IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG
PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS
KABUPATEN GRESIK
SKRIPSI
Oleh:
M. Muzayyin Habib Irsyad NIM. C04211087
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Prodi Ekonomi Syariah
Surabaya
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang ditulis oleh M. Muzayyin Habib Irsyad, NIM. C04211087 ini telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.
Surabaya, 18 Juni 2015 Pembimbing,
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
NIM
Fakultas//Prodi Judul Skripsi
M. Muzayy'in Habib Irsyad
c042t1087
Ekonomi dan Bisnis Islam/Ekonomi Syariah
Implement asi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan I(ena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitianlkarya
saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk surnbernya.
Surabaya, 29 Juni2015 Saya yang menyatakan,
M. Muzayyin habib ksyad
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik. Skripsi ini menerapkan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik dan apakah implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah berjalan dengan efektif di BAZNAS Kabupaten Gresik.
Data penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara. Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analisis yaitu pola pikir yang menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau fenomena masyarakat (sosial) atau kenyataan yang ada di lapangan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam implementasi regulasi tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, BAZNAS Kabupaten Gresik berperan mencetak Bukti Setor Zakat (BSZ). Muzakki yang menghendaki penghasilan kena pajak dapat dikurangkan dengan zakat yang telah dibayarkan, harus menyertakan BSZ tersebut saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak di KPP Pratama Gresik. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah berjalan dengan efektif di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa indikator yaitu: adanya kordinasi yang baik antara BAZNAS Kabupaten Gresik dengan pihak KPP Pratama Gresik, adanya aplikasi SIMBA yang memudahkan pengurus BAZNAS Kabupaten Gresik menerbitkan Bukti Setor Zakat (BSZ), dan sosialisasi yang intensif dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Gresik. Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dikeluarkan BAZNAS telah memenuhi persyaratan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sehingga muzakki yang menyertakan BSZ ketika pelaporan SPT tahunan pajak sudah dapat mengurangi penghasilan kena pajak dengan zakat yang telah dibayarkan.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Zakat ... 19
1. Pengertian Zakat... 19
2. Harta yang Wajib Dizakati ... 21
3. Sasaran Zakat ... 23
B. Tinjauan Umum Tentang Pajak ... 27
1. Pengertian Pajak ... 27
2. Jenis-Jenis Pajak di Indonesia ... 29
3. Pengertian Pajak Penghasilan ... 31
4. Subjek Pajak Penghasilan ... 31
5. Penghasilan Kena Pajak... 34
C. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak ... 36
1. Kedudukan Zakat dalam Pajak Penghasilan ... 36
2. Syarat Zakat Mengurangi Penghasilan Kena Pajak ... 38
3. Mekanisme Pembayaran Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak... 43
BAB III IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK A. Profil BAZNAS Kabupaten Gresik... 45
1. Sejarah BAZNAS Kabupaten Gresik ... 45
2. Visi dan Misi ... 47
3. Tujuan Adanya BAZNAS Kabupaten Gresik ... 47
4. Susunan Kepengurusan ... 50
B. Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 52
C. Data Tentang Efektifitas Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 58
BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat dan pajak merupakan dua hal yang tidak bisa dikesampingkan
dalam kehidupan beragama dan bernegara. Zakat merupakan salah satu rukun
Islam, sehingga bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat tertentu wajib
menunaikannya. Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 103 tentang
keharusan penguasa memungut zakat:
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. at-Taubah: 103)
Walaupun perintah Allah dalam ayat di atas pada asalnya ditujukan
kepada Nabi Muhammad, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa
Abu Lubaba dan kawan-kawan, namun hukumnya juga berlaku terhadap
semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim untuk
2
zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian
membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya.1
Sedangkan pajak merupakan kewajiban yang dikenakan oleh negara
kepada warga negaranya. Menurut Rochmat Soemitro, pajak sebenarnya
adalah utang, yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat. utang
menurut pengertian hukum adalah perikatan (verbintenis). Perikatan adalah
istilah hukum yang perlu dipahami maknanya ilmu hukum membahas
timbulnya dan hapusnya perikatan (utang pajak), membahas daluarsa,
membahas refrensi utang, paksa, sita, peradilan, pelanggaran dan sebagainya.2
Sebagian besar ulama fiqih memandang bahwa zakat dan pajak adalah
dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Menurut mereka, zakat
adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap Tuhannya, sedangkan
pajak adalah kewajibannya terhadap negara. Meskipun demikian, ternyata
zakat dan pajak terdapat kesamaan dalam beberapa hal, seperti penjelasan M.
Ali Hasan yang mengutip pendapat Yusuf Qardhawi3 :
1. Adanya unsur paksaan.
2. Adanya unsur yang mengelola, pajak harus disetorkan kepada Negara,
demikian juga zakat, sebab pada dasarnya zakat itu harus diserahkan
kepada pemerintah (Amil Zakat).
3. Tidak adanya unsur imbalan.
1
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 200.
2
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan (Bandung: Eresco, 1986), 1.
3
3
4. Tujuan pajak yaitu kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Demikian pula dengan zakat yang mempunyai tujuan yang sama
disamping ada nilai tambah umtuk kehidupan pribadi dan masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang berasaskan pancasila memiliki suku
bangsa, bahasa, agama, kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga hukum
positif kenegaraan terpisah dengan hukum agama. Dalam hal sistem
penerimaan kebijakan fiskal negara didasarkan pada pajak, bukan zakat.
sehingga kaum muslimin yang ingin membayar zakat harus menanggung
beban ganda. Gus Fahmi mengatakan bahwa dengan adanya kewajiban
membayar zakat dan pajak dalam dua undang-undang yang berbeda, yaitu UU
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan UU Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dirasa oleh kaum muslim sebagai beban
yang berat.4
Sejak kehadiran BAZNAS yang didirikan dengan Keputusan
Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional sebagai
tindak lanjut dari UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, telah
diusulkan agar setiap zakat yang dibayarkan umat Islam dapat menjadi
pengurang pajak. Pemerintah waktu itu tidak menyetujui begitu saja,
namun menetapkan Zakat sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak.
Selanjutnya kebijakan ini tidak hanya mencakup zakat saja tetapi juga
4
4
sumbangan keagamaaan yang bersifat wajib artinya perjuangan BAZNAS
untuk pengurangan pajak, juga dinikmati oleh para pemeluk agama yang lain.5
Undang-undang yang telah dihasilkan adalah UU Nomor 38 Tahun
1999 kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengolaan
Zakat. Zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak terdapat pada
pasal 22 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengolaan Zakat yang berbunyi,
“Zakat yang dibayarkan muzaki kepada BAZNAS atau LAZ, dikurangkan dari
penghasilan kena pajak.”
Sedangkan pada regulasi perpajakan khususnya tentang pajak
penghasilan yaitu UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah, perubahan terakhir adalah UU
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Zakat dapat menjadi
pengurang penghasilan kena pajak terdapat pada Pasal 9 ayat 1 huruf g UU
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, “Zakat yang diterima oleh
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemeritah.” Kemudian diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau
5Achmad Subianto, “Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Zakat dan Tanpa Zakat”, dalam
5
Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto.
Pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak ini
tentu memiliki persyaratan-persyaratan tertentu, yang paling utama adalah
pembayaran zakat harus melalui Badan Amil Zakat Nasional atau Lembaga
Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan Pemerintah. Hal ini diatur pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Badan atau
Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah yang Ditetapkan
Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib
yang Dapat Dikurangkan dari Pengahasilan Bruto.
Memang adanya regulasi ini tak sesuai dengan harapan awal yang
menghendaki bahwa zakat dapat mengurangi pajak secara langsung. Harapan
para muzaki adalah zakat dapat diposisikan sebagai pengurang pajak (tax
reductable), sehingga prinsip tidak ada pembayaran ganda dapat menjadi
kenyataan. Ali Muktiyanto dan Hendrian menjelaskan akan ada
kebaikan-kebaikan yang muncul jika hal tersebut terwujud yaitu6 :
1. Akan terjadi peningkatan tax ratio, yaitu jumlah pembayaran pajak akan
semakin banyak. Para wajib pajak muslim akan semakin bersemangat
membayar zakat maupun pajak, disebabkan sudah tidak ada lagi
pembayaran ganda.
6 Ali Muktiyanto dan Hendrian, “Zakat Sebagai Pengurang Pajak”,
6
2. Masyarakat miskin akan semakin terbantu. Dengan semakin banyaknya
dana zakat yang disalurkan kepada BAZ maupun LAZ maka
program-program pemberdayaan masyarakat akan semakin banyak bisa digulirkan.
3. Akan terjadi tuntutan kepada lembaga pengelola zakat, baik BAZ maupun
LAZ untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance, yaitu amanah,
profesionalitas, dan transparan.
Ketua Harian BAZNAS Jatim, Nur Hidayat, menilai regulasi zakat
dapat mengurangi penghasilan kena pajak itu sangat baik. Regulasi ini
memberikan persuasi kepada umat agar mau membayar zakat. Dalam UU
Nomor 38 Tahun 1999 dan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, tidak ada satu pasalpun yang menerangkan pemberian sanksi hukum
bagi mereka yang mangkir membayar zakat. Oleh karena itu, regulasi apapun
yang mempersuasi dan mengedukasi publik muslim untuk mau membayar
zakat sangat diperlukan. Namun demikian beliau berharap agar zakat tidak
sekedar mengurangi harta kena pajak saja, melainkan langsung mengurangi
pajak. sehingga akan lebih merangsang masyarakat muslim berzakat.7
Potensi zakat dalam skala nasional sesungguhnya sangat banyak
namun yang dapat dicapai hanya sebagian kecil saja. Gubernur BI Agus
Martowardojo menjelaskan bahwa dana zakat yang dihimpun saat ini baru
sekitar Rp. 3,7 triliun, sedangkan potensinya bisa mencapai Rp. 217 triliun.8
7
Nur Hidayat, “BAZNAS Sarankan Agar Zakat Jadi Pengurang Pajak”, dalam http://jurnalakuntansikeuangan.com/2013/08/baznas-sarankan-agar-zakat-jadi-pengurang-pajak/5 Agustus 2013, diakses pada 19 Oktober 2014.
8
7
Hal tersebut melihat dari tiga komponen diantaranya, komponen zakat rumah
tangga sebesar Rp 83 triliun atau sebesar 38 persen dari total potensi. Zakat
industri BUMN/BUMD sebesar Rp 116 triliun dan sebesar Rp 18 triliun untuk
zakat tabungan. Sementara untuk Jawa Timur potensi zakatnya sebesar Rp 15
triliun atau sebesar 3,4 persen dari total keseluruhan.9
Pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
(penghasilan bruto) telah berlaku sejak 2001. Namun menurut Didin
Hafidhuddin masih banyak Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam
(muzaki) maupun Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam yang belum memanfaatkan pengurangan penghasilan
bruto atas Pajak Penghasilan (PPh) tersebut.10
Di BAZNAS Kabupaten Gresik mulai menerapkan zakat sebagai
pengurang penghasilan kena pajak pada awal tahun 2014 dengan bantuan
aplikasi SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) sebagai data
nasional baik dari pengumpulan dan pendistribusian. Dengan aplikasi SIMBA
ini memberikan kemudahan pengurus BAZNAS untuk menerbitkan Bukti
Setor Zakat (BSZ) yang sesuai dengan ketentuan yang diakui oleh Dirjen
Pajak dan sesuai dengan Akuntansi PSAK 109.
Dengan diterapkannya zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik, penulis tertarik melakukan penelitian
9 Dewi Zumrotus Solecha, “Potensi Zakat Jawa Timur Capai 15 Triliyun”
, dalam http://surabayanews.co.id/2014/11/15/5316/potensi-zakat-jawa-timur-capai-15-triliyun, diakses pada 13 November 2014.
10 Didin Hafidhuddin, “Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak”, dalam
8
tentang hal tersebut. Penerapan regulasi yang sudah berjalan hampir setahun
ini tentu memiliki mekanisme-mekanisme tertentu dan beberapa komponen
yang menunjang efektivitas dalam implementasi regulasi ini. Untuk itu penulis
akan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Zakat Sebagai
Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.”
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dengan uraian latar belakang di atas, tentu terdapat beberapa masalah
yang muncul. Peneliti melakukan identifikasi sebagai berikut:
1. Persamaan dan perbedaan zakat dan pajak.
2. Kewajiban ganda, pembayaran zakat dan pajak bagi warga negara muslim.
3. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
4. Potensi zakat Nasional yang sangat besar.
5. Penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
6. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di
BAZNAS Kabupaten Gresik.
7. Efektivitas implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
di BAZNAS Kabupaten Gresik.
Agar tidak meluas pada permasalahan lain, maka masalah dalam penelitian
ini dibatasi:
1. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di
BAZNAS Kabupaten Gresik.
2. Efektivitas Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
9
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
di BAZNAS Kabupaten Gresik?
2. Bagaimana efektifitas implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan
kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.11
Penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah dengan judul
“Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang
Surabaya (Perspektif Hukum Islam)”12. Hasil penelitian ini yaitu dalam
perspektif hukum Islam pemotongan zakat dapat dikatakan tidak selaras
dengan ketentuan zakat emas karena terjadi ketidakkonsistenan dalam nisab.
Sedangkan praktek pemotongan zakat dan pajak tidak selaras dengan UU No.
38 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Zakat pasal 14 ayat 3 karena di sini terjadi
pemotongan secara bersamaan dan hal tersebut menimbulkan pemotongan
ganda dan dirasa memberatkan karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariah, dengan judul “Zakat Sebagai
Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan
11
Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel , 2014), 8.
12Khusnul Khotimah, “Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang
10
Undang Zakat di Kabupaten Bekasi)”13. Hasil penelitian ini yaitu dengan
adanya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 zakat dapat menjadi pengurang
penghasilan kena pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda kewajiban
yang harus dibayarkan oleh orang muslim. Adanya undang-undang zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak dinilai cukup maju namun
pelaksanaannya nampaknya belum begitu maksimal mengingat beberapa
kelemahan antara lain dari segi sosialisasi banyak masyarakat yang belum
mengetahui adanya undang-undang tersebut khususnya masyarakat bekasi.
Adapun pelaksanaan administratif zakat sebagai penghasilan kena pajak
adalah penghasilan bruto pribadi muslim atau lembaga muslim dikurangi 2,5%
hasil netto dari pengurangan zakat dibayarkan pajak dengan membawa bukti
setor zakat kepala kantor pajak.
Penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi
Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten
Gresik”. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena
penelitian ini mendiskripsikan secara mendalam tentang penerapan zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik
yang meliputi mekanisme-mekanismenya dan komponen-komponen lain.
Kemudian dianalisis untuk mengetahui efektifitas zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.
13 Mariah, “Z
akat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Zakat di Kabupaten Bekasi)”, dalam
11
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan
kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.
2. Untuk mengetahui efektifitas implementasi zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat dari hasil penelitian ini adalah :
1. Dari segi teoretis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam ranah akademik tentang
implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak khususnya
pada akademik UIN Sunan Ampel.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian diharapkan memberikan informasi
kepada Masyarakat tentang implementasi zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak khususnya di Kabupaten Gresik. Karena dengan
adanya informasi yang cukup memadai tentu semakin banyak elemen yang
dapat membantu kesuksesan program zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak ini.
G. Definisi Operasional
Agar lebih memudahkan dalam memahami skripsi ini. maka penulis
mendefinisikan beberapa istilah, antara lain:
Implementasi (pelaksanaan) zakat adalah pelaksanaan dalam
12
ini adalah salah satu tahapan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh
BAZNAS. Pengelolaan zakat mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
Pengurang penghasilan kena pajak artinya penghasilan muzaki akan
dikurangi dengan zakat yang telah dibayarkan melalui BAZNAZ atau LAZ
sebelum dihitung besarnya pajak yang harus dibayarkan. BAZNAS atau LAZ
wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki, bukti setoran
zakat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Penghasilan kena
pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan
untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).14
H. Metode penelitian
1. Data yang Dikumpulkan
Penelitian ini memakai pendekatan Kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.15 Penelitian ini tergolong
14
Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia (Yogyakarta: Graham Ilmu, 2012), 102.
15
13
penilitian lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh langsung
dari masyarakat melalui proses pengamatan (observasi) dan wawancara.
Adapun data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Data tentang Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan
Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.
b. Data tentang Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan
Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik dari buku, jurnal, artikel
dan skripsi terdahulu.
2. Sumber Data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber
data atau hasil dari penelitian lapangan. Sumber data ini didapatkan
dari tempat penelitian. Untuk memperoleh data primer ini, penulis
secara langsung mengadakan wawancara dengan pengurus BAZNAS
Kabupaten Gresik dan orang–orang yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas. Penulis juga akan mengkaji dokumen–
dokumen yang dapat dijadikan data pada penelitian ini.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur.
Sumber data ini adalah studi kepustakaan. Dalam penelitian ini penulis
melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan untuk mendapatkan
buku-buku yang menunjang dengan obyek penelitian dan berkaitan
dengan yang akan diteliti, penulis juga mempelajari berbagai jurnal
dan website yang membahas tentang zakat sebagai pengurang
14
1) Yusuf Qardawi, Hukum Zakat.
2) Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah.
3) M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan
Lembaga Keuangan.
4) Mienati Sonya Lasmana dan Budi Setiorahardjo, Cara Perhitungan
Pemotongan PPh Pasal 21.
5) Ismail Nawawi, Zakat Dalam Perspektif Fiqh, Sosial & Ekonomi
6) Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan.
7) Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji. Pajak di Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dan
penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi, dilakukan guna mendapatkan data dengan melakukan
pengamatan langsung ke tempat penelitian yaitu BAZNAS Kabupaten
Gresik untuk mendapatkan data yang relevan.
b. Wawancara, dilakukan penulis secara langsung dengan pihak-pihak
yang terkait dan berkompeten dengan tujuan penelitian untuk
mendapatkan data yang akurat.
c. Studi Dokumentasi, yakni pengumpulan data dokumentasi tentang
BAZNAS Kabupaten Gresik yang diambil dari dokumen-dokumen
yang berupa brosur, majalah, surat bukti setor zakat dan dokumen
15
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan, dokumen, atau
kepustakaan maka penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Editing¸ yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan
antara data yang ada, dan relevansi dengan penelitian.16
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam rangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.17 Dalam hal
ini penulis menyusun secara sistematis data-data tentang judul
penelitian untuk memaparkan apa yang telah dirancang sebelumnya.
c. Penemuan hasil yaitu menganalisa data yang telah diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari
rumusan masalah.18
5. Teknik Analisis Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yakni suatu
teknik analisis data memaparkan terlebih dahulu semua data yang telah
diperoleh kemudian menganalisisnya. Tujuan dari metode ini adalah untuk
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung: Alfa Beta, 2008), 243.
17
Ibid., 245.
18
16
membuat deskripsi atau gambaran menegenai objek penelitian secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Data yang sudah ada kemudian diolah dan dianalisis dengan pola
pikir induktif, yaitu metode penalaran yang berpangkal dari pengumpulan
data-data empiris yang bersifat khusus kemudian dianalisis untuk
disimpulkan pada keadaan yang lebih umum dan kongkrit dari hasil
penelitian.19 Fakta-fakta yang dikumpulkan adalah tentang implementasi
zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten
Gresik. Penulis mulai memberikan pemecahan persoalan yang bersifat
umum melalui penentuan rumusan masalah sementara dari observasi awal
yang telah dilakukan, dalam hal ini penelitian dilakukan di BAZNAS
Kabupaten Gresik sehingga ditemukan pemahaman terhadap pemecahan
persoalan dari rumusan masalah yang telah ditentukan.
Dari pemaparan di atas penelitian diarahkan untuk mencoba
mengungkapkan bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik. Penulis juga
menggunakan metode ini untuk memperoleh gambaran yang jelas yang
berkaitan dengan implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.
19
17
I. Sistematika Pembahasan
Secara sistematis, penulisan skripsi dibagi kedalam lima bab,
masing-masing terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab-bab
tersebut.
Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, bab ini membahas dan menguraikan
teori-teori yang berkaitan dengan zakat dan pajak mencakup pengertian zakat,
jenis zakat, pengertian pajak, penggolongan pajak, konsep pajak penghasilan,
regulasi-regulasi yang mengatur zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak, dan persyaratan formal zakat dapat menjadi pengurang penghasilan
kena pajak.
Bab ketiga adalah data penelitian, bab ini memuat deskripsi data yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif dalam arti tidak
dicampur dengan opini peneliti. Penulis akan mendiskripsikan secara jelas
tentang penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di
BAZNAS Kabupaten Gresik.
Bab keempat adalah analisis data, bab ini memuat analisis terhadap
data penelitian yang telah dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian,
menafsirkan dan mengintegrasikan temuan penelitian itu ke dalam kumpulan
18
sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik
berdasarkan deskripsi pada bab sebelumnya, kemudian penulis juga
menganalisis untuk menjawab permasalahan implementasi zakat sebagai
pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik sudah
berjalan dengan efektif.
Bab kelima adalah penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari hasil
pembahasan implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di
BAZNAS Kabupaten Gresik pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat ditinjau dari segi bahasa, merupakan kata dasar (masdar)
dari zaka> yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka>,
berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka> berarti orang itu
baik.1 Zakat juga dapat menunjukkan arti numuww (tumbuh) dan ziyadah
(bertambah), seperti dalam kalimat “zaka> al-zar„u”, tanaman itu tumbuh
dan bertambah.2
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan
dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan lainnya, akan tetapi
pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat merupakan bagian dari harta
dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt mewajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu.3
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan
pengertian menurut istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta
yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan
1
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Salman Harun, et al. (Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa, 2007), 34.
2
Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Agus Effendi dan Bahruddin Fananny (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 82.
3
20
bertambah, suci dan beres (baik)4. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
surat al-Taubah ayat 103 dan surat al-Ruum ayat 39.
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”5
Artinya: “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak berambah dalam pandangan Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, Maka itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”6
Pengertian zakat juga terdapat pada pasal 1 ayat 2
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, “Zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.”
4
Ibid.
5
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), vol 4 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 198.
6
21
2. Harta yang Wajib Dizakati
Secara garis besar zakat terbagi dua, yaitu:
a. Zakat Ma>l (harta): emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan
(buah-buahan dan biji-bijian) dan barang perniagaan.
b. Zakat Nafs, zakat jiwa yang disebut juga “zaka> al-fitrah” (zakat yang
diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan puasa yang
difardhukan).
Pada skripsi ini hanya sedikit membahas zakat nafs karena fokus
penelitian berkenaan dengan zakat ma>l. Mengenai jenis-jenis zakat ma>l,
Sjekhul Hadi Permono menjelaskan mengenai prinsip sumber zakat yang
dipakai oleh BAZIS,7 yaitu:
a. Bahwa zakat itu terdapat pada semua harta yang mengandung “illat”
kesuburan, atau berkembang, baik berkembang dengan sendirinya atau
dikembangkan dengan jalan diternakkan atau diperdagangkan.
b. Bahwa zakat itu dikenakan pada semua jenis tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan yang bernilai ekonomis.
c. Bahwa zakat itu terdapat dalam segala harta yang dikeluarkan dari
perut bumi, baik yang berbentuk cair maupun berwujud padat.
d. Bahwa gaji, honor, dan uang jasa, yang kita terima, di dalamnya ada
harta zakat yang wajib kita tunaikan.
Yusuf Qardawi menjelaskan jenis-jenis harta yang wajib dizakati
adalah binatang ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil
7
22
pertanian, hasil sewa tanah, madu dan produksi hewan lainnya, barang
tambang dan hasil laut, hasil investasi pabrik dan gudang, hasil pencarian
dan profesi, hasil saham dan obligasi.8
Didin Hafidhuddin menjelaskan mengenai sumber zakat yang
diterangkan secara terperinci dalam Quran dan Hadis menurut Ibn
al-Qayyim yaitu pada dasarnya ada empat macam yaitu tanam-tanaman dan
buah-buahan, hewan ternak, emas dan perak, serta harta perdagangan.9 Hal
yang relatif sama juga dikemukakan oleh al-Habsyi dan Mughniyah, tapi
ada beberapa ulama dan ahli fikih yang menambahkan barang tambang
dan barang temuan diantaranya yaitu Ahmad bin Qudamah, Wahbah
al-Zuhaili, dan Sabiq.
Sumber zakat dalam perekonomian modern, meskipun secara
langsung tidak dikemukakan dalam al-Quran dan Hadis, namun dengan
menggunakan Qiyas, para ahli fikih menyebutkan sumber zakat modern
meliputi10: zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga,
zakat perdagangan uang, zakat hewan ternak yang diperdagangkan, zakat
madu dan produk hewani, zakat investasi properti, zakat tanaman anggrek,
ikan hias, walet, dan sebagainya, zakat aksesoris rumah tangga modern.
Ismail Nawawi menambahkan zakat polis asuransi.11
8
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat…, 122-123.
9
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam…, 28.
10
Ibid., 91.
11
23
3. Sasaran zakat
Orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan
golongan sesuai yang diterangkan surat al-Taubah ayat 60.
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”12(QS. 9: At-Taubah: 60)
a. Fakir
Fakir menurut Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad
adalah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak
dalam memenuhi keperluannya: sandang, pangan, tempat tinggal dan
segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi
mereka yang menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan
sepuluh dirham perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga, atau dua
dirham.13
12
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya…, 137. 13
24
Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengertian
fakir di atas adalah untuk miskin dan pengertian miskin menurut tiga
mazhab dipakai untuk mendefinisikan fakir.
b. Miskin
Miskin adalah yang mempunyai harta atau penghasilan layak
dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi
tanggungannya, tapi tidak sepenuhnya tercukupi, seperti misalnya yang
diperlukan sepuluh, tapi yang ada hanya tujuh, atau delapan, walaupun
sudah masuk satu nisab atau beberapa nisab.14
c. Amil
Amil adalah orang-orang yang ditugaskan untuk
mengumpulkan, mengurus dan menyimpan harta zakat baik mereka
yang bertugas mengumpulkan dan menyimpan harta zakat sebagai
bendahara maupun selaku pengatur administrasi pembukuan, baik
mengenai penerimaan maupun pembagian (penyaluran). Golongan
amil ini menerima pembagian zakat sebagai imbalan pekerjaan
mereka.15 d. Mu’allaf
Ada beberapa macam yang termasuk dalam mu’allaf. Secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua, pertama orang kafir dan muslim.
Golongan kafir terbagi menjadi dua yaitu golongan yang memiliki
kecenderungan memeluk Islam , maka mereka dibantu sementara yang
14
Ibid., 513.
15
25
kedua yaitu mereka yang dikhawatirkan gangguannya terhadap Islam
dan umatnya, golongan yang kedua tidak diberi zakat.
Sedangkan dalam kategori Islam ada orang yang baru masuk
Islam yang imannya belum teguh, Orang Islam yang yang berpengaruh
dalam kaumnya dengan asumsi kalau dia diberikan zakat, maka orang
lain dari kaumnya akan masuk Islam, Orang Islam yang berpengaruh
terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari
kejahatan kafir yang dibawah pengaruhnyanya.16 e. Riqa>b
Imam Syafi’i mengatakan bahwa riqa>b adalah hamba sahaya
yang sedang dalam proses memerdekakan dirinya (mukatib). Adapun
menurut Imam Malik riqa>b adalah orang memerdekakan hamba sahaya
dengan cara membelinya kemudian memerdekakannya. Imam Abu
Hanifah membenarkan keduanya.17 f. Ghari>m
Ghari>m adalah orang yang mempunyai hutang yang
dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Ghari>m diberi
zakat agar mereka dapat membayar hutang mereka. g. Sabi>lillah
Sabi>lillah adalah orang yang secara suka rela menjadi tentara
membela agama Allah terhadap orang–orang yang mengganggu
16
Kementrian Agama RI, Pedoman Zakat, 9 (Jakarta: Cahaya Cempaka, 2006), 86.
17
26
keamanan orang-orang muslim. Ulama kontemporer memasukkan
dalam kelompok ini semua kegiatan sosial baik yang dikelola oleh
perorangan atau organisasi-organisasi Islam seperti pembangunan
masjid, lembaga pendidikan, rumah sakit dan lain sebagainya, dengan
alasan sabilillah dari segi kebahasaan mencakup segala aktivitas yang
mengantarkan menuju jalan dan keridhaan Allah.18
h. Ibnu Sabil
Adalah Orang yang sedang bepergian yang memerlukan
pertolongan meskipun ia mempunyai kekayaan di negerinya.
4. Hikmah Zakat
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal
dan horizontal. Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud
ketakwaan seorang hamba kepada Allah, sedangkan secara horizontal
zakat mempunyai fungsi sosial.
Yusuf Qardawi menerangkan hikmah zakat dengan membaginya
dalam dua kategori individu dan kehidupan masyarakat. Hikmah secara
individu bagi si pemberi adalah19 zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir,
zakat yang dikeluarkan oleh si muslim, zakat mendidik berinfaq dan
memberi, berakhlak dengan akhlak Allah, zakat merupakan manifestasi
syukur atas nikmat Allah, zakat mengobati hati dari cinta dunia, zakat
mengembangkan kekayaan batin, zakat mensucikan harta, zakat
mengembangkan harta. Sedangkan secara individu bagi penerima, zakat
18
Ibid., 634.
19
27
membebaskan si penerima dari kebutuhan, zakat menghilangkan sifat
dengki dan benci.
Pada kehidupan masyarakat, zakat memiliki tanggung jawab
sosial, zakat memiliki peran ekonomi salah satunya yaitu merangsang
adanya diatribusi pendapatan yang cair, zakat juga berperan membangun
akhlak mulia umat.
Zakat merupakan push factor bagi perbaikan kondisi masyarakat,
khususnya ekonomi, karena dengan adanya distribusi zakat, akan terjadi
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang lebih luas.20 Islam
memberikan hak milik kepada orang fakir atau miskin yang mau bekerja
dengan memberikan dana atau modal untuk berproduksi.21
B. Tinjauan Umum Tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Secara bahasa, pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
d}aribah yang artinya mewajibkan, menetapkan, memukul, menerangkan
atau membebankan, dan lain-lain.22 Ia disebut beban karena merupakan
kewajiban tambahan atas harta setelah zakat. Jadi, d}aribah adalah harta
yang dipungut secara wajib oleh negara untuk selain jizyah dan kharaj,
sekalipun keduanya secara awam bisa dikategorikan d}aribah.23
20
Umrotul Hasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrument Pemberdayaan Ekonomi Umat (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 49.
21 Ridwan Mas’ud dan Muhammad
, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: UII Press, 2005), 138.
22
A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), 815. 23
28
Secara istilah, pajak menurut Yusuf Qardawi adalah kewajiban
yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari
negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di
satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik
dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.24
Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson dan Horace R.
Brock menjelaskan bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,
namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan.25
Andriani menjelaskan bahwa pajak adalah iuran kepada warga
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan–peraturan dengan tidak mendapatkan
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.26
Tokoh nasional, Rochmat Soemitro, guru besar Universitas
Pajajaran, merumuskan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
24
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat…, 998.
25
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan, Konsep, Teori, dan Isu (Jakarta: Kencana, 2006), 22.
26
29
negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.27
Dari pengertian berbagai pengertian di atas pajak mempunyai
unsur-unsur:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
b. Pajak dapat dipaksakan.
c. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.
d. Tidak dapat ditunjukkannya timbal balik atau kontraprestasi secara
langsung.
2. Jenis–Jenis Pajak di Indonesia
Berbagai jenis pajak di Indonesia dikelompokkan menurut lembaga
atau instansi yang memungut pajak28 yaitu:
a. Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak negara adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan
oleh pemerintah pusat. Pajak negara terdiri dari:
1) Pajak penghasilan.
2) Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah.
3) Pajak bumi dan bangunan.
4) Bea materai. 27
Ibid., 12-13.
28
30
5) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
6) Penerimaan negara yang berasal dari migas (pajak dan royalty).
b. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau
badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa kontraprestasi
secara langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.29
Pajak daerah, dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak daerah tingkat I
(propinsi) dan pajak daerah tingkat II (kabupaten/kota).
1) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)
a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
b) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
2) Pajak Daerah Tingkat II
a) Pajak hotel dan restoran.
b) Pajak hiburan.
c) Pajak reklame.
d) Pajak penerangan jalan.
e) Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C.
29
31
f) Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
3. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan
kepada subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. dari definisi tersebut maka subjek pajak akan dikenai
pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan.30
Regulasi yang mengatur tentang pajak penghasilan sampai
amandemen ke empat yaitu31:
1. UU Nomor 7 Tahun 1983.
2. UU Nomor 7 Tahun 1991.
3. UU Nomor 10 Tahun 1994.
4. UU Nomor 17 Tahun 2000.
5. UU Nomor 36 Tahun 2008.
4. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang memiliki
potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk
dikenakan pajak penghasilan. Menurut Charles Dulles Merpaung dan
Gusti Nyoman Putera, pajak penghasilan adalah pihak terhadap siapa
30
Wirawan ED Radianto, Memahami Pajak Penghasilan Dalam Sehari (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1.
31
32
pajak akan ditagih oleh negara, atau dengan kata lain pihak yang
mempunyai kewajiban pajak subjektif.32
Subjek pajak meliputi:33
a. Orang Pribadi
Orang pribadi adalah setiap orang yang tinggal di Indonesia
atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan
penghasilan dari Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi dua yaitu orang
pribadi dalam negeri dan luar negeri. Subjek pribadi dalam negeri yaitu
orang yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183
hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek pajak pribadi luar negeri yaitu orang yang tidak
bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak
harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, tetapi orang
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, atau dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
32
Charles Dulles Merpaung dan Gusti Nyoman Putera, Dasar-Dasar Pajak Penghasilan (Jakarta: Integritas Press, 1985), 9.
33
33
b. Harta Warisan yang Belum Dibagi
Harta warisan yang belum dibagi adalah warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha
tetap, dan bentuk badan lainnya.
Subjek pajak badan dibedakan menjadi dua yaitu dalam negeri
dan luar negeri. Subjek pajak badan dalam negeri yaitu badan didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia. Sedangkan subjek pajak badan
luar negeri yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan.
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, atau dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
34
d. Badan Usaha Tetap
Badan Usaha Tetap (BUT) adalah berbentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
5. Penghasilan Kena Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.34
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak dalam negeri
badan dihitung sebesar penghasilan netto, sedangkan untuk Wajib Pajak
orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).35 Untuk menetukan penghasilan
netto Wajib Pajak badan atau pun Wajib Pajak orang pribadi, penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh
Undang-Undang PPh.36
34
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung: Eresco N.V, 1965), 2443.
35
Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia…, 102. 36
35
Penghasilan Kena Pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto – PTKP
= penghasilan bruto – (biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP Penghasilan Kena Pajak (WP badan)
= penghasilan netto – PTKP
= penghasilan bruto – (biaya yang diperkenankan UU PPh)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai peraturan terbaru
terdapat pada pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.122/PMK.010/2015 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi
sebagai berikut:
a. Rp. 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi.
b. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin.
c. Rp. 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
d. Rp. 3.000.000, 00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
36
Mengenai tarif pajak terdapat pada pasal 17 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa tarif
pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yaitu:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, adalah sebagai berikut:
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF
PAJAK
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 250.000.000,00 15% Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00 25%
Di atas Rp. 500.000.000,00 30%
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar
28% (dua puluh delapan persen).
C. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak
1. Kedudukan Zakat dalam Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Penghasilan itulah yang disebut objek pajak. Undang-Undang Perpajakan
menyebutkan macam-macam objek pajak dan bukan objek pajak.
Adapun yang bukan objek pajak salah satunya yaitu zakat
sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a angka 1
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan berbunyi
“Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil
37
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Kemudian dalam pasal 9 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan diterangkan bahwa dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap, yang boleh sebagai pengurang adalah zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2012
mengatur bahwa pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri.
Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
38
a. Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.
b. Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat(1)
dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.
Jadi kedudukan zakat dalam Pajak Penghasilan sebagai salah satu
pengurang Penghasilan Kena Pajak. Sementara itu, posisi zakat dalam
SPT Tahunan dari peraturan Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak adalah
setelah Penghasilan Bruto dan berfungsi sebagai pengurang dari
Penghasilan Kena Pajak.
2. Syarat Zakat Mengurangi Penghasilan Kena Pajak
Agar zakat dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada
pajak penghasilan harus memenuhi beberapa syarat formal yang harus
dipenuhi sesuai peraturan-peraturan yang berlaku, mengenai hal itu
terdapat pada Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003
tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak Penghasilan.
a. Zakat harus nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang
39
b. Zakat dibayarkan kepada BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ
(Lembaga Amil Zakat) yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Mengenai Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang
dibentuk dan disahkan Pemerintah diatur pada Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang
Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah yang
Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Pengahasilan Bruto
antara lain memuat badan/lembaga sebagai penerima zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto adalah :
1) Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 8 Tahun 2011 tanggal 17 Januari 2001.
2) Lembaga Amil Zakat(LAZ) sebagai berikut :
a) LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 439 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober
2001.
b) LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 440 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober
40
c) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 441 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober
2001.
d) LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 481 Tahun 2001 tanggal 7 Nopember
2001.
e) LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 523 Tahun 2001 tanggal 10 Desember
2001.
f) LAZ Baitul Maal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 538 Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001.
g) LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 552 Tahun 2001 tanggal 31 Desember 2001.
h) LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 330 Tahun 2002 tanggal 20 Juni 2002.
i) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan
Keputusan Menteri Agama Nomor 406 Tahun 2002 tanggal 7
September 2002.
j) LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia berdasarkan
Keputusan Menteri Agama Nomor 407 Tahun 2002 tanggal 17
41
k) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan
Keputusan Menteri Agama Nomor 445 Tahun 2002 tanggal 6
November 2002.
l) LAZ Baitul Maal wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 468 Tahun 2002 tanggal 28 November 2002.
m) LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 313 Tahun 2004 tanggal 24 Mei 2004.
n) LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 410 Tahun
2004 tanggal 13 Oktober 2004.
o) LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007.