STUDI KOMPARASI IKLIM KELAS
ANTARA PROGRAM UNGGULAN DAN REGULER PADA JURUSAN IPA DI MADRASAH ALIYAH
TARBIYATUT THOLABAH LAMONGAN
SKRIPSI
Oleh:
ARIEN ISHLAHIYYAH D03213004
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Arien Ishlahiyyah (D03213004), 2017, Studi Komparasi Iklim Kelas Antara Program Unggulan dan Reguler pada Jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan. Dosen Pembimbing, (1) Dr. H. Masyhudi Ahmad, M.Pd.I, (2) Dra. Hj. Liliek Channah AW., M.Ag
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian komparasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan kuesioner/angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 116 siswa yang terdiri dari 58 siswa unggulan dan 58 siswa reguler. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan t-test dua sampel independent hasil penelitian diperoleh t hitung > t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 9,252 > 1,980, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan rata-rata iklim kelas program unggulan lebih besar (2,429) dibandingkan dengan iklim kelas program reguler (2,022) dengan selisih poin sebesar 0,407. Simpulan penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Iklim Kelas ... 14
1. Pengertian Iklim Kelas ... 14
2. Dimensi-dimensi Iklim Kelas ... 16
B. Pengelompokan Peserta Didik ... 20
1. Pengertian Pengelompokan ... 20
2. Jenis-jenis Pengelompokan ... 22
C. Kerangka Teoritis ... 36
D. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional ... 42
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 44
C. Teknik Pengumpulan Data ... 46
D. Validitas dan Reliabilitas ... 53
E. Analisis Data ... 56
1. Teknik Prasyarat Analisis ... 56
2. Uji Hipotesis ... 57
1. Deskripsi Subjek ... 61
2. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 69
3. Penyajian Data ... 71
4. Hasil ... 76
B. Pembahasan ... 79
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Di dalam sebuah pendidikan, terdapat beberapa komponen yang
saling terlibat serta saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Komponen tersebut antara lain adalah Peserta didik, Pendidik, Interaksi
edukatif, Tujuan pendidikan, Materi pendidikan, Alat dan metode, serta
Lingkungan pendidikan.
Dari ketujuh komponen di atas, peserta didik merupakan salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik
menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses
transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen
penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai
“raw material” (bahan mentah). Oleh karenanya aktifitas kependidikan
tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik didalamnya.
Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan.
Kesamaan-kesamaan itu dapat ditangkap dari kenyataan bahwa mereka
sama-sama anak manusia. Oleh karenanya, para peserta didik mempunyai
kesamaan-kesamaan unsur kemanusiaan. Adanya kesamaan yang dipunyai
anak inilah yang melahirkan konsekuensi yang sama atas hak-hak yang
mereka punyai. Diantara hak-hak tersebut yang juga tidak kalah
pentingnya adalah hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang
2
Persamaan hak-hak yang dimiliki oleh anak inilah yang kemudian
melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan
(schooling).1 Dalam sistem persekolahan, layanan yang diberikan
didasarkan pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh peserta didik.
Pendidikan dengan sistem ini dalam kenyataannya memang lebih bersifat
massal daripada individual.
Selain terdapat kesamaan-kesamaan pada diri peserta didik, ternyata
ketika dilihat lebih jauh sebenarnya terdapat perbedaan-perbedaan yang
ada pada peserta didik, yang kemudian muncul persepsi bahwa layanan
pendidikan yang mereka butuhkan pun berbeda. Peserta didik yang
menerima layanan yang berbeda dan sama keduanya diarahkan agar
peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuanya.2
Adanya tuntutan untuk memberikan pelayanan yang sama dan
berbeda kepada peserta didik itulah yang melahirkan pemikiran
pentingnya sebuah pengaturan yang seringkali disebut dengan istilah
manajemen. Dalam hal ini yang paling berperan adalah manajemen peserta
didik. Manajemen peserta didik merupakan pengaturan terhadap peserta
didik sejak mereka masuk sampai mereka lulus. Manajemen peserta didik
merujuk pada pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan pencatatan
peserta didik sejak proses penerimaan sampai saat peserta didik
1
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta: Bumi aksara, 2012), 02. 2
3
meninggalkan sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada
sekolah tersebut.3
Adapun salah satu ruang lingkup dari manajemen peserta didik
adalah pengaturan terhadap pengelompokan kelas peserta didik, baik yang
berdasarkan fungsi persamaan maupun yang berdasarkan fungsi
perbedaan. Pengelompokan atau yang sering disebut dengan istilah
grouping merupakan pengelompokan peserta didik berdasarkan
karakteristik-karakteristiknya. Pengelompokan ini didasarkan atas
pandangan bahwa di samping peserta didik tersebut mempunyai kesamaan,
mereka juga mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada pada
peserta didik melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang
sama, sementara perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik
melahirkan pemikiran pengelompokan mereka pada kelompok yang
berbeda.
Pengelompokan peserta didik yang sering dilakukan oleh beberapa
lembaga pendidikan diantaranya adalah pengelompokan yang didasarkan
pada kemampuan akademik peserta didik atau yang sering disebut dengan
istilah Ability Grouping. Ability Grouping merupakan kebijakan dan
praktek pengelompokan anak berdasarkan kemampuan akademis baik di
dalam kelas, sekolah, maupun antar sekolah. Pengelompokan ini
memberikan kemudahan kepada pendidik untuk memfokuskan pengajaran
3
4
pada satu tingkatan kemampuan siswa dan menyesuaikan kecepatan
pengajaran dengan kebutuhan kelompok yang homogen.
Adanya praktek Ability Grouping akan melahirkan level yang
berbeda dalam satu tingkatan kelas. Level yang dimaksud disini adalah
unggulan dan reguler. Yang kemudian akan mengakibatkan jarak antara
siswa unggulan dan reguler semakin luas. Hal itu disebabkan karena
Ability Grouping memungkinkan peserta didik yang pandai berkumpul
dengan yang pandai, sedangkan yang tidak pandai akan berkumpul dengan
yang tidak pandai.
Praktek pengelompokan berdasarkan kemampuan akademik atau
Ability Grouping juga sering menimbulkan permasalahan dikalangan
peserta didik. Salah satu masalah yang sering terjadi akibat Ability
Grouping adalah timbulnya rasa angkuh dan merasa pintar bagi peserta
didik yang berada di kelas unggul. Serta timbulnya rasa tidak percaya diri
bagi peserta didik pada kelompok rendah yang pada akhirnya dapat
memicu kurangnya motivasi belajar, malas-malasan atau setengah hati
dalam proses belajar dan mengembangkan potensinya. Akibatnya siswa
akan sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas serta tanggung
jawabnya.
Pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan proses pembelajaran.
Di dalam proses pembelajaran sudah pasti terdapat interaksi antar sesama
individu, baik itu siswa dengan guru atau siswa dengan siswa. Interaksi
5
mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Iklim kelas
merupakan kondisi psikologis yang tercermin dari suatu lingkungan kelas.
