• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN IBU TERHADAP LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA ANAK DI JAKARTA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN IBU TERHADAP LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA ANAK DI JAKARTA TIMUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN IBU TERHADAP

LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA ANAK DI JAKARTA

TIMUR

Fiola Rizanti dan Trevino Aristakus Pakasi

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta, 10430, Indonesia

fiola.rizanti@gmail.com

Abstrak

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Dari jumlah 65.929 bayi di Jakarta Timur, hanya 18.801 (28,52 %) yang menerima ASI eksklusif (Depkes, 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan lama pemberian ASI eksklusif pada anak. Penelitian dilakukan di Jakarta Timur pada tanggal 1 Maret 2011 sampai 1 April 2012. Didapatkan 454 orang responden yang memenuhi kriteria, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan sedang (72,7%). Dari 401 orang responden yang memberikan ASI eksklusif pada anaknya, 198 orang memberikan ASI eksklusif selama kurang dari 6 bulan (43,6%), 66 orang memberikan ASI eksklusif selama lebih dari 6 bulan (14,6%), dan 137 orang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan (30,1%). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,692) antara tingkat pendidikan ibu dengan lama pemberian ASI eksklusif. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif oleh para ibu.

Relationship between Mothers’ Education with

Duration of Exclusive Breastfeeding of Children in East Jakarta Abstract

World Health Organization (WHO) recommended exclusive breastfeeding for six months long. From 65.929 infants in East Jakarta, only 18.801 (28,52%) were exclusively breastfed (Depkes, 2007). The purpose of this research is to find whether or not a relationship exists between mothers’ level of education and the duration of exclusive breastfeeding in children. The research was conducted in East Jakarta from March 1st 2011 to April 1st 2012. 454 respondents who met the criterias were acquired, most have moderate level of education (72,7%). From the 401 respondents who exclusively breastfed their children, 198 did for less than 6 months (43,6%), 66 did for more than 6 months (14,6%), and 137 did for 6 months (30,1%). No significant relationship was found (p=0,692) between the level of mothers’ education and the duration of exclusive breastfeeding in their children. This result suggests that there are other factors that affect mothers’ behavior on exclusive breastfeeding.

(2)

Pendahuluan

Pada awal masa kehidupan, bayi membutuhkan asupan gizi yang tinggi. World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif, yaitu ASI yang diberikan pada anak tanpa tambahan bahan makanan apapun, termasuk air pada anak selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif dipercaya akan mencukupi kebutuhan nutrisi bayi hingga bulan keenam kehidupan.1 Sayangnya, menurut profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2007, dari 65.929 bayi di Jakarta Timur, hanya 18.801 (28.52 %) yang menerima ASI eksklusif (Depkes, 2007).2,3

Rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif patut disayangkan, karena pemberian ASI eksklusif memiliki banyak keuntungan. Salah satunya, pemberian ASI eksklusif menyalurkan suplai antibodi dari ibu kepada anaknya, yang dapat mencegah berbagai macam penyakit. Selain itu, ASI eksklusif mengurangi risiko bayi terinfeksi bakteri dari bahan makanan atau minuman yang tidak higienis.4,5 Hal ini mencegah terjadinya kematian balita akibat penyakit diare, yang di Asia Tenggara pada tahun 2008 menurut WHO mencapai 12% dari total seluruh kematian balita (WHO, 2008).5 Pemberian ASI eksklusif juga dapat menjauhkan balita dari risiko kekurangan nutrisi. Hal ini dapat menurunkan angka kematian bayi yang terkait dengan kekurangan nutrisi, yang menjadi 35% penyebab kematian balita pada tahun 2008.7

Pemberian ASI eksklusif pada anak akan dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang pentingnya nutrisi bagi pertumbuhan. Pengetahuan ibu mengenai nutrisi yang diperlukan bayi, terutama ASI eksklusif, bisa didapat dari proses pendidikan formal, penyuluhan dan promosi dari tenaga kesehatan, serta penggalian informasi secara mandiri. Ketiga metode untuk mendapatkan informasi mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif tersebut diperkirakan oleh peneliti dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal yang diterima oleh ibu.10

Tinjauan Teoritis

ASI (air susu ibu) adalah sumber nutrisi pertama bagi bayi yang tersedia secara natural. ASI dapat menyediakan seluruh kebutuhan nutrisi bayi hingga umur enam bulan. Pada enam bulan selanjutnya, ASI dapat memenuhi setengah kebutuhan nutrisi bayi, dan sepertiga kebutuhan

