• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TRANSCULTURAL NURSING DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN YANG BERBEDA BUDAYA DI RSUD I.A MOEIS SAMARINDA

The Correlation Of Nurses Knowledge About Transcultural Nursing With Their Attitude In Providing Nursing Care To Patients Of Different Cultures In i.a Moeis Hospital Samarinda

Ns. Alfi Ari Fakhrur Rizal, M.Kep STIKES Muhammadiyah Samarinda

ABSTRAK

Latar belakang : Perawat sering mempunyai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan klien. Penting artinya bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan pandangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, didasarkan pada keyakinan sosial-budaya dan agama klien. Kalimantan Timur khususnya kota Samarinda memiliki penduduk yang multi etnis, yang mempunyai beragam adat, bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, maka akan berakibat cultural shock dan cultural imposition, konflik dan pertentangan antara perawat dengan pasien/ keluarga pasien seperti perdebatan, komunikasi yang tidak baik bahkan ketidakpuasan akan terjadi.

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Pengetahuan perawat tentang transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Metode Penelitian : Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation dengan metode pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Maret sampai dengan April 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien secara langsung di RSUD I.A Moeis Samarinda pada tahun 2012 berjumlah 143 orang, cara pengambilan sampel dengan simple random sampling didapatkan jumlah sampel 105 perawat. Alat yang digunakan kuesioner dengan pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan tentang transcultural nursing sebanyak 15 item, pernyataan sikap dalam memberikan asuhan keperawatan sebanyak 25 item pertanyaan. Analisa untuk uji hipotesis dengan uji statistik Chi Square.

Hasil penelitian : Hasil uji statistik Chi Square diketahui nilai P = 0,038 nilai tersebut lebih kecil dari alfa (P<0,05) maka Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan/ bermakna antara pengetahuan perawat tentang transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Saran: Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu mempelajari dan memahami konsep Transcultural Nursing secara mendalam. Sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat dan pasien tidak mengalami Cultural shock dan Cultural imposition.

Kata Kunci : transcultural nursing, perbedaan budaya, asuhan keperawatan.

ABSTRACT

Background: Nurses often have ethnic backgrounds, cultures, and different religions with clients. Important for nurses to understand that clients have insights and interpretations about different diseases and health, based on the socio-cultural beliefs and religious clients. East Kalimantan Samarinda city in particular has a multi-ethnic population, who have diverse customs, languages and different customs. If

(2)

it is ignored by nurses, it will result in culture shock and cultural imposition, conflict and disagreement between nurses with patient / family like debate, communication is not good even dissatisfaction will occur.

Objective: This study aimed to determine the correlation of nurses knowledge about transcultural nursing with their attitude in providing nursing care to patients of different cultures in I.A Moeis Hospital Samarinda.

Methods: The study design was a descriptive correlation with cross sectional method. The experiment was conducted for two months from Maret to April 2013. The study population was all nurses who provide direct care to patients in I.A Moeis Hospitals Samarinda in 2012 amounted to 143 people, a way of sampling with simple random sampling of 105 nurses found the number of samples. Instrument used a questionnaire with questions of knowledge about the Transcultural nursing as many as 15 items, in the statement provide nursing care as much as 25 item questionnaire. Analysis to test the hypothesis with the statistical test Chi Square.

The results: The results of the statistical test Chi Square known P value = 0.038, the value is smaller than alpha (P <0.05) then Ho is rejected means that there is a significant correlation between nurses' knowledge about the Transcultural nursing with their attitude in providing nursing care to patients of different cultures in I.A Moeis Hospitals Samarinda.

Conclusion: There is a significant correlation between nurses' knowledge about transcultural nursing with their attitude in providing nursing care to patients of different cultures in I.A Moeis Hospital Samarinda.

Suggestion: Nurses as providers of nursing care need to learn and understand in depth the concept of Transcultural Nursing. So that the provision of nursing care, the nurse and the patient did not experience Cultural shock and Cultural imposition.

Keywords: Transcultural nursing, different culture, nursing care PENDAHULUAN

Seorang perawat kesehatan adalah petugas kesehatan yang mempunyai peran dominan dalam membantu pasien sembuh dari penyakit yang dideritanya. Seorang perawat sebagai ujung tombak pelayanan di rumah sakit, sebagai aktor yang langsung berhadapan dengan pasien dalam waktu yang lama. Kondisi yang seperti itu menuntut totalitas seorang perawat dalam menjalankan fungsinya.

Nilai-nilai budaya bersifat kompleks, karena setiap manusia yang menjadi pasien mempunyai latar belakang, lingkungan hidup, dan pengalaman hidup yang tidak sama. Perkembangan IPTEK mempunyai dampak dalam dinamika nilai-nilai budaya, yang mempengaruhi paradigma seseorang terhadap persepsi yang dihadapinya. Realitas yang seperti itu menuntut seorang perawat yang selalu berhadapan dengan pasien harus banyak memahami model pemenuhan harapan pasien bukan hanya dari sisi metode pelayanan klinis teknis keperawatan namun pendekatan nilai-nilai budaya yang beraneka ragam yang menjadi milik pasien harus dimengerti

dan dipahami, agar harapan pasien sebagai manusia dapat dipenuhi secara komprehensif dan holistik.

Transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien/ klien).1 Tuntutan kebutuhan masyarakat akan

pelayanan kesehatan pada abad ke-21,

termasuk tuntutan terhadap asuhan

keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi)

dimungkinkan, menyebabkan adanya

pergeseran terhadap tuntutan asuhan

keperawatan. Leininger beranggapan bahwa

sangatlah penting memperhatikan

keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien.

Perawat sering mempunyai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan

(3)

klien. Penting artinya bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan pandangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, didasarkan pada keyakinan sosial-budaya dan agama klien. Jika kesadaran tentang dan kepekaan klien terhadap keunikan keyakinan dan praktik kesehatan serta penyakit disampaikan kepada perawat, maka terbina hubungan yang baik. Hubungan ini meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang aman dan yang secara budaya efektif.²

Kalimantan Timur khususnya Kota Samarinda memiliki penduduk yang multi etnis, yang mempunyai beragam adat, bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock dan cultural imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana

perawat tidak mampu beradaptasi dengan

perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. Hal ini dapat menyebabkan

munculnya rasa ketidaknyamanan,

ketidakberdayaan dan beberapa mengalami

disorientasi. Ketika mengantisipasi atau mengalami suatu penyakit atau krisis, individu bisa saja menggunakan pendekatan modern atau tradisional untuk pencegahan dan penyembuhan, atau mungkin menggunakan kedua pendekatan tersebut.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan memberikan pertanyaan mengenai konsep transcultural nursing kepada dua belas orang perawat di RSUD I. A Moeis didapatkan informasi bahwa delapan dari dua belas perawat belum

mengerti dan memahami tentang konsep

transcultural nursing. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, sikap perawat di RSUD I. A Moeis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya dan kultur sangat

bervariasi, seperti dalam hal pasien

mengungkapkan perasaan nyeri dengan cara berteriak dan mengeluarkan kata-kata yang menurut perawat tidak pantas dan terlalu berlebihan, tetapi bagi pasien itu merupakan hal yang biasa. Perawat cenderung menghindari komunikasi dengan pasien dalam waktu yang lama. Adanya perbedaan bahasa

antara perawat dan pasien sehingga terjadi hambatan dalam berkomunikasi.

Apabila hal semacam itu tidak dipahami oleh perawat, maka akan berakibat terjadinya konflik dan pertentangan antara perawat, pasien/ keluarga pasien seperti perdebatan,

komunikasi yang tidak baik bahkan

ketidakpuasan. Sehingga penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk menghindari konflik diatas.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah Descriptive Correlation yaitu penelitian

yang bertujuan untuk mengungkapkan

hubungan korelatif antara variabel independen dan variabel dependen3, dengan metode pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor dan resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach) .4

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien secara langsung di RSUD I.A Moeis Samarinda pada tahun 2012 sebanyak 143 orang. Teknik sampel yang dipakai adalah

Probability sampling dengan simple random

sampling yaitu teknik pengambilan anggota

sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.5 Jumlah sampel sebanyak 105 responden. Besarnya sampel ditentukan dengan rumus.6 Sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi, kriteria inklusinya yaitu bersedia menjadi responden, perawat yang bekerja di RSUD I.A Moeis Samarinda yang melayani pasien secara langsung. Sedangkan kriteria eksklusinya perawat yang sedang menjalani cuti pada saat dilakukan penelitian, perawat yang pernah menjadi responden dalam uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

(4)

kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti yang diambil dari teori/ referensi terkait. meliputi,

kuesioner pengetahuan perawat tentang

transcultural nursing dan kuesioner mengenai sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang berbeda budaya.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian tentang hubungan antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda yang datanya telah dikumpulkan pada bulan Maret sampai April 2013, dengan jumlah responden sebanyak 91 perawat. Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa kuesioner. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan tekstual yang didasarkan pada analisis univariat dan bivariat.

A.Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat

a.Karakteristik Responden 1)Umur

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Di RSUD I.A Moeis

Samarinda Bulan Maret 2013

Mean Median Modus Standar Deviasi

Min - Max

27,10 27,00 27 3,518 21 - 40

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas diperoleh gambaran bahwa dari 91 responden yang terlibat dalam penelitian ini rata-rata usia responden 27,10 tahun dengan umur minimal 21 tahun dan maksimal 40 tahun

2)Jenis kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Di RSUD I.A Moeis Samarinda

Bulan Maret 2013 B

e r d

Berdasarkan tabel diatas dari 91 responden yang terlibat dalam penelitian ini sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan (72,5%) yaitu 66 responden. Sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 25 responden (27,5%).

3)Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan dari

91 responden yang terlibat dalam

penelitian ini semua berpendidikan Diploma tiga Keperawatan yaitu sebesar 100%.

4)Lama Kerja

Distribusi responden berdasarkan lama kerja Di RSUD I.A Moeis

Samarinda Bulan Maret 2013 Sumber: Data Primer

Tabel diatas menggambarkan bahwa dari 91 responden yang terlibat dalam penelitian ini berdasarkan lama kerja responden terbanyak yaitu 1 tahun sebanyak 22 orang (24,2%) dengan rata-rata lama kerja 3,51 tahun.

b.Variabel 1)Pengetahuan

Distribusi responden berdasarkan Pengetahuan Di RSUD I.A Moeis

Samarinda Bulan Maret 2013 Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas diperoleh gambaran responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 56 responden

(61.5%) dan yang mempunyai

pengetahuan kurang baik sebanyak 35 responden (38.5%).

2)Sikap

Distribusi responden berdasarkan Sikap Di RSUD I.A Moeis Samarinda Bulan Maret 2013

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Tidak Sesuai 45 49.5

Sesuai 46 50.5

Total 91 100.0

Sumber: Data Primer

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 25 27,5

Perempuan 66 72,5

Total 91 100.0

Lama Kerja Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 22 12 5 17 21 13 1 24,2 13,2 5,5 18,7 23,1 14,3 1,1 Total 91 100.0

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang Baik 35 38.5

Baik 56 61.5

(5)

Tabel diatas menggambaran bahwa responden yang mempunyai sikap sesuai sebanyak 46 responden (50.5%) dan yang mempunyai sikap tidak sesuai sebanyak 45 responden (49.5%).

2.Analisa Bivariat

Hasil analisis bivariat antara variabel pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A

Moeis Samarinda tahun 2013. Hubungan masing-masing variabel tersebut didapatkan berdasarkan analisa dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan 95% atau p value < 0,05. Dinyatakan ada hubungan yang signifikan jika P value < dari 0,05, atau jika λ hitung lebih besar dari λ tabel dianggap memiliki hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Hubungan antara

variabel tersebut adalah sebagai berikut : Tabel Hubungan antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.

A Moeis Samarinda tahun 2013

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 di gambarkan bahwa dari 35 responden ada 12 responden (34.3%) yang mempunyai pengetahuan kurang baik bersikap tidak sesuai, dan 23 responden (65.7%) bersikap sesuai sedangkan dari 56 responden yang mempunyai pengetahuan baik ada 33 responden (58.9%) bersikap tidak sesuai dan 23 responden (41.1%) bersikap sesuai. Dari hasil tersebut secara persentase, responden yang mempunyai pengetahuan baik lebih banyak daripada responden yang berpengetahuan kurang baik dengan sikap yang sama-sama berimbang.

Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,038 (P < 0,05) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat tentang Transcultural

Nursing dengan sikap perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda. Analisis faktor resiko antara dua variabel diperoleh nilai OR 0,364 (95% CI 0,151 – 0,875), artinya responden yang berpengetahuan kurang baik mempunyai

peluang 0,364 kali bersikap sesuai

dibandingkan responden berpengetahuan baik.

PEMBAHASAN

Bab ini membahas dan menjelaskan tentang hasil penelitian serta membandingkan dengan teori dengan penelitian terkait, mendiskusikan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, menjelaskan keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian untuk keperawatan.

1.Analisa Univariat

a. Karakteristik Responden 1)Umur

Sebagian besar responden berumur 27 tahun dengan rata-rata usia 27,10 tahun. Umur dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh dalam tingkat optimal,

dibarengi tingkat kematangan

emosional, intelektual, dan sosial.7

Umur adalah individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya diri daripada

orang yang belum cukup tinggi

Pengetahuan

Sikap

Total P Value OR

(95%CI) Tidak Sesuai Sesuai

n % n % n % 0,022 0,364

( 0,151-0.875)

Kurang Baik 12 34.3 23 65.7 35 100

Baik 33 58.9 23 41.1 56 100

(6)

kedewasaannnya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.³

Banyaknya umur dewasa muda

memungkinkan perawat untuk menjadi kreatif dalam bekerja sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan perawat yang berusia dewasa menengah

lebih mengarahkan atau membimbing

perawat yang berusia dewasa muda sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental) dan secara tidak langsung taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa.

Ruang perawatan sebaiknya terdapat perpaduan umur yang seimbang antara yang dewasa muda dan dewasa menengah sehingga secara tidak langsung tercipta regenerasi perawat. Dan apabila dalam satu ruangan perawatan terdapat perbedaan umur antar perawat hal itu tidak menjadikan sebagai suatu masalah, perawat yang lebih tua tidak ada salahnya bertanya bahkan bertukar pikiran pada perawat yang berumur lebih muda.

2)Jenis Kelamin

Responden yang terlibat dalam

penelitian ini lebih dari 50 % berjenis kelamin perempuan (72.5%) yaitu 66

responden. Sedangkan yang berjenis

kelamin laki-laki berjumlah 25 responden (27.5%). Hal itu dikarenakan dunia keperawatan identik dengan ibu atau wanita yang lebih dikenal dengan mother insting dan juga seorang perempuan lebih menggunakan perasaan dalam bertindak melayani pasien. Ditambah lagi output perawat yang dihasilkan dari perguruan tinggi keperawatan yang rata-rata juga perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

Seorang laki-laki cenderung

menekankan perilakunya menggunakan

logika atau pikiran, sedangkan seorang perempuan lebih menggunakan hati atau perasaan. Secara fisikpun laki-laki lebih kuat daripada seorang perempuan yang mampu mengayomi ataupun melindungi

sehingga seorang perempuan akan merasa lebih aman. Hal ini berlaku juga dalam praktik keperawatan dimana

seharusnya dalam satu ruangan

perawatan terdapat keseimbangan

antara jumlah perawat laki-laki maupun perempuan. Karena akan menimbulkan lingkungan kerja yang lebih kondusif, terjalin kerjasama yang harmonis, tidak ada saling iri dalam melakukan suatu tindakan keperawatan. Mereka tahu bagaimana menempatkan diri dan menggunakan metode kerja masing-masing sesuai dengan karakteristik yang dimiliki,.

Tingkat kecerdasan antara pria dan wanita berimbang. Hal ini menjadi rujukan, bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, bersikap dan bertanggung jawab dalam menginterpretasikan pengetahuan yang didapat.8

3)Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan yang terlibat dalam penelitian ini semua

responden berpendidikan D-III

keperawatan yaitu sebanyak 91

responden (100%). Hal ini dikarenakan rata-rata perawat yang bekerja di RSUD I.A Moeis Samarinda mempunyai pendidikan D-III Keperawatan. Ada beberapa perawat yang berpendidikan SPK dan S1 Keperawatan tetapi dalam pelaksanaan penelitian tidak masuk dalam kriteria inklusi penelitian.

Seorang perawat dapat menambah

pengetahuan dengan mengikuti

seminar–seminar, pelatihan ataupun kajian ilmiah alangkah baiknya jika yang mengadakan adalah Rumah Sakit dimana mereka bekerja. Jadwal dibuat untuk setiap ruangan, secara bergantian perawat mana yang akan mengikuti seminar atau pelatihan. Hal ini tentu akan menambah wawasan bagi seorang perawat, pelayanan perawatan yang berkualitaspun akan terwujud.

(7)

Pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, oleh

karenanya mereka yang menempuh

pendidikan diperguruan tinggi semakin mudah dalam menerima informasi serta cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan

yang didapat tentang kesehatan.9

Pendidikan baik formal maupun non-formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku.

Dengan pendidikan seseorang dapat

meningkatkan kematangan intelektual

sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi.10

4)Lama Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 91 responden yang terlibat dalam penelitian ini responden terbanyak memiliki lama kerja selama 1 tahun yaitu berjumlah 22 responden (24,2%) dengan rata-rata lama kerja 3,51 tahun. Hal ini menunjukkan banyaknya perawat baru di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Masa kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin lama masa kerja seorang perawat semakin banyak

pengalaman yang diperolehnya dalam

menyelesaikan pekerjaannnya sehingga meningkatkan kinerjanya.11 Sebaiknya ada variasi pengalaman kerja dalam satu ruang perawatan karena hal tersebut dapat menjadi sarana bagi perawat untuk dapat bertukar pendapat baik ilmu maupun keterampilan antar sesama perawat. Perawat yang sudah banyak pengalaman dapat memberikan masukan dalam hal keterampilan pada perawat yang masih baru, begitu juga dengan perawat yang masih baru, bisa saja mereka memberikan masukan terhadap para

perawat yang sudah lama tentang

perkembangan terkini ilmu

keperawatan. 2.Variabel

a. Pengetahuan perawat tentang

Transcultural Nursing

Sebagian besar tingkat pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing adalah baik yang berjumlah 56 responden (61,5 %) dan 35 responden (38,5%) mempunyai pengetahuan kurang baik.

Seseorang yang memiliki

pengetahuan kurang cenderung memiliki

perilaku yang kurang baik dalam

perilakunya, sehingga peluang untuk menerapkan konsep dasar ilmu yang ia miliki juga kurang. Semakin tinggi

pengetahuan maka semakin besar

kemungkinannya untuk melakukan

penerapan ilmu yang ia miliki.9

Materi tentang Transcultural Nursing diberikan secara lebih mendalam pada jenjang S1 Keperawatan sedangkan untuk D-3 materi diberikan hanya sekilas

sehingga pemahaman tentang

Transcultural Nursing tidak maksimal, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

didapatkan semua responden

berpendidikan D-3 Keperawatan.

b. Sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya

Sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya didapatkan sebanyak 46 responden (50,5%) bersikap sesuai dan 45 responden (49,5%) tidak sesuai. Pada penelitian ini sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di RSUD I.A Moeis Samarinda lebih dipengaruhi oleh budaya perawat itu sendiri yang menganggap budayanya lebih baik dari budaya pasien, padahal terdapat perbedaan budaya antara perawat dengan pasien karena masyarakatnya yang multi etnis sehingga terjadi cultural shock dan cultural imposition.

(8)

Sikap juga menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas

kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku.9

Transcultural nursing merupakan suatu area

kajian ilmiah yang berkaitan dengan

perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat

melakukan asuhan keperawatan kepada

pasien/ klien).1

Sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya yaitu 49,5% menunjukkan sikap tidak sesuai. Sikap tidak sesuai/ negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Sikap negatif dipengaruhi oleh faktor antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan/ agama dan faktor emosi dalam diri individu.12 3.Bivariat

Hubungan antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda.

Hubungan antara pengetahuan dengan sikap perawat tentang Transcultural Nursing menunjukkan arah kecenderungan perawat dengan pengetahuan yang kurang baik akan lebih ke arah negatif/ tidak sesuai, sedangkan pada perawat dengan pengetahuan yang baik akan mempunyai kecenderungan ke arah yang positif/ sesuai. Tetapi berdasarkan hasil analisis perbedaan keduanya tidak begitu signifikan.

Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,038 (P < 0,05) dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda. Analisis faktor resiko antara dua variabel diperoleh nilai OR 0,364 (95% CI 0,151 – 0,875), artinya responden

yang berpengetahuan kurang baik

mempunyai peluang 0,364 kali bersikap

sesuai dibandingkan responden

berpengetahuan baik.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan adalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok serta usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan, semakin banyak pengetahuan

yang didapat.13 Faktor lain yang

mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengetahuan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.9

Ketika mengantisipasi atau mengalami suatu penyakit atau krisis, individu bisa saja menggunakan pendekatan modern atau

tradisional untuk pencegahan dan

penyembuhan, atau mungkin menggunakan kedua pendekatan tersebut. Karena di

Kalimantan Timur khususnya kota

Samarinda memiliki penduduk yang multi etnis, yang mempunyai beragam adat, bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.

(9)

Desain penelitian menggunakan rancangan deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran variabel baik independen maupun dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan sehingga penelitian ini tidak dapat diketahui hubungan sebab akibat secara langsung, tetapi hanya menggambarkan hubungan satu arah saja. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu untuk dikembangkan sehingga lebih valid dan reliabel walaupun instrumen penelitian ini sudah diuji validitas dan reliabilitasnya.

Responden dalam penelitian ini sebanyak 105 perawat tetapi dalam pelaksanaannya hanya 91 perawat yang mengisi kuesioner dengan lengkap dan 14 perawat masuk kriteria eksklusi. Dan keterbatasan sumber rujukan, jurnal-jurnal yang berasal dari hasil penelitian lain sangat terbatas, sehingga pembahasan hasil penelitian ini dirasakan peneliti masih kurang mendalam.

KESIMPULAN

1.

Gambaran pengetahuan perawat tentang

Transcultural Nursing di RSUD I. A Moeis Samarinda dari 91 responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 56 responden (61.5%) dan yang mempunyai pengetahuan kurang baik sebanyak 35 responden (38.5%).

2.

Gambaran sikap perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda dari 91

responden yang mempunyai sikap sesuai

sebanyak 46 responden (50.5%) dan yang mempunyai sikap tidak sesuai sebanyak 45 responden (49.5%).

3.

P value = 0,038 (P < α 0,05), artinya Ho ditolak

atau ada hubungan yang signifikan/ bermakna

antara pengetahuan perawat tentang

Transcultural Nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda tahun 2013.

KEPUSTAKAAN

Sudiharto (2007). Asuhan Keperawatan

Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural, Jakarta, EGC

Perry, A.G & Potter, P.A (2005). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan, Konsep,

Proses, dan Praktek, Jakarta, EGC

Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.

Sugiyono, (2003). Statistik Non Parametris Untuk Penelitian, Bandung, AlfaBeta. Silalahi, G.A. (2003). Metodologi Penelitian

dan Studi Kasus, Sidoarjo, Citra Media. Maulana, I. (2003). Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Motivasi Perawat Untuk Melanjutkan Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan. Skripsi tidak dipublikasikan, Surabaya, Universitas Airlangga, Indonesia.

Andriewongso. (2007). Jenis Kelamin

Menentukan Kecerdasan.

http://andrie-wongso.com, diperoleh tanggal 28

Februari 2013.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta. Mulyana. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita

Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pneumonia Balita Di Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/2515, diperoleh tanggal 28 Februari 2013. As’ad. (2000). Psikologi Industry Edisi 4.

Yogyakarta : Lyberty

Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Edisi ke 2), Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Irmayanti, dkk. (2007). Pengetahuan. Jakarta : Lembaga Penerbitan FEUI

Gambar

Tabel  diatas  menggambaran  bahwa  responden  yang  mempunyai  sikap  sesuai  sebanyak  46  responden  (50.5%)  dan  yang  mempunyai  sikap  tidak  sesuai  sebanyak  45  responden (49.5%)

Referensi

Dokumen terkait

1. Aktivitas siswa di kelas eksperimen selama proses pembelajaran mata pelajaran sejarah dengan menggunakan perangkat pembelajaran kooperatif tipe STAD di SMA Negeri

Siswa menanyakan penjelasan guru dan materi yang belum di pahami tentang kosakata yang berkaitan dengan Strong State Prosperous Society, kemudian guru menjawab

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1) Rancangan perangkat instrumen Mata Kuliah Praktek Tata Rias

per satuan kemasan Vera C Sebagian besar Batang, dahan atau Kehitaman Kurang pedas Maks..

– Integrasi dari komponen yang telah ada (existing) ke dalam aplikasi web,. – Prediksi dari aspek kualitas sistem, atau – Kurang ber pengalaman

(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk: a) Asrama penampungan jemaah haji;. b) Asrama transito atau asrama lainnya;

Jika kita sedang berada di rumah dan gempa terjadi, hal yang dapat kita lakukan adalah, kita lihat bahwa getaran akan terjadi beberapa saat, kemudian kita berlindung

Pada hasil akhir didapatkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna adalah tekanan intraoku- lar (data kontinu dengan PR = 1,01; 95% CI = 1,01- 1,02), jenis glaukoma,