama terapung
dalam air.
selengkapnya, soal tes penalaran dapat dilihat pada lampiran 3, pada halaman 80 s/d halaman 93.
3. Tes Prestasi
Tes prestasi digunakan untuk melihat hasil belajar siswa, setelah melakukan kegiatan problem solving. Agar dapat diketahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap penerapan konsep Tekanan pada benda padat dan tekanan dalam zat cair yang telah dipelajari.
a. Kisi-kisi tes prestasi
Pokok bahasan : Tekanan pada benda padat dan tekanan dalam zat cair
Kompetensi dasar : Menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator : Mendeskripsikan hukum Pascal dan hukum Archimedes
melalui percobaan sederhana serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari
Kelas : VIII
Tabel 2. Kisi-kisi tes prestasi
b. Contoh soal tes prestasi yang digunakan
1) Pengetahuan
Soal no 1:
Apakah yang dimaksud dengan tekanan?
2) Pemahaman
Soal no 8
Bagaimana hubungan antara gaya keatas dan gaya berat pada saat benda tenggelam, melayang dan terapung, didalam air?
3) Penerapan
Soal no 9
Sebuah balok dengan massa jenis 800 kg/m3, digantung didalam air, hanya ¾
bagian volumenya berada dibawah permukaan air (ρ = 1000kg/m3
), bila balok berukuran 1 m3. Tentukan:
a. Besar Gaya apung yang dialami balok
b. Berat balok didalam air
4. Kuisioner Sikap
Instrument ini merupakan refleksi dan evaluasi terhadap metode problem
solving yang digunakan dalam pembelajaran, yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana sikap siwa terhadap metode pembelajaran yang telah diterapkan pada penelitian ini
a. Kisi-kisi kuisioner
Penggolongan pernyataan dalam kuisioner sikap berdasarkan _able_er dan kondisi: perhatian, kepuasan dan percaya diri.
Tabel 3. Kisi-kisi soal kuisoner
b. Contoh soal kuisioner yang digunakan
Secara lengkap kuisioner dapat dilihat pada lampiran 6, pada halaman 100 s/d halaman 103.
Pernyataan Pilihan jawaban
1. Pertama kali saya melihat pembelajaran ini,saya percaya bahwa pembelajaran ini mudah bagi saya.
2. Pada awal pembelajaran, ada sesuatu yang menarik bagi saya.
36 …
STS TS R S SS
STS TS R S SS
F. VALIDITAS
Untuk mengetahui validitas Instrumen digunakan validitas isi (content validity). Menurut Masidjo (1995), yang dimaksud dengan validitas isi adalah suatu validitas yang menunjukan sampai dimana isi suatu tes mencerminkan hal-hal yang akan diukur. Untuk itu diperlukan pemeriksaan kembali terhadap hal-hal-hal-hal atau bahan yang diteskan atau yang telah diajarkan. Oleh sebab itu sebelum digunakan dalam penelitian, instrument penelitian tersebut didiskusikan terlebih dahulu dengan Dosen pembimbing dan Guru, untuk mengetahui kegunaan dan kelayakannya dalam penelitian.
G. METODE ANALISIS DATA
Proses meneliti data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan baik dari lembar observasi keterlibatan siswa, kuisioner sikap siswa terhadap penggunaan metode problem solving, tes prestasi, maupun kemampuan penalaran siswa berupa hasil Pre-Test maupun Post-Test. Hasil dari Pre-Test dibandingkan dengan hasil Post-test, untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran siswa mengenai konsep Tekanan zat cair setelah pembelajaran problem solving.
problem solving. Sedangkan kuisioner sikap, merupakan instrument yang digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap siswa setelah pembelajaran
problem solving dilaksanakan.
1. Peningkatan Penalaran siswa
Soal penalaran berbentuk pilihan ganda dengan jumlah option 4 buah. Bobot yang soal yang dijawab benar = 1 dan yang dijawab salah = 0, dengan alokasi waktu selama 60 menit dengan jumlah soal sebanyak 20 buah, dengan skor maksimal 100. Skor yang diperoleh dihitung dengan persamaan:
Skor Tes penalaran = ( jumlah jawaban benar/20) x 100...(6) Kemudian skor dibuat dalam tabel, seperti tabel 4 berikut:
Tabel 4. Data skor hasil tes penalaran No Skor Pretes (X) Skor Postes (Y)
1 2 n
Jumlah skor ∑X ∑Y
2. KORELASI ANTARA POSTES PENALARAN DAN TES PRESTASI a. Tes Prestasi
Untuk memperoleh data hasil tes prestasi, diawali dengan membuat skor untuk masing-masing item soal dan menentukan skor maksimumnya, seperti yang ditampilkan pada _able 5 berikut:
Tabel 5. Skor tiap item soal dan skor maksimum tes prestasi No soal Skor tiap item
k1 5
2 5
3 10
4 5
5 5
6 15
7 15
8 5
9 15
Skor maksimal 80
Kemudian, Skor tes prestasi yang diperoleh siswa, dihitung dengan persamaan:
Tabel 6. Data skor tes prestasi
b. Korelasi Antara Post-Tes Dengan Hasil Tes Prestasi
Untuk mengetahui hubungan antara hasil postes dan tes prestasi, dilakukan uji korelasi dengan menggunakan korelasi Pearson product
moment, dengan bantuan program SPSS. Data yang akan dikorelasikan,
adalah skor pretes penalaran dan skor tes prestasi, yang disajikan dalam tabel 7 berikut:
Tabel 7. korelasi skor post-tes dan skor tes prestasi No Skor post-tes (X) Skor tes prestasi (Y)
1 2 3 n
3. Sikap siswa terhadap Pembelajaran problem solving a. Skor Untuk tiap pernyataan dalam kuisioner
Skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam kuisoner Minat Siswa dan kuisioner Motivasi Siswa dibuat dengan ketentuan, seperti dalam tabel 8 berikut:
No Skor tes prestasi 1
Tabel 8 . Skor item pernyataan kuisioner
b. Penentuan skor kuisioner dan kriteria sikap
Skor kuisioner diperoleh dengan menjumlahan skor pernyataan, berdasarkan jawaban siswa, dan menentukan skor rata-rata (mean) yang diperoleh. Dalam proses perhitungan jumlah skor dan skor rata-ratanya, digunakan program komputer, menggunakan Microsoft excel.
Tabel 9. Skor Rata-Rata Yang Diperoleh Tiap Siswa No
Tabel 10. Kriteria sikap beradasarkan acuan skor rata-rata
Untuk mengetahui secara umum sikap siswa terhadap metode problem solving yang di digunakan dalam penelitian, analisis data dilakukan dengan cara membuat pengelompokan berdasarkan jumlah siswa yang memperoleh nilai rata-rata dari kriteria sikap siswa, kemudian dibuat dalam bentuk persentase. Pengelompokanya disajikan seperti pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Persentase sikap siswa Skor rata-rata Kriteria sikap
1,00 -1,49 Sangat negatif
1,50-2,49 Negatif
2,50-3,49 Netral
3,50-4,49 Positif 4,50-5,00 Sangat positif
Kriteria Sikap Jumlah siswa Persentase
[jlh siswa/jlh seluruh siswa) x 100%]
Sangat negatif Negatif
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
A. DATA
Dari hasil penelitian diperoleh data mengenai hasil pretes, postes, tes prestasi, dan sikap siswa. Deskripsi data dirangkum dalam tabel berikut:
1. Data Pretes Dan Postes Penalaran
Tabel 12 berikut merupakan rangkuman data hasil pretes dan postes penalaran siswa:
Tabel 12. Data hasil pretes dan postes penalaran
2. Data Hasil Tes Prestasi
65 81,3
Tabel 14 berikut merupakan rangkuman mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran problem solving, yang disajikan sebagai berikut:
Tabel 14. Data sikap siswa
Kriteria Sikap Jumlah siswa Persentase
Sangat negatif 0 0%
Negatif 0 0%
Netral 44 59%
Positif 31 41%
Dari data sikap siswa yang disajikan dalam tabel 14, sikap siswa terhadap pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:
a. Sebanyak 44 siswa atau 59 % dari jumlah siswa, bersikap netral terhadap pembelajaran problem solving yang diterapkan.
b. Sebanyak 31 siswa atau 41 % dari jumlah siswa, bersikap positif terhadap pembelajaran probelem solving yang telah diterapkan.
Selengkapnya data sikap siswa, terhadap pembelajaran problem
solving dapat dilihat pada lampiran, pada halaman 112 s/d halaman 114.
B. ANALISIS DATA
1. Peningkatan penalaran siswa
Paired Differences
Tabel 15 menunjukkan ringkasan dari rata-rata dan standard devisiasi dari perbandingan pretes dan postes penalaran. Untuk pretes sebelum pembelajaran problem solving skor rata-rata yang dipeoleh siswa sebesar 44,4. Sedangkan sesudah pembelajaran problem solving , rata-rata skor yang diperoleh sebesar 48,7.
