• Tidak ada hasil yang ditemukan

234049425 Jurnal Ilmiah Pengaruh Pencemaran Minyak Di Laut Terhadap Ekosistem Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "234049425 Jurnal Ilmiah Pengaruh Pencemaran Minyak Di Laut Terhadap Ekosistem Laut"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Nautika, Program Diploma Pelayaran, Universitas Hang Tuah

ABSTRAK

Perkembangan industri minyak berkembang begitu pesat, produksi minyak bumi di dunia lebih dari tiga milyar ton per tahun. Memang perairan menjadi rawan timbulnya pencemaran minyak karena separuh dari seluruh produksi tersebut diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tumpahnya minyak di laut hampir tidak dapat dielakkan. Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal tetapi pencemaran itu juga bersumber dari pengeboran, produksi, pengilangan transportasi minyak , perembesan, dan reservoirnya serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan perairan . Bila hal ini tidak segera ditanggulangi , pada waktu singkat laju pencemaran laut akan menjadi tidak terkendali dan ekosistem laut akan terganggu.

Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut maka upaya–upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut diantaranya adalah dikeluarkan regulasi tentang peraturan pencegahan pencemaran oleh minyak seperti Marine Pollution (MARPOL ‘1978), prosedur penanggulangan seperti pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi, dan kesungguhan untuk melindungi laut. Ada tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan, dan aspek koordinasi.

Kata kunci: Pencemaran, MARPOL.

PENDAHULUAN

Latar belakang masalah

Pencemaran minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat dan sangat memprihatinkan. Lingkungan laut merupakan suatu sistem yang terus menerus berubah secara dinamis, selain menyediakan tempat rekreasi yang indah dan suatu laboratorium untuk mempelajari segala kehidupan di dunia. Tetapi dalam persepsi umum sejak dahulu laut selalu dipandang sebagai tempat terakhir yang cocok untuk pembuangan limbah yang dihasilkan manusia dan anggapan bahwa volume lautan dunia sangat luas mempunyai kemampuan yang tidak terbatas untuk menyerap limbah tersebut.

Polusi dari tumpahnya minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat

signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup jauh, meningkatnya jumlah anjungan-anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Dan juga karena semakin meningkatnya transportasi laut.

LANDASAN TEORI

Definisi pencemaran

Berdasarkan P.P. No.19/1999, pencemaran laut diartikan sebagai masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu atau fungsinya (Pramudianto, 1999).

(2)

Sedangkan Konvensi hukum laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).

Sumber pencemaran minyak di laut

Menurut Pertamina (2002), pencemaran minyak di laut berasal dari:

a. Ladang minyak bawah laut b. Operasi kapal tanker

c. Docking ( perbaikan/perawatan kapal) d. Terminal bongkar muat tengah laut e. Tangki ballast dan tangki bahan bakar f. Scrapping kapal (pemotongan badan

kapal untuk menjadi besi tua )

g. Kecelakaan tanker (kebocoran lambung, kandas,ledakan,kebakaran, dan tabrakan ) h. Sumber di darat (minyak pelumas bekas

atau cairan yang mengandung hidrokarbon (perkantoran dan industri )). i. Tempat pembersihan (dari limbah

pembuangan refinery )

Kasus tumpahnya minyak di laut

Contoh beberapa kasus pencemaran atau tumpahnya minyak di laut dan akibatnya antara lain seperti berikut :

Kasus Minamata di Jepang

Pencemaran logam mercury (Hg) mulai mendapat perhatian sejak munculnya kasus Minamata di Jepang tahun 1953. Pada saat itu banyak orang mengalami penyakit mematikan akibat mengkonsumsi ikan, kerang, udang, dan makanan laut lainnya yang mengandung mercury. Mercury atau air raksa adalah salah satu logam berat dalam bentuk cair, dewasa ini mercury telah digunakan secara luas dalam produk

elektronik, industri pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, sebagai katalisator dan lain-lain.

Kasus minamata yang terjadi pada tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri kimia Chisso menggunakan Mercury Chlorida ( HgCl2 ) sebagai katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis dimana setiap memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg ) yang dibuang ke teluk Minamata.

Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging, kerang-kerangan, dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang mengkonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa, dan bahkan banyak yang meninggal dunia.

Pencemaran minyak di Kepulauan Seribu

Pencemaran di Kepulauan Seribu sudah beberapa kali terjadi, namun sampai kini upaya menghukum pelakunya belum jelas. Padahal kerusakan lingkungan dan kerugian akibat tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu langsung dirasakan oleh warga setempat, diantaranya:

- Sebanyak 20 kelompok budi daya ikan kerapu mengalami kerugian.

- Sebanyak 60 kelompok budi daya rumput mengalami kerugian.

- Sebanyak 100 kelompok nelayan pancing, jaring panjang mengalami kerugian. - Ekosistem mangrove rusak sekitar 7,7

hektar atau sepertiga dari luas keseluruhan hutan mangrove.

(3)

- Ditemukan 905 butir telur penyu sisik yang tidak berembrio.

Pencemaran minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat dan sangat memprihatinkan. Tidak mengherankan kalau masyarakat di Pemaron, kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, khawatir akan terjadi tumpahan minyak bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTGU) yang bersumber dari kapal tongkang pengangkut minyak (Kompas, 21 Februari 2004).

Pantai Balikpapan langganan tercemar limbah minyak

Dampak pencemaran lumpur minyak di pantai Balikpapan langsung terasa, berbagai biota laut yang hidup di pinggiran pantai seperti ikan kecil, kerang, kepiting, mati karena terjebak lumpur minyak atau masyarakat nelayan menyebutnya lantung. Tubuh biota laut hitam diselimuti lumpur minyak sehingga tidak mungkin lagi bergerak. Jaring penangkap ikan rusak tidak bisa dipakai lagi dan badan perahu nelayan dikotori tumpahan minyak yang untuk membersihkannya susah.

Tumpahan minyak seperti ini hampir setiap tahun melanda pantai Balikpapan , sedangkan kilang di Balikpapan tidak ada yang bocor, jadi kemungkinan dari tengah laut. Secara teoritis, tumpahan minyak tidak selamanya berasal dari kecelakaan kapal seperti karam, tabrakan, atau tenggelam. Bisa juga tumpahan minyak yang mencemari laut ini karena kesengajaan misalnya, air balas atau air bercampur minyak dari sisa pencucian kapal tanker. Bisa juga limbah minyak ini berasal dari kerak minyak mentah yang dibuang oleh kapal yang kebetulan sedang melintas, tetapi tidak menutup kemungkinan pula berasal dari pertambangan minyak di lepas pantai.

PEMBAHASAN

Pengaruh pencemaran minyak terhadap ekosistem laut

Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang

menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan- batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat racun berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan,dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber kematian, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga (1995) dalam Misran 2002, memaparkan bahwa dampak–dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah jangka pendek dan jangka panjang.

Akibat jangka pendek, molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan berbau minyak sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.

Akibat jangka panjang, lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama- sama makanan , sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan besar, hewan- hewan laut lainnya dan bahkan manusia.

(4)

Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai lapisan air dimana ikan berdiam.

Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis, karena lapisan di permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phiytoplankton akan terputus, jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme juga terjadi pembusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.

Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna- fauna yang hidup berasosiasi dengan hutan mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.

Bukti- bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin bisa membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan) tahun untuk mengembalikan kondisinya seperti semula (O’Sullivan & Jacques, 2001).

Ekosistem terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak. Menurut O’ Sullivan & Jacques ( 2001 ), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang dengan minyak, maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai dapat dilihat dan sangat berpengaruh akibat tumpahan minyak. Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadi penyakit fisik (Pertamina, 2002).

Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot (jenis burung laut kutub). Tubuh burung ini akan tertutup oleh minyak, kemudian dalam usahanya membersihkan tubuh mereka dari minyak, mereka biasanya akan menjilat bulu-bulunya, akibatnya mereka banyak minum minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri.

(5)

PENUTUP

Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya–upaya untuk pencegahan dan penaggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan, dan aspek koordinasi.

Konvensi IMO (International Maritime Organization) yang mempengaruhi operasi- operasi kapal tangki minyak adalah konvensi international untuk Pencegahan Pencemaran dari kapal-kapal, 1973 bersama protocol 1978 dan amandemen berikutnya serta interpretasinya (MARPOL 73/78). Di dalam Annex (lampiran) 1 (satu) MARPOL 73/78 mengatur tentang peraturan–peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh minyak.

Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jendral Perhubungan Laut. 1983. Himpunan Ketentuan-Ketentuan Internasional tentang Pencegahan Pencemaran Laut dari Kapal: Sesuai dengan Konvensi MARPOL-73 & Protokol’78 serta Protokol’78 dari

SOLAS’74. Jakarta:Yayasan Kesejahteraan Keluarga Karyawan

Perhubungan Laut “Sekar Laut”.

Fahrudin, Drs, M.Si. 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Career Development Network, Jakarta: Faculty of Engineering University of Indonesia.

Farb, Peter, dkk. 1980. Ekologi. Pustaka Life, Jakarta:Tira Pustaka.

Misran, Erni, S.T., M.T. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membran Dalam Bidang Bioteknologi Kelautan Pengendalian Pencemaran. Medan: Digital Library Universitas Sumatera Utara.

O’Sullivan A.J. and T.G. Jacques. 2001. Impact Reference System – Effects of Oil in the Marine Environment: Impact of Hydrocarbons on Fauna and Flora , Internet Edition. Brussel:European Commission Directorate General Environment Civil Protection and Environmental Accidents, Belgium. Pertamina. 2002. Basic Safety Trainning,

Referensi

Dokumen terkait

Nangka merupakan salah satu buah yang cukup mudah dijumpai diwilayah Indonesa, buah ini terglong buah yang tidak musiman, sehingga terus berbuah sepaanjang tahun, namun

Adapun dissenting opinions dalam Putusan a quo dinyatakan bahwa Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) UU Pemda 2014 tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945

Hasil penelitian menunjukkan adanya trend peningkatan jumlah rumah tangga nelayan yang dikepalai perempuan hidup dengan karakteristik sosial ekonomi yang sangat

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Kota Surabaya - Jawa Timur (Dekat Kampus Unesa Lidah

Dalam rangka memenuhi semua ketentuan normatif aturan perundang undangan mengenai perencanaan nasional dan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

merupakan hasil penelitian anda Dengan kata lain, jika tidak ada penelitian yang anda lakukan maka kesimpulan tersebut tidak dapat ditarik.  Salah satu cara

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana karakteristik 10 penyakit utama yang ada di