• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI IKLIM KELAS

ANTARA PROGRAM UNGGULAN DAN REGULER PADA JURUSAN IPA DI MADRASAH ALIYAH

TARBIYATUT THOLABAH LAMONGAN

SKRIPSI

Oleh:

ARIEN ISHLAHIYYAH D03213004

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Arien Ishlahiyyah (D03213004), 2017, Studi Komparasi Iklim Kelas Antara Program Unggulan dan Reguler pada Jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan. Dosen Pembimbing, (1) Dr. H. Masyhudi Ahmad, M.Pd.I, (2) Dra. Hj. Liliek Channah AW., M.Ag

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian komparasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan kuesioner/angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 116 siswa yang terdiri dari 58 siswa unggulan dan 58 siswa reguler. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan t-test dua sampel independent hasil penelitian diperoleh t hitung > t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 9,252 > 1,980, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan rata-rata iklim kelas program unggulan lebih besar (2,429) dibandingkan dengan iklim kelas program reguler (2,022) dengan selisih poin sebesar 0,407. Simpulan penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Iklim Kelas ... 14

1. Pengertian Iklim Kelas ... 14

2. Dimensi-dimensi Iklim Kelas ... 16

B. Pengelompokan Peserta Didik ... 20

1. Pengertian Pengelompokan ... 20

2. Jenis-jenis Pengelompokan ... 22

C. Kerangka Teoritis ... 36

D. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional ... 42

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 44

C. Teknik Pengumpulan Data ... 46

D. Validitas dan Reliabilitas ... 53

E. Analisis Data ... 56

1. Teknik Prasyarat Analisis ... 56

2. Uji Hipotesis ... 57

(8)

1. Deskripsi Subjek ... 61

2. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 69

3. Penyajian Data ... 71

4. Hasil ... 76

B. Pembahasan ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di dalam sebuah pendidikan, terdapat beberapa komponen yang

saling terlibat serta saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.

Komponen tersebut antara lain adalah Peserta didik, Pendidik, Interaksi

edukatif, Tujuan pendidikan, Materi pendidikan, Alat dan metode, serta

Lingkungan pendidikan.

Dari ketujuh komponen di atas, peserta didik merupakan salah satu

komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik

menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses

transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen

penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai

raw material” (bahan mentah). Oleh karenanya aktifitas kependidikan

tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik didalamnya.

Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan.

Kesamaan-kesamaan itu dapat ditangkap dari kenyataan bahwa mereka

sama-sama anak manusia. Oleh karenanya, para peserta didik mempunyai

kesamaan-kesamaan unsur kemanusiaan. Adanya kesamaan yang dipunyai

anak inilah yang melahirkan konsekuensi yang sama atas hak-hak yang

mereka punyai. Diantara hak-hak tersebut yang juga tidak kalah

pentingnya adalah hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang

(10)

2

Persamaan hak-hak yang dimiliki oleh anak inilah yang kemudian

melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan

(schooling).1 Dalam sistem persekolahan, layanan yang diberikan

didasarkan pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh peserta didik.

Pendidikan dengan sistem ini dalam kenyataannya memang lebih bersifat

massal daripada individual.

Selain terdapat kesamaan-kesamaan pada diri peserta didik, ternyata

ketika dilihat lebih jauh sebenarnya terdapat perbedaan-perbedaan yang

ada pada peserta didik, yang kemudian muncul persepsi bahwa layanan

pendidikan yang mereka butuhkan pun berbeda. Peserta didik yang

menerima layanan yang berbeda dan sama keduanya diarahkan agar

peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan

kemampuanya.2

Adanya tuntutan untuk memberikan pelayanan yang sama dan

berbeda kepada peserta didik itulah yang melahirkan pemikiran

pentingnya sebuah pengaturan yang seringkali disebut dengan istilah

manajemen. Dalam hal ini yang paling berperan adalah manajemen peserta

didik. Manajemen peserta didik merupakan pengaturan terhadap peserta

didik sejak mereka masuk sampai mereka lulus. Manajemen peserta didik

merujuk pada pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan pencatatan

peserta didik sejak proses penerimaan sampai saat peserta didik

1

Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta: Bumi aksara, 2012), 02. 2

(11)

3

meninggalkan sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada

sekolah tersebut.3

Adapun salah satu ruang lingkup dari manajemen peserta didik

adalah pengaturan terhadap pengelompokan kelas peserta didik, baik yang

berdasarkan fungsi persamaan maupun yang berdasarkan fungsi

perbedaan. Pengelompokan atau yang sering disebut dengan istilah

grouping merupakan pengelompokan peserta didik berdasarkan

karakteristik-karakteristiknya. Pengelompokan ini didasarkan atas

pandangan bahwa di samping peserta didik tersebut mempunyai kesamaan,

mereka juga mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada pada

peserta didik melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang

sama, sementara perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik

melahirkan pemikiran pengelompokan mereka pada kelompok yang

berbeda.

Pengelompokan peserta didik yang sering dilakukan oleh beberapa

lembaga pendidikan diantaranya adalah pengelompokan yang didasarkan

pada kemampuan akademik peserta didik atau yang sering disebut dengan

istilah Ability Grouping. Ability Grouping merupakan kebijakan dan

praktek pengelompokan anak berdasarkan kemampuan akademis baik di

dalam kelas, sekolah, maupun antar sekolah. Pengelompokan ini

memberikan kemudahan kepada pendidik untuk memfokuskan pengajaran

3

(12)

4

pada satu tingkatan kemampuan siswa dan menyesuaikan kecepatan

pengajaran dengan kebutuhan kelompok yang homogen.

Adanya praktek Ability Grouping akan melahirkan level yang

berbeda dalam satu tingkatan kelas. Level yang dimaksud disini adalah

unggulan dan reguler. Yang kemudian akan mengakibatkan jarak antara

siswa unggulan dan reguler semakin luas. Hal itu disebabkan karena

Ability Grouping memungkinkan peserta didik yang pandai berkumpul

dengan yang pandai, sedangkan yang tidak pandai akan berkumpul dengan

yang tidak pandai.

Praktek pengelompokan berdasarkan kemampuan akademik atau

Ability Grouping juga sering menimbulkan permasalahan dikalangan

peserta didik. Salah satu masalah yang sering terjadi akibat Ability

Grouping adalah timbulnya rasa angkuh dan merasa pintar bagi peserta

didik yang berada di kelas unggul. Serta timbulnya rasa tidak percaya diri

bagi peserta didik pada kelompok rendah yang pada akhirnya dapat

memicu kurangnya motivasi belajar, malas-malasan atau setengah hati

dalam proses belajar dan mengembangkan potensinya. Akibatnya siswa

akan sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas serta tanggung

jawabnya.

Pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan proses pembelajaran.

Di dalam proses pembelajaran sudah pasti terdapat interaksi antar sesama

individu, baik itu siswa dengan guru atau siswa dengan siswa. Interaksi

(13)

5

mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Iklim kelas

merupakan kondisi psikologis yang tercermin dari suatu lingkungan kelas.

Kondisi psikologis tersebut terbentuk karena adanya faktor-faktor yang

ada dalam lingkungan kelas itu seperti faktor administratif, disiplin,

formalitas, sosial, dimana kesemuanya tidak terpisahkan dan saling

berinteraksi sehingga mempengaruhi emosi. Iklim kelas yang baik akan

mendukung siswa dalam belajar. Sedangkan iklim kelas yang kurang baik

akan berakibat pada rendahnya keterlibatan siswa dalam belajar.

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, iklim kelas dapat

dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah faktor sosial yang

terbentuk dari interaksi guru dan siswa itu sendiri. Dalam melaksanakan

proses pembelajaran guru akan lebih semangat ketika mengajar kelas

unggul karena anggapan mereka bahwa kelas unggul adalah kelas yang

siswanya lebih mudah dalam menerima materi, dan akan merasa kurang

semangat ketika mengajar kelas reguler karena adanya anggapan bahwa

kelas reguler adalah kelas yang siswanya kurang cepat atau lambat dalam

menerima materi. Anggapan-anggapan itulah yang menjadi alasan guru

dalam memberikan perlakuan berbeda terhadap tiap-tiap kelas.

Selain faktor dari guru, faktor dari siswa juga berpengaruh besar

terhadap terciptanya iklim kelas. Dalam asumsi penulis, siswa yang berada

dalam kelas yang mayoritas anggotanya pandai sudah pasti akan terdorong

dan termotivasi untuk terus belajar dan berusaha untuk menjadi pandai

(14)

6

kelas yang mayoritas anggotanya berlevel kurang pandai juga sudah pasti

akan merasa dirinya biasa-biasa saja sehingga mereka kurang termotivasi

untuk maju seperti halnya siswa yang berada di kelas unggul.

Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah adalah salah satu madrasah

yang menerapkan Ability Grouping dalam mengelompokkan siswanya dan

membaginya dalam dua level kelas yaitu level unggulan dan level reguler.

Pengelompokan ini hanya diberlakukan pada siswa jurusan IPA saja, dan

tidak diberlakukan pada siswa jurusan lain. Dalam hal ini penulis akan

meneliti perbandingan iklim kelas antara kelas unggulan dan kelas reguler

akibat adanya penerapan Ability Grouping. Apakah ada perbedaan atau

bahkan tidak ada perbedaan sama sekali. Sehingga judul yang penulis

hendak teliti adalah “Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan

dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah

Lamongan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah

pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah iklim kelas pada program unggulan jurusan IPA di

Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan?

2. Bagaimanakah iklim kelas pada program reguler jurusan IPA di

(15)

7

3. Adakah perbedaan yang signifikan antara iklim kelas pada program

unggulan dengan iklim kelas pada program reguler pada jurusan IPA

di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan?

C. Tujuan Penelitian

Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini

dimaksudkan untuk:

1. Mengetahui iklim kelas pada program unggulan jurusan IPA di

Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

2. Mengetahui iklim kelas pada program reguler jurusan IPA di

Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

3. Mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara iklim kelas

pada program unggulan dengan iklim kelas pada program reguler

jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu

pendidikan terutama bagi bidang ilmu manajemen peserta didik.

b. Memberikan pengetahuan baru tentang perbedaan yang terjadi

akibat adanya pengelompokan sistem Ability Grouping.

c. Diharapkan penelitian ini mampu membuka peluang bagi

penelitian selanjutnya untuk topik yang sejenis, khususnya di

(16)

8

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

pendidik dan tenaga kependidikan secara umum. Dan khususnya

kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di MA

Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan

penelitian lanjutan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan perpustakaan yang penulis lakukan,

penelitian penulis yang berjudul “Studi komparasi iklim kelas antara program unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah

Tarbiyatut Tholabah Lamongan” belum ada yang mengkaji, akan tetapi sebelumnya sudah ada skripsi maupun jurnal yang terkait dengan judul

penelitian, diantaranya adalah:

Skripsi oleh Nibras Silvia Usman. Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul

“Studi Komparasi Prestasi Belajar Fikih pada Siswa Program Reguler dan

Akselerasi Kelas VII Tahun Ajaran 2012-2013 di MTs Unggulan

Amanatul Ummah Surabaya”. Penelitian ini mengunakan jenis data

kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang diambil meliputi struktur

organisasi, jumlah guru dan karyawan, jumlah siswa, dan segala sesuatu

(17)

9

nilai raport siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi,

observasi, wawancara, dan angket. Hasil penelitian menujukkan ada

perbedaan prestasi belajar fikih siswa dari program reguler dan siswa dari

program akselerasi di MTs Unggulan Amanatul Ummah Surabaya.4

Skripsi yang ditulis oleh Syarkawi. Program Studi Manajemen

Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel

Surabaya yang berjudul “Pola Pengelompokan Siswa Baru Study Kasus di

Madrasah Ibtidaiyah Bustanul Ulum Sumberanyar Rowokangkung

Lumajang”. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-kualitatif.

Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara

dan dokumentasi serta kepustakaan. Sedangkan dalam menganalisis data

menggunakan content analysis yaitu menganalisa

permasalahan-permasalahan yang terkait dengan judul skripsi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pola pengelompokan siswa baru didasarkan pada

hasil tes masuk dan perbedaan-perbedaan yang terdapat pada individu

peserta didik seperti minat, bakat dan kemampuan inteligensi. Dengan

tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam melakukan

kegiatan belajar mengajar serta untuk membimbing peserta didik secara

intensif.5

4

Nibras Silvia Usman, Studi Komparasi Prestasi Belajar Fikih pada Siswa Program Reguler dan Akselerasi Kelas VII Tahun Ajaran 2012-2013 di MTs Unggulan Amanatul Ummah Surabaya, Skripsi, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

5

(18)

10

Tesis oleh Febi Dwi Widayanti. Mahasiswa Pascasarjana UM

Malang dengan judul “Pengaruh Pengelompokan Siswa Berdasarkan Gaya

Belajar Dan Multiple Intelligences Pada Model Pembelajaran Learning

Cycle Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 3

Lumajang”. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan

rancangan penelitian eksperimental semu. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengelompokan siswa berdasarkan gaya belajar dan tingkat

multiple inteligences pada model pembelajaran LC berpengaruh secara

signifikan terhadap hasil belajar dan kemampuan higher order thinking

siswa.6

Jurnal yang ditulis oleh Doddy Hedro Wibowo yang berjudul

”Penerapan pengelompokan siswa berdasarkan prestasi di jenjang sekolah dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sikap

guru, siswa dan orang tua berkaitan dengan pelaksanaan pengelompokan

siswa berdasarkan prestasi akademik. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa guru serta orang tua dari siswa kelas unggul setuju dengan adanya

ability grouping. Sedangkan guru dan orang tua siswa kelas regular tidak

setuju dengan adanya ability grouping. Sedangkan siswa secara

keseluruhan setuju dengan adanya ability grouping.7

Skripsi oleh Dyah Ayu Retno Kinanti yang berjudul “Hubungan

antara iklim kelas dan efikasi diri pada pelajaran bahasa inggris siswa

6

Febi Dwi Widayanti, Pengaruh Pengelompokan Siswa Berdasarkan Gaya Belajar Dan Multiple Intelligences Pada Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Lumajang, Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2010.

(19)

11

kelas IX di MTs N Wonokromo”. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dengan menggunakan skala sebagai alat ukurnya, yaitu skala

efikasi diri dan skala iklim kelas. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa

terdapat hubungan positif yang signifikan antara iklim kelas dengan efikasi

diri siswa.8

Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada

variabel-variabel yang diteliti. Misal saja pada penelitian pertama,

perbedaan terletak pada variabel terikatnya, sedangkan variabel bebas

memiliki kesamaan yaitu pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan

(ability grouping). Penelitian terdahulu mayoritas meneliti tentang ability

grouping secara tunggal, yaitu meneliti tentang penerapan ability grouping

tanpa adanya variabel lain yang ikut campur. Meskipun ada satu penelitian

yang meneliti hubungan penerapan ability grouping terhadap hasil belajar.