Dari hasil analisis pada tabel 15, diperoleh : t = -3.830, dan p =
0.000 < α =0.05. Hal ini berarti bahwa probabilitas kurang dari 0.05,
artinya ada peningkatan penalaran siswa yang signifikan pada konsep tekanan melalui pembelajaran problem solving.
2. Korelasi antara postes penalaran dan hasil tes prestasi
Tabel 16. Korelasi antara post tes dengan tes prestasi
postes prestasi
Pada tabel 16 hasil korelasi diperoleh nilai r = 0,386, dengan nilai p = 0,001 < α = 0,05, maka signifikan. Jadi ada korelasi antara hasil postes penalaran dengan hasil tes prestasi.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran problem solving
Dari tabel 14 diperoleh sebesar 59% siswa bersikap netral dan sisanya 41 % siswa bersikap positif terhadap pembelajaran problem solving. Ini berarti sikap siswa terhadap metode problem solving yang diterapkan, siswa cendrung bersikap netral. Variabel sikap mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa, sehingga bila dilihat dari hasil tes penalaran dan prestasi siswa, skor rata-rata yang dicapai untuk kedua tes yang dilakukan, tergolong rendah. Secara umum sikap siswa terhadap metode problem solving, mempengaruhi prestasi dan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran fisika
Ada beberapa kemungkinan yang mempengaruhi sikap siswa terhadap pembelajaran ini, antara lain:
a. Minat siswa terhadap fisika, masih rendah sehingga pada penerapan metode problem solving, siswa belum bisa mengikuti pembelajaran secara maksimal.
massa jenis, pemahaman siswa pada konsep ini masih belum lengkap, siswa belum memahami makna massa jenis secara fisis dan matematis. Hal ini teramati pada saat melakukan percobaan hukum Archimedes, sebagian besar siswa, mengangap bahwa setiap benda padat pasti akan tenggelam bila dicelupkan didalam zat cair.
4. Keterbatasan penelitian
Pada penelitian ini masalah utama yang dikaji adalah mengenai peningkatan penalaran siswa, di SMP Pangudi Luhur Moyudan, Yang masih mempunyai keterbatasan yang mempengaruhi hasil penelitian ini. Khususnya pada pemilihan sampel yaitu kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian terlalu besar, sehingga tidak semua siswa ikut terlibat dengan sungguh-sungguh, dalam mengikuti pembelajaran
problem solving yang diterapkan. Dalam mempersiapkan pembelajaran
problem solving, peneliti masih mengalami kesulitan dalam memilih
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analis data, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan menerapkan metode problem solving, pada pokok bahasan tekanan, penalaran siswa mengalami peningkatan yang signifikan, dengan t = -3.830, p = 0,00 dan α = 0,05.
2. Ada korelasi positif yang signifikan antara kemampuan penalaran siswa dengan prestasi belajar yang dicapai siswa dengan angka korelasi sebesar 0, 386, p = 0,001 dan α = 0,05
3. Sebanyak 59% siswa bersikap netral dan 41% siswa bersikap positif terhadap metode problem solving yang diterapkan. Artinya sebagian besar siswa cendrung bersikap netral terhadap metode problem solving
B. SARAN-SARAN
1. Dalam pemilihan kelas yang akan di jadikan sampel penelitian untuk penerapan metode problem solving, sebaiknya dipilih kelas berkapasitas kecil (20-30 siswa), agar kelas dapat dikontrol dengan baik.
2. Dalam menentukan permasalahan pada metode problem solving, sebaiknya dipilih permasalahan fisika yang sifatnya dapat menimbulkan konflik kognitif dalam diri siswa, agar siswa lebih termotivasi dan terlibat dalam mengikuti pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
2. Depdiknas. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
3. Irawati, I. 2008. Meningkatkan Motivasi Belajar Fisika. Dalam http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=B&jd=meningkatkan+motivasi
+belajar+fisika&dn=20080630140704. diunduh (7 mei 2009).
4. Kartika Budi, Fr. Y. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis (Kumpulan
Karangan). Yogyakarta: Kanisius.
5. Munandar, S.C.U. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
6. Ndraka, T. 1985. Teori Metodologi Administrasi. Jakarta : Erlangga.
7. Santyas, I .W. Pengembangan pemahaman konsep dan kemampuan Pemecahan masalah fisika bagi siswa SMA dengan Pemberdayaan model perubahan konseptual Berseting investigasi kelompok. Dalam http://www.Freeweb.com/
santyasa/pdf2/pengembangan_pemahaman_konsep.pdf. Diunduh (7 Mei 2009).
8. Santyas, I. W. 2007. Santyas, I .W. 2007. model-model pembelajaran inovatif.
Http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/model_model_pembelajaran.pdf. Diunuduh
(10 Mei 2009).
9. Sunaryo. 1983. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta : Depdikbud.
11.Suparno, P. 2005. Miskonsepsi Dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.
Yogyakarta: Kanisius.
12. Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius
13. Supriadi, D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek.
Bandung: ALFABETA
14. Trihadiyanti. (2009). Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Dalam http://www.sd-inatalenta.com/images/artikel_tri.pdf. diunduh (7 mei 2009).
15.Wilantara, I Putu Eka. 2003. Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Mengubah Miskonsepsi Siswa Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa. Dalam http://www.Damandiri.or.id/detail.php?
id=254 . diunduh (10 Agustus 2009).
Lampiran 3. Satuan pelajaran
Satuan Pelajaran Mata Pelajaran : IPA
Pokok Bahasan : Tekanan
Sub Pokok Bahasan : 1. Tekanan Pada Zat Padat 2. Tekanan dalam Zat Cair Kelas / Semester : VIII / 2
Waktu : JP
I. Kompetensi Dasar :Siswa mampu menerapkan konsep gaya dan tekanan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
II. Indikator Pencapaian Hasil Belajar: Siswa dapat:
1. TEKANAN ZAT PADAT :
a. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tekanan pada zat padat.
b. Menggunakan persamaan tekanan pada zat padat untuk menyelesaikan soal.
2. TEKANAN HIDOSTATIS:
a. Menyebutkan sifat tekanan hidrostatis dan faktor yang mempengaruhinya. b. Menggunakan persamaan hidrostatis dan hukum Pascal dalam soal-soal
hitungan
3. HUKUM PASCAL:
d. HUKUM ARCHIMEDES:
a. Menjelaskan terjadinya pengurangan berat bila suatu benda dicelupkan ke dalam zat cair (gaya keatas).
b. Menjelaskan faktor-faktor yang peristiwa dan mempengaruhinya.terapung, melayang dan tenggelam
c. Memecahkan soal yang berkaitan dengan hukum archimedes
Tabel Rancangan penelitian
No Kegiatan Tanggal Kegiatan
Kelas VIII A jam Kelas VIII B Jam
1 Pre tes penalaran 28 jan 2010 1-2 28 jan 2010 3-4
2 Tekanan zat padat 2 feb 2010 5-6 2 feb 2010 3- 4
3 Tekanan hidrostatis 3 feb 2010 5-6 3 feb 2010 1-2
4 Hukum pascal 4 feb 2010 1-2 4 feb 2010 3-4
5 Hukum Archimedes (pemberian tugas) 9 feb 2010 5-6 9 feb 2010 1-2 6 Latihan soal (pemberian tugas) 10 feb 2010 5-6 10 feb 2010 1-2 7 Tes prestasi (ulangan harian) 16 feb 2010 5-6 16 feb 2010 3- 4
PROSES PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING Pertemuan 1:
Peneliti memberikan pretes penalaran, untuk memperoleh data tentang kemampuan awal penalaran siswa.Dan menjelaskan deskripsi pembelajaran yang akan dilakukan dan melakukan pembagian kelompok.
Pertemuan 2: Tekanan Zat Padat
Siswa diberi ilustrasi gambar seorang yang beratraksi tidur diatas papan yang berpaku, dan seorang anak yang menekan salah satu paku. Siswa diminta untuk mendiskusikan dalam kelompok (4-5), situasi yang terjadi seperti yang diasajikan gambar, mengapa orang yang tidur diatas papan paku tidak terasa kesakitan, sedangkan anak kecil yang menekan satu paku, mersa kesakitan, yang disajikan dalam LKS. Kemudian siswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi kelompok di kelas dan di tanggapi oleh siswa lainnya. Peneliti menjelaskan dan menanggapi hasil diskusi kelompok siswa. Kemudian menjelaskan dan menghubungkan konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan pada awal pembelajaran dan memberi latihan soal.
Pertemuan 3: Tekanan Hidrostatis
Pada awal pembelajaran siswa diberi demonstrasi botol yang di lubangi, pada kedalaman yang berbeda. Siwa diminta untuk mengisi LKS dan mendiskusikannya secara kelompok. Dan menjelaskan hasil kerja kelompok, untuk di persentasikan dikelas, dan ditanggapi siswa lain. Memberi pemecahan permasalahan dengan memberi penjelasan konsep dan Memberi contoh soal.
Pertemuan 4: Hukum pascal