(3)

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian bahan makanan yang dibatasi hanya berupa ASI, tanpa tambahan bahan makanan maupun minuman lain apapun, termasuk air. Tetapi, pemberian ASI eksklusif tidak membatasi pemberian tetesan atau sirup berupa vitamin, mineral dan obat-obatan yang memang diperlukan oleh balita. WHO meerkomendasikan bagi setiap bayi untuk menjalani pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak dimulainya kehidupan. ASI eksklusif dianggap sebagai sumber nutrisi yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi maupun kesehatan ibu.9

Kandungan nutrisi dalam ASI adalah yang paling sesuai untuk bayi. ASI dapat memenuhi seluruh kebutuhan bayi selama 6 bulan pertama kehidupan. Pemberian ASI mendukung perkembangan sensorik dan kognitif bayi, baik melalui nutrisi yang dikandungnya maupun melalui stimulus-stimulus selama pemberian ASI tersebut. Pemberian ASI juga sudah terbukti memberikan stimulus rasa pada bayi dengan bervariasi, bila dibandingkan dengan anak-anak yang hanya diberikan susu formula. Pemberian ASI melindungi bayi dari infeksi dan penyakit kronis melalui penyaluran antibodi dari ibu kepada anaknya. 4,5,8

ASI eksklusif dapat menurunkan mortalitas balita yang disebabkan oleh diare atau pneumonia, karena ASI yang diberikan langsung dari ibu ke anaknya tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan yang dapat mengontaminasi bahan-bahan makanan selain ASI, seperti susu formula. 4,5,8 Selain keuntungan-keuntungan jangka pendek, ASI juga memberikan keuntungan jangka panjang bagi anak. Manusia dewasa yang mengkonsumsi ASI semasa bayi seringkali memiliki tekanan darah yang lebih rendah, tingkat kolesterol yang lebih rendah, tingkat obesitas dan kelebihan berat badan yang lebih rendah, serta tingkat diabetes tipe 2 yang lebih rendah. Bahkan terdapat beberapa bukti bahwa manusia dewasa yang mendapat asupan ASI pada masa bayinya memiliki performa yang lebih baik pada pengujian kemampuan berpikir.4,5,8

Beberapa panduan yang disarankan oleh WHO mengenai pemberian ASI adalah sebagai berikut:4

a. ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Hal ini didasarkan pada berbagai keuntungan dari pemberian ASI eksklusif yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI diteruskan diiringi dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) secara bertahap. Pemberian MPASI dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan anak yang tidak dapat dipenuhi hanya dengan ASI setelah 6 bulan.

(4)

b. Pemberian ASI dimulai sejak jam pertama kelahiran. ASI yang pertama kali diproduksi oleh payudara ibu setelah melahirkan adalah kolostrum, cairan kental kekuningan. Pemberian ASI sejak jam pertama kelahiran mempunyai banyak manfaat, di antaranya adalah memberikan efek positif secara psikologis untuk kedekatan antara ibu dan bayi, serta memberikan rangsangan tambahan untuk payudara ibu agar memproduksi ASI.

c. Pemberian ASI disesuaikan dengan keinginan anak, sesering yang diinginkan anak. d. Pemakaian botol dan mpeng/dot bayi sebaiknya dihindari karena bahaya dari bakteri-bakteri yang bisa terdapat pada botol atau mpeng/dot bayi. Bila terpaksa, penggunaan botol sebaiknya didahulukan dengan pembersihan botol tersebut dan diikuti dengan perebusan botol bayi sebelum digunakan, untuk menjaga kesterilan botol.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan desain cross-sectional, dan merupakan satu bagian dari penelitian berskala besar yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI yang berjudul Care seeking behavior and primary health service contributing to the

prevalence of pulmonary tuberculosis in Jakarta, Ind. Penelitian dilakukan di Jakarta Timur

pada tanggal 1 Maret 2011 sampai 1 April 2012. Sumber data adalah data primer berupa hasil kuesioner. Responden penelitian dipilih dengan cara polygonal random sampling, yaitu pemilihan acak calon responden dengan memanfaatkan aplikasi Google Map dan Arc View. Metode tersebut mempertimbangan perbandingan luas area dan jumlah rumah yang terlihat pada GPS. Setelah daftar responden ditetapkan, pengumpulan data dilakukandari rumah ke rumah.

Kriteria inklusi mencakup Ibu yang memiliki anak balita dan bertempat tinggal di wilayah Jakarta Timur, berusia antara 18-70 tahun, berada di rumah pada saat pengambilan data dan bersedia menjadi responden. Kriteria ekslusi adalah responden yang memiliki gangguan kejiwaan/mental sehingga tidak dapat mengisi kuisioner, atau tidak bersedia mengisi atau tidak menyelesaikan pengisian kuesioner.

Definisi operasional pada penelitian ini berupa (1) ASI ekslusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan bahan makanan lainnya selama bulan-bulan pertama kelahiran; (2) Pendidikan ibu dikategorikan menjadi: tinggi (tamat perguruan tinggi), menengah (tamat SMP hingga tamat

(5)

SMA), dan rendah (tidak bersekolah hingga tamat SD).. Interpretasi data dilakukan dengan uji hipotesis chisquare.

Hasil Penelitian

Secara keseluruhan, penelitian dilakukan terhadap 2415 ibu rumah tangga yang berdomisili di Jakarta Timur. Dari jumlah tersebut, terdapat 454 orang peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Besarnya pengurangan jumlah tersebut dikarenakan oleh salah satu kriteria dalam penelitian ini, yaitu perlunya ibu rumah tangga peserta survey untuk memiliki anak balita.

Tabel 1. Persebaran Tingkat Kelompok Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Frekuensi n (%)

Rendah 57 (12,4)

Sedang 330 (72,7)

Tinggi 67 (14,8)

Persebaran tingkat pendidikan ibu rumah tangga yang ikut serta dalam penelitian ini sebagian besar berada pada tingkat tamat SMA (53,3%). Tingkat pendidikan tidak pernah sekolah merupakan jenjang pendidikan responden dengan persentase terkecil (0,2 %). Kelompok tingkat pendidikan dengan anggota terbanyak adalah tingkat pendidikan sedang (72,7 %).

Tabel 2. Persebaran Jangka Waktu Pemberian ASI Eksklusif

Lama Pemberian ASI Eksklusif

Frekuensi n (%)

Tidak Memberikan 53 (11,7)

Memberikan < 6 bulan 198 (43,6) n = 454

> 6 bulan 66 (14,6)

(6)

Terdapat 53 responden (11,7%) yang sama sekali tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Dari 401 responden yang telah memberikan ASI eksklusif pada balita mereka, sebanyak 137 responden (30,1%) memberikan ASI eksklusif sesuai dengan guidelines dari WHO, yaitu selama 6 bulan. Sebagian besar responden yang memberikan ASI eksklusif melakukannya dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan (43,6%).

Tabel 3. Lama Pemberian ASI eksklusif dan Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat Pendidikan Ibu Lama Pemberian ASI Eksklusif (bulan)

Uji Kemaknaan* 0 < 6 > 6 6 Rendah (%) 9 (15,8) 26 (45,6) 10 (17,5) 12 (21,1) p = 0,692 Menengah (%) 37 (11,2) 140 (42,4) 47 (14,3) 106 (32,1) Tinggi (%) 7 (10,4) 32 (47,8) 9 (13,4) 19 (28,4) * Uji kemaknaan menggunakan Chi-Square

Pada tabel 3, hasil dari uji kemaknaan Chi-Square mempunyai p lebih dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan lama pemberian ASI eksklusif.

Pembahasan

Tingkat pendidikan responden peserta penelitian ini secara umum lebih tinggi dari tingkat pendidikan rata-rata penduduk berjenis kelamin wanita di Jakarta Timur. Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, persentase penduduk wanita berpendidikan rendah adalah 34,7%, sedang 51,9%, dan tinggi 13,4%. Tingkat pendidikan mayoritas responden berada dalam golongan tingkat pendidikan menengah, baik pada sensus penduduk 2010 (51,9%) maupun pada penelitian ini (72,7%). Responden dengan tingkat pendidikan tinggi lebih banyak berpartisipasi dalam penelitian ini dibandingkan dengan responden berpendidikan rendah, tidak sesuai dengan persebaran tingkat pendidikan penduduk Jakarta Timur berdasarkan sensus penduduk tahun 2010. 11 Perbedaan persebaran tingkat pendidikan ini mungkin dipengaruhi oleh kriteria responden yang mengikuti penelitian ini. Sebagai akibat dari kriteria inklusi dan eksklusi yang memerlukan responden untuk memiliki anak balita, maka persebaran usia responden juga terbatas pada usia subur, sebagian besar pada usia 20-30 tahun. Persebaran usia ini jauh lebih

(7)

sempit bila dibandingkan dengan persebaran usia peserta sensus penduduk tahun 2010, yang mengikutsertakan semua wanita berumur lebih dari 5 tahun. 11

Sebagian besar responden (88,3%) sempat memberikan ASI eksklusif pada anaknya, walaupun dalam jangka waktu yang bervariasi. Responden yang tidak memberikan ASI eksklusif sama sekali pada anaknya memiliki berbagai alasan, di antaranya ibu berada dalam keadaan sakit saat melahirkan, sehingga merasa tidak bisa memberikan ASI pada anaknya dan ASI tidak keluar saat ibu pertama kali berusaha untuk memberikan ASI kepada anaknya. Terdapat beberapa responden yang memberikan ASI eksklusif selama kurang dari satu bulan, tetapi juga ditemukan responden-responden yang memberikan ASI eksklusif selama lebih dari 6 bulan, bahkan 1 tahun.

Jumlah responden yang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada anaknya (30,2%) pada penelitian ini hanya sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan keadaan dari profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2007 di Jakarta Timur (28,5%). Jumlah ini juga masih berada di bawah angka pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan di provinsi DKI Jakarta (34,8%). 2 Gambaran dari penjabaran di atas mengarah kepada tidak tampaknya pengaruh yang signifikan dari tingkat pendidikan responden penelitian ini yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan rata-rata dari penduduk wanita Jakarta Timur maupun DKI Jakarta terhadap perilaku masing-masing kelompok dalam pemberian ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penemuan setelah dilakukan pengolahan data dengan metode Chi-Square, di mana tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan lama pemberian ASI eksklusif pada anak.

Hasil ini sesuai dengan penemuan dari Pertiwi dan Wirawani yang mendapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak memiliki hubungan dengan lama pemberian ASI, 12 tetapi tidak konsisten dengan penelitian oleh Susanti di Purbalingga pada tahun 2000 yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, walaupun tingkat pendidikan ibu ditemukan tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap pemberian kolostrum. Penelitian oleh Susanti juga mendapatkan kisaran persentase pemberian ASI yang tidak jauh berbeda, yaitu sebanyak 28,1% dari seluruh ibu peserta penelitian. 13

Pada penelitian oleh Susanti, ditemukan bahwa pengetahuan ibu mengenai ASI memiliki hubungan dengan pemberian ASI eksklusif, 12 hasil tersebut sama dengan penelitian oleh

(8)

Mulianda yang menemukan hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dan juga hasil dari penelitian oleh Juliastuti yang menemukan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. 14,16 Sedangkan hasil yang berlawanan didapatkan oleh Pertiwi dan Wirawanni, yang menyimpulkan dari penelitian mereka bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai ASI dengan lama pemberian ASI eksklusif. 12

Selain pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI, sikap ibu terhadap hal ini juga mungkin dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Mulianda menemukan dalam penelitian pada tahun 2010 bahwa sikap ibu terhadap pemberian ASI memiliki hubungan terhadap pemberian ASI eksklusif. 14

Faktor pekerjaan ibu dan pengaruhnya terhadap lama pemberian ASI eksklusif pada anak tidak dapat dilihat pada penelitian ini, karena seluruh responden merupakan ibu rumah tangga. Pekerjaan ibu diperkirakan dapat memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pemberian ASI oleh ibu, dikarenakan pekerjaan ibu akan mempengaruhi waktu yang bisa disisihkan ibu untuk mengurus anaknya. Pemikiran ini didukung oleh penelitian dari Irawati yang menemukan bahwa pekerjaan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan kesesuaian dalam pemberian ASI eksklusif. 15 Tetapi, penelitian oleh Pertiwi dan Wirawanni tidak mendapatkan hubungan antara pekerjaan ibu dengan lama pemberian ASI eksklusif oleh ibu. 12 Juliastuti juga menemukan bahwa ibu yang tidak bekerja lebih memungkinkan untuk memberikan ASI. 16

Sehubungan dengan pekerjaan ibu, dalam penelitian oleh Irawati, didapatkan hubungan yang signifikan antara pendapatan ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. 15

Kesimpulan

Dari 2401 responden dalam penelitian ini, 454 (18,9%) diantaranya memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Tingkat pendidikan ibu dengan anak balita yang terbanyak adalah tamat SMA (53,3 %). Terdapat 30,2% ibu dengan anak balita yang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada anaknya. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan lama pemberian ASI eksklusif pada anaknya

(9)

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan untuk memperbaiki pengetahuan ibu rumah tangga di Jakarta Timur tentang pemberian ASI eksklusif. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.

Daftar Referensi

1 World Health Organization. Up to what age can a baby stay well nourished by just being breastfed? [internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.plosmedicine.org/article/info:doi/10.1371/journal.pmed.1000428

2 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007 [internet]. Desember 2008; [dikutip 14 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20dki%202007.pdf

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2007 [internet]. 2008. [dikutip 14 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202007.pd f

4 World Health Organization. 10 Facts on Breastfeeding[internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari: http://www.who.int/features/factfiles/breastfeeding/facts/en/index.html 5 Lawrence RA, Lawrence RM. Breastfeeding: A Guide for the Medical Profession. Edisi ke 6. Philadelphia: Elsevier. 2006.

6 World Health Organization. Major Causes of Death in Neonates and Children Under Five : South-East Asia Region - 2008 (revised) [internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.who.int/child_adolescent_health/media/CAH_death_u5_neonates_searo_2008.pdf 7 World Health Organization. Major Causes of Death in Neonates and Children Under Five : Global - 2008 (revised) [internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.who.int/child_adolescent_health/media/CAH_causes_death_u5_neonates_2008.p df

(10)

8 World Health Organization. Child and adolescent health and development : Nutrition[internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.who.int/child_adolescent_health/topics/prevention_care/child/nutrition/en/index.h tml

9 World Health Organization. Nutrition: Promoting proper feeding for infants and young children[internet]. 2011; [dikutip 3 Oktober 2011]; diunduh dari:

http://www.who.int/nutrition/topics/infantfeeding/en/index.html

10 Notoadmodjo S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku Kesehatan. Jogjakarta: Andi Offset. 1993.

11 Badan Pusat Statistik. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Wilayah dan

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan[internet]. 2010; [dikutip Maret 2012]; diunduh dari: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?wid=3100000000&tid=328&fi1=58&fi2=2 12 Pertiwi AD, Wirawanni Y. Hubungan Karakteristik Ibu dan Lama Pemberian ASI Eksklusif dengan Penyakit Infeksi dan Status Gizi Bayi Usia 1-6 Bulan. 2006; [dikutip 20 Maret 2012]; diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/26158/

13 Susanti R. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM DAN ASI EKSLUSIF. 2000; [dikutip 20 Maret 2012]; diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/14255/

14 Mulianda RT. Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Posyandu Delima II Desa Baru Dusun II Batang Kuis Tahun 2010. 2010; [dikutip 20 Maret 2012]; diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19494

15 Irawati SD. HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA DAN PEKERJAAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN

PURWOSARI KECAMATAN LAWEYAN. 2010; [dikutip 20 Maret 2012]; diunduh dari: http://etd.eprints.ums.ac.id/9527/

15 Notoadmojo S. Dr, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, PenerbitAndi Offset, Yogyakarta:1993.

16 Juliastuti R. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS PEKERJAAN IBU, DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF. 2011; [dikutip 20 Maret 2012]; diunduh dari: http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=20809

Gambar

Tabel 1. Persebaran Tingkat Kelompok Pendidikan Responden
Tabel 3. Lama Pemberian ASI eksklusif dan Tingkat Pendidikan Ibu

Referensi

Dokumen terkait

Dampak yang dapat terlihat jelas dengan perkembangan obyek wisata ini ialah, lebih mendorong masyarakat yang tinggal disekitar obyek wisata untuk lebih aktif dan

[r]

Pengujian yang dilakukan pada rotary encoder bertujuan untuk menguji keakuratan nilai yang dihasilkan berdasarkan putaran motor yang telah diberi kondisi oleh operator melalui

Karena hutan primer yang merupakan daerah penyerapan air yang baik dikurangi, maka air hujan yang menjadi limpasan menjadi lebih besar, megakibatkan nilai debit puncak juga lebih

So, the students speaking skill was improved after using Wayang in teaching learning process..

Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah yang dijadikan obyek

Sedangkan pembeli borongan (Toke), pada umumnya datang untuk menjemput keranjang seminggu sekali dengan jumlah yang tidak menentu pula. Jika pada saat musim buah dan musim

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar