• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia serta"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, nama daerah, sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia serta pnggunaan tumbuhan.

2.1.1 Habitat dan Daerah Tumbuh

Tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) tersebar diseluruh jawa dari daratan rendah hingga kurang lebih 600 m diatas permukaan laut, terutama di daerah-daerah dengan musim kemarau lama. Jenis ini terdapat, setempat sering kali dalam jumlah besar, pada lapangan yang kering tersinar matahari, ladang dan dalam hutan, semak-semak terbuka,tumbuh liar di kebun atau kuburan (Heyne, 1987; Naito, 1995)

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan terna, tinggi 30-150 cm. Batang berkayu, bentuk segi empat beralur, biasanya bercabang banyak, berbulu,hijau. Daun tunggal bentuk bulat telur, duduk berhadapan bersilang, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, daging daun tipis, permukaan berambut halus, hijau. Bunga majemuk, bentuk berbibir, berbnulu, bertangkai pendek, hijau, mahkota bulat telur. Buah coklat tua. Biji berbentuk kecil, hitam. Akar tunggang (Ditjen POM, 1995; Heyne, 1987; Tjitrosoepomo, 1993).

(2)

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan ruku-ruku menurut Tjitrosoepomo (1993); Subrahmanyam (2003) sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Tubiflorae Suku : Labiatae Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum sanctum L 2.1.4. Sinonim

Nama lain tumbuhan ruku-ruku adalah dikenal kemangi utan (Melayu); balakana (Menado); Klampes, lampes (Sunda); Kemangen, Lampes (Jawa); kemanghi, ko-roko (Madura); uku-uku (Bali); dan lufe-lufe (Ternate) (Heyne, 1987; Pitojo, 1999).

2.1.5. Kandungan Kimia

Kandungan kimia dari daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, saponin, tanin dan triteropenoid/steroid (Anonim, 2007; Ditjen POM, 1995).

2.1.6. Penggunaan Tumbuhan

Tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) digunakan sebagai antidiabetes, antiinflamasi, antistress, antioksidan, laktagoga, emenagoga, karminatif, antipiretik (Anonim, 2007; Ditjen POM, 1995).

(3)

2.2. Uraian Kimia

2.2.1. Triterpenoida/Steroida

Terpena merupakan senyawa organik bahan alam yang terdapat dalam metabolit skunder tanaman, mencakup mono, seskui, di, tri dan senyawa politerpena. Senyawa terpena dikaitkan terhadap bentuk strukturnya yang merupakan kelipatan satuan lima atom karbon (isoprena) (Sastrohamidjojo, 1996). Strutur isoprena dapat terlihat pada gambar 1.

CH3

CH2 C CH CH3

Gambar 1. Isoprena

Senyawa terpenoid bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat dengan senyawa lain, tetapi banyak diantaranya terdapat sebagai glikosida dan ester dari asam organik (Robinson, 1995).

Terpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

Biosintesa terpenoida dimulai dari asetil CoA, kemudian membentuk isopentil pirofosfat melalui asam mevalonat, lalu membentuk molekul yang lebih

asiklik, yaitu skulaena. senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, biasanya bertitik leleh tinggi dan optis aktif. Berbagai macam aktivitas bilogis yang menarik dapat ditunjukkan oleh beberapa triterpenoida, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untk berbagai macam penyakit termasuk diabetea, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antibakteri, antifungi dan antivirus (Robinson, 1995), insektisida, sitostatik, danm analgesik (Brunetton, 1995).

(4)

besar melalui penggabungan ikatan kepala-ekor sehingga membentuk farnesil pirofosfat selanjutnya terjadi ikatan kepala-ekor membentuk skualena kemudian mengalami siklisasi dengan bantuan enzim skualena oksidosiklase yang membentuk senyawa triterpenoida (Manitto, 1981).

Teriterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu : triterpena sebenarnya, steroida, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987). Triterpena sebenarnya

Senyawa triterpena sebenarnya terdapat dalam bentuk asiklik maupun siklik, yang diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Triterpena asiklik, yaitu senyawa terpena yang tidak mempunyai cincin tertutup pada struktur molekulnya, contohnya skualena.

2. Triterpena asiklik, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai 3 cincin tertutup pada struktur molekulnya, contohnya : ambrein.

3. Triterpena tetrasiklik, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai 4 cincin tertutup pada struktur molekulnya, contohnya : lanosterol.

4. Triterpena pentasiklik, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai 5 cincin tertutup pada struktur molekulnya, contohnya : α-amirin

(5)

Lanosterol α-amirin 2.2.2. Steroida

Steroida adalah senyawa triterpenoida yang kerangka dasarnya sistim cincin siklopentanoperhidrofenantren. Senyawa ini tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk kontrasepsi, anabolik, dan antiinflamasi (Brunetton, 1995; Harborne, 1987).

Berdasarkan sumbernya, steroida dibagi atas (Manitto, 1981) :

1. Zoosterol, yaitu steroida yang berasal dari hewan, contohnya: kolesterol 2. Fitosterol, yaitu steroida yang berasal dari tumbuhan, contohnya: sitosterol 3. Mikosterol, yaitu steroida yang berasal dari fungi, contohnya: ergostal

4. Marinsterol, yaitu steroida yang berasal dari organisme laut, contohnya: stelasterol.

Inti steroida dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoida tetrasiklik lain, tetapi hanya berbeda pada 2 gugus metil yang terikat pada sistem cincin, pada posisi 10 dan 13 (Harborne, 1987; Robinson, 1995).

Menurut Robinson (1995) sistem penomoran steroida adalah sebagai berikut :

(6)

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara penyarian terhadap simplisia dengan menggunakan suatu penyari tertentu. Cara pengekstraksian yang tepat tergantung pada jenis senyawa yang diisolasi dan pelarut yang digunakan. Untuk mengekstraksi senyawa yang ada terdapat pada tumbuhan terlebih dahulu enzimnya diinaktifkan dengan etanol panas atau dengan mengeringkan bagian tumbuhan yang diambil sebelum ekstraksi (Harborne, 1987).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara (Ditjen POM, 2000), yaitu :

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstrakasi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, maserasi antara dan perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur dengan titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada

(7)

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

d. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dan adanya pendingin balik.

e. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.

f. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pengangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980

Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa tahun 1906, ia mengumumkan pemerian pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu sari tanaman. Karena adanya pemisahan pita maka ia mengusulkan nama ”kromatografi” yang berasal dari bahasa Yunani ”kromatos” yang berarti warna dan ”graphos” yang berarti menulis (Sudjadi, 1988). Kromatografi didefinisikan sebagai pemisahan campuran dua

C) selama waktu tertentu biasanya 15-50 menit.

g. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

(8)

atau lebih senyawa yang berbeda dengan distribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Pavia, 1988).

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Pemisahan sampel pada komponen-komponennya tergantung pada gerakan relatif dari senyawa yang dipisahkan pada kedua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jka fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal dengan kromatografi serapan (absorbsi), jika zat cair dikenal sebagai kromatografi pembagian (partisi) (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsobsi, sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan pengembang. Tebal

Plat lapis tipis untuk tujuan kualitatif adalah 0,1-0,3 mm, sedangkan untuk pemisahan kuantitatif (KLT preparatif) mempunyai fase diam dengan ketebalan 0,5-2mm (Gritter, 1991; Hostettmann, 1995). Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan bebera[a cara, yaitu dengan peraksi kimia tanpa pemanasan dengan pemanasan, sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm (Stahl, 1985).

a. Fase Diam

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar. Lapisan melekat pada permuakaan dengan bantuan bahan pengikat. Dua sifat yang penting

(9)

dari fase diam adalah ukuran partikel dan homogenitasnya, karena gaya adhesi pada penyokong sangat tergantung pada kedua sifat trsebut. Partikel dengan bituran yang kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang biturannya halus. Penyerap yang banyak dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan poliamida (Sastrohamidjojo, 1991; Stahl, 1985).

b. Fase Gerak

fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak didalam fase diam yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didarkan atas prinsip like dissolves

like yaitu untuk memisahkan sampel yang bersifa non polar digunakan sistem

pelarut yang bersifat non polar dan untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).

c. Harga Rf

Jarak pengembangan suatu senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan angka Rf atau hRf (Stahl, 1985).

Jarak perambatan bercak dari titi penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

Faktor – faktor yang mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991) : 1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan

2. Sifat penyerap

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap 4. Jenis pelarut dan derajat kemurnian pelarut

(10)

5. Derajat kejenuhan pengembang dalam bejana 6. Jumlah cuplikan

7. Suhu

2.4.2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom terdiri dari kromatografi biasa atau kromatografi kolom grafiti yaitu fase geraknya hanya dipengaruhi oleh daya tarik bumi (gravitasi). Kromatografi lainnya adalah kromatografi cair vakum (KCV) yang fase geraknya diberi tekanan. Kromatografi kolom termasuk dalam kromatografi serapan, biasanya dipakai untuk memisahkan suatu campuran dari penjerap padat dari suatu fase diam dan dialiri pelarut sebagai fase gerak (Sastrohamidjojo, 1991).

Kolom besar yang dipakai pada kromatografi kolom grafiti, merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1 gram). Campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas penjerap yang berada pada tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom yang disebabkan oleh gaya gravitasi. Pita senyawa zat terlarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpul berupa fraksi ketika keluar dari dasar kolom.

Kolom kromatografi unuk pengaliran karena gaya gravitasi atau sistem bertekanan rendah biasa terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Didalam tabung terdapat penopang atau sejenis piringan plat, tepatnya diatas keran, untuk menahan

Ketika pelarut pengelusi meninggalkan kolom sebagai eluat, eluat dibagi menjadi beberapa fraksi didalam tabung.

(11)

penyerap. Ukuran kolom beraneka ragam, tetapi biasannya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali (Gritter, 1991).

Kecepatan bergerak dari suatu komponen tergantung pada berapa besarnya komponen terhambat atau tertahan oleh penyerap didalam kolom. Jadi suatu senyawa yang diserap lemah akan bergerak lebih cepat daripada yang diserap kuat. Akan terlihat bahwa jika perbedaan-perbedaan dalam serapan cukup besar maka akan terjadi pemisahan yang sempurna (Hostetmann, 1986; Sastrohamodjojo, 1991).

2.5. Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara cahaya dengan atom dan molekul. Umumnya spektroskopi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : spektroskopi serapan dan spektroskopi emisi. Pengelompokkan ini berdasarkan apa yang diukur setelah terjadi interaksi antara radiasi elektromagnetik dan sam pel. Pembagian juga dapat didasarkan pada daerah-daerah panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik. Sistem detektor menggunakan sel fotolistrik maka metode pengukuran ini secara umum dinamakan spektrofotometri (Noerdin, 1985).

2.5.1. Spektrofotometri Sinar Ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet merupakan suatu metode analisa berdasarkan atas pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis ultraviolet. Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, didalam molekul tersebut terjadi perpindahan tingkat energi elektron-elektron ikatan di orbital

(12)

molekul paling luar, dari tingkat energi paling rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang ultraviolet tergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap radiasi ultraviolet pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap panjang gelombnag yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1995; Noerdin, 1985).

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam spektrofotometri ultraviolet (Dachriyanus, 2004; Noerdin, 1985; Sastrohamodjojo, 1991) antara lain :

1. Kromofor adalah gugus tidak jenuh yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet. Hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Contohnya : C=C, C=O dan NO2.

2. Auksokrom adalah suatu substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH, -NH2

Daerah yang paling berguna dari spektrum ultraviolet adalah daerah dengan panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum ultraviolet adalah suatu

, -Cl.

3. Pergeseran batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan substitusi pada kromofor (oleh auksokrom) atau pengaruh pelarut.

4. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru) adalah pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih pendek. Efek hiperkromik yaitu suatu kenaikan dalam intensitas serapan.

(13)

gambar antara panjang gelombang lawan intensitas serapan (absorbansi) (Fessenden & Fessenden, 1995; Sastrohamodjojo, 1991).

2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah

Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Pengukuran pada spketrum inframerah dilakukan pada daerah bilangan gelombang 4000-200 cm -1. Penggunaan spektrofotometri infra merah untuk maksud analisa lebih banyak ditujukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini dimungkinkan, disebabkan spektrum infra merah senyawa organik bersifat khas artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula (Sastrohamidjojo, 1991; Noerdin, 1985).

Cara menganalisa spektrum inframerah dari senyawa yang tidak diketahui. adalah pertama harus ditentukan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama, seperti C=O , O-H , C-O, C=C, C≡N, C≡C dan NO2. Menurut pavia

(1988), langkah-langkah umum untuk memeriksa pita-pita serapan yang penting yang umum untuk memeriksa gugus yang penting pada spektrum inframerah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat gugus karbonil?. Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1820-1660 cm-1. puncak ini biasanya merupakan yang terkuat dengan lebar medium pada spektrum.

2. Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut. Jika C=O tidak ada langsung ke nomor 3.

Asam : apakah ada gugus O-H?. Serapan melebar di daerah 300-2500 cm

-1

(14)

Amida : apakah ada N-H?. Serapan dekat 3500 cm-1, kadang-kadang dekat puncak rangkap

Ester : apakah ada C-O. Serapan dengan intensitas medium di daerah 1300-1000 cm-1.

Anhidrida : mempunya dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1. Aldehida : apakah ada C-H aldehid?. Dua serapan lemah di dekat 2850-2750

cm-1 yaitu di sebelah kanan serapan C=H. Keton : jika kelima kemungkinan di atas tidak ada 3. jika gugus C=O tidak ada

Alkohol/fenol : periksalah gugus O-H, merupakan serapan melebar di daerah 3600-3300 cm-1 yang diperkuat adanya serapan C-O di daerah 1300-1000 cm-1.

Amina : periksalah gugus N-H, yaitu serapan medium di daerah 3500 cm-1. Eter : periksalah gugus C-O (serapan O-H tidak ada), yaitu serapan

medium di daerah 1300-1000 cm-1. 4. Ikatan rangkap dua dan/atau cincin aromatik - C=C mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1

- Serapan medium sampai kuat pada daerah 1650-1450 cm-1 sering menunjukkan adanya cincin aromatik.

- Buktikan kemungkinan di atas dengan memperhatikan serapan pada daerah C-H aromatik disebelah kiri 3000 cm-1, sedangkan C-H alifatis terjadi di sebelah kanan daerah tersebut.

5. Ikatan rangkap tiga

(15)

- C=C mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm-1. Periksa juga CH asetilenik di dekat3300 cm-1.

6. Gugus nitro

Dua serapan kuat di daerah 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1. 7. Hidrokarbon

- Apabila keenam kemungkinan di atas tidak ada - Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1.

- Spektrum sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain di daerah 1450-1375 cm-1.

Referensi

Dokumen terkait

Limbah berbahaya ini selain menyebabkan kerusakan bahkan matinya habitat sungai, juga mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai

Novel menurut penulis adalah suatu karya yang diciptakan melalui pengalaman pribadi dalam kehidupan manusia yang dituangkan ke dalam tulisan kemudian diolah sedemikian rupa

Program Peningkatan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Program ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antar daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat Tolok

Kenyataan keempat diperoleh dari hasil analisis terhadap dokumen hasil ujian mid semester siswa kelas VII. Dari data yang diperoleh dapat dikemukakan bahwa hasil

Dalam penelitian ini yang meneliti tentang penilaian sikap di SDN Gunungsaren, guru telah melakukan penilaian sikap, dan penilaian sikap dilakukan dengan teknik

Dengan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ditemukan bahwa proporsi anak dengan status gizi baik lebih besar pada kelompok yang tidak gondok (93,1%)

Adalah benar keberadaanya dan merupakan lembaga yang memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat, dan layak mengajukan

Hasil penelitian ini adalah kasus genetif (majrurat al-asma) yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Yasin partikel kasus genetif berjumlah 164 data yang terdiri dari: Isim dibaca