Sedangkan dalam penelitian yang hendak penulis lakukan adalah meneliti

tentang penerapan ability grouping ditinjau dari perbedaan iklim kelas

antar level kelas, yaitu antara unggulan dan reguler.

Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan berbagai pihak. Hal ini karena penelitian terdahulu

menggunakan beberapa variabel lain yang berbeda-beda, meskipun

terdapat variabel yang hampir sama tetapi tempat dan subjek penelitian

pada penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang hendak

penulis lakukan.

8

(20)

12

F. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan yang dipakai dalam penulisan

skripsi ini adalah:

Bab Pertama, Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan hal yang

sifatnya sebagai pengantar untuk memahami isi skripsi. Bab ini dibagi

menjadi enam bagian yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab Kedua, Kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan kajian pustaka

yang berkaitan dengan variabel penelitian yang meliputi variabel X,

variabel Y dan keterkaitan keduanya. Selain uraian tentang variabel

penelitian, dalam bab ini juga dijelaskan tentang kerangka teoritis beserta

hipotesis penelitian.

Bab Ketiga, Metode penelitian. Pada bab ini membahas tentang variabel

dan definisi operasionalnya, populasi, sampel serta teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan

reliabilitas serta metode analisis data.

Bab Keempat, Hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan dibahas

dan digambarkan tentang data-data serta pembahasan dan analisa data dari

(21)

13

Bab Kelima, Penutup. Pada bab ini berisi hal-hal yang mencakup

kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran dari peneliti terhadap

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Iklim Kelas

1. Pengertian iklim kelas

Ada beberapa istilah yang kadang-kadang digunakan secara

bergantian dengan kata Climate yang diterjemahkan dengan iklim,

seperti feel, atmosphere, tone, dan environment. Namun dalam konteks

ini istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata tersebut di

atas dan kata-kata lain seperti learning environment, group climate

dan classroom environment.

Terdapat beberapa pengertian tentang iklim kelas menurut

beberapa ahli. Bloom mendefinisikan iklim sebagai kondisi, pengaruh,

dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial dan

intelektual yang mempengaruhi peserta didik.

Menurut hoy dan forsyth, iklim kelas adalah organisasi sosial

yang informal dan aktivitas guru yang secara spontan mempengaruhi

tingkah laku. Sedangkan Hoy dan Miskell mengatakan Iklim kelas

merupakan kualitas dari lingkungan kelas yang terus menerus dialami

guru-guru, mempengaruhi tingkah laku, dan berdasar pada persepsi

kolektif tingkah laku mereka. Istilah iklim seperti halnya kepribadian

pada manusia. Masing-masing kelas memiliki ciri (kepribadian) yang

tidak sama dengan kelas-kelas lain, meskipun keadan fisik dan bentuk

(23)

15

bahwa iklim kelas seperti halnya manusia, ada yang sangat berorientasi

pada tugas, demokrasi, formal, terbuka, atau tertutup.1

Sedangkan Menurut Adelman dan Taylor, iklim kelas

merupakan kualitas lingkungan yang dirasakan, yang muncul dari

adanya interaksi dari berbagai faktor seperti aspek fisik, materi,

organisasi, operasional, dan sosial. Iklim kelas memegang peranan

penting dalam mempengaruhi keberlangsungan kegiatan belajar dan

perilaku di dalam kelas.2

Dengan berdasar pada beberapa pengertian iklim kelas di atas,

maka dapat dipahami bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang

muncul akibat hubungan antara guru dan peserta didik atau hubungan

antar peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan

mempengaruhi proses belajar-mengajar.3

Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala (scales)

yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan istilah seperti

kekompakan, kepuasan, kecepatan, formalitas, kesulitan, dan

demokrasi dari kelas.

1Tarmidi, “Iklim kelas dan Prestasi Belajar”

FKU Universitas Sumatra Utara (2006) , accessed November 8, 2016, http://reposiroty.usu.ac.id.

2 Psycologymania, ”Pengertian Iklim Kelas”. Accessed November 9, 2016.

http://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-iklim-kelas.html 3

(24)

16

2. Dimensi-dimensi iklim kelas

Moos mengemukakan ada tiga dimensi umum yang dapat

digunakan untuk mengukur lingkungan psikis dan sosial. Ketiga

dimensi tersebut adalah:4

1. Dimensi hubungan (relationship).

Dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan

peserta didik di dalam kelas, sejauh mana peserta didik saling

mendukung dan membantu, dan sejauh mana mereka dapat

mengekspresikan kemampuan mereka secara bebas dan terbuka.

Moos mengatakan bahwa dimensi ini mencakup aspek

afektif dari interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik

dengan guru. Skala-skala iklim kelas yang termasuk dalam dimensi

ini diantaranya adalah kekompakan (cohesiveness), kepuasan

(satisfaction), dan keterlibatan (involvement). Keterlibatan

misalnya mengukur sejauh mana para peserta didik peduli dan

tertarik pada kegiatan-kegiatan dan berpartisipasi dalam

diskusi-diskusi di kelas.

2. Dimensi pertumbuhan dan perkembangan pribadi (personal

growth/development).

Dimensi ini disebut juga dengan dimensi yang berorientasi

pada tujuan, membicarakan tujuan utama kelas dalam mendukung

pertumbuhan/perkembangan pribadi dan motivasi diri.

4

(25)

17

Skala-skala yang terkait dalam dimensi ini diantaranya

adalah kesulitan (difficulty), kecepatan (speed), kemandirian

(independence), kompetisi (competition). Skala kecepatan misalnya

mengukur bagaimana tempo (cepat lambatnya) pembelajaran

berlangsung.

3. Dimensi perubahan dan perbaikan system (system maintenance

and change).

Dimensi ini membicarakan sejauh mana iklim kelas

mendukung harapan, memperbaiki kontrol dan merespon

perubahan.

Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya

adalah formalitas (formality), demokrasi (democracy), kejelasan

aturan (rule clarity), inovasi (innovation). Skala formalitas

misalnya mengukur sejauh mana tingkah laku peserta didik di

kelas berdasarkan aturan-aturan kelas.

Darkenwald dan Valentine membuat alat ukur Adult Classroom

Environment Scale (ACES) mengemukakan tujuh dimensi dalam

mengukur iklim kelas, yaitu:5

1. Hubungan yang dibangun (Affiliation)

Mencakup kesenangan siswa dalam berinteraksi secara positif

dengan siswa lainnya. Dimensi ini mencerminkan seberapa jauh

(26)

18

derajat atau tingkat keintiman hubungan antara individu. Hubungan

yang dibangun mencakup kesenangan siswa dalam berinteraksi

secara positif dengan siswa lainnya. Selain itu, dimensi ini pun

menjelaskan bahwa dukungan teman sebaya dan aktivitas belajar

bersama sangat ditekankan oleh para pengajar sebagai unsur

penting dalam proses pembelajaran dan akan memunculkan

anggapan para siswa bahwa aspek-aspek yang terdapat pada iklim

kelas sebagai fitur pembelajaran mereka.

2. Dukungan guru (Teacher Support)

Dimensi ini mencakup bantuan, mendorong semangat, penuh

perhatian dan sikap guru yang bersahabat terhadap para siswa.

Dimensi ini mengukur seberapa jauh guru memberikan dukungan

atau bantuan terhadap siswa, atau perhatian serta keterlibatan

emosi guru dengan siswa. Dukungan guru ini merupakan dimensi

yang merupakan unsur dominan dalam iklim pembelajaran di

kelas.

3. Orientasi terhadap tugas (Task Orientation)

Dimensi ini menekankan pada seberapa pentingnya

penyelesaian aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan. Orientasi

terhadap tugas mencakup bagaimana siswa dan guru secara

bersama menjaga pemusatan terhadap tugas dan nilai suatu

(27)

19

guru yang terampil dalam menjaga fokus kegiatan dan tujuan

pembelajaran serta dapat menfasilitasi diskusi di dalam kelas.

4. Pencapaian tujuan pribadi(Personal Goal Attainment)

Dimensi ini mencakup kejelasan dan pengorganisasian

aktivitas dalam kelas. Pada dimensi ini menekankan

aktivitas-aktivitas kelas secara keseluruhan dan mencakup pada kejelasan

dan pengorganisasian tugas-tugas. Sehingga pada prinsipnya

dimensi ini mengukur bagaimana sistem administratif suatu

lingkungan kelas, dan bagaimana kondisi tersebut akan

mempengaruhi iklim kelas yang ada.

5. Pengorganisasian dan kejelasan (Organization and Clarity)

Dimensi ini mencakup sejauh mana pengorganisasian dan

kejelasan aturan dalam kelas. Dimensi ini menekankan pada

unsur-unsur seperti persiapan tutor, penggambaran tujuan pembelajaran

di kelas, organisasi kelas, arah tujuan, dan urutan kegiatan belajar.

Selain itu pula akan memunculkan suatu aspek motivasi yang

signifikan dalam proses pembelajaran terutama karena program

yang dibuat yaitu dirancang untuk memenuhi kebutuhan peserta

didik.

6. Pengaruh yang diberikan siswa (Student Influence) mencakup

bagaimana guru berpusat pada siswa, dan melibatkan siswa dalam

(28)

20

7. Keterlibatan (Involvement)

Dimensi ini menggambarkan keterlibatan siswa dalam

aktivitas belajar dan mencakup pada kepuasan siswa terhadap

keadaan kelas sehingga dapat berpartisipasi aktif dan penuh

perhatian dalam setiap aktifitas. Dalam dimensi keterlibatan ini

dibuktikan dengan partisipasi siswa dalam kegiatan diskusi di

kelas, tingkat kesenangan peserta didik, sejauhmana peserta didik

mengajukan pertanyaan ketika di dalam kelas, dan derajat

kebosanan siswa di dalam kelas. Selain itu pentingnya secara aktif

melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran dan bila

memungkinkan membuat iklim pembelajaran yang terbuka dan

partisipatif.

B. Pengelompokan Peserta Didik 1. Pengertian pengelompokan

Pengelompokan atau grouping adalah pengelompokan peserta

didik berdasarkan karakteristik-karakteristiknya.6 Karakteristik

demikian perlu digolongkan, agar mereka berada dalam kondisi yang

sama. Adanya kondisi yang sama ini bisa memudahkan pemberian

layanan yang sama. Oleh karena itu, pengelompokan atau grouping

lazim dengan istilah pengklasifikasian.

Penempatan atau pengelompokan peserta didik (pembagian

kelas) yaitu kegiatan mengelompokkan peserta didik yang dilakukan

6

(29)

21

dengan sistem kelas.7 Pengelompokan peserta didik pada kelas

dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran.

Pengelompokan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesamaan atau

berdasarkan perbedaan yang ada pada peserta didik.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pengelompokan bukan

dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan peserta didik, melainkan

bermaksud untuk membantu mereka agar dapat berkembang seoptimal

mungkin. Jika maksud pengelompokan demikian malah tidak tercapai,

maka peserta didik justru tidak perlu dikelompokan.

Dengan adanya pengelompokan peserta didik juga akan mudah

dikenali. Sebab tidak jarang peserta didik di dalam kelas berada dalam

keadaan heterogen dan bukannya homogen.

Adapun alat ukur yang sering digunakan dalam mengelompokan

peserta didik adalah dengan menggunakan tes. Dalam hal ini, banyak

tes yang dapat digunakan untuk membedakan peserta didik,

diantaranya:

1. Tes kemampuan umum seperti tes kemampuan verbal dan

numerikal, dapat dipergunakan untuk membedakan kemampuan

umum peserta didik.

2. Tes keklerekan, dapat digunakan untuk membedakan kecepatan

kerja dan kecermatan kerja peserta didik.

7

(30)

22

3. Tes minat, dipergunakan untuk membedakan minat yang dimiliki

oleh peserta didik.

4. Tes prestasi belajar, dapat digunakan untuk membedakan daya

serap masing-masing peserta didik.

5. Tes kepribadian, digunakan untuk membedakan integritas dan

kepribadian peserta didik.

Dan masih banyak lagi tes-tes lain yang dapat digunakan

sebagai acuan pengelompokan peserta didik.

2. Jenis-jenis pengelompokan

Menurut William A. Jeager pengelompokan peserta didik dapat

didasarkan pada fungsi integrasi dan fungsi perbedaan.8 Fungsi

integrasi yaitu pengelompokan yang didasarkan pada

kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik. Pengelompokan integrasi ini

didasarkan menurut jenis kelamin dan umur. Pengelompokan

berdasarkan integrasi akan menghasilkan pembelajaran yang bersifat

klasikal. Sedangkan pengelompokan berdasarkan fungsi perbedaan

yaitu pengelompokan peserta didik yang didasarkan pada

perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik seperti minat, bakat, dan

kemampuan. Pengelompokan berdasarkan perbedaan akan

menghasilkan pembelajaran yang bersifat individual.

8

(31)

23

Sedangkan menurut Mitchun yang dikutip oleh Ali Imron

berpendapat bahwa terdapat dua jenis pengelompokan peserta didik,

yaitu:9

1. Ability grouping, yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan

peserta didik. Dalam pengelompokan ini peserta didik yang pandai

akan dikumpulkan dengan yang pandai, yang kurang pandai

dikumpulkan dengan yang kurang pandai.

2. Sub grouping with in the class, yaitu pengelompokan dalam setting

kelas. Maksudnya adalah pengelompokan di mana peserta didik

pada masing-masing kelas akan dikelompokkan lagi menjadi

beberapa kelompok kecil.

Hendyat Soetopo mengemukakan lima dasar pengelompokan

peserta didik, yaitu:10

1. Friendship Grouping

Friendship Grouping adalah pengelompokan peserta didik

yang didasarkan atas kesukaan memilih teman. Masing-masing

peserta didik diberi kesempatan untuk memilih anggota

kelompoknya sendiri serta menetapkan orang-orang yang dijadikan

sebagai pemimpin kelompoknya.

Ada kecenderungan dalam pengelompokan sistem ini.

Pengelompokan demikian menjadikan peserta diidk yang pandai

9

Imron, Manajemen, 99. 10

(32)

24

cenderung memilih temannya yang pandai sebagai anggota

kelompoknya. Tidak jarang meraka yang tidak pandai juga

mendapatkan anggota kelompok yang tidak pandai. Padahal,

kualitas suatu kelompok ditentukan juga oleh bobot masing-masing

anggotanya.

2. Achivement Grouping

Yaitu suatu pengelompokan yang didasarkan atas prestasi

peserta didik. Dengan adanya pengelompokan jenis ini, maka

peserta didik yang berprestasi tinggi dikelompokkan dengan

peserta didik yang berprestasi tinggi, sementara yang berprestasi

rendah dikelompokkan ke dengan yang berprestasi rendah.

3. Aptitude Grouping

Aptitude grouping adalah suatu pengelompokan peserta didik

yang didasarkan atas kemampuan dan bakat mereka.

4. Attention or Interest Grouping

Attention or Interest Grouping adalah pengelompokan peserta

didik yang didasarkan atas perhatian mereka atau minat mereka.

Pengelompokan jenis ini dilakukan karena alasan bahwa tidak

semua peserta didik yang berbakat mengenai sesuatu itu juga

sekaligus meminatinya.

5. Intelegence Grouping

Yaitu pengelompokan yang didasarkan atas hasil tes

(33)

25

Menurut regan yang dikutip oleh Ali Imron, berpendapat bahwa

terdapat 7 macam pengelompokan atau grouping. Pengelompokan ini

didasarkan pada realitas pendidikan di sekolah dasar. Ketujuh

pengelompokan itu adalah:11

1. SD tanpa tingkat (The non grade elementary school)

Sekolah dasar tanpa tingkat ini memberikan kesempatan

seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengambil mata

pelajaran berdasarkan kemampuan masing-masing individu peserta

didik. Pada sistem ini tidak dikenal istilah naik tingkat dan tidak

naik tingkat. Karena adanya kelas tidak menunjukkan adanya

tingkatan. Melainkan lebih dipandang sebagai kode atau ruang

kelas saja.

Sistem sekolah dasar tanpa tingkat ini menggunakan sistem

pengajaran secara kelompok, dimana seorang guru melayani

kelompok-kelompok yang anggota kelompok tersebut mempunyai

kemajuan, keinginan dan kebutuhan yang sama, mereka yang

mempunyai kesamaan demikian tidak hanya yang berada pada satu

angkatan akan tetapi dari angkatan tahun yang berbeda-beda.

Terdapat keuntungan dan kelemahan pada sistem

pengelompokan ini. Berikut adalah keuntungan-keuntungannya:12

11

Imron, Manajemen, 102. 12

(34)

26

a. Secara psikologis kebutuhan peserta didik terpenuhi karena

tidak pernah dipaksa untuk melaksanakan sesuatu yang dia

sendiri tidak bisa, tidak suka dan tidak mampu.

b. Peserta didik tidak bosan karena pengajaran yang diberikan

sesuai dengan minat dan kemampuannya.

c. Peserta didik akan dapat dibantu sesuai dengan tingkat dan

kecepatan perkembangannya.

d. Peserta didik akan puas karena apa yang mereka dapatkan

sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

e. Terdapat kerja sama yang baik antara peserta didik dengan

gurunya, karena diantara mereka tidak terjadi perbedaan

interpretasi.

f. Peserta didik akan merasa mendapatkan layanan pendidikan

yang terbaik.

Adapun kelemahan-kelemahan sistem pengelompokan

sekolah dasar tanpa tingkat ini adalah:

a. Sangat sulit melakukan administrasinya karena harus

menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang

berbeda-beda.

b. Menyulitkan mutasi peserta didik ke sekolah lain, terutama jika

peserta didik harus pindah ke sekolah lain yang menggunakan

(35)

27

c. Tidak efisien karena membutuhkan biaya, tenaga dan ruang

kelas yang banyak.

d. Membutuhkan guru yang tinggi tingkatan komitmen dan

tingkat kecermatannya. Karena hanya dengan cara demikian

agar dapat mengetahui karakteristik peserta didik secara

individual.

e. Karena segalanya banyak bergantung kepada peserta didik,

sehingga sulit mengharapkan tercapainya kompetensi yang

diharapkan.

2. Pengelompokan kelas rangkap (Multi-grade atau multi-age

grouping)

Pengelompokan ini dapat terjadi pada sekolah-sekolah yang

mengguakan sistem tingkat. Pada pengelompokan ini peserta didik

berbeda usia dikelompokkan dalam tempat yang sama, mereka

berinteraksi dan belajar bersama-sama.

Adapun keuntungan pada sistem pengelompokan ini adalah:

a. Mendorong cepatnya sosialisasi peserta didik dengan

lingkungan sebayanya.

b. Peserta didik yang berada pada tingkat awal dan relative lebih

sedikit usianya akan dapat belajar banyak kepada peserta didik

(36)

28

c. Peserta didik yang usianya lebih muda dan lebih rendah

tingkatannya, jika mempunyai kemampuan yang tinggi akan

semakin mempunyai kepercayaan diri.

d. Heterogenitas peserta didik dalam pengelompokan ini akan

mendorong kuantnya kompetisi mereka. Hal ini akan sangat

menguntungkan dalam memacu prestasi.

Sedangkan kekurangan sistem pengelompokan ini adalah

sebagai berikut:

a. Peserta didik yang lebih rendah tingkatan usianya akan merasa

dipaksakan menyesuaikan diri dengan peserta didik yang lebih

tinggi usia dan tingkatannya. Pemaksaan demikian tidak jarang

menjadikan peserta didik yang tertinggal akan kian frustasi.

b. Peserta didik yang lebih tinggi usianya dan lebih tinggi

tingkatannya akan menjadi malas jika mendapati bahwa

anggota kelompok yang lain berasal dari usia dan tingkat yang

lebih rendah ternyata tidak berbuat banyak untuk kelompoknya.

Sebaliknya jika ternyata lebih tinggi kemampuannya akan

merasa dirinya tersaingi dan bisa menjatuhkan privacy-nya.

3. Pengelompokan kemajuan rangkap (the dual progress plan

grouping)

Yaitu pengelompokan yang dimaksudkan untuk mengatasi

perbedaan-perbedaan kemampuan individual di setiap umur dan

(37)

29

untuk mengerjakan tugas-tugas guru sesuai dengan kemampuan

masing-masing.

Sistem pengelompokan ini disesuaikan dengan banyaknya

ragam dan heterogenitas peserta didik di sekolah tersebut. Semakin

heterogen kelompok semakin banyak, sebaliknya semakin

homogen kelompok semakin sedikit. Homogenitas dan

heterogenitas ini lebih diaksentuasikan pada bakat peserta didik.

Jadi, layanan yang diberikan guru lebih banyak diaksentuasikan

pada bakat khusus yang dimiliki peserta didik tersebut.

Keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:

a. Guru lebih banyak mengenal peserta didiknya karena layanan

yang diberikan bersifat individual.

b. Layanan yang diberikan oleh guru benar-benar sesuai dengan

yang dibutuhkan, karena lebih diarahkan pada pelayanan bakat

khusus peserta didik.

c. Peserta didik semakin mengenal lebih dekat mengenai gurunya.

d. Peserta didik yang tampak menonjol bakat khususnya akan

cepat maju karena mereka secepat meungkin mendapatkan

layanan dari gurunya.

Sementara itu, kekurangan sistem pengelompokan ini adalah

sebagai berikut:

a. Layanan yang diberikan oleh guru kepada seluruh peserta didik

(38)

30

sangat banyak, waktu guru yang terbatas banyak dihabiskan

untuk menyusun strategi penyampaian kepada masing-masing

kelompok yang beraneka tuntutan dan kebutuhan.

b. Peserta didik sedikit kemungkinannya untuk maju secara

kontinu. Karena peserta didik yang tidak memenuhi standar

untuk naik tingkat harus mengulangi tugas-tugas guru sejak

awal di tingkatannya.

4. Penempatan sekelompok siswa pada seorang guru (self-contained

classroom)

Yang dimaksud sistem pengelompokan ini adalah

penempatan sekelompok peserta didik oleh seorang guru.

Sedangkan sekelompok peserta didik yang lainnya ditempatkan

pada guru lainnya.

Beberapa keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:

a. Guru akan mengenal peserta didik lebih mendalam karena ia

akan lebih banyak bertanggung jawab terhadap kelompok

peserta didik yang diajar.

b. Peserta didik akan lebih leluasa berpartisipasi dalam

kelompoknya.

c. Waktu yang dipergunakan penhajaran relative lebih fleksibel.

d. Guru akan banyak membantu terhadap kelompok yang menjadi

(39)

31

e. Memungkinkan kompetisi yang sehat antara kelompok satu

dengan kelompok yang lain yang kemudian akan memacu

kemajuan kelompok.

Sedangkan kekurangannya adalah:

a. Peserta didik hanya mendapatkan pengalaman dari seorang

guru. Padahal pengalaman dari banyak guru sangat penting

bagi mereka.

b. Pengelompokan ini mengharuskan guru menguasai banyak

bidang secara general.

c. Oleh karena guru lebih banyak berkelompok dengan peserta

didiknya yang menjadi kelompoknya sendiri, bisa jadi guru

terisolasi dengan sejawat guru yang lainnya.

d. Banyaknya bidang yang harus dikuasai oleh guru

mangharuskan guru mengadakan persiapan terus-menerus.

Sehingga waktu guru lebih banyak dipergunakan untuk

persiapan.

5. Pembelajaran beregu (team teaching)

Yang dimaksud pembelajaran beregu adalah pengelompokan

peserta didik yang diajarkan oleh guru secara tim. Dalam satu tim

guru merancang pembelajaran secara bersama-sama dengan

anggota timnya, dan mengadakan pembagian yang jelas antara

(40)

32

tim yang lain, serta yang harus dikerjakan secara bersama-sama

dengan tim.

Peserta didik dalam pembelajaran ini akan mendapatkan

sesuatu dalam perspektif yang lebih luas, mengingat sesuatu yang

dipelajari dikemukakan oleh guru dari berbagai macam perspektif

keahlian.

Keuntungan sistem pengelompokan ini adalah:

a. Setiap anggota tim pembelajar akan bekerja sesuatu dengan

sudut pandang keahliannya. Hal ini tidak saja bermanfaat bagi

peserta didiknya yang mendapatkan pengetahuan dari

perspektif yang lebih luas, melainkan juga bermanfaat bagi

guru itu sendiri.

b. Guru-guru yang terlibat dalam tim, karena terus-menerus

mengembangkan spesialisasinya, pada akhirnya akan memiliki

spesifikasi keahlian di bidangnya.

c. Karena merupakan keja tim, maka jika guru yang satu

berhalangan maka dengan mudah dapat digantikan oleh guru

yang lain sehingga tidak terjadi kekosongan guru.

Sedangkan kekurangan dari sistem pengelompokan ini adalah

sebagai berikut:

a. Jika anggota tim tidak bisa bekerja sama dengan baik, maka

(41)

33

b. Banyak waktu yang dipergunakan untuk merencanakan kerja

tim terutama jika disesuaikan dengan kebutuhan individu

peserta didik.

c. Dalam operasinya memerlukan tempat dan ruang khusus.

6. Departementalisasi

Yaitu pengelompokan peserta didik yang didalamnya guru

hanya mengkhususkan diri pada mata pelajaran tertentu. Beberapa

keuntungan dari sistem pengelompokan ini adalah:

a. Guru akan lebih kompeten mengajarnya karena guru akan

mendalami subyek yang akan diajarkan. Kompetensi mereka

setidak-tidaknya pada penguasaan bahan ajar.

b. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang dalam dan

meyakinkan. Karena yang mengajarkannya adalah yang ahli di

bidangnya.

Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah:

a. Mengingat guru terpacu dengan keahliannya sendiri, maka

pada saat guru yang lain tidak hadir dia tidak bisa

menggantikannya.

b. Kecenderungan guru untuk merasa ahli di bidangnya bisa

menjadi penyebab yang bersangkutan merasa tidak perlu

belajar lagi. Sehingga menyebabkan guru semakin tertinggal

dengan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi,

(42)

34

c. Guru cenderung menganggap bahwa keahliannya lebih penting

dibandingkan dengan keahlian orang lain. Hal ini bisa menjadi

penyebab dia berambisi secara sektoral terhadap ilmunya

sendiri dan lebih lanjut ia menganggap bahwa keahliannyalah

yang lebih penting untuk diajarkan.

7. Pengelompokan berdasarkan kemampuan (ability grouping)

Yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan peserta didik.

Ability grouping merupakan istilah yang secara luas digunakan

dalam proses pendidikan untuk menjelaskan tentang

pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas berdasarkan tingkat

kemampuan yang ia miliki. Ability grouping sesungguhnya

diberlakukan sebagai respon terhadap keyakinan bahwa terdapat

perkembangan kognitif yang berbeda-beda pada masing-masing

siswa yang menuntut kurikulum tersendiri dan instruksi yang juga

berbeda-beda dalam proses pengajaran.

Sistem ini diterapkan dengan mengelompokkan siswa

berdasarkan kriteria kemampuan yang dapat diukur melalui tes

prestasi, tes kemampuan kognitif, prestasi akademik masa lalu, dan

rekomendasi guru. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk

memudahkan guru dalam pengajaran. Karena guru memang

menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengajar siswa

yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok atau

(43)

35

dianggap sangat membantu guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran.13

Dibalik segala manfaatnya, pengelompokan berdasarkan

kemampuan siswa ternyata mempunyai banyak dampak negatif.

Para pakar dan peneliti pendidikan mulai menyoroti praktik ini

dalam dekade terakhir dan menyarankan agar praktik ini tidak

diteruskan karena banyaknya dampak negatif yang terjadi. Dampak

negatif yang terjadi pertama-tama adalah praktik ini jelas

bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan

kemampuan sama dengan memberikan cap atau label kepada

tiap-tiap peserta didik. Padahal penilaian guru pada saat membuat

keputusan dalam pengelompokan belum tentu benar dan tidak

mungkin bisa mencerminkan kemampuan siswa sesungguhnya dan

menyeluruh.

Keuntungan dari ability grouping adalah sebagai berikut:14

a. Guru akan menyesuaikan pengajarannya sesuai dengan

kemampuan peserta didiknya.

b. Peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih tinggi tidak

merasa terhambat perkembangannya oleh peserta didik yang

berkemampuan rendah.

13

Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Sekolah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 40-41.

14

(44)

36

c. Peserta didik yang mempunyai kemampuan sama akan dapat

saling mengisi, sehingga semakin mempercepat perkembangan

dan mempertinggi kemampuan mereka.

d. Peserta didik yang berkemampuan rendah tidak merasa

tertinggal jauh dengan anggota kelompoknya, hal ini bisa

mencagah mereka frustasi.

Sedangkan kelamahannya adalah:

a. Guru harus membuat persiapan yang berbeda-beda, ada

rancangan pembelajaran yang dikhususkan untuk peserta didik

berkemampuan rendah dan ada yang dikhususkan untuk peserta

didik yang berkemampuan tinggi.

b. Peserta didik merasa terganggu privacy-nya jika dimasukkan ke

dalam kelompok inferior.

c. Peserta didik yang masuk ke dalam kelompok superior merasa

dirinya lebih dan sombong serta suka membanggakan diri.

C. Kerangka Teoritis

Madrasah aliyah Tarbiyatut Tholabah (MA TABAH) adalah salah

satu madrasah yang menerapkan sistem ability grouping dalam

mengelompokkan siswanya ke dalam kelas tertentu. Seperti halnya di

sekolah lain, MA TABAH juga menyiapkan program studi atau jurusan

yang harus dipilih siswa ketika mereka menginjak kelas XI. Namun

berbeda halnya dengan jurusan IPA yang siswanya sudah dikelompokkan

(45)

37

program studi atau jurusan yaitu IPA, IPS, Bahasa, dan MAK. Dengan

perincian setiap jurusan terdiri atas dua sampai tiga rombongan belajar.

Namun, penerapan sistem ability grouping hanya di terapkan pada

jurusan IPA saja. Hal itu disebabkan karena banyaknya peminat pada

jurusan IPA yang mengharuskan adanya pembagian kelas lebih dari 2

rombongan belajar, sehingga pihak sekolah berinisiatif untuk membentuk

kelas program unggulan dan reguler. Setiap tingkatan kelas pada jurusan

IPA terdiri dari 5 rombongan belajar meliputi 2 kelas unggulan dan 3 kelas

reguler.

Proses pembelajaran erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana

tempat proses berlangsung. Kelas merupakan lingkungan pendidikan

utama yang berada dalam naungan lingkungan sekolah. Lingkungan kelas

berpengaruh besar terhadap proses belajar peserta didik. Murray

mengatakan bahwa tingkah laku peserta didik dalam proses belajar

mengajar dipengaruhi oleh individu sendiri maupun lingkungan

eksternal.15 Dia mengajukan suatu model yang terdiri dari kebutuhan

(need) dan tekanan (press) yang dapat dianalogkan seperti halnya pribadi

dan lingkungan. Kebutuhan pribadi mengacu pada motivasi individu untuk

mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan tekanan lingkungan merupakan

situasi eksternal yang mendukung atau bahkan menyebabkan kekacauan

dalam mengungkapkan kebutuhan pribadi.

(46)

38

Penelitian yang dilakukan walberg dan Greenberg menunjukkan

bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis

utama yang mempengaruhi belajar akademis.16 Segala sesuatu dalam

lingkungan kelas menyampaikan pesan memacu atau menghambat belajar.

Adanya sistem pengelompokan berdasarkan kemampuan akademis

(ability grouping) memberikan sekat perbedaan keanggotaan kelas yang

begitu jelas. Kelas unggul memiliki anggota kelas yang mayoritas

anggotanya berprestasi unggul dan relatif cepat dalam menerima materi

pelajaran. Siswa yang berada di kelas unggul lebih terpicu untuk belajar

giat karena terpengaruh oleh siswa lainnya. Selain itu juga siswa kelas

unggul relatif dapat saling menjaga dan saling mendukung minat antar

anggota kelasnya. Sebaliknya, kelas reguler terdiri dari siswa yang relatif

berprestasi rendah bila dibandingkan dengan siswa kelas unggulan

sehingga siswa yang berada di kelas reguler cenderung lebih pesimis dan

kurang bersemangat dalam proses pembelajaran karena terpengaruh oleh

sebagian besar anggota kelas. Selain itu siswa yang berada di kelas reguler

juga tidak akan mampu berpartisipasi secara maksimal jika mereka berada

dalam kelas yang juga berkemampuan rendah.

Keanggotaan kelas memiliki pengaruh besar terhadap hadirnya

iklim kelas yang kondusif. Hal ini senada dengan ungkapan yang

dikemukakan oleh Ali Imron bahwa kualitas suatu kelompok ditentukan

(47)

39

oleh bobot masing-masing anggotanya.17 Jika anggota kelompok

mayoritas semangat untuk belajar di kelas, maka iklim kelas yang

dihasilkan pun akan baik. Begitu juga sebaliknya, jika anggota kelompok

kurang semangat belajar di kelas maka akan memunculkan iklim kelas

yang kurang baik. Sehingga peran anggota kelompok atau anggota kelas

sangatlah penting dalam mewujudkan iklim kelas yang kondusif. Karena

iklim kelas sendiri merupakan penentu psikologis utama yang

mempengaruhi proses belajar mengajar.

Hoy and Miskell juga menyatakan bahwa iklim kelas seperti halnya

kepribadian pada manusia, yang artinya masing-masing kelas memiliki ciri

atau kepribadian yang tidak sama dengan kelas-kelas yang lain, meskipun

kelas itu dibangun dengan fisik dan bentuk atau arsitektur yang sama.18

Seperti halnya kelas unggulan dan reguler, kelas unggulan mayoritas

anggotanya terdiri dari siswa berkemampuan kognitif tinggi dibandingkan

dengan anggota kelas reguler. Selain itu hubungan antarpeserta didik juga

otomatis berbeda yang kemudian berdampak pada berbedanya iklim kelas

antar kedua kelas tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan iklim kelas antara kelas program

unggulan dan kelas program reguler.

D. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data

17

Imron, manajemen, 113, 18

(48)

40

yang terkumpul.19 Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan iklim kelas antara

program unggulan dan program reguler pada jurusan IPA di Madrasah

Aliyah Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

19

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya adalah cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1 Metode penelitian

merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara

terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar

dapat memahami, menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan.2

Penelitian yang berjudul “Studi komparasi iklim kelas antara program

unggulan dan reguler pada jurusan IPA di Madrasah Aliyah Tarbiyatut

Tholabah Lamongan” ini menggunakan metode survey dengan pendekatan

metode penelitian kuantitatif.

Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu

yang alamiah (bukan buatan) atau dengan pembuktian langsung ke lapangan,

tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, seperti

mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.3 Dalam

penelitian ini tidak ada pengontrolan variabel maupun manipulasi dari peneliti.

Penelitian dilakukan secara alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan instrumen yang bersifat mengukur yang kemudian hasilnya

akan dianalisis secara statistik untuk mencari perbedaan diantara

variabel-variabel yang diteliti.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 02.

2

Syamsuddin AR., M.S Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 14. 3

(50)

42

Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan

data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa

yang ingin diketahui yaitu tentang perbandingan iklim kelas antara program

unggulan dan reguler. Adapun metode penelitian kuantitatif yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif. Jenis penelitian ini

digunakan karena penulis ingin memperoleh gambaran tentang iklim kelas dan

membandingkan iklim kelas antara program unggulan dan reguler.

A. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik

perhatian dalam sebuah penelitian.4 Variabel penelitian pada dasarnya

adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh tentang hal tersebut yang

kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Kerlinger, variabel adalah

konstruk atau sifat yang akan dipelajari, atau suatu sifat yang diambil dari

suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variabel itu

merupakan suatu yang bervariasi.5

Dalam penelitian ini variabel yang menjadi objek penelitian

adalah:

Variabel bebas (X) : Pengelompokan sistem Ability Grouping,

yaitu program unggulan dan reguler

Variabel terikat (Y) : Iklim Kelas

4

Arikunto, Prosedur, 118. 5

(51)

43

Ket:

: Diduga berpengaruh

Gambar 1. Skema hubungan antar variabel

Variabel bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Ability Grouping

Iklim Kelas:

1. Hubungan yang dibangun

(Affiliation)

2. Dukungan guru (Teacher

Support)

3. Orientasi terhadap tugas

(Task Orientation)

4. Pencapaian tujuan pribadi

(Personal Goal Attainment)

5. Pengorganisasian dan

kejelasan (Organization and

Clarity)

6. Pengaruh yang diberikan

siswa (Student Influence)

7. Keterlibatan (Involvement) Unggulan

(52)

44

Definisi operasional dari kedua variabel penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Pengelompokan sistem Ability Grouping

Ability Grouping adalah pengelompokan siswa berdasarkan

kriteria kemampuan yang dapat diukur melalui tes prestasi, tes

kemampuan kognitif, prestasi akademik masa lalu, dan rekomendasi

guru. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan guru

dalam pengajaran. Karena guru memang menghadapi tantangan yang

lebih besar dalam mengajar siswa yang berlainan kemampuan

balajarnya dalam satu kelompok atau kelas. Sehingga pengelompokan

berdasarkan kemampuan siswa ini dianggap sangat membantu guru

dalam melaksanakan proses pembelajaran

b. Iklim kelas

Iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan

antara guru dan ppeserta didik atau hubungan antar peserta didik yang

menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses

belajar-mengajar. Situasi di sini dapat dipahami sebagai beberapa skala

(scales) yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan istilah seperti

kekompakan, kepuasan, kecepatan, formalitas, kesulitan, dan

demokrasi dari kelas.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi juga dapat

(53)

45

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.6

Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi subyek penelitian

adalah seluruh siswa jurusan IPA Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah

Lamongan yang terdiri dari 14 kelas, yaitu 6 kelas putra dan 8 kelas putri,

Dengan perincian 4 kelas reguler putra (X-A, XI-A, XII-A dan XII-B), 5

kelas reguler putri (X-D, X-E, XI-D, XI-E, dan XII-C), yang setiap kelas

terdiri dari ± 40 siswa, sehingga semuanya berjumlah ± 360 siswa.

Sedangkan untuk kelas unggulan terdiri dari 2 kelas unggulan putra (X-B

dan XI-B), dan 3 kelas unggulan putri (X-C, XI-C, dan XII-D). Yang

setiap kelas terdiri dari ± 30 siswa, sehingga semuanya berjumlah ± 150

siswa. Jadi, banyaknya populasi adalah ± 510 siswa.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi.7 Pengambilan sampel harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat

berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi

yang sebenarnya.8

Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah

Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi

dilakukan berdasarkan area dan dilakukan secara acak. Penulis

menggunakan teknik sampling ini karena penulis bukan memilih sampel

secara individu melainkan kelompok atau area.

6

Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2013), 61. 7

Sugiyono, Statistika, 62. 8

(54)

46

Berdasarkan teknik pengambilan sampel yaitu dengan

menggunakan cluster random sampling dengan cara mengundi, dan

dengan menggunakan keseluruhan siswa dalam kelas pada kelas yang

dijadikan kelas sampel, dimana pemilihan kelas dilakukan secara acak.

Dan di ambil 4 kelas sebagai sampel yaitu 2 kelas diambil dari kelas

reguler dan 2 kelas lagi diambil dari kelas unggulan.

Penulis menentukan sampel dengan tahap sebagai berikut:

1. Populasi terdiri dari semua kelas pada jurusan IPA Madrasah Aliyah

Tarbiyatut Tholabah

2. Membuat gulungan kertas yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

kelas unggulan dan reguler. Kelas unggulan terdiri dari kelas B,

C, XI-B, XI-C, dan XII-D. Dan kelas reguler terdiri dari A, D,

X-E, XI-A, XI-D, XI-X-E, XII-A, XII-B, dan XII-C.

3. Dari 14 gulungan tersebut kemudian diundi secara terpisah antara kelas

unggulan dan reguler untuk menentukan kelas yang dijadikan sampel

penelitian

4. Setelah diacak maka kelas unggulan yang menjadi sampel penelitian

adalah kelas X-D dan XI-D. sedangkan kelas reguler yang menjadi

sampel penelitian adalah kelas X-C, dan XI-C

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, penulis

menggunakan teknik observasi, kuesioner/angket, wawancara, dan

(55)

47

1. Teknik observasi

Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang

kompleks yaitu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis, dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan dan

ingatan.9 Definisi lain menyebutkan, metode observasi adalah suatu

usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara

sistematis, dengan prosedur yang terstandar.10 Observasi juga bisa

dikatakan sebagai sebuah pengamatan langsung yang meliputi kegiatan

pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan

seluruh alat indra.

Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan adalah observasi

non-sitematis yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan

tidak menggunakan instrumen pengamatan.11 Metode ini dilakukan

dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan

pengamatan langsung terhadap variabel yang diteliti yaitu tentang

iklim kelas yang ada pada kelas program unggulan dan kelas program

reguler.

2. Kuesioner/Angket

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden.12 Data yang diperoleh lewat penggunaan kuesioner

9

Sugiyono, Metode, 145. 10

Arikunto, Prosedur, 222. 11

Arikunto, Prosedur, 157. 12

(56)

48

adalah data yang dikategorikan sebagai data faktual. Sehingga

reliabilitas hasilnya sangat banyak tergantung pada subjek penelitian

sebagai responden.13

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah

berbentuk kuesioner tertutup yaitu jenis kuesioner yang sudah

disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

Teknik kuesioner/angket dilakukan dengan cara menyebarkan

angket berupa pertanyaan/pernyataan kepada siswa program IPA

Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan metode skala. Metode skala adalah suatu metode

yang berisi pernyataan-pernyataan sikap. Adapun skala penelitian ini

menggunakan skala pilihan yang mengacu pada Skala Likert agar

subyek mudah mengerjakannya.

Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut

dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang

dapat berupa pernyataan dan pertanyaan. Jawaban setiap item

instrumen yang akan menggunakan skala Likert mempunyai gradasi

nilai dari sangat positif sampai sangat negatif.

Bentuk skala Likert menggunakan empat kategori pilihan

jawaban, yaitu:

13

(57)

Gambar

Tabel 2.  Hasil Uji Reliabilitas Skala Iklim Kelas
Tabel 3.  Hasil Uji Normalitas Skala Iklim Kelas
 Tabel 4.  Daftar Siswa Tahun Ajaran 2016/2017
 Tabel 6.  Daftar Siswa Reguler Tahun Ajaran 2016/2017
+5

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa cakupan kepercayaan konsumen menurut Kaasinen (2005) adalah keandalan teknologi yang dirasakan, informasi dan fungsi yang disediakan, keandalan jasa untuk situasi

Selain itu, Anda juga harus menghentikan prosedur perawatan rambut lainnya yang dalam prosesnya menggunakan bahan kimia keras seperti mengecatnya, karena dikhawatirkan rambut

MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia: satu sisi menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM)

Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dalam penelitian hubungan komunikasi, komitmen organisasi dengan kualitas informasi kepegawaian telah dilakukan kajian

cair maupun yang tidak direndam asap cair menunjukkan nilai yang sesuai dengan standar SNI < 20%, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar air ikan lele tersebut telah

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa terjadi interaksi sangat nyata (P<0,01) antara penggunaan metode Salting dan konsentrasi NaCl yang berbeda terhadap

Pembinaan karakter di Al Azhar Yog- yakarta melalui keteladanan guru jika di- kategorikan sesuai dengan pembinaan ka- rakter di sekolah oleh Kementerian Pendi- dikan dan

Pengujian secara berganda menunjukkan hasil bahwa variabel atribut produk, kualitas produk, brand image, dan brand awareness bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan