• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA TINDAK LANJUT PEMERINTAH TERHADAP TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA TINDAK LANJUT PEMERINTAH TERHADAP TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2010"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2010

No TEMUAN PENJELASAN TEMUAN KLASIFIKASI *) RENCANA TINDAK LANJUT JADWAL

PENYELESAIAN

1 2 3

I TEMUAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN 1 Pendapatan dan Hibah

1.1 Penerimaan perpajakan menurut SAU senilai Rp965,40 miliar belum dapat direkonsiliasi dengan penerimaan menurut SAI dan transaksi pembatalan (reversal) penerimaan perpajakan senilai Rp3,39 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya.

1. Masih ditemukan jumlah transaksi dan nilai transaksi pengganti tidak sesuai dengan jumlah transaksi dan nilai transaksi reversal sebesar Rp1.595.742,90 juta tahun 2009 dan sebesar Rp3.387.102,76 juta tahun 2010.

2. Terdapat data transaksi SAU dan SAI yang tidak terekonsiliasi, yaitu sebesar Rp471.492,92 juta ada di SAU namun tidak terdapat di SAI, dan sebesar Rp482.502,04 ada di SAI namun tidak terdapat di SAU.

3. Pada DJBC, berdasarkan pengujian terhadap database SAI, tidak semua field nomor dokumen yang di-input merupakan NTPN penerimaan yang seharusnya dan masih terdapat kesalahan peng-input-an nomor dokumen. Berdasarkan hasil rekonsiliasi DJBC, 29.631 transaksi senilai Rp162.700,11 juta di SAI tidak tercatat di SAU dan 104.071 transaksi senilai Rp493.907,58 juta di SAU tidak tercatat di SAI.

X Pemerintah telah dan sedang melakukan upaya-upaya:

1. Menyempurnakan sistem pencatatan transaksi penerimaan melalui Bank/Pos Persepsi, salah satunya yaitu sentralisasi penerimaan negara melalui penerapan sistem billing. Menteri Keuangan telah menetapkan PMK No-60/PMK.5/2011 tgl 23 Maret 2011 tentang Pelaksanaan Ujicoba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem MPN. Sistem tersebut diharapkan dapat mengurangi transaksi reversal dan menggunakan data MPN yang telah diakui oleh bank/pos persepsi sebagai dokumen sumber pembukuan penerimaan negara untuk menghilangkan perbedaan antara data transaksi kas dan data MPN.

2. Dalam rangka meningkatkan compliance Bank/Pos Persepsi dalam menatausahakan penerimaan negara, sejak tahun 2010, telah dilakukan User Acceptance Test (UAT) ulang terhadap Bank/Pos Persepsi. Dengan UAT ulang tersebut, Bank/Pos Persepsi telah menunjukkan kinerjanya yang semakin membaik.

3. Melakukan penyempurnaan peraturan rekonsiliasi perpajakan pada tahun 2011 dan mengintensifkan rekonsiliasi penerimaan perpajakan antara data SAI/MPN dengan data Kas Negara secara

Ujicoba Billing System akan diterapkan secara bertahap mulai semester II tahun 2011; Semester II Tahun 2011 Semester II Tahun 2011

(3)

PENYELESAIAN

1 2 3

bulanan

4. Melakukan monitoring data harian dengan menyelenggarakan pertemuan rutin mingguan antara DJP dan DJPBN di bawah koordinasi staf khusus Menteri Keuangan Bidang IT. Dalam hal terjadi reversal dalam jumlah yang signifikan pada masing-masing Bank/Pos Persepsi , maka segera ditindaklanjuti dengan melakukan konfirmasi kepada Bank/Pos Persepsi bersangkutan tentang sebab-sebab terjadinya reversal dalam jumlah yang signifikan.

5. Meminta kepada Bank/Pos Persepsi untuk melaporkan setiap transaksi yang direversal ke KPPN mitra kerja.

6. Menyempurnakan prosedur pemantauan dan pelaporan transaksi reversal MPN/SAI dengan data SAU yang dilakukan oleh KPPN melalui intranet Ditjen Perbendaharaan dan selanjutnya melakukan konfirmasi ke Bank Persepsi mitra kerja KPPN.

7. Terkait dengan pendapatan bea dan cukai: a. Ditjen Bea dan Cukai telah

menindaklanjuti unmatch antara SAI dan SAU, dengan mendistribusikan data penerimaan yang unmatch tersebut ke satker-satker melalui surat Sesditjen Bea dan Cukai Nomor S-244/BC.1/2011 tanggal 21 Juni 2011 untuk dilakukan penelitian lebih lanjut ke dokumen sumber (SSPCP).

b. Mewajibkan satker untuk melakukan rekonsiliasi penerimaan secara periodik dan berjenjang.

c. Melakukan pembahasan dengan PT Pos mengenai penyempurnaan aplikasi pos pabean dan penyusunan strategi

Semester II Tahun 2011 Semester II Tahun 2011 Semester II Tahun 2011

(4)

PENYELESAIAN

1 2 3

implementasi aplikasi pabean atas transaksi barang kiriman pos (PPKP), sesuai surat undangan PT Pos nomor 928/Posin/0611 tanggal 17 Juni 2011. d. Untuk transaksi SAU unmatch yang

tidak mempunyai kode Kantor Bea dan Cukai, dicatat sebagai penerimaan satker Kantor Pusat Bea dan Cukai sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-05/PB/2010 tanggal 22 Februari 2010 tentang pelaksanaan rekonsiliasi dan pelaporan realisasi anggaran pendapatan sektor perpajakan.

e. Menyempurnakan prosedur pembukuan pada unit fungsional perpajakan, diantaranya dikeluarkannya Perdirjen Bea dan Cukai Nomor PER-23/BC/2011 tanggal 15 Juni 2011 tentang Tata Cara Rekonsiliasi Penerimaan Pada Ditjen Bea dan Cukai.

f. Memperbaiki penatausahaan dan pelaporan data penerimaan dengan menyusun Perdirjen Bea dan Cukai tentang penatausahaan penerimaan; g. Pelaksanaan rekonsiliasi akan

diterapkan secara berjenjang untuk tingkat satker tiap bulan, tingkat Kanwil triwulanan, dan tingkat Eselon I tiap semester;

h. Terkait dengan ketidakvalidan NTPN, akan terus dikoordinasikan dengan DJPBN dan bank.

Agustus 2011

Semester II 2011

1.2 Pelaksanaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal sehingga selisih kewajiban

1. Tidak ada instansi yang melakukan rekonsiliasi antara nilai government tax entitlement dalam FQR Tahun 2009 dengan nilai pembayaran pajak oleh operator dan partner dalam Laporan PSC 7.1

X 1. Memperbaiki mekanisme monitoring dan penagihan kewajiban PPh Migas dengan pembuatan PMK dan aturan teknis dari PP No.79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi

Semester II Tahun 2011

(5)

PENYELESAIAN

1 2 3

PPh Migas sebesar Rp1,25 triliun tidak dipantau dan kekurangan PPh Migas sebesar Rp2,60 triliun belum ditagih.

dan 7.2 Tahun 2009, sehingga selisih kewajiban PPh Migas Tahun 2009 sebesar USD139.46 juta atau ekuivalen Rp1.253.878,92 juta dari kontraktor-kontraktor pada 21 wilayah kerja tidak dipantau.

2. Pengawasan terhadap kepatuhan KKKS masih lemah dan tidak seluruh jumlah kewajiban pajak KKKS dapat diketahui.

3. Tidak ada instansi yang memantau ketepatan kompensasi kelebihan pembayaran PPh Migas pada periode kewajiban berikutnya sehingga tidak dapat diketahui ketepatan perhitungan kewajiban pajaknya.

4. Tidak ada instansi yang memantau First Tranche Petroleum (FTP) dan cost recovery dalam penghitungan kewajiban pajak KKKS.

5. Ketidakjelasan kewenangan dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPKP terkait kurang bayar PPh Migas.

6. Pemerintah belum memiliki mekanisme penetapan dan penagihan PPh Migas sehingga kekurangan pembayaran PPh Migas sebesar USD4.73 juta atau ekuivalen Rp42.514,39 juta belum ditetapkan dan ditagih.

yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dalam Perhitungan PPh Migas;

2. Memverifikasi selisih kewajiban PPh Migas dan akan menagih kekurangan PPh Migas; 3. Meningkatkan koordinasi antara DJP, DJA, DJPK, BP Migas dalam pelaksanaan monitoring dan penagihan PPh Migas. 4. Dalam rangka memperbaiki mekanisme

administrasi pelaporan dan penerimaan migas (PPh Migas dan PNBP Migas), saat ini sedang disusun Rancangan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai kewenangan dan koordinasi antar instansi terkait dalam pengelolaan administrasi perpajakan dari KKKS.

1.3 Terdapat inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan Bagi Hasil Migas sehingga Pemerintah kehilangan penerimaan negara minimal sebesar Rp1,43 triliun.

1. Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap penerapan tarif PPh oleh KKKS dalam perhitungan bagi hasil dan kewajiban PPh Migas untuk periode Januari s.d.November 2010 menunjukkan ketidakkonsistenan 29 KKKS dalam menggunakan tarif PPh tersebut.

2. KKKS menggunakan tarif tax treaty yang lebih kecil dari tarif PPh yang ditetapkan dalam PSC. Dengan menggunakan tarif taxtreaty tersebut, kontraktor memperoleh share lebih dari yang seharusnya sehingga Pemerintah memperoleh pendapatan yang lebih rendah sebesar selisih tarif PPh sesuai PSC dengan tarif tax treaty atau sebesar USD159.33 juta (ekuivalen Rp1.432.540,10 juta dengan kurs tengah BI

X Telah diterbitkan PP No.79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dalam Perhitungan PPh Migas, sehingga tidak terjadi lagi inkonsistensi tarif pajak di tahun 2011 dan seterusnya.

Aturan pelaksanaan atas PP No.79 Tahun 2010 tersebut sedang dalam proses penyusunan.

Sudah berjalan tahun 2011

(6)

PENYELESAIAN

1 2 3

tanggal 31 Desember 2010 Rp8.991,00). 1.4 Penerimaan hibah langsung

minimal sebesar Rp868,43 miliar pada 18 K/L belum dilaporkan kepada BUN dan dikelola di luar mekanisme APBN.

1. DJPB tidak mencatat Penerimaan Hibah Non Kas baik Penerimaan Hibah Non Kas Dalam Negeri sebesar Rp4.553,52 juta maupun Penerimaan Hibah Non Kas Luar Negeri sebesar Rp133.943,21 juta, namun telah mengungkapkannya dalam CaLK.

2. Terdapat perbedaan Penerimaan Hibah Luar Negeri kas sebesar Rp1.041.732,88 juta antara LKPP dengan LK BA 999.02. DJPB telah menjelaskan dalam CaLK(audited) bahwa perbedaan Penerimaan Hibah sebesar Rp1.041.732,88 juta disebabkan adanya selisih kurs atas Penerimaan Hibah Luar Negeri dan perbedaan waktu pencatatan atas Penerimaan Hibah melalui mekanisme rekening khusus. 3. Hasil pemeriksaan BPK secara uji petik juga

menunjukkan bahwa KL yang menerima hibah langsung belum seluruhnya melaporkan atau mengesahkan penerimaan hibahnya kepada Kementerian Keuangan, baik hibah kas maupun barang/jasa. Pemeriksaan uji petik menunjukkan bahwa terdapat 13 KL yang belummelaporkan penerimaan hibahnya minimal sebesar Rp885.346,33 juta dan satu KL belum melaporkan belanja hibah sebesar Rp7.994,75 juta.

X 1. Menyempurnakan Sistem Akuntansi Hibah (revisi PMK 40/PMK05/2009) dan peraturan teknis lainnya, yang antara lain mengatur sanksi, penunjukan satker yang bertanggung jawab atas hibah, perlakuan transaksi penerimaan hibah non kas, serta metode dan format konfirmasi.

2. Mengintensifkan penerapan PMK No. 33/PMK.08/2010 mengenai Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi, dan Dokumentasi Pinjaman dan/atau Hibah Pemerintah.

3. Mengintensifkan sosialisasi tentang akuntansi dan pelaporan hibah langsung yang diterima oleh K/L.

September 2011

2 Sistem Pengendalian

Belanja

2.1 Sistem penyaluran, pencatatan, dan pelaporan realisasi Belanja Bantuan Sosial tidak menjamin pemberian bantuan mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

1. Penyaluran bansos pada 6 (enam) K/L sebesar Rp2.255.331,68 juta belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban keuangannya dari penerima bantuan.

2. Dana bansos pada 4 (empat) K/L belum disalurkan dan masih tersimpan pada pihak ketiga (bank/lembaga-kelompok penerima/koperasi) sebesarRp175.634,96 juta.

X 1. Meninjau kembali beberapa kebijakan dan pedoman atas pelaksanaan bantuan sosial agar lebih optimal dan tepat sasaran. 2. Melakukan sosialisasi kepada K/L untuk

peningkatan peranan APIP K/L dan BPKP dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban bantuan sosial. 3. Melakukan sosialisasi Buletin Teknis SAP

Semester II Tahun 2011 (untuk sosialisasi Bultek SAP telah

dilakukan sejakMei 2011)

(7)

PENYELESAIAN

1 2 3

3. Penyaluran bansos pada 3 (tiga) K/L tidak sesuai dengan peruntukannya atau tidak tepat sasaran sebesar Rp4.937,13 juta.

tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial. 4. Menginstruksikan Satker/penerima bantuan

sosial untuk membuat bukti pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial.

5. Menyetorkan sisa dana bantuan sosial ke kas negara.

6. Meningkatkan pengawasan penggunaan dana bantuan sosial.

7. Memberikan teguran kepada satker yang tidak taat menjalankan peraturan dalam penggunaan bantuan sosial.

8. Khusus pada Kementerian Sosial RI: - Mengevaluasi kerja sama dengan pihak

ketiga yaitu PT Pos dan PT BRI dalam penyaluran bantuan sosial.

Mengoptimalkan implementasi MOU antara Kementerian Sosial dengan BPKP dalam proses perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban dan pelaporan.

2.2 Pengelompokan jenis belanja pada saat penganggaran tidak sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sebesar Rp4,70 Triliun.

1. Ketidaksesuaian terkait anggaran Belanja Barang dan Modal sebagai berikut:

- Pada 33 K/L masih ditemukan Anggaran Belanja Modal direalisasikan untuk Belanja Barang senilai Rp660.007,81 juta.

- Pada 50 K/L masih ditemukan Anggaran Belanja Barang direalisasikan untuk Belanja Modal sebesar Rp118.259,13 juta.

- Pembiayaan pada Kementerian Lingkungan Hidup sebesarRp17.000,00 juta dari anggaran Belanja Barang.

- Realisasi Belanja Bansos di 3 (tiga) K/L minimal sebesar Rp988.949,33 juta yang dianggarkan

X 1. Mengintensifkansosialisasi mengenai penggunaan Bagan Akun Standar (BAS), baik kepada penelaah di DJA, pejabat/pegawai di Kanwil dan KPPN, serta perencanaan anggaran di K/L; 2. Menerbitkan PMK tentang Petunjuk

Penyusunan RKA-KL yang memuat definisi dan pengertian serta contoh-contoh yang lebih detail dan spesifik terhadap masing-masing jenis belanja.

3. Terkait dengan alokasi anggaran dari Belanja Lain-lain yang tidak sesuai dengan Nature of Account, Pemerintah telah berupaya untuk meminimalisasi alokasi

Juli 2011.

Akhir bulan Juni 2011

Tahun 2012 (untuk tahun 2011

sebagian telah dilakukan

(8)

PENYELESAIAN

1 2 3

dari Belanja Barang dan Belanja Bansos di dua KL yang dianggarkan dari Belanja Modal sebesar Rp16.623,29.

2. Prosedur penganggaran dan alokasi anggaran Belanja Lain-Lain tidak sesuai ketentuan dan klasifikasi penyajian realisasi Belanja Lain-Lain minimal sebesarRp2.897.051,40 juta pada LKPP TA 2010. Nilai tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang seharusnya menggunakan BA lain.

X

Belanja Lain-lain yang tidak sesuai denganNature of Account, yaitu membuat PMK 187/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L Tahun 2010. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf a pada UU APBN-P Tahun 2010 bahwa Pemerintah dapat melakukan pergeseran dari BA 999.08 Pengelola Barang Lainnya ke BA K/L untuk kegiatan yang mempunyai ciri-ciri antara lain: dilakukan oleh K/L yang telah mempunyai kode BA,tidak bersifat ad-hoc; kegiatan lintas sektoral yang dikoordinasikan oleh satu K/L; dan bukan merupakan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN.

4. Terkait dengan status kelembagaan LPP TVRI, LPP RRI, BPK Sabang, dan Bawaslu, saat ini masih dalam proses pembahasan dan koordinasi dengan melibatkan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, LPP TVRI, LPP TVRI, Kementerian Komunikasi dan Informatika. pergeseran anggaran Belanja Lain-Lain ke anggaran K/L) Tahun 2012

3. Sistem Pengendalian Aset 3.1 Uang Muka dari Rekening

BUN sebesar Rp1,88 triliun yang disajikan pada LKPP Tahun 2010 belum dapat diyakini kewajarannya

1. Sistem pengendalian pengelolaan reksus belum memadai. Proses pengajuan WA atas SP2D reksus yang telah diterbitkan mulai dari pengajuan K/L kepada lender/donor melalui Dit. PKN sampai dengan proses penggantian (reimbursement) talangan bersangkutan masih lemah:

- Mekanisme hubungan kerja antara Kementerian Keuangan dhi. DJPB selaku BUN dengan Kementerian Teknis selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/satker selaku EA dalam pengelolaan reksus belum dapat menjamin ketepatan waktu dan ketepatan jumlah pengajuan talangan serta

X 1. Melakukan koordinasi dengan K/L selaku executing agency secara lebih intensif untuk menjamin ketersediaan dana dalam rekening khusus sesuai dengan rencana belanja KPA/Satker sehingga dapat meminimalkan terjadinya Rekening Khusus kosong/tidak mencukupi;

2. Menyempurnakan peraturan dan proses bisnis pengelolaan Rekening Khusus terkait penggunaan Dana Talangan apabila terjadi Rekening Khusus kosong/tidak mencukupi.

3. Memperbaiki Sistem Akuntansi dan

Mulai Juni 2011

(9)

PENYELESAIAN

1 2 3

reimbursement.

- Sistem pengendalian dalam pengelolaan rekening antara Sub BUN Dana Talangan Reksus oleh Dit. PKN belum optimal sehingga saldo dan klasifikasi akun UangMuka dari Rekening BUN yang disajikan pada Neraca belum dapat diyakini.

2. Pada Tahun 2009 dan 2010, terdapat nilai talangan dan reimbursement masingmasing sebesar Rp1.142.215,25 juta dan Rp1.427.815,40 juta yang tidak dapat diidentifikasi loan ID-nya (unidentified transactions).

3. Selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, terdapat pinjaman/hibah dengan nilai pengajuan reimbursement (WA yang diajukan) lebih kecil dibandingkan dengan nilai WA yang disetujui oleh lender/donor (WA yang di-reimburse). Selisih yang terjadi adalah sebesar Rp2.916.868,15 juta. 4. Selama Tahun 2008 sampai dengan 2010,

terdapat reimbursement sebesar Rp85.847,43 juta atas tujuh pinjaman/hibah dengan nilai talangan Rp0,00.

5. Terdapat WA untuk hibah TF 093613 dengan aplikasi nomor 01/SBUN sebesar Rp787,45 juta yang batal diajukan kepada Bank Dunia. WA tersebut seharusnya diajukan untuk mengganti pemberian talangan pengeluaran SP2D nomor152494O tanggal 28 Desember 2009 melalui KPPN Jakarta III. Pembatalan dilakukan karena pinjaman tersebut sebenarnya telah overdraft (telah melebihi nilai pagu pinjaman yang tercantum dalam DIPA). Dengan demikian, pemberian talangan sebesar Rp787,45 juta tersebut tidak akan pernah mendapatkan penggantian dari donor.

Pelaporan Rekening Khusus dan Rekening Dana Talangan.

4. Melakukan klarifikasi atas penggunaan nilai Dana Talangan dan reimbursement masing-masing sebesar Rp.1.142.215,25 juta dan Rp.1.427.815,40 antara lain: a. Dari data temuan atas unidentified

transaction telah dilaksanakan pemetaan dan identifikasi data. Data yang belum dapat diidenfikasi sebesar masing-masingRp18.995.538.900 dan Rp1.397.971.412.723.

b. Mengajukan permintaan penjelasan atas nilai talangan dan reimbursement yang belum dapat diindenfikasi loan ID -nya (unidentified transaction) kepada Bank Indonesia.

5. Melakukan rekonsiliasi data antara DJPBN dan K/L dan melakukan klarifikasi data antara penerimaan pembiayaan/ pendapatan hibah dengan Aplikasi Penarikan Dana (withdrawal application -WA);

6. Melengkapi data pengawasan pengajuan

(Withdrawal Application) dan

penggantiaannya dari lender/donor. 7. Terhadap temuan nilai Rp85.847,43 juta

atas 7 pinjaman/hibah dengan nilai talangan Rp0:

a. Melakukan klarifikasi data dan besaran nilainya untuk masing-masing transaksi.

b. Melakukan pembenahan Sistem Akuntansi pengelolaan Rekening Khusus dan Dana Talangan.

c. Melakukan penyempurnaan pengawasan pengajuan withdrawal application dengan sistem aplikasi

Juni 2011 November 2011 Mulai Juni 2011 Januari-Desember 2011 Januari-Desember 2011

(10)

PENYELESAIAN

1 2 3

yang memadai.

8. Terhadap overdraft, yaitu pencairan belanja dari grant yang melebihi nilai pagu grant, akan dibebankan penggunaan Dana Talangan dimaksud kepada K/L yang bersangkutan. Overdraft disebabkan oleh kenaikan nilai tukar (exchange rate) valas terhadap rupiah pada saat perencanaan (pagu DIPA) dengan nilai tukar pada pelaksanaan pembayaran.

November 2011

3.2 Sistem pengendalian atas pencatatan piutang pajak oleh DJP tidak memadai

1. Monitoring atas pencatatan penambahan Piutang Pajak yang berasal dari SKPKBTahun Pajak 2008 s.d. 2010 masih lemah, sehingga terdapat perbedaan nilai antara penambah Piutang Pajak yang berasal dari penerbitan SKPKB dan STP dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3) dengan data dalam Sistem Informasi DJP (SIDJP)/Sistem Informasi Perpajakan Modifikasi (SIPMod) sebesarRp2.510.754,65 juta. Sampai dengan penyusunan laporan, Pemerintah belum dapat memberikan dokumen sumber terkait Piutang Pajak.

2. Terdapat selisih absolut nilai pengurang Piutang PBB dalam LP3 dengan penerimaanPBB sebesar Rp1.033.757,40 juta.

3. Saldo awal dan saldo akhir Piutang Pajak pada LKPP Tahun 2010 per 31 Desember 2010 tidak sesuai dengan rincian per SKPKB/STP.

X 1. Terkait dengan monitoring pencatatan penambahan piutang, langkah yang akan dilaksanakan adalah:

a. Menyusun prosedur dan format kertas kerja rekonsiliasi penambahan Piutang Pajak dari SKPKB/SKPKBT/STP yang dilaporkan di Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3) dan register SIDJP/SIPMod.

b. Menyusun prosedur dan format kerja monitoring SKPKB/SKPKBT hasil pemeriksaan tahun pajak 2008 ke atas yang telah diakui sebagai Piutang Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

c. Membangun aplikasi yang mengintegrasikan seluruh transaksi perpajakan yang mempengaruhi Piutang Pajak.

2. Terkait selisih pengurang Piutang PBB dalam LP3 dengan penerimaan PBB, langkah-langkah yang akan dilakukan: a. Melaksanakan rekonsiliasi data

pembayaran PBB antara Modul Penerimaan Negara dan Bank Operasional III.

b. Melakukan sinkronisasi dan

Selesai

Juli 2011

(11)

PENYELESAIAN

1 2 3

pemutakhiran data pembayaran PBB khususnya PBB Sektor Pedesaan dan Perkotaan dalam aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).

3. Terkait pencatatan pelimpahan SP3DRI dari DJBC ke DJP, langkah-langkah yang dilakukan:

a. Merumuskan perubahan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-78/PJ/2008 tanggal 19 Desember 2008, tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI); b. Menindaklanjuti SP3DRI senilai

Rp45.720.899.090 yang telah dikirimkan oleh DJBC ke masing-masing KPP terkait melalui Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-481/PJ.04/2011 tanggal 11 Mei 2011.

4. DJP akan menyusun kertas kerja yang merupakan dasar penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak oleh masing-masing KPP sehingga dapat dilakukan monitoring atas Piutang Pajak sejak awal timbulnya sampai tanggal laporan keuangan.

Akhir Tahun 2011

Juli 2011

3.3 Aset Tetap yang dilaporkan dalam LKPP Tahun 2010 belum seluruhnya dilakukan IP, masih berbeda dengan laporan hasil IP, dan belum didukung dengan pencatatan pengguna barang yang memadai

1. Nilai koreksi yang berasal dari laporan Tim Satgas IP DJKN per 1 April 2011 pada 74 K/L sebesar Rp410.294.609,02 juta, sedangkan nilai koreksi yang telah di-inputke dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara(SIMAK BMN) berdasarkan data DJKN sebesar Rp410.099.943,27 juta sehingga terdapat selisih neto sebesar Rp194.665.751,83juta, atau selisih absolut sebesarRp12.946.515,83juta. 2. Hasil pemeriksaan pada KL juga menunjukan

X 1. Terkait dengan hasil IP:

a. Mendorong seluruh K/L untuk menyampaikan pelaporan BMN Semester I/2011 secara lengkap dan tepat waktu termasuk untuk melakukan verifikasi dan validasi data IP sebelum dilakukan penginputannya dalam SIMAK BMN.

b. Menugaskan seluruh pemegang

Tahun 2011

(12)

PENYELESAIAN

1 2 3

adanya permasalahan sebagai berikut:

- Terdapat Aset Tetap pada delapan KL dengan nilai perolehan sebesar Rp5.344.273,04 juta yang belum dilakukan IP;

- Aset Tetap bukan milik KL yang bersangkutan senilai Rp27.127,02 juta dimasukkan sebagai hasil IP;

- Hasil IP pada tiga KL sebesar Rp282.656,47 juta masih belum menunjukkan nilai wajar diantaranya karena nilainya masih sebesar Rp1,00;

- Terdapat hasil IP sebesar Rp56.419.063,69 juta pada empat KL yang belum dicatat dalam LKKL;

- Pelaksanaan IP di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (Kemhan TNI) belum selesai dilakukan, hasil IP belum dicatat seluruhnya,inventarisasi fisiktidak dilakukan secara populasi, dan hasil IP masih menunjukkan nilai yang tidak wajar.

3. Pelaksanaan IP yang dilakukan oleh Pemerintah dhi. DJKN, belum mencakup penilaian mengenai masa manfaat Aset Tetap sehingga Pemerintah belum bisa melakukan penyusutan terhadap Aset Tetap.

4. Terdapat selisih nilai Aset Tetap antara Neraca LKPP Tahun 2010 dan Laporan Barang Milik Negara (LBMN) yang merupakan output dari SIMAK BMN sebesar Rp37.729.066,22 juta diantaranya karena permasalahan-permasalahan sebagai berikut;

- Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Status Penggunaannya (BPYBDS) sebesar Rp26.418.257,87 juta masih dicatat dalam LBMN karena belum ada PP mengenai penetapannya sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN).

X

nomenklatur di Direktorat BMN bersama-sama dengan KPKNL/Kanwil DJKN untuk melakukan rekonsiliasi hasil IP atau melakukan klarifikasi kembali atas koreksi hasil IP satuan kerja K/L pada proses rekonsiliasi BMN Semester I/2011 dan tahunan 2011 serta menuangkannya dalam Berita Acara Rekonsiliasi BMN.

c. Mengumpulkan dan memetakan data BMN yang belum dilakukan IP atau sudah di IP namun nilainya masih belum wajar (sebaran satker, jenis BMN, lokasi BMN, dll) dan menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk dukungan pembiayaan.

d. Melakukan IP dengan target penyelesaian sebelum Triwulan IV/2011 sehingga masih cukup waktu bagi satker untuk melakukan verifikasi hasil IP, rekonsiliasi dengan tim pelaksana IP, mengoreksi dalam aplikasi SIMAK BMN dan melaporkannya dalam laporan barang selambat-lambatnya pada laporan tahunan 2011.

e. Melakukan pembinaan dan asistensi pada seluruh K/L terutama terkait monitoring koreksi IP dengan target TA 2011 adalah periode terakhir koreksi IP.

f. Menyelenggarakan rapat dan komunikasi informal dengan K/L terkait dalam rangka percepatan penyelesaian BMN yang belum dilakukan IP.

2. Terkait dengan penerapan penyusutan aset tetap:

a. Menyusun RPMK tentang Penyusutan.

Keuangan Semester I Juli - Agt 2011 Untuk Laporan Keungan Tahunan Jan - Feb 2012 Juni 2011 (selesai) September 2011 Desember 2011 Juni 2011 Oktober 2011

(13)

PENYELESAIAN

1 2 3

- BMN eks DK/TP sebesar Rp10.231.533,16 juta masih disajikan dalam LBMN karena belum ada penyerahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang menguasai BMN tersebut. Sementara itu, BMN eks DK/TP sudah tidak lagi dicatat di Neraca sebagai Aset Tetap melainkan direklasifikasi menjadi Aset Lain-Lain.

- Aset Tetap Renovasi sebesar Rp610.572,952 juta dibukukan dalam Neraca menggunakan mekanisme jurnal aset karena akunnya telah tersedia. Namun, Aset Tetap Renovasi tidak dapat dibukukan dalam LBMN karena aset belum tersedia kodefikasinya.

b. Mengembangkan aplikasi, sosialisasi dan piloting pada beberapa K/L. c. Menerapkan pada seluruh K/L dengan

menyesuaikan terhadap implementasi akuntansi berbasis akrual

3. Terkait dengan aset BPYBDS:

a. Melakukan monitoring atas pencatatan BPYBDS pada K/L yang memiliki aset BPYBDS;

b. Meminta K/L agar mempercepat penyampaian permohonan penetapan status aset BPYBDS menjadi PMN, sehingga dapat diproses Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Negara;

c. Memproses usulan PMN dari BPYBDS yang sudah disampaikan kepada Menteri Keuangan, antara lain:

1). BPYBDS pada Perum LKBN Antara senilai Rp25,927 miliar, dimana PP PMN nya telah diharmonisasikan di Kumham, dan dalam proses penyampaian ke DPR;

2). BPYBDS pada PT PLN senilai Rp20,019 triliun, dimana saat ini telah dimintakan persetujuan kepada DPR RI, dan sedang dibahas di Komisi terkait di DPR. 3). BPYBDS pada 13 BUMN di bawah

Kementerian Perhubungan, dimana saat ini Kementerian Perhubungan akan melengkapi data-data atas kekurangan data yang telah disampaikan.

4. Menyusun RPMK pengelolaan BMN eks DK/TP yang diperoleh sebelum TA 2010, termasuk di dalamnya pengaturan terkait mekanisme hibah, penjualan,

Tahun 2012

Tahun 2013

Semester II 2011

(14)

PENYELESAIAN

1 2 3

pemusnahan, penghapusan, serta akuntansi dan pelaporannya.

5. Mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.

6. Menyempurnakan aplikasi SIMAK BMN

Mulai Laporan Keuangan Semester I 2011

Mei 2011

3.4 Pengendalian atas pelaksanaan inventarisasi dan penilaian aset Eks KKKS belum memadai

1. Beberapa kelemahan pengendalian terkait dengan inventarisasi yaitu:

- Tidak adanya pemberian tanda IP pada aset-aset yang telah diinventarisir secara sensus tersebut. Sehingga timbul risiko adanya aset yang tidak terhitung (terinventarisasi) atau terhitung dua kali.

- Ketidakseragaman sudut pandang atau penilaian masing-masing tim atas kondisi (baik, sedang, atau jelek) dan status (digunakan atau tidak digunakan) serta adanya kreativitas masing-masing tim dalam melaksanakan inventarisasi aset.

- Pelaksanaan Inventarisasi aset KKKS secara sensus diragukan karena adanya beberapa aset yang kondisi dan statusnya berbeda antara Berita Acara (BA) hasil IP dengan BA hasil cek fisik BPK.

2. Kelemahan pengendalian terkait penilaian yaitu: - Tidak terdapat dokumentasi yang memadai

atas proses awal penetapan metodologi penilaian menggunakan pendekatan biaya (NRC) dan perbandingan data pasar, tentang bagaimana asumsi disusun dan simplifikasi ditetapkan;

- Tidak adanya validasi atas data dasar Harta Modal Nomor Induk III (Harmoni III) yang digunakan, yang sebenarnya merupakan data aset KKKS yang dibuat oleh Pertamina (saat

X 1. Menerapkan Buletin Teknis Inventarisasi yang telah disempurnakan mengenai metode dan pengendalian atas pelaksanaan IP BMN KKKS. Buletin Teknis Inventarisasi tersebut akan digunakan sebagai pedoman pelaksanaan IP BMN KKKS yang belum selesai.

2. Melakukan verifikasi terhadap seluruh hasil IP yang telah selesai dilaksanakan dan memperbaikinya sesuai dengan hasil rekomendasi/temuan BPK yang meliputi:

a. Penggunaan kurs sesuai dengan tanggal/bulan perolehannya PIS (Place Into Service) untuk aset perolehan tahun 2005 ke atas. Hasil koreksi Kantor Pusat DJKN telah disampaikan kepada Kanwil DJKN untuk dilakukan perbaikan atas Laporan Hasil Penertiban BMN KKKS, selanjutnya hasil koreksi tersebut akan disampaikan kembali kepada Kantor Pusat DJKN.

b. Terhadap status sumur telah dilakukan koreksi sesuai dengan data yang disampaikan BPMIGAS/KKKS, sehingga terhadap sumur yang sudah tidak digunakan (ditutup permanen) akan dikeluarkan dari neraca (CaLK) sedangkan sumur yang masih digunakan akan dicatat dalam neraca.

Juni 2011 (selesai)

(15)

PENYELESAIAN

1 2 3

ini dikelola oleh BPMIGAS) untuk tujuan cost recoverybukan untuk inventarisasi aset; - Penilaian aset KKKS dilakukan tanpa

membandingkan dengan dokumen sumber atau dokumen pendukung masing-masing aset;

- Pelaksanaan penilaian aset pada beberapa KKKS yang telah dinyatakan selesai100% belum sepenuhnya selesai. Masih terdapat beberapa aset dengan nilai hasil penilaian senilai nol;

- Penilaian aset yang diperoleh tahun 2004 dan sebelumnya menggunakan nilai kurs tanggal penilaian, namun untuk aset yang diperoleh tahun 2005 s.d. 2010 menggunakan kurs akhir tahun perolehan. Dari Harmoni III terdapat informasi BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2010 Halaman 37 dari 46bulan Place Into Service (PIS) sehingga seharusnya kurs yang digunakan untuk perolehan aset tahun 2005 s.d. 2010 adalah kurs akhir bulan perolehan; - Dalam penilaian DJKN tidak

mempertimbangkan status aset. Selain itu nilai aset KKKS di harmoni III termasuk biaya pemeliharaan yang dikeluarkan olehKKKS setelah tanggal perolehan. Hal tersebut tidak sesuai dengan SAP yang mengatur bahwa pengeluaran setelah tanggal perolehan akan dikapitalisasi bila menambah kapasitas dan kinerja aset;

Masih adanya beberapa aset dengan tahun perolehan setelah tahun 2004 yang harus dinilai ulang karena dilaporkan dengan nilai perolehan nol.

c. Telah disusun foto aset KKKS sesuai dengan format yang disepakati untuk menunjukkan bahwa IP aset KKKS dimaksud telah dilaksanakan secara sensus, mengingat jumlah dan karakteristik aset KKKS diharapkan penyusunan foto selesai pada bulan September 2011.

d. Terhadap subsequent expenditure untuk aset KKKS saat ini sedang dilakukan pembahasan.

3. Melanjutkan IP BMN KKKS yang belum selesai.

Berdasarkan rapat koordinasi tingkat pusat yang diadakan tanggal 23 Juni 2011 telah disepakati bahwa IP BMN KKKS yang belum dilaksanakan (terhadap 36 KKKS) akan dimulai pada minggu kedua Juli 2011 yang didahului dengan pembekalan di 3 (tiga) tempat yaitu Makassar (tanggal 01 Juli 2011), Pekanbaru (tanggal 04 Juli 2011) dan Jakarta (04 Juli 2011).

September 2011

3.5 Pengendalian penatausahaan aset eks BPPN yang berasal dari Tim Koordinasi belum

1. Penatausahaan atas Aset Kredit Tim Koordinasi sebesar Rp6.179.143,97 juta olehDJKN belum memadai.

X 1. Menyusun pedoman/juknis untuk melakukan inventarisasi dan verifikasi aset kredit dan properti eks BPPN.

(16)

PENYELESAIAN

1 2 3

memadai 2. Aset Properti Eks BPPN yang berasal dari aset yang dikelola Tim Koordinasiminimal senilai Rp532,09 miliar dan Aset Properti hasil verifikasi Tahun 2010sebanyak 244 unit belum dilakukan inventarisasi dan penilaian.

2. Inventarisasi aset kredit dan aset properti eks BPPN di kustodi penyimpanan dokumen, yaitu Jakarta, Bandung, Medan, Bandar Lampung, Surabaya, dan Semarang.

3. Terkait aset kredit eks BPPN:

a. Mengelola database aset kredit eks BPPN hasil inventarisasi dan verifikasi dalam Modul Kekayaan Negara II. b. Rekonsiliasi data penyerahan

pengurusan aset kredit dengan KPKNL dalam rangka updating data debitur. 4. Terkait aset properti eks BPPN:

a. Inventarisasi fisik dan penilaian aset berperkara, aset sita kejaksaan, dan aset dalam sengketa, serta 244 aset hasil verifikasi.

b. Mengelola database aset properti eks BPPN hasil verifikasi dan penilaian dalam Modul Kekayaan Negara II.

Agustus s.d. September 2011 September 2011 Oktober 2011 4. Sistem Pengendalian Kewajiban

Status penitipan, pengelolaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban

potongan gaji PNS untuk iuran dana pensiun masih belum diatur dengan jelas

Berdasarkan pemeriksaan atas LKPP Tahun 2010, dapat diketahui bahwa status penitipan, pengelolaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban potongan gaji PNS untuk iuran dana pensiun masih belum diatur dengan jelas

X 1. Menyempurnakan kebijakan dan aturan mengenai penyelenggaran program pensiun PNS, termasuk kejelasan mengenai status dana pensiun PNS. Penyelesaian ini merupakan bagian dari grand design perubahan program pensiun dan THT PNS yang disinkronkan dengan implementasi SJSN.

2. Melakukan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga.

2012-2014

5. Sistem Pengendalian Ekuitas

Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2010 masih berbeda dengan rincian fisik kas

Dalam LKPP Tahun 2010, saldo akhir SAL menurut catatan masih berbeda dengan rincian fisik kas. Fisik SAL, setelah dikurangi Utang PFK dan Utang pada Pihak Ketiga adalah Rp97.700.391,95 juta atau lebih kecil sebesar Rp40.204,49 juta dibandingkan

X 1. Menyusun Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan selisih kurs pada perwakilan luar negeri.

Semester II Tahun 2011

(17)

PENYELESAIAN

1 2 3

catatannya. Selisih antara fisik dan catatan SAL tersebut diantaranya terjadi karena:

- Terdapat akumulasi uang persediaan yang sudah digunakan oleh Kementerian LuarNegeri sebesar Rp80.077,83 juta, namun belum dipertanggungjawabkan sehingga masih tercatat sebagai utang KL pada BUN.

- Belum efektifnya rekonsiliasi antara data realisasi belanja berdasarkan SAU dan SAI sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp17.405,48 juta. - Adanya kesalahan penggunaan mata anggaran

atas penyetoran pengembalian UP oleh satker selama tahun 2010.

- Adanya permasalahan terkait pengelolaan dana talangan dan penggantiannya dari lender/donor. Masih ditemukan unidentified transactions atas talangan dan penggantiannya selama tahun 2010 masing-masing sebesar Rp16,78 juta dan Rp184.163,44 juta.

2. Melakukan penelusuran dan identifikasi permasalahan terkait saldo Kas di Bendahara Pengeluaran di KPPN dan kas pada BLU

3. Menyusun petunjuk langkah-langkah bagi KPPN dalam penyelesaian permasalahan Kas di Bendahara Pengeluaran.

4. Terhadap temuan unidentified transaction, akan dilakukanklarifikasi atas data tahun 2010 baik penggunaan dana talangan dan penggantiannya, serta ditindaklanjuti dengan mengajukan permintaan penjelasan atas nilai talangan dan penggantiannya kepada Bank Indonesia.

II TEMUAN PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN TERHADAP PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN

1 Pendapatan dan Hibah

1.1 Penetapan, penagihan, dan pembayaran PBB Migas tidak sesuai dengan UU PBB dan UU Migas sehingga realisasi PBB Migas sebesar Rp19,30 triliun tidak diyakini kewajarannya

1. Mekanisme penagihan dan pembayaran PBB Migas tidak sesuai dengan UU PBB:

- DJP tidak melakukan pengawasan yang memadai terkait penyampaian SPOP PBB Migas.

- DJP tidak menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU PBB dalam penetapan PBB Migas.

- Penagihan PBB Migas kepada subjek pajak tidak memiliki dasar hukum.

2. Penetapan Nilai PBB Migas Tidak Wajar:

X 1. Melaksanakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang ada, khususnya yang mengatur masalah areal onshore dan hasil produksi. Langkah riil yang akan dilakukan adalah mengadakan rapat koordinasi antar Direktorat untuk memperbaiki Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-155/PJ./2010 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-20/PJ/2010 untuk mempertegas mengenai definisi dan klasifikasi objek PBB Migas, khususnya areal onshore dengan menyesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah terakhir dengan UU

(18)

PENYELESAIAN

1 2 3

- Luas areal onshore yang digunakan DJP sebagai dasar perhitungan PBB Migas bukan hanya luas tanah yang sudah dibebaskan, melainkan seluruh luas wilayah kerja berdasarkan koordinat yang ditentukan dalam Kontrak Kerja Sama. Hal tersebut mengakibatkan pengenaan ganda atas satu objek pajak yang sama, bahkan pengenaan pajak atas objek yang tidak dikenakan PBB atau yang dikecualikan dari wilayah kerja. - Luas areal onshore yang digunakan oleh DJP

melebihi luas wilayah administrasi kabupaten/kota yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri.

- Terdapat kelebihan penetapan PBB Migas atas Hasil Produksi sebesar Rp371.779,28 juta (Rp7.209.041,02 juta - Rp6.837.261,74 juta). - Berdasarkan hasil uji petik menunjukkan

adanya KKKS yang melaporkan hasil produksi pada KKKS yang belum menggambarkan lifting yang sebenarnya.

Nomor 12 Tahun 1994 dan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 2. Melaksanakan perbaikan terhadap aturan dan mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas melalui:

a. Koordinasi bersama lintas Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menyempurnakan aturan yang selama ini menjadi payung hukum penetapan dan penagihan PBB Migas yang tidak sesuai lagi, antara lain: 1) Surat Edaran Bersama antara

Dirjen Pajak dan Dirjen Lembaga Keuangan (sekarang Dirjen Anggaran) Nomor 630/4568, tanggal 24 September 2001 untuk disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Keuangan.

2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2010 tentang Prosedur Kerja Pengenaan dan Permintaan Pemindahbukuan Pembayaran PBB Migas untuk disesuaikan dengan aturan perundang-undangan yang ada. b. Menyusun SOP link, yaitu SOP yang

mengatur alur penetapan dan penagihan PBB Migas antar unit eselon I di Kementerian Keuangan.

c. Melaksanakan koordinasi dengan BPMIGAS dan Kementerian ESDM untuk mendorong percepatan penyampaian SPOP dari KKKS sehingga SPPT PBB Migas untuk tahun pajak berjalan dapat segera terselesaikan.

3. Melaksanakan verifikasi atas validitas data luas areal tanah dan bangunan yang disampaikan oleh KKKS melalui BPMIGAS

(19)

PENYELESAIAN

1 2 3

sehingga diperoleh data objek pajak yang lebih valid, termasuk inventarisasi data luas 51 kabupaten/kota yang kelebihan luas administrasi serta selisih lifting. a. Melakukan koordinasi dengan

BPMIGAS untuk mengkofirmasi luas areal tanah dan bangunan yang disampaikan dalam SPOP oleh KKKS. b. Jika terdapat selisih luas, akan

dilakukan verifikasi lapangan untuk mendapatkan hasil ukuran yang lebih riil.

c. Mengusulkan untuk diperhitungkan dalam tahun-tahun berikutnya terkait dengan pembayaran PBB Migas.

Agustus 2011 September s.d. Desember 2011 Desember 2011 1.2 Penyelesaian PPN sebesar Rp11,28 triliun melalui mekanisme Pajak Ditanggung Pemerintah tidak sesuai dengan UU PPN

Penyelesaian PPN melalui mekanisme Pajak DTP tidak sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 1983 sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 16B yang menyatakan bahwa fasilitas PPN berupa: (1) terutang tetapi tidak dipungut baik sebagian maupun seluruhnya; dan (2) dibebaskan.

X Pemerintah akan mengubah skema pemberian Pajak Ditanggung Pemerintah menjadi skema pemberian subsidi harga.

Akhir Semester II Tahun 2011, disesuaikan dengan APBN-P 2011 1.3 PNBP pada 41 KL Minimal sebesar Rp368,97 miliar belum dan/atau terlambat disetor ke Kas Negara dan sebesar Rp213,75 miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN

1. Terdapat PNBP yang terlambat disetor ke Kas Negara minimal sebesarRp312.504,54 juta yang terjadi pada 23 KL.

2. Terdapat PNBP yang belum disetor pada 18 KL sebesar Rp56.464,60 juta dan PNBP yang digunakan langsung di luar mekanisme APBN sebesar Rp213.752,49 juta.

X 1. Mendorong pimpinan K/L untuk memberikan sanksi kepada pejabat pengelola PNBP yang mengelola PNBP tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Menyusun RPMK tentang sanksi atas pengelolaan PNBP yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Juni-Juli 2011 Desember 2011 2 Belanja Negara 2.1 Pengalokasian Dana Penyesuaian Tidak

1. Pengalokasian Dana Penyesuaian Tahun Anggaran (TA) 2010 tidak sesuai dengan UU

X Pemerintah akan menyampaikan Dana Penyesuaian dalam pembahasan Nota

(20)

PENYELESAIAN

1 2 3

Berdasarkan Kriteria dan Aturan yang Jelas

Nomor 33 Tahun 2004.UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 27 menyatakan bahwa penetapan Dana AlokasiUmum (DAU) dilakukan sekurang-kurangnya sebesar 26% dari Penerimaan DalamNegeri (PDN) Neto yang ditetapkan APBN dan Penjelasan Pasal 107 ayat (2) menyatakan bahwa DAU ditetapkan sebesar 25,5% dari PDN Netto s.d. Tahun 2007.

2. Bidang yang dibiayai oleh DPDF PPD, DPIPD, dan DPPIP hampir sama dengan bidang yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK).

3. Belum ada ketentuan dan prosedur yang jelas dalam menentukan daerah dan besaran alokasi atas Dana Penyesuaian, terutama DPDF PPD, DPIPD, dan DPPIP.

4. Belum diketahui efektivitas kegiatan yang didanai oleh Dana Penyesuaian Alokasi kurang bayar DAK tidak sesuai dengan alokasi pos yang seharusnya.

Keuangan dan RAPBN TA 2012 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal diperlukan tambahan Dana Penyesuaian, agar tetap mengacu pada kriteria dan aturan yang dapat dipertanggungjawabkan (transparan dan akuntabel). Pemerintah juga akan mempertajam kriteria, program, dan jenis kegiatan yang dapat mencerminkan output dan

outcome dalam mengalokasikan Dana

Penyesuaian.

2.2 Realisasi Belanja Barang di 44 KL Sebesar Rp110,48 Miliar dan USD63.45 Ribu Tidak Dilaksanakan Kegiatannya, Dibayar Ganda, Tidak Sesuai Bukti Pertanggungjawaban, dan Tidak Didukung Bukti Pertanggungjawaban

1. Pertanggungjawaban realisasi belanja perjalanan dinas sebesar Rp12.713,17 juta pada23 K/L digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak pernah dilakukan;

2. Pembayaran biaya perjalanan dinas ganda yaitu perjalanan dinas atas nama satu orang yang berbenturan waktunya dengan pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas ke tempat lain. Permasalahan ini ditemukan pada sembilan KL dengan nilai Rp1.293,13 juta;

3. Perjalanan dinas tidak dilaksanakan sesuai bukti pertanggungjawaban. Adanyaperjalanan dinas yang tidak dilaksanakan dengan menggunakan maskapai sesuai tiket yang dilampirkan sebagai bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas. Permasalahan ini terjadi pada 39 KL dengan nilai Rp69.159,36 juta dan USD63.45 ribu.

4. Perjalanan dinas tidak didukung bukti

X 1. Memberikan pembinaan kepada pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas tidak sesuai dengan ketentuan;

2. Menyetorkannya ke Kas Negara pembayaran perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan;

3. Melakukan verifikasi perjalanan dinas dengan dokumen sumbernya;

4. Menyusun SOP perjalanan dinas;

5. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian internal terhadap pelaksana kegiatan.

(21)

PENYELESAIAN

1 2 3

pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Permasalahan ini terjadi pada dua KL dengan nilai Rp6.420,98 juta

Keterangan:

Klasifikasi 1: Temuan Pemeriksan BPK diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan; Klasifikasi 2: Temuan Pemeriksaan BPK diselesaikan dalam tahun anggaran berikutnya; Klasifikasi 3: Temuan Pemeriksaan BPK diselesaikan dalam 2-3 tahun anggaran berikutnya.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Bila kita ilustrasikan taksonomi Bloom ini (Gambar 1), maka individu yang mampu mengerjakan dengan benar soal-soal yang mengukur kemampuan melakukan sintesis dapat

Lebih lanjut studi yang dilakukan oleh Albert (1995) dan Tasumewada (2013) mengungkapkan bahwa mempunyai perencanaan kegiatan pengganti setelah pensiun

Lembaga ini merupakan lembaga masyarakat yang mandiri, artinya jika sudah tidak ada lagi dana stimulan dari pemerintah, lembaga ini akan tetap survive dan mampu

Hasil konversi pada validasi oleh praktisi menunjukkan bahwa materi yang ditampilkan dalam media pembelajaran berbasis android Think Accounting (T Account)

bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke bawahnya, lapisan peresapan untuk pondasi bawah, dan bantalan lapisan permukaan

Hasil tes kognitif eksperimen 2 pada kelas XI GB 1 sebagai kelas eksperimen dengan mendapatkan pembelajaran dengan media macromedia director menunjukkan bahwa dari total

Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai signifikan sebesar 0,000 < alpha 0,05 maka keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta