• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yakni negara yang sedang membangun. Untuk membangun suatu negara pemerintah melakukan terobosan-terobosan untuk menaikan perekonomian nasional, salah satu terobosan-terobosan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional adalah dengan melibatkan pihak swasta dalam bentuk investasi swasta1

Keberadaan kedua instrumen hukum itu, diharapkan agar investor, baik investor asing maupun investor domestik untuk dapat menanamkan investasinya di Indonesia. Namun kedua instrument hukum tersebut yang mengatur tentang penanaman modal tersebut masih banyak kekurangan dalam kepastian hukum setelah mengikuti perkembangan zaman Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tersebut di perbaharui yakni menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang sampai sekarang berlaku.

, karena ekonomi melalui penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi, sehingga investasi pada hakekatnya langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara, maka diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai sejak zaman penjajahan. Setelah kemerdekaan Indonesia mulai membentuk peraturan tentang penanaman modal pada tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing-PMA (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri-PMDN (Lembaran Negara RI Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2583).

1 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menata Ke Depan Perekonomian Nasional, ( Jakarta : Bappenas 1999 ) , hlm. 67.

(2)

Pembangunan ekonomi melibatkan pihak swasta, baik yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempunyai peranan penting dalam kegiatan perekonomian. Karena bagaimanapun juga pertumbuhan ekonomi Indonesia terkait erat dengan tingkat penanaman modal, maka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat penanaman modal yang tinggi pula.

Namun upaya pemerintah untuk meningkatkan penanaman modal swasta sepertinya belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya minat pihak swasta, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri untuk melakukan penanaman modal di tanah air. Bahkan jumlah penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri mengalami penurunan dari waktu kewaktu, penurunan ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang secara ekonomi tidak menguntungkan bagi para pelaku usaha atau yang disebut investor untuk melakukakan penanaman modal.

Implikasi ekonomis dari prosedur yang panjang dan berbelit-belit adalah semakin panjang jalur birokrasi atau prosedur yang harus dilalui, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.2

Usaha pemerintah untuk mendorong para investor, tidak hanya menyediakan informasi yang telah terindikasi, tetapi juga memerlukan suatu informasi yang lebih komprehensif yang mendukung perkembangan potensi daerah seperti tersedianya sarana dan prasarana jalan, telepon, air minum, pasar,

Berkaitan dengan menurunnya jumlah penanaman modal tersebut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. Guna untuk mempermudah prosedur dalam penanaman modal di tanah air, serta dapat memberikan harapan pada investor yang akan menanamkan modal baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

2 Andrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar

(3)

lahan, sistem transportasi, tenaga kerja, upah buruh, lembaga keuangan, kondisi sosial budaya, sistem perizinan, dan sebagainya. Calon investor dapat melakukan kalkulasi sejauh mana keuntungan komperatif dan kompetitif yang akan diperoleh seandainya calon investor menanam modal pada jenis bisnis tertentu. Potensi investasi ini menggambarkan secara umum keadaan potensi yang ada dan peluang investasi di wilayah Indonesia, baik yang diusahakan pemerintah maupun yang diusahakan oleh swasta atau perorangan, baik berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Untuk tercapainya iklim investasi yang dinamis sangat ditentukan beberapa faktor, seperti keamanan, stabilitas politik, infrastruktur yang memadai, dan yang sangat penting adalah regulasi dan insentif yang dapat diberikan pemerintah untuk mendukung investasi dan yang sangat penting adalah tersedianya sarana dan fasilitas yang dapat diberikan oleh Pemerintah maupun kemudahan administrasi (perizinan).

Salah satu bagian dari proses penyelenggaraan penanaman modal, yaitu perizinan penyelenggaraan penanaman modal yakni Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang di sentralisasikan kepada pemerintah pusat. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakuakan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.3

3 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal” Pasal 1 angka 6.