Kondisi psikologis tersebut terbentuk karena adanya faktor-faktor yang
ada dalam lingkungan kelas itu seperti faktor administratif, disiplin,
formalitas, sosial, dimana kesemuanya tidak terpisahkan dan saling
berinteraksi sehingga mempengaruhi emosi. Iklim kelas yang baik akan
mendukung siswa dalam belajar. Sedangkan iklim kelas yang kurang baik
akan berakibat pada rendahnya keterlibatan siswa dalam belajar.
Seperti yang sudah dipaparkan di atas, iklim kelas dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah faktor sosial yang
terbentuk dari interaksi guru dan siswa itu sendiri. Dalam melaksanakan
proses pembelajaran guru akan lebih semangat ketika mengajar kelas
unggul karena anggapan mereka bahwa kelas unggul adalah kelas yang
siswanya lebih mudah dalam menerima materi, dan akan merasa kurang
semangat ketika mengajar kelas reguler karena adanya anggapan bahwa
kelas reguler adalah kelas yang siswanya kurang cepat atau lambat dalam
menerima materi. Anggapan-anggapan itulah yang menjadi alasan guru
dalam memberikan perlakuan berbeda terhadap tiap-tiap kelas.
Selain faktor dari guru, faktor dari siswa juga berpengaruh besar
terhadap terciptanya iklim kelas. Dalam asumsi penulis, siswa yang berada
dalam kelas yang mayoritas anggotanya pandai sudah pasti akan terdorong
dan termotivasi untuk terus belajar dan berusaha untuk menjadi pandai
6
kelas yang mayoritas anggotanya berlevel kurang pandai juga sudah pasti
akan merasa dirinya biasa-biasa saja sehingga mereka kurang termotivasi
untuk maju seperti halnya siswa yang berada di kelas unggul.
Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah adalah salah satu madrasah
yang menerapkan Ability Grouping dalam mengelompokkan siswanya dan
membaginya dalam dua level kelas yaitu level unggulan dan level reguler.
Pengelompokan ini hanya diberlakukan pada siswa jurusan IPA saja, dan
tidak diberlakukan pada siswa jurusan lain. Dalam hal ini penulis akan
meneliti perbandingan iklim kelas antara kelas unggulan dan kelas reguler
akibat adanya penerapan Ability Grouping. Apakah ada perbedaan atau
bahkan tidak ada perbedaan sama sekali. Sehingga judul yang penulis
hendak teliti adalah “Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan
dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah
Lamongan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah
pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah iklim kelas pada program unggulan jurusan IPA di
Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan?
2. Bagaimanakah iklim kelas pada program reguler jurusan IPA di
7
3. Adakah perbedaan yang signifikan antara iklim kelas pada program
unggulan dengan iklim kelas pada program reguler pada jurusan IPA
di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan?
C. Tujuan Penelitian
Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
dimaksudkan untuk:
1. Mengetahui iklim kelas pada program unggulan jurusan IPA di
Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
2. Mengetahui iklim kelas pada program reguler jurusan IPA di
Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
3. Mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara iklim kelas
pada program unggulan dengan iklim kelas pada program reguler
jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pendidikan terutama bagi bidang ilmu manajemen peserta didik.
b. Memberikan pengetahuan baru tentang perbedaan yang terjadi
akibat adanya pengelompokan sistem Ability Grouping.
c. Diharapkan penelitian ini mampu membuka peluang bagi
penelitian selanjutnya untuk topik yang sejenis, khususnya di
8
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
pendidik dan tenaga kependidikan secara umum. Dan khususnya
kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di MA
Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan
penelitian lanjutan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan perpustakaan yang penulis lakukan,
penelitian penulis yang berjudul “Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah
Tarbiyatut Tholabah Lamongan” belum ada yang mengkaji, akan tetapi sebelumnya sudah ada skripsi maupun jurnal yang terkait dengan judul
penelitian, diantaranya adalah:
Skripsi oleh Nibras Silvia Usman. Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul
“Studi Komparasi Prestasi Belajar Fikih pada Siswa Program Reguler dan
Akselerasi Kelas VII Tahun Ajaran 2012-2013 di MTs Unggulan
Amanatul Ummah Surabaya”. Penelitian ini mengunakan jenis data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang diambil meliputi struktur
organisasi, jumlah guru dan karyawan, jumlah siswa, dan segala sesuatu
9
nilai raport siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi,
observasi, wawancara, dan angket. Hasil penelitian menujukkan ada
perbedaan prestasi belajar fikih siswa dari program reguler dan siswa dari
program akselerasi di MTs Unggulan Amanatul Ummah Surabaya.4
Skripsi yang ditulis oleh Syarkawi. Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel
Surabaya yang berjudul “Pola Pengelompokan Siswa Baru Study Kasus di
Madrasah Ibtidaiyah Bustanul Ulum Sumberanyar Rowokangkung
Lumajang”. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-kualitatif.
Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi serta kepustakaan. Sedangkan dalam menganalisis data
menggunakan content analysis yaitu menganalisa
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan judul skripsi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola pengelompokan siswa baru didasarkan pada
hasil tes masuk dan perbedaan-perbedaan yang terdapat pada individu
peserta didik seperti minat, bakat dan kemampuan inteligensi. Dengan
tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar serta untuk membimbing peserta didik secara
intensif.5
4
Nibras Silvia Usman, Studi Komparasi Prestasi Belajar Fikih pada Siswa Program Reguler dan Akselerasi Kelas VII Tahun Ajaran 2012-2013 di MTs Unggulan Amanatul Ummah Surabaya, Skripsi, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
5
10
Tesis oleh Febi Dwi Widayanti. Mahasiswa Pascasarjana UM
Malang dengan judul “Pengaruh Pengelompokan Siswa Berdasarkan Gaya
Belajar Dan Multiple Intelligences Pada Model Pembelajaran Learning
Cycle Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 3
Lumajang”. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
rancangan penelitian eksperimental semu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengelompokan siswa berdasarkan gaya belajar dan tingkat
multiple inteligences pada model pembelajaran LC berpengaruh secara
signifikan terhadap hasil belajar dan kemampuan higher order thinking
siswa.6
Jurnal yang ditulis oleh Doddy Hedro Wibowo yang berjudul
”Penerapan pengelompokan siswa berdasarkan prestasi di jenjang sekolah dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sikap
guru, siswa dan orang tua berkaitan dengan pelaksanaan pengelompokan
siswa berdasarkan prestasi akademik. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa guru serta orang tua dari siswa kelas unggul setuju dengan adanya
ability grouping. Sedangkan guru dan orang tua siswa kelas regular tidak
setuju dengan adanya ability grouping. Sedangkan siswa secara
keseluruhan setuju dengan adanya ability grouping.7
Skripsi oleh Dyah Ayu Retno Kinanti yang berjudul “Hubungan
antara iklim kelas dan efikasi diri pada pelajaran bahasa inggris siswa
6
Febi Dwi Widayanti, Pengaruh Pengelompokan Siswa Berdasarkan Gaya Belajar Dan Multiple Intelligences Pada Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Lumajang, Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2010.
11
kelas IX di MTs N Wonokromo”. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan menggunakan skala sebagai alat ukurnya, yaitu skala
efikasi diri dan skala iklim kelas. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara iklim kelas dengan efikasi
diri siswa.8
Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada
variabel-variabel yang diteliti. Misal saja pada penelitian pertama,
perbedaan terletak pada variabel terikatnya, sedangkan variabel bebas
memiliki kesamaan yaitu pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan
(ability grouping). Penelitian terdahulu mayoritas meneliti tentang ability
grouping secara tunggal, yaitu meneliti tentang penerapan ability grouping
tanpa adanya variabel lain yang ikut campur. Meskipun ada satu penelitian
yang meneliti hubungan penerapan ability grouping terhadap hasil belajar.
Sedangkan dalam penelitian yang hendak penulis lakukan adalah meneliti
tentang penerapan ability grouping ditinjau dari perbedaan iklim kelas
antar level kelas, yaitu antara unggulan dan reguler.
Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan berbagai pihak. Hal ini karena penelitian terdahulu
menggunakan beberapa variabel lain yang berbeda-beda, meskipun
terdapat variabel yang hampir sama tetapi tempat dan subjek penelitian
pada penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang hendak
penulis lakukan.
8
12
F. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan yang dipakai dalam penulisan
skripsi ini adalah:
Bab Pertama, Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan hal yang
sifatnya sebagai pengantar untuk memahami isi skripsi. Bab ini dibagi
menjadi enam bagian yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, Kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan kajian pustaka
yang berkaitan dengan variabel penelitian yang meliputi variabel X,
variabel Y dan keterkaitan keduanya. Selain uraian tentang variabel
penelitian, dalam bab ini juga dijelaskan tentang kerangka teoritis beserta
hipotesis penelitian.
Bab Ketiga, Metode penelitian. Pada bab ini membahas tentang variabel
dan definisi operasionalnya, populasi, sampel serta teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas serta metode analisis data.
Bab Keempat, Hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan dibahas
dan digambarkan tentang data-data serta pembahasan dan analisa data dari
13
Bab Kelima, Penutup. Pada bab ini berisi hal-hal yang mencakup
kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran dari peneliti terhadap
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Iklim Kelas
1. Pengertian iklim kelas
Ada beberapa istilah yang kadang-kadang digunakan secara
bergantian dengan kata Climate yang diterjemahkan dengan iklim,
seperti feel, atmosphere, tone, dan environment. Namun dalam konteks
ini istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata tersebut di
atas dan kata-kata lain seperti learning environment, group climate
dan classroom environment.
Terdapat beberapa pengertian tentang iklim kelas menurut
beberapa ahli. Bloom mendefinisikan iklim sebagai kondisi, pengaruh,
dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial dan
intelektual yang mempengaruhi peserta didik.
Menurut hoy dan forsyth, iklim kelas adalah organisasi sosial
yang informal dan aktivitas guru yang secara spontan mempengaruhi
tingkah laku. Sedangkan Hoy dan Miskell mengatakan Iklim kelas
merupakan kualitas dari lingkungan kelas yang terus menerus dialami
guru-guru, mempengaruhi tingkah laku, dan berdasar pada persepsi
kolektif tingkah laku mereka. Istilah iklim seperti halnya kepribadian
pada manusia. Masing-masing kelas memiliki ciri (kepribadian) yang
tidak sama dengan kelas-kelas lain, meskipun keadan fisik dan bentuk
15
bahwa iklim kelas seperti halnya manusia, ada yang sangat berorientasi
pada tugas, demokrasi, formal, terbuka, atau tertutup.1
Sedangkan Menurut Adelman dan Taylor, iklim kelas
merupakan kualitas lingkungan yang dirasakan, yang muncul dari
adanya interaksi dari berbagai faktor seperti aspek fisik, materi,
organisasi, operasional, dan sosial. Iklim kelas memegang peranan
penting dalam mempengaruhi keberlangsungan kegiatan belajar dan
perilaku di dalam kelas.2
Dengan berdasar pada beberapa pengertian iklim kelas di atas,
maka dapat dipahami bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang
muncul akibat hubungan antara guru dan peserta didik atau hubungan
antar peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan
mempengaruhi proses belajar-mengajar.3
Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala (scales)
yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan istilah seperti
kekompakan, kepuasan, kecepatan, formalitas, kesulitan, dan
demokrasi dari kelas.
1Tarmidi, “Iklim kelas dan Prestasi Belajar”
FKU Universitas Sumatra Utara (2006) , accessed November 8, 2016, http://reposiroty.usu.ac.id.
2 Psycologymania, ”Pengertian Iklim Kelas”. Accessed November 9, 2016.
http://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-iklim-kelas.html 3
16
2. Dimensi-dimensi iklim kelas
Moos mengemukakan ada tiga dimensi umum yang dapat
digunakan untuk mengukur lingkungan psikis dan sosial. Ketiga
dimensi tersebut adalah:4
1. Dimensi hubungan (relationship).
Dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan
peserta didik di dalam kelas, sejauh mana peserta didik saling
mendukung dan membantu, dan sejauh mana mereka dapat
mengekspresikan kemampuan mereka secara bebas dan terbuka.
Moos mengatakan bahwa dimensi ini mencakup aspek
afektif dari interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik
dengan guru. Skala-skala iklim kelas yang termasuk dalam dimensi
ini diantaranya adalah kekompakan (cohesiveness), kepuasan
(satisfaction), dan keterlibatan (involvement). Keterlibatan
misalnya mengukur sejauh mana para peserta didik peduli dan
tertarik pada kegiatan-kegiatan dan berpartisipasi dalam
diskusi-diskusi di kelas.
2. Dimensi pertumbuhan dan perkembangan pribadi (personal
growth/development).
Dimensi ini disebut juga dengan dimensi yang berorientasi
pada tujuan, membicarakan tujuan utama kelas dalam mendukung
pertumbuhan/perkembangan pribadi dan motivasi diri.
4
17
Skala-skala yang terkait dalam dimensi ini diantaranya
adalah kesulitan (difficulty), kecepatan (speed), kemandirian
(independence), kompetisi (competition). Skala kecepatan misalnya
mengukur bagaimana tempo (cepat lambatnya) pembelajaran
berlangsung.
3. Dimensi perubahan dan perbaikan system (system maintenance
and change).
Dimensi ini membicarakan sejauh mana iklim kelas
mendukung harapan, memperbaiki kontrol dan merespon
perubahan.
Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya
adalah formalitas (formality), demokrasi (democracy), kejelasan
aturan (rule clarity), inovasi (innovation). Skala formalitas
misalnya mengukur sejauh mana tingkah laku peserta didik di
kelas berdasarkan aturan-aturan kelas.
Darkenwald dan Valentine membuat alat ukur Adult Classroom
Environment Scale (ACES) mengemukakan tujuh dimensi dalam
mengukur iklim kelas, yaitu:5
1. Hubungan yang dibangun (Affiliation)
Mencakup kesenangan siswa dalam berinteraksi secara positif
dengan siswa lainnya. Dimensi ini mencerminkan seberapa jauh
18
derajat atau tingkat keintiman hubungan antara individu. Hubungan
yang dibangun mencakup kesenangan siswa dalam berinteraksi
secara positif dengan siswa lainnya. Selain itu, dimensi ini pun
menjelaskan bahwa dukungan teman sebaya dan aktivitas belajar
bersama sangat ditekankan oleh para pengajar sebagai unsur
penting dalam proses pembelajaran dan akan memunculkan
anggapan para siswa bahwa aspek-aspek yang terdapat pada iklim
kelas sebagai fitur pembelajaran mereka.
2. Dukungan guru (Teacher Support)
Dimensi ini mencakup bantuan, mendorong semangat, penuh
perhatian dan sikap guru yang bersahabat terhadap para siswa.
Dimensi ini mengukur seberapa jauh guru memberikan dukungan
atau bantuan terhadap siswa, atau perhatian serta keterlibatan
emosi guru dengan siswa. Dukungan guru ini merupakan dimensi
yang merupakan unsur dominan dalam iklim pembelajaran di
kelas.
3. Orientasi terhadap tugas (Task Orientation)
Dimensi ini menekankan pada seberapa pentingnya
penyelesaian aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan. Orientasi
terhadap tugas mencakup bagaimana siswa dan guru secara
bersama menjaga pemusatan terhadap tugas dan nilai suatu
19
guru yang terampil dalam menjaga fokus kegiatan dan tujuan
pembelajaran serta dapat menfasilitasi diskusi di dalam kelas.
4. Pencapaian tujuan pribadi(Personal Goal Attainment)
Dimensi ini mencakup kejelasan dan pengorganisasian
aktivitas dalam kelas. Pada dimensi ini menekankan
aktivitas-aktivitas kelas secara keseluruhan dan mencakup pada kejelasan
dan pengorganisasian tugas-tugas. Sehingga pada prinsipnya
dimensi ini mengukur bagaimana sistem administratif suatu
lingkungan kelas, dan bagaimana kondisi tersebut akan
mempengaruhi iklim kelas yang ada.
5. Pengorganisasian dan kejelasan (Organization and Clarity)
Dimensi ini mencakup sejauh mana pengorganisasian dan
kejelasan aturan dalam kelas. Dimensi ini menekankan pada
unsur-unsur seperti persiapan tutor, penggambaran tujuan pembelajaran
di kelas, organisasi kelas, arah tujuan, dan urutan kegiatan belajar.
Selain itu pula akan memunculkan suatu aspek motivasi yang
signifikan dalam proses pembelajaran terutama karena program
yang dibuat yaitu dirancang untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik.
6. Pengaruh yang diberikan siswa (Student Influence) mencakup
bagaimana guru berpusat pada siswa, dan melibatkan siswa dalam
20
7. Keterlibatan (Involvement)
Dimensi ini menggambarkan keterlibatan siswa dalam
aktivitas belajar dan mencakup pada kepuasan siswa terhadap
keadaan kelas sehingga dapat berpartisipasi aktif dan penuh
perhatian dalam setiap aktifitas. Dalam dimensi keterlibatan ini
dibuktikan dengan partisipasi siswa dalam kegiatan diskusi di
kelas, tingkat kesenangan peserta didik, sejauhmana peserta didik
mengajukan pertanyaan ketika di dalam kelas, dan derajat
kebosanan siswa di dalam kelas. Selain itu pentingnya secara aktif
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran dan bila
memungkinkan membuat iklim pembelajaran yang terbuka dan
partisipatif.
B. Pengelompokan Peserta Didik 1. Pengertian pengelompokan
Pengelompokan atau grouping adalah pengelompokan peserta
didik berdasarkan karakteristik-karakteristiknya.6 Karakteristik
demikian perlu digolongkan, agar mereka berada dalam kondisi yang
sama. Adanya kondisi yang sama ini bisa memudahkan pemberian
layanan yang sama. Oleh karena itu, pengelompokan atau grouping
lazim dengan istilah pengklasifikasian.
Penempatan atau pengelompokan peserta didik (pembagian
kelas) yaitu kegiatan mengelompokkan peserta didik yang dilakukan
6
21
dengan sistem kelas.7 Pengelompokan peserta didik pada kelas
dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran.
Pengelompokan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesamaan atau
berdasarkan perbedaan yang ada pada peserta didik.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pengelompokan bukan
dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan peserta didik, melainkan
bermaksud untuk membantu mereka agar dapat berkembang seoptimal
mungkin. Jika maksud pengelompokan demikian malah tidak tercapai,
maka peserta didik justru tidak perlu dikelompokan.
Dengan adanya pengelompokan peserta didik juga akan mudah
dikenali. Sebab tidak jarang peserta didik di dalam kelas berada dalam
keadaan heterogen dan bukannya homogen.
Adapun alat ukur yang sering digunakan dalam mengelompokan
peserta didik adalah dengan menggunakan tes. Dalam hal ini, banyak
tes yang dapat digunakan untuk membedakan peserta didik,
diantaranya:
1. Tes kemampuan umum seperti tes kemampuan verbal dan
numerikal, dapat dipergunakan untuk membedakan kemampuan
umum peserta didik.
2. Tes keklerekan, dapat digunakan untuk membedakan kecepatan
kerja dan kecermatan kerja peserta didik.
7
22
3. Tes minat, dipergunakan untuk membedakan minat yang dimiliki
oleh peserta didik.
4. Tes prestasi belajar, dapat digunakan untuk membedakan daya
serap masing-masing peserta didik.
5. Tes kepribadian, digunakan untuk membedakan integritas dan
kepribadian peserta didik.
Dan masih banyak lagi tes-tes lain yang dapat digunakan
sebagai acuan pengelompokan peserta didik.
2. Jenis-jenis pengelompokan
Menurut William A. Jeager pengelompokan peserta didik dapat
didasarkan pada fungsi integrasi dan fungsi perbedaan.8 Fungsi
integrasi yaitu pengelompokan yang didasarkan pada
kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik. Pengelompokan integrasi ini
didasarkan menurut jenis kelamin dan umur. Pengelompokan
berdasarkan integrasi akan menghasilkan pembelajaran yang bersifat
klasikal. Sedangkan pengelompokan berdasarkan fungsi perbedaan
yaitu pengelompokan peserta didik yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik seperti minat, bakat, dan
kemampuan. Pengelompokan berdasarkan perbedaan akan
menghasilkan pembelajaran yang bersifat individual.
8
23
Sedangkan menurut Mitchun yang dikutip oleh Ali Imron
berpendapat bahwa terdapat dua jenis pengelompokan peserta didik,
yaitu:9
1. Ability grouping, yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan
peserta didik. Dalam pengelompokan ini peserta didik yang pandai
akan dikumpulkan dengan yang pandai, yang kurang pandai
dikumpulkan dengan yang kurang pandai.
2. Sub grouping with in the class, yaitu pengelompokan dalam setting
kelas. Maksudnya adalah pengelompokan di mana peserta didik
pada masing-masing kelas akan dikelompokkan lagi menjadi
beberapa kelompok kecil.
Hendyat Soetopo mengemukakan lima dasar pengelompokan
peserta didik, yaitu:10
1. Friendship Grouping
Friendship Grouping adalah pengelompokan peserta didik
yang didasarkan atas kesukaan memilih teman. Masing-masing
peserta didik diberi kesempatan untuk memilih anggota
kelompoknya sendiri serta menetapkan orang-orang yang dijadikan
sebagai pemimpin kelompoknya.
Ada kecenderungan dalam pengelompokan sistem ini.
Pengelompokan demikian menjadikan peserta diidk yang pandai
9
Imron, Manajemen, 99. 10
24
cenderung memilih temannya yang pandai sebagai anggota
kelompoknya. Tidak jarang meraka yang tidak pandai juga
mendapatkan anggota kelompok yang tidak pandai. Padahal,
kualitas suatu kelompok ditentukan juga oleh bobot masing-masing
anggotanya.
2. Achivement Grouping
Yaitu suatu pengelompokan yang didasarkan atas prestasi
peserta didik. Dengan adanya pengelompokan jenis ini, maka
peserta didik yang berprestasi tinggi dikelompokkan dengan
peserta didik yang berprestasi tinggi, sementara yang berprestasi
rendah dikelompokkan ke dengan yang berprestasi rendah.
3. Aptitude Grouping
Aptitude grouping adalah suatu pengelompokan peserta didik
yang didasarkan atas kemampuan dan bakat mereka.
4. Attention or Interest Grouping
Attention or Interest Grouping adalah pengelompokan peserta
didik yang didasarkan atas perhatian mereka atau minat mereka.
Pengelompokan jenis ini dilakukan karena alasan bahwa tidak
semua peserta didik yang berbakat mengenai sesuatu itu juga
sekaligus meminatinya.
5. Intelegence Grouping
Yaitu pengelompokan yang didasarkan atas hasil tes
25
Menurut regan yang dikutip oleh Ali Imron, berpendapat bahwa
terdapat 7 macam pengelompokan atau grouping. Pengelompokan ini
didasarkan pada realitas pendidikan di sekolah dasar. Ketujuh
pengelompokan itu adalah:11
1. SD tanpa tingkat (The non grade elementary school)
Sekolah dasar tanpa tingkat ini memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengambil mata
pelajaran berdasarkan kemampuan masing-masing individu peserta
didik. Pada sistem ini tidak dikenal istilah naik tingkat dan tidak
naik tingkat. Karena adanya kelas tidak menunjukkan adanya
tingkatan. Melainkan lebih dipandang sebagai kode atau ruang
kelas saja.
Sistem sekolah dasar tanpa tingkat ini menggunakan sistem
pengajaran secara kelompok, dimana seorang guru melayani
kelompok-kelompok yang anggota kelompok tersebut mempunyai
kemajuan, keinginan dan kebutuhan yang sama, mereka yang
mempunyai kesamaan demikian tidak hanya yang berada pada satu
angkatan akan tetapi dari angkatan tahun yang berbeda-beda.
Terdapat keuntungan dan kelemahan pada sistem
pengelompokan ini. Berikut adalah keuntungan-keuntungannya:12
11
Imron, Manajemen, 102. 12
26
a. Secara psikologis kebutuhan peserta didik terpenuhi karena
tidak pernah dipaksa untuk melaksanakan sesuatu yang dia
sendiri tidak bisa, tidak suka dan tidak mampu.
b. Peserta didik tidak bosan karena pengajaran yang diberikan
sesuai dengan minat dan kemampuannya.
c. Peserta didik akan dapat dibantu sesuai dengan tingkat dan
kecepatan perkembangannya.
d. Peserta didik akan puas karena apa yang mereka dapatkan
sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
e. Terdapat kerja sama yang baik antara peserta didik dengan
gurunya, karena diantara mereka tidak terjadi perbedaan
interpretasi.
f. Peserta didik akan merasa mendapatkan layanan pendidikan
yang terbaik.
Adapun kelemahan-kelemahan sistem pengelompokan
sekolah dasar tanpa tingkat ini adalah:
a. Sangat sulit melakukan administrasinya karena harus
menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang
berbeda-beda.
b. Menyulitkan mutasi peserta didik ke sekolah lain, terutama jika
peserta didik harus pindah ke sekolah lain yang menggunakan
27
c. Tidak efisien karena membutuhkan biaya, tenaga dan ruang
kelas yang banyak.
d. Membutuhkan guru yang tinggi tingkatan komitmen dan
tingkat kecermatannya. Karena hanya dengan cara demikian
agar dapat mengetahui karakteristik peserta didik secara
individual.
e. Karena segalanya banyak bergantung kepada peserta didik,
sehingga sulit mengharapkan tercapainya kompetensi yang
diharapkan.
2. Pengelompokan kelas rangkap (Multi-grade atau multi-age
grouping)
Pengelompokan ini dapat terjadi pada sekolah-sekolah yang
mengguakan sistem tingkat. Pada pengelompokan ini peserta didik
berbeda usia dikelompokkan dalam tempat yang sama, mereka
berinteraksi dan belajar bersama-sama.
Adapun keuntungan pada sistem pengelompokan ini adalah:
a. Mendorong cepatnya sosialisasi peserta didik dengan
lingkungan sebayanya.
b. Peserta didik yang berada pada tingkat awal dan relative lebih
sedikit usianya akan dapat belajar banyak kepada peserta didik
28
c. Peserta didik yang usianya lebih muda dan lebih rendah
tingkatannya, jika mempunyai kemampuan yang tinggi akan
semakin mempunyai kepercayaan diri.
d. Heterogenitas peserta didik dalam pengelompokan ini akan
mendorong kuantnya kompetisi mereka. Hal ini akan sangat
menguntungkan dalam memacu prestasi.
Sedangkan kekurangan sistem pengelompokan ini adalah
sebagai berikut:
a. Peserta didik yang lebih rendah tingkatan usianya akan merasa
dipaksakan menyesuaikan diri dengan peserta didik yang lebih
tinggi usia dan tingkatannya. Pemaksaan demikian tidak jarang
menjadikan peserta didik yang tertinggal akan kian frustasi.
b. Peserta didik yang lebih tinggi usianya dan lebih tinggi
tingkatannya akan menjadi malas jika mendapati bahwa
anggota kelompok yang lain berasal dari usia dan tingkat yang
lebih rendah ternyata tidak berbuat banyak untuk kelompoknya.
Sebaliknya jika ternyata lebih tinggi kemampuannya akan
merasa dirinya tersaingi dan bisa menjatuhkan privacy-nya.
3. Pengelompokan kemajuan rangkap (the dual progress plan
grouping)
Yaitu pengelompokan yang dimaksudkan untuk mengatasi
perbedaan-perbedaan kemampuan individual di setiap umur dan
29
untuk mengerjakan tugas-tugas guru sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
Sistem pengelompokan ini disesuaikan dengan banyaknya
ragam dan heterogenitas peserta didik di sekolah tersebut. Semakin
heterogen kelompok semakin banyak, sebaliknya semakin
homogen kelompok semakin sedikit. Homogenitas dan
heterogenitas ini lebih diaksentuasikan pada bakat peserta didik.
Jadi, layanan yang diberikan guru lebih banyak diaksentuasikan
pada bakat khusus yang dimiliki peserta didik tersebut.
Keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:
a. Guru lebih banyak mengenal peserta didiknya karena layanan
yang diberikan bersifat individual.
b. Layanan yang diberikan oleh guru benar-benar sesuai dengan
yang dibutuhkan, karena lebih diarahkan pada pelayanan bakat
khusus peserta didik.
c. Peserta didik semakin mengenal lebih dekat mengenai gurunya.
d. Peserta didik yang tampak menonjol bakat khususnya akan
cepat maju karena mereka secepat meungkin mendapatkan
layanan dari gurunya.
Sementara itu, kekurangan sistem pengelompokan ini adalah
sebagai berikut:
a. Layanan yang diberikan oleh guru kepada seluruh peserta didik
30
sangat banyak, waktu guru yang terbatas banyak dihabiskan
untuk menyusun strategi penyampaian kepada masing-masing
kelompok yang beraneka tuntutan dan kebutuhan.
b. Peserta didik sedikit kemungkinannya untuk maju secara
kontinu. Karena peserta didik yang tidak memenuhi standar
untuk naik tingkat harus mengulangi tugas-tugas guru sejak
awal di tingkatannya.
4. Penempatan sekelompok siswa pada seorang guru (self-contained
classroom)
Yang dimaksud sistem pengelompokan ini adalah
penempatan sekelompok peserta didik oleh seorang guru.
Sedangkan sekelompok peserta didik yang lainnya ditempatkan
pada guru lainnya.
Beberapa keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:
a. Guru akan mengenal peserta didik lebih mendalam karena ia
akan lebih banyak bertanggung jawab terhadap kelompok
peserta didik yang diajar.
b. Peserta didik akan lebih leluasa berpartisipasi dalam
kelompoknya.
c. Waktu yang dipergunakan penhajaran relative lebih fleksibel.
d. Guru akan banyak membantu terhadap kelompok yang menjadi
31
e. Memungkinkan kompetisi yang sehat antara kelompok satu
dengan kelompok yang lain yang kemudian akan memacu
kemajuan kelompok.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Peserta didik hanya mendapatkan pengalaman dari seorang
guru. Padahal pengalaman dari banyak guru sangat penting
bagi mereka.
b. Pengelompokan ini mengharuskan guru menguasai banyak
bidang secara general.
c. Oleh karena guru lebih banyak berkelompok dengan peserta
didiknya yang menjadi kelompoknya sendiri, bisa jadi guru
terisolasi dengan sejawat guru yang lainnya.
d. Banyaknya bidang yang harus dikuasai oleh guru
mangharuskan guru mengadakan persiapan terus-menerus.
Sehingga waktu guru lebih banyak dipergunakan untuk
persiapan.
5. Pembelajaran beregu (team teaching)
Yang dimaksud pembelajaran beregu adalah pengelompokan
peserta didik yang diajarkan oleh guru secara tim. Dalam satu tim
guru merancang pembelajaran secara bersama-sama dengan
anggota timnya, dan mengadakan pembagian yang jelas antara
32
tim yang lain, serta yang harus dikerjakan secara bersama-sama
dengan tim.
Peserta didik dalam pembelajaran ini akan mendapatkan
sesuatu dalam perspektif yang lebih luas, mengingat sesuatu yang
dipelajari dikemukakan oleh guru dari berbagai macam perspektif
keahlian.
Keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:
a. Setiap anggota tim pembelajar akan bekerja sesuatu dengan
sudut pandang keahliannya. Hal ini tidak saja bermanfaat bagi
peserta didiknya yang mendapatkan pengetahuan dari
perspektif yang lebih luas, melainkan juga bermanfaat bagi
guru itu sendiri.
b. Guru-guru yang terlibat dalam tim, karena terus-menerus
mengembangkan spesialisasinya, pada akhirnya akan memiliki
spesifikasi keahlian di bidangnya.
c. Karena merupakan keja tim, maka jika guru yang satu
berhalangan maka dengan mudah dapat digantikan oleh guru
yang lain sehingga tidak terjadi kekosongan guru.
Sedangkan kekurangan dari sistem pengelompokan ini adalah
sebagai berikut:
a. Jika anggota tim tidak bisa bekerja sama dengan baik, maka
33
b. Banyak waktu yang dipergunakan untuk merencanakan kerja
tim terutama jika disesuaikan dengan kebutuhan individu
peserta didik.
c. Dalam operasinya memerlukan tempat dan ruang khusus.
6. Departementalisasi
Yaitu pengelompokan peserta didik yang didalamnya guru
hanya mengkhususkan diri pada mata pelajaran tertentu. Beberapa
keuntungan dari sistem pengelompokan ini adalah:
a. Guru akan lebih kompeten mengajarnya karena guru akan
mendalami subyek yang akan diajarkan. Kompetensi mereka
setidak-tidaknya pada penguasaan bahan ajar.
b. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang dalam dan
meyakinkan. Karena yang mengajarkannya adalah yang ahli di
bidangnya.
Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah:
a. Mengingat guru terpacu dengan keahliannya sendiri, maka
pada saat guru yang lain tidak hadir dia tidak bisa
menggantikannya.
b. Kecenderungan guru untuk merasa ahli di bidangnya bisa
menjadi penyebab yang bersangkutan merasa tidak perlu
belajar lagi. Sehingga menyebabkan guru semakin tertinggal
dengan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi,
34
c. Guru cenderung menganggap bahwa keahliannya lebih penting
dibandingkan dengan keahlian orang lain. Hal ini bisa menjadi
penyebab dia berambisi secara sektoral terhadap ilmunya
sendiri dan lebih lanjut ia menganggap bahwa keahliannyalah
yang lebih penting untuk diajarkan.
7. Pengelompokan berdasarkan kemampuan (ability grouping)
Yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan peserta didik.
Ability grouping merupakan istilah yang secara luas digunakan
dalam proses pendidikan untuk menjelaskan tentang
pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas berdasarkan tingkat
kemampuan yang ia miliki. Ability grouping sesungguhnya
diberlakukan sebagai respon terhadap keyakinan bahwa terdapat
perkembangan kognitif yang berbeda-beda pada masing-masing
siswa yang menuntut kurikulum tersendiri dan instruksi yang juga
berbeda-beda dalam proses pengajaran.
Sistem ini diterapkan dengan mengelompokkan siswa
berdasarkan kriteria kemampuan yang dapat diukur melalui tes
prestasi, tes kemampuan kognitif, prestasi akademik masa lalu, dan
rekomendasi guru. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk
memudahkan guru dalam pengajaran. Karena guru memang
menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengajar siswa
yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok atau
35
dianggap sangat membantu guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.13
Dibalik segala manfaatnya, pengelompokan berdasarkan
kemampuan siswa ternyata mempunyai banyak dampak negatif.
Para pakar dan peneliti pendidikan mulai menyoroti praktik ini
dalam dekade terakhir dan menyarankan agar praktik ini tidak
diteruskan karena banyaknya dampak negatif yang terjadi. Dampak
negatif yang terjadi pertama-tama adalah praktik ini jelas
bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan
kemampuan sama dengan memberikan cap atau label kepada
tiap-tiap peserta didik. Padahal penilaian guru pada saat membuat
keputusan dalam pengelompokan belum tentu benar dan tidak
mungkin bisa mencerminkan kemampuan siswa sesungguhnya dan
menyeluruh.
Keuntungan dari ability grouping adalah sebagai berikut:14
a. Guru akan menyesuaikan pengajarannya sesuai dengan
kemampuan peserta didiknya.
b. Peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih tinggi tidak
merasa terhambat perkembangannya oleh peserta didik yang
berkemampuan rendah.
13
Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Sekolah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 40-41.
14
36
c. Peserta didik yang mempunyai kemampuan sama akan dapat
saling mengisi, sehingga semakin mempercepat perkembangan
dan mempertinggi kemampuan mereka.
d. Peserta didik yang berkemampuan rendah tidak merasa
tertinggal jauh dengan anggota kelompoknya, hal ini bisa
mencagah mereka frustasi.
Sedangkan kelamahannya adalah:
a. Guru harus membuat persiapan yang berbeda-beda, ada
rancangan pembelajaran yang dikhususkan untuk peserta didik
berkemampuan rendah dan ada yang dikhususkan untuk peserta
didik yang berkemampuan tinggi.
b. Peserta didik merasa terganggu privacy-nya jika dimasukkan ke
dalam kelompok inferior.
c. Peserta didik yang masuk ke dalam kelompok superior merasa
dirinya lebih dan sombong serta suka membanggakan diri.
C. Kerangka Teoritis
Madrasah aliyah Tarbiyatut Tholabah (MA TABAH) adalah salah
satu madrasah yang menerapkan sistem ability grouping dalam
mengelompokkan siswanya ke dalam kelas tertentu. Seperti halnya di
sekolah lain, MA TABAH juga menyiapkan program studi atau jurusan
yang harus dipilih siswa ketika mereka menginjak kelas XI. Namun
berbeda halnya dengan jurusan IPA yang siswanya sudah dikelompokkan
37
program studi atau jurusan yaitu IPA, IPS, Bahasa, dan MAK. Dengan
perincian setiap jurusan terdiri atas dua sampai tiga rombongan belajar.
Namun, penerapan sistem ability grouping hanya di terapkan pada
jurusan IPA saja. Hal itu disebabkan karena banyaknya peminat pada
jurusan IPA yang mengharuskan adanya pembagian kelas lebih dari 2
rombongan belajar, sehingga pihak sekolah berinisiatif untuk membentuk
kelas program unggulan dan reguler. Setiap tingkatan kelas pada jurusan
IPA terdiri dari 5 rombongan belajar meliputi 2 kelas unggulan dan 3 kelas
reguler.
Proses pembelajaran erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana
tempat proses berlangsung. Kelas merupakan lingkungan pendidikan
utama yang berada dalam naungan lingkungan sekolah. Lingkungan kelas
berpengaruh besar terhadap proses belajar peserta didik. Murray
mengatakan bahwa tingkah laku peserta didik dalam proses belajar
mengajar dipengaruhi oleh individu sendiri maupun lingkungan
eksternal.15 Dia mengajukan suatu model yang terdiri dari kebutuhan
(need) dan tekanan (press) yang dapat dianalogkan seperti halnya pribadi
dan lingkungan. Kebutuhan pribadi mengacu pada motivasi individu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan tekanan lingkungan merupakan
situasi eksternal yang mendukung atau bahkan menyebabkan kekacauan
dalam mengungkapkan kebutuhan pribadi.
38
Penelitian yang dilakukan walberg dan Greenberg menunjukkan
bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis
utama yang mempengaruhi belajar akademis.16 Segala sesuatu dalam
lingkungan kelas menyampaikan pesan memacu atau menghambat belajar.
Adanya sistem pengelompokan berdasarkan kemampuan akademis
(ability grouping) memberikan sekat perbedaan keanggotaan kelas yang
begitu jelas. Kelas unggul memiliki anggota kelas yang mayoritas
anggotanya berprestasi unggul dan relatif cepat dalam menerima materi
pelajaran. Siswa yang berada di kelas unggul lebih terpicu untuk belajar
giat karena terpengaruh oleh siswa lainnya. Selain itu juga siswa kelas
unggul relatif dapat saling menjaga dan saling mendukung minat antar
anggota kelasnya. Sebaliknya, kelas reguler terdiri dari siswa yang relatif
berprestasi rendah bila dibandingkan dengan siswa kelas unggulan
sehingga siswa yang berada di kelas reguler cenderung lebih pesimis dan
kurang bersemangat dalam proses pembelajaran karena terpengaruh oleh
sebagian besar anggota kelas. Selain itu siswa yang berada di kelas reguler
juga tidak akan mampu berpartisipasi secara maksimal jika mereka berada
dalam kelas yang juga berkemampuan rendah.
Keanggotaan kelas memiliki pengaruh besar terhadap hadirnya
iklim kelas yang kondusif. Hal ini senada dengan ungkapan yang
dikemukakan oleh Ali Imron bahwa kualitas suatu kelompok ditentukan
39
oleh bobot masing-masing anggotanya.17 Jika anggota kelompok
mayoritas semangat untuk belajar di kelas, maka iklim kelas yang
dihasilkan pun akan baik. Begitu juga sebaliknya, jika anggota kelompok
kurang semangat belajar di kelas maka akan memunculkan iklim kelas
yang kurang baik. Sehingga peran anggota kelompok atau anggota kelas
sangatlah penting dalam mewujudkan iklim kelas yang kondusif. Karena
iklim kelas sendiri merupakan penentu psikologis utama yang
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Hoy and Miskell juga menyatakan bahwa iklim kelas seperti halnya
kepribadian pada manusia, yang artinya masing-masing kelas memiliki ciri
atau kepribadian yang tidak sama dengan kelas-kelas yang lain, meskipun
kelas itu dibangun dengan fisik dan bentuk atau arsitektur yang sama.18
Seperti halnya kelas unggulan dan reguler, kelas unggulan mayoritas
anggotanya terdiri dari siswa berkemampuan kognitif tinggi dibandingkan
dengan anggota kelas reguler. Selain itu hubungan antarpeserta didik juga
otomatis berbeda yang kemudian berdampak pada berbedanya iklim kelas
antar kedua kelas tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan iklim kelas antara kelas program
unggulan dan kelas program reguler.
D. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data
17
Imron, manajemen, 113, 18
40
yang terkumpul.19 Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan iklim kelas antara
program unggulan dan program reguler pada jurusan IPA di Madrasah
Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya adalah cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1 Metode penelitian
merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara
terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar
dapat memahami, menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan.2
Penelitian yang berjudul “Studi komparasi iklim kelas antara program
unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut
Tholabah Lamongan” ini menggunakan metode survey dengan pendekatan
metode penelitian kuantitatif.
Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu
yang alamiah (bukan buatan) atau dengan pembuktian langsung ke lapangan,
tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, seperti
mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.3 Dalam
penelitian ini tidak ada pengontrolan variabel maupun manipulasi dari peneliti.
Penelitian dilakukan secara alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan
menggunakan instrumen yang bersifat mengukur yang kemudian hasilnya
akan dianalisis secara statistik untuk mencari perbedaan diantara
variabel-variabel yang diteliti.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 02.
2
Syamsuddin AR., M.S Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 14. 3
42
Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan
data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa
yang ingin diketahui yaitu tentang perbandingan iklim kelas antara program
unggulan dan reguler. Adapun metode penelitian kuantitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif. Jenis penelitian ini
digunakan karena penulis ingin memperoleh gambaran tentang iklim kelas dan
membandingkan iklim kelas antara program unggulan dan reguler.
A. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik
perhatian dalam sebuah penelitian.4 Variabel penelitian pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh tentang hal tersebut yang
kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Kerlinger, variabel adalah
konstruk atau sifat yang akan dipelajari, atau suatu sifat yang diambil dari
suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variabel itu
merupakan suatu yang bervariasi.5
Dalam penelitian ini variabel yang menjadi objek penelitian
adalah:
Variabel bebas (X) : Pengelompokan sistem Ability Grouping,
yaitu program unggulan dan reguler
Variabel terikat (Y) : Iklim Kelas
4
Arikunto, Prosedur, 118. 5
43
Ket:
: Diduga berpengaruh
Gambar 1. Skema hubungan antar variabel
Variabel bebas (X) Variabel Terikat (Y)
Ability Grouping
Iklim Kelas:
1. Hubungan yang dibangun
(Affiliation)
2. Dukungan guru (Teacher
Support)
3. Orientasi terhadap tugas
(Task Orientation)
4. Pencapaian tujuan pribadi
(Personal Goal Attainment)
5. Pengorganisasian dan
kejelasan (Organization and
Clarity)
6. Pengaruh yang diberikan
siswa (Student Influence)
7. Keterlibatan (Involvement) Unggulan
44
Definisi operasional dari kedua variabel penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Pengelompokan sistem Ability Grouping
Ability Grouping adalah pengelompokan siswa berdasarkan
kriteria kemampuan yang dapat diukur melalui tes prestasi, tes
kemampuan kognitif, prestasi akademik masa lalu, dan rekomendasi
guru. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan guru
dalam pengajaran. Karena guru memang menghadapi tantangan yang
lebih besar dalam mengajar siswa yang berlainan kemampuan
balajarnya dalam satu kelompok atau kelas. Sehingga pengelompokan
berdasarkan kemampuan siswa ini dianggap sangat membantu guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran
b. Iklim kelas
Iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan
antara guru dan ppeserta didik atau hubungan antar peserta didik yang
menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses
belajar-mengajar. Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala
(scales) yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan istilah seperti
kekompakan, kepuasan, kecepatan, formalitas, kesulitan, dan
demokrasi dari kelas.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi juga dapat
45
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.6
Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi subyek penelitian
adalah seluruh siswa jurusan IPA Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah
Lamongan yang terdiri dari 14 kelas, yaitu 6 kelas putra dan 8 kelas putri,
Dengan perincian 4 kelas reguler putra (X-A, XI-A, XII-A dan XII-B), 5
kelas reguler putri (X-D, X-E, XI-D, XI-E, dan XII-C), yang setiap kelas
terdiri dari ± 40 siswa, sehingga semuanya berjumlah ± 360 siswa.
Sedangkan untuk kelas unggulan terdiri dari 2 kelas unggulan putra (X-B
dan XI-B), dan 3 kelas unggulan putri (X-C, XI-C, dan XII-D). Yang
setiap kelas terdiri dari ± 30 siswa, sehingga semuanya berjumlah ± 150
siswa. Jadi, banyaknya populasi adalah ± 510 siswa.
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi.7 Pengambilan sampel harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat
berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi
yang sebenarnya.8
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah
Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi
dilakukan berdasarkan area dan dilakukan secara acak. Penulis
menggunakan teknik sampling ini karena penulis bukan memilih sampel
secara individu melainkan kelompok atau area.
6
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2013), 61. 7
Sugiyono, Statistika, 62. 8
46
Berdasarkan teknik pengambilan sampel yaitu dengan
menggunakan cluster random sampling dengan cara mengundi, dan
dengan menggunakan keseluruhan siswa dalam kelas pada kelas yang
dijadikan kelas sampel, dimana pemilihan kelas dilakukan secara acak.
Dan di ambil 4 kelas sebagai sampel yaitu 2 kelas diambil dari kelas
reguler dan 2 kelas lagi diambil dari kelas unggulan.
Penulis menentukan sampel dengan tahap sebagai berikut:
1. Populasi terdiri dari semua kelas pada jurusan IPA Madrasah Aliyah
Tarbiyatut Tholabah
2. Membuat gulungan kertas yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelas unggulan dan reguler. Kelas unggulan terdiri dari kelas B,
C, XI-B, XI-C, dan XII-D. Dan kelas reguler terdiri dari A, D,
X-E, XI-A, XI-D, XI-X-E, XII-A, XII-B, dan XII-C.
3. Dari 14 gulungan tersebut kemudian diundi secara terpisah antara kelas
unggulan dan reguler untuk menentukan kelas yang dijadikan sampel
penelitian
4. Setelah diacak maka kelas unggulan yang menjadi sampel penelitian
adalah kelas X-D dan XI-D. sedangkan kelas reguler yang menjadi
sampel penelitian adalah kelas X-C, dan XI-C
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, penulis
menggunakan teknik observasi, kuesioner/angket, wawancara, dan
47
1. Teknik observasi
Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang
kompleks yaitu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis, dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan dan
ingatan.9 Definisi lain menyebutkan, metode observasi adalah suatu
usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara
sistematis, dengan prosedur yang terstandar.10 Observasi juga bisa
dikatakan sebagai sebuah pengamatan langsung yang meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan
seluruh alat indra.
Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan adalah observasi
non-sitematis yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan
tidak menggunakan instrumen pengamatan.11 Metode ini dilakukan
dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan
pengamatan langsung terhadap variabel yang diteliti yaitu tentang
iklim kelas yang ada pada kelas program unggulan dan kelas program
reguler.
2. Kuesioner/Angket
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden.12 Data yang diperoleh lewat penggunaan kuesioner
9
Sugiyono, Metode, 145. 10
Arikunto, Prosedur, 222. 11
Arikunto, Prosedur, 157. 12
48
adalah data yang dikategorikan sebagai data faktual. Sehingga
reliabilitas hasilnya sangat banyak tergantung pada subjek penelitian
sebagai responden.13
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berbentuk kuesioner tertutup yaitu jenis kuesioner yang sudah
disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
Teknik kuesioner/angket dilakukan dengan cara menyebarkan
angket berupa pertanyaan/pernyataan kepada siswa program IPA
Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode skala. Metode skala adalah suatu metode
yang berisi pernyataan-pernyataan sikap. Adapun skala penelitian ini
menggunakan skala pilihan yang mengacu pada Skala Likert agar
subyek mudah mengerjakannya.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pernyataan dan pertanyaan. Jawaban setiap item
instrumen yang akan menggunakan skala Likert mempunyai gradasi
nilai dari sangat positif sampai sangat negatif.
Bentuk skala Likert menggunakan empat kategori pilihan
jawaban, yaitu:
13