Sejak tanggal 12 april 2004 persetujuan dan perizinan penanaman modal disentralisasikan kepada pemerintah pusat dengan ditetapkan keputusan presiden No. 29 Tahun 2004tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Padahal sebelumnya perizinan penanaman modal telah dilimpahkan kepada daerah-daerah dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah junto Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Bahkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua

(4)

Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal, telah diserahkan kepada daerah, dimana untuk melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut, Gubernur Kepala Daerah Propinsi dapat menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

Dalam hal menanamkan modal di Indonesia baik itu penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, perizinan penyelenggaraan penanaman modal sangatlah penting dalam proses penanaman modal, maka dalam hal itu penanaman modal di tanah air ini tidak terlepas dari izin dalam proses penyelenggarakan penanaman modal. Pada kenyataannya hukum administrasi negara sangatlah berperan penting dalam hal perizinan penanaman modal, sebab tanpa adanya suatu izin yang diberikan oleh pemerintah yang berwenang, maka investor tidaklah dapat melakukan penanaman modal atau yang biasa disebut “investasi” karena hal tersebutlah peran dari hukum administrasi negara yakni sektor perizinan sangatlah penting dalam suatu perusahaan atau pihak-pihak swasta yang ingin menanamkan modalnya baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.

Dalam perspektif hukum penyelenggaraan perizinan berbasis pada teori negara hukum modern (negara hukum demokratis) yang merupakan perpaduan atau kolaborasi antara konsep negara hukum (rechtsstaat) dan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai acuan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan/aparatur negara atau pemerintahan (supremasi hukum). Hukum administrasi negara mengatur tentang perizinan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia.

Dalam Pasal 30 angka (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut dengan UUPM, dinyatakan “Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraaan penanaman modal yang

(5)

menjadi urusan pemerintah”.4 Di samping itu penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi,5 dan penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.6

Melihat kenyataan tersebut tentu saja diperlukan adanya perubahan paradigma pelayanan khususnya pelayanan perizinan investigasi, agar terciptanya prosedur perizinan penanaman modal yang dapat dikategorikan murah, cepat, dan jelas sesuai dengan standar pelayanan publik yang telah ditetapkan. Dengan kata Dalam kaitan dengan pelayanan perizinan investasi sekarang ini telah dikembangkan suatu sistem pelayanan yang tujuan utamanya diarahkan pada terciptanya kemudahan pelayanan perizinan investasi baik asing maupun dalam negeri, dengan tidak mengurangi syarat-syarat yang harus dipenuhi dengan menerapkan konsep one roof service system. Sebelumnya, konsep pelayanan perizinan investasi yang di usung adalah one stop service system dengan bertumpu kepada one door service system. Namun, konsep pelayanan perizinan tersebut tidak banyak membawa perubahan pada level bawah, di mana investor masih merasakan prosedur yang berbelit-belit seperti persyaratan, waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor tidak dapat diukur atau dipastikan.

Namun dengan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap, pemerintah kembali memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan penanaman modal, sehingga menimbulkan perdebatan apakah kewenangan tersebut ada pada pemerintah pusat atau sebaliknya dilimpahkan kepada daerah. Maka perlu adanya kejelasan tentang kewenagan persetujuan dan perizinan penanaman modal demi menciptakan hukum yang lebih adil, bermanfaat dan memberikan kepastian hukum.

4 Pasal 30 angka (2) UUPM 5 Pasal 30 angka (5) UUPM 6 Pasal 30 angka (6) UUPM

(6)

lain, pelayanan perizinan khususnya pelayanan perizinan penanaman modal di daerah haruslah sesuai dengan prosedur, syarat, dan ketentuan yang diadakan untuk itu agar tercipta persepsi yang sama dalam pemberian pelayanan baik pada dasar hukum pemberian pelayanan, jenis, persyaratan, biaya yang harus dikeluarkan, dan lamanya pelayanan diberikan.

Dengan adanya standarisasi pelayanan publik dalam pemberian pelayanan perizinan penanaman modal tentu saja akan diperoleh sistem pelayanan yang baku dan berkepastian, sehingga para penanam modal yang biasa disebut investor baik asing maupun dalam negeri dapat mengukur tingkat aksesibilitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggaraan penanaman modal. Di sinilah diperlukan peranan dan fungsi kelembagaan pelayanan perizinan khususnya komitmen penyelenggara investasi di daerah dalam hal ini guna mengatur dan menentukan suatu standarisasi izin penanaman modal, agar diperoleh kepastian hukum dalam pemberian izin penanaman modal di daerah, sehingga pihak investor baik asing maupun dalam negeri dapat mengaplikasikan modalnya dengan lancar dan terukur. Pedoman umum prosedur izin penanaman modal, tentu saja akan membawa implikasi pada aplikasi penanaman modal yang umumnya dikeluhkan oleh para investor dengan teciptanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Persoalan lain yang dihadapi adalah, walaupun telah terdapat instrumen hukum, akan tetapi instrumen hukum tersebut memiliki kerancuan terutama sumber legitimasi wewenang antara pemerintah dengan pemerintah daerah di bidang yang berkaitan dengan penanaman modal. Selain itu pemikitan pemerintah daerah terhadap otonomi daerah masih lebih banyak dilihat dari aspek adanya wewenang pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tanpa membedakan antara wewenang mengatur dan mengurus.

Padahal antara kedua konsep diatas memiliki pengertian yang berbeda. Mengatur berarti menciptakan norma hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak, sementara mengurus berarti menciptakan norma hukum yang berlaku individual dan bersifat konkret, dengan kata lain dari wewenang mengatur

(7)

melahirkan produk hukum yang bersifat mengatur dan wewenang mengurus melahirkan produk hukum yang bersifat keputusan/ketetapan.7

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, penulis membahas tentang perizinan dalam hal penyelenggaraan penanaman modal dimana untuk itu lahirlah ide dengan judul “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penanaman Modal Berdasarkan Undang – Undang No. 25 Tahun 2007”.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditetapkan perumusan masalah sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana Pelaksanaan Perizinan Yang Diselenggarakan Pemerintah? 2. Bagaimana Pelayanan Pengurusan Izin Penanaman Modal?

3. Bagaimana Prosedur Perolehan Izin Penanaman Modal Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Perizinan Yang Diselenggarakan Pemerintah

2. Untuk mengetahui Bagaimana Pelayanan Pengurusan Izin Penanaman Modal

3. Untuk mengetahui Prosedur Perolehan Izin Penanaman Modal Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

7 Murtir Jeddawi, Memacu Investasi Di Era Otonomi Daerah, (Yogyakarta : UII Press, 2006), hlm. 16-17.

(8)

1. Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikann kontribusi pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta manfaat secara teoritis berupa pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum khususnya bidang Hukum Administrasi Negara, terutama berkaitan dengan izin penanaman modal di Indonesia. 2. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian diharapkan dapan memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya pihak yang sering terlibat dalam kegiatan izin penanaman modal baik birokrasi pemerintah, investor, maupun pihak-pihak lain yang berhubungan dengan kegiatan izinpenanaman modal agar kiranya memudahkan pemahaman dalam proses izin penanaman modal dan perkembangannya di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitiandengan judul skripsi ini adalah “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan skripsi Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sehingga tulisan ini asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

(9)

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk memberikan pengertian yang sesuai dengan yang diharapkan terlebih dahulu penulis akan mencoba mengarahkan penelitian ini ada beberapa landasan konsepsional yang dipergunakan yang di telaah dari aspek Hukum Administrasi Negara, diantaranya adalah:

a. Tinjauan

Kata tinjauan berasal dari kata tinjau berarti melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik kesimpulan. Tinjauan adalah hasil meninjau pandangan, pendapat tentang suatu hal sesudah menyelidiki atau dipelajari (Hasan Almi, 2005 : 1198). Yang secara garis besarnya tinjauan merupakan pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

b. Izin Penanaman Modal

Tidaklah mudah memberikan definisi apa yang dimaksud degan izin demikian menurut Sjachran Basah8

Dalam mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin, yang memiliki kesamaan seperti dispensasi, izin, dan konsesi.

. Hal ini disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang didefinisikannya. Sukar ditemukan sejumlah definisi yang beragam.

9

8 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Saru Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada penataran Hukum Administrasi Negara dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hlm. 1-2.

Dispensasi adalah

9E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya, Pustaka Tinta Emas, 1988,hlm. 129; di mana van Der Pot mengadakan pembagian dalam tiga pengertian, yaitu;

(10)

keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Izin adalah suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat kongkrit. Konsesi adalah suatu perbuatan yang penting bagi umum, tetapi pihak swasta dapat turut serta pemerintah ikut campur. Terlepas dari pembidangan tindakan administrasi negara yang melakukan pengecualian itu, kali ini akan difokuskan pada pembahasan tentang izin.

Izin di sini dimaksudkan sebagai hal yang bisa memberikan kontribusi positif terhadap ektivitas ekonomi terutama dalam upaya menggali Pendapatan Hasil Daerah (PAD) dan mendorong laju Investasi. Suatu izin yang diberikan pemerintah memiliki maksud untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar setiap kegiatan diperuntukannya. Di sisi lain tujuan dari perizinan bagi pemerintah seingkali dihubungkan dengan PAD, karena pendapatan merupakan hal yang penting dalam kerangka mewujudkan otonomi daerah. Tanpa pendapatan yang memadai, mustahhil otonomi daerah itu bisa terwujud.10

Dalam hal ini Sjacran Basah, memberikan pengertian tentang izin, dia menyatakan izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan hukum dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.11

Menurut Aminuddin Ilmar pengertian Izin adalah kewenangan pemerintah untuk mengatur sesuatu hal yang berhubungan dengan

dispensasi, izin, dan konsesi, sedangkan Kranenburg membedakan atas dua bagian yaitu Izin dan Konsesi.

10 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Adminisrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, ( Bandung : Nuansa Cendekia, 2010), hlm. 91.

(11)

peran atau tugasnya. Izin adalah salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sabagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warganya.12

Pengertian perizinan sebagaimana yang terdapat dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004. Rumusan perizinan penanaman modal adalah ”perizinan pelaksanaan persetujuan penanaman modal adalah izin-izin yang diperlukan untuk pelaksanaan lebih lanjut atas surat persetujuan penanaman modal.13

c. Penanaman modal

Berdasarkan rumusan tentang yang dimaksud dengan izin, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur persyaratan tertentu.

Istilah penanaman modal atau investasi dari bahasa Latin, yaitu Investire (memakai), sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan

investment. Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai

konsep teoritis tentang penanaman modal. Menurut Fitzgeral sebagaimana dikutip oleh Salim HS mengartikan investasi atau penanaman modal adalah “aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai umtuk mengadakan barang modal pada saat sekarang dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang.14

12 Amiruddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2007 ) hlm. 131-132.

13 Pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap

14 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi Di Indonesia, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 31.

(12)

Dalam definisi ini investasi atau penanaman modal dikontruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk:

1. Penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal, dan

2. Barang modal ini akan dihasilkan produk baru.

Pengertian penanaman modal yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Rumusannya adalah “Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.15

Pengertian penanaman modal dalam negeri yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengertian penanaman modal dalam negeri berdasarkan UUPM. Adapun yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah “kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.16

Pengetian penanaman modal asing yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengertian penanaman modal asing yang terdapat dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal atau biasa disebut UUPM, bahwa pengertian penanaman modal asing adalah “kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.17

15Pasal 1 angka (1) UUPM 16Pasal 1 angka (2) UUPM 17Pasal 1 angka (3) UUPM

(13)

Pengertian lain tentang investasi dikemukakan oleh Kamaruddin Ahmad, investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang dana tersebut.18

F. Metode Penelitian

Dalam pengertian penanaman modal difokuskan pada penempatan uang atau dana sebagai modal. Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu keuntungan, ini erat kaitannya dengan penanaman investasi di pasar modal.

Jadi. dapat disimpulkan berdasarkan pandangan para ahli dan definisi rumusan UUPM di atas investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing maupun dalam negeri atau disebut domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan tujuan untuk memperoleh suatu keuntungan.

Istilah “metode” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan penelitian yang menyangkut cara kerja yaitu cara kerja yang berfungsi untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang bersangkutan.

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuta pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian, kemudian, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah-masalah.

18 Kamaruddin Ahmad, Dasar-Dasar Menajemen Investasi (Jakarta : Rineka Cipta, 1996) , hlm. 3.

(14)

Maka dengan metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan, seperti diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Jenis/ Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif( penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.19

2. Pendekatan Masalah

Dengan pertimbangan melalui sifat deskriptif analisis terhadap peraturan perundang-undangan diperpustakaan dapat digambarkan, diinventarisir dan dipecahkan masalah kebijakan pemerintah terhadap Izin Penanaman Modal.

Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif dengan tujuan mendapatkan hasil secara kualitatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yang ada kaitannya dengan judul skripsi atau penelitian.

3. Sumber Data

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, oleh karena itu maka upaya untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan data baik yang bersifat bahan hukum primer, sekunder maupun tersier seperti doktrin-doktrin dan perundang-undangan atau kaedah hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.

19 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 163.

(15)

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.20

b. Bahan Hukum Sekunder

dokumen peraturan perundang – undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dalam peraturan ini yang paling utama adalah yang berkaitan dengan Penanaman Modal serta prosedur perizinan dalam penanaman modal .

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para ahli, symposium, dan kasus-kasus melalui internet yang terkait dengan penelitian. Pendapat para ahli yang dijadikan informasi dalam penelitian skripsi ini ialah buku-buku yang berkaitan tentang perizinan dan penanaman modal.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus-kamus hukum, jurnal, diktat, makalah, ensiklopedia dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data atau pengumpulan bahan hukum dalam skripsi ini adalah Penelitian Pustaka (Library Reseach), dalam metode ini penulis melakukan penelitian melalui kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pokok

20 Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta : IND-HILLCO, 2001 ) hlm. 13.

(16)

permasalahan, Peraturan Perundang-Undangan yang dianggap relevan serta mendukung kesempurnaan skripsi ini.

5. Pengolahan Dan Analisis Data Penelitian

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode Kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif berupa data-data yang akan diteliti. Adapun bahan hukum/data penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel. Diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan data/bahan hukum penelitian dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi. Selanjutnya data penelitian yang ada dianalisis untuk mendapatkan tinjauan hukum administrasi negara terhadap izin penanaman modal berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini merupakan gambaran umum yang akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,

(17)

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH

Pada Bab ini akan membahas tentang tinjauan umum Pengertian Perizinan, dan Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian.

BAB III PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENANAMAN MODAL

Dalam Bab ini akan membahas tentang Tinjauan Izin Penanaman Modal, Restrukturisasi dan Revitalisasi Pelayanan Perizinan

BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PENANAMAN

MODAL DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Dalam Bab ini akan membahas mengenai Kebijakan Pemerintahan Dalam Penanaman Modal, Sektor Usaha Penanaman Modal, Fasilitas dan Kemudahan Penanaman Modal, Perkembangan Penanaman Modal Di Indonesia . BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang akan membahas Kesimpulan berdasarkan uraian skripsi, dan dilengkapi dengan Saran dari hasil penelitian yang telah, di teliti dan di bahas dalam skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Koefisien dummy3 yang menunjukkan parameter negatif menunjukkan bahwa perusahaan tidak bertumbuh pada kondisi krisis memiliki nilai IOS lebih tinggi dari pada kondisi pasca

Rangkuti (2002, h.31) mengatakan bahwa nilai produk didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, yang didasarkan pada persepsi konsumen atas apa

Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha 7 Berdasarkan Prinsip

(2) Dalam pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam kasus tersebut adalah dengan mengkaji kualifikasi tindak pidana,

Pada akhirnya kondisi tersebut berdampak pada anak-anak, yaitu anak tumbuh dan berkembang dengan kurang memiliki jiwa sosial terutama sikap toleransi terhadap

Oleh karena itu, substrat yang digunakan sebagai sampel dalam mengisolasi bakteri proteolitik dapat diperoleh dari berbagai tempat yang banyak mengandung protein

Auksokrom adalah suatu substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH,