BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah pola berpikir, berdasarkan seperangkat asumsi filosofis
(ontologi, epistemologi, dan metodologi). Paradigma penelitian ini berdasarkan
kajian filosofis terbangun melalui pertanyaan filosofis. Pertanyaan ontologikal
berhubungan dengan bentuk dan dasar realitas dari fenomena sebagai sumber data
untuk mengkaji apa yang dapat diketahui; yaitu, dasar pendeskripsian dari
Ill-Structured Problem. Pertanyaan epistemologi berhubungan dengan sifat dasar dari
hubungan antara teori-teori (peneliti) dan apa yang dapat diketahui dari fenomena
Ill-Structured problem; yaitu, dasar dari hubungan PMS dan Hiperteks di satu
pihak dan Ill-structured Problem di lain pihak. Pertanyaan metodologikal
berhubungan dengan bagaimana peneliti menentukan jalan yang ditempuh untuk
mengetahuinya, yaitu, dasar bagi metoda-metoda yang akan digunakan untuk
menentukan jalan yang ditempuh untuk meneliti Ill-structured Problem.
Fenomena bandul sederhana yang melibatkan sejumlah representasi
untuk mengungkapkannya lebih tuntas menimbulkan isu kompleksitas
epistemologikal. Isu ini muncul sebagai akibat kriteria parsimoni yang diterapkan
terhadap fenomena agar dapat direpresentasikan sebagai model matematika
(Pernapes, 2010). Berdasarkan pertimbangan metodologikal, kondisi ini perlu
diatasi pada tingkat paradigmatik yang dapat di tampilkan sebagai upaya
menemukan suatu pandangan yang diperlukan untuk menyeimbangkan isu
Pertentangan paradigma metodologi kuantitatif dan paradigma kualitatif
nampaknya sudah mulai mereda dengan diterimanya mixed method oleh sebagian
besar peneliti. Tetapi penting bagi peneliti agar dapat meyakinkan bahwa
penggunaan mixed method dilakukan dengan cukup kritis sejalan dengan agar
fungsinya pengungkapannya optimal dalam penerpannya terhadap permaslahan
yang kompleks. Dalam penelitian ini, penggunaan mixed method diperlukan
untuk menghadapi isu pelik dari paradigma linear dan paradigma non-linear dari
media pembelajaran. Penanganan isu ini menjadi kompleks karena menjadi
menjadi kontroversial.
Contohnya adanya kubu yang meginginkan agar pembelajaran sains
tetap konisten sebagai menjaga keutuhan metoda ilmiah di dalam melalui
pendekatan data driven dalam bentuk hands on disatu pihak dan di pihak lain agar
dialougical driven dalam bentuk minds on (Kennedy, 1998). Masing-masing kubu
ini dapat disejajarkan dengan paradigma linear dan paradigma non-linear dilihat
dari pengadopsian dari hands on dan minds on masing-masing kelompok.
Sebagaai upaya eksploratif, tujuan utama penelitian adalah
meningkatkan pemahaman mengenai isu media pembelajaran nonlinear, tetapi
juga tidak mengabaikan pentingnya metoda kuantitatif untuk maksud konfirmasi
pendahulua mengenai manfaat hiperteks. Jadi penggunaan mixed method kiranya
tepat karena memberikan keleluasaan dalam penggunaan metoda baik kualitatif
ini. Secara diagramatik, kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Paradigma Penelitian berdasarkan Asumsi Filosofis
Landasan epistemologi materi subjek
1. Pelaksanaan dan Desain Penelitian
Wujud dari mixed methods adalah proses penelitian yang melibatkan
aspek kualitatif yang ditampilkan sebagai langkah-langkah penelitian, dan aspek
kuantiatif berupa desain pre dan post test.
Pelaksanaan dan desain penelitian dari Gambar 3.2, memperlihatkan 3
perangkat utama:
Daerah A, berintikan komponen Teks Dasar, merupakan materi dasar
penelitan yang ahirnya menghasilkan Struktur Global setelah terlebih mengalami
Penghalusan, Generalisasi, dan Konstrukis, untuk memisahkan teks pengetahuan
menjadi proposisi Mikor, dan Makro.Bersama-sama dengan Teks dan File
Pendukung, Struktur Global ini merupakan masukan untuk Pembelajaran
Hiperteks.
Daerah B, berintikan Studi Pendahuluan yang hasilnya menjadi
masukan penting untuk merevisi Pembelajaran Hipertteks (C). Jadi hiperteks
yang digunakan sudah memenuhi kriteria realibilitas. Pembelajaran Hiperteks
dirancang berdasarkan Argumentasi Toulmin dan Skema Pemecahan Masalah.
.Daerah C yang diwakili oleh Pembelajaran Hiperteks merupakan
komponen inti penelitian yang akan memperkirakan kemampuan hiperteks ini
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa, hasil belajar, dan kemampuan
Daerah D merupakan komponen penelitian kuantitatif dengan desain
pre-pos tes. Dengan tujuan untuk mengukuhkan kemampuan hiperteks meningkat
pemahaman dan ketrampilan menyelesaikan soal-soal ill-structured.
Daerah E merupakan komponen penelitian kualitatif untuk
mengungkapkan secara lebih rinci proses penyelesaian soal-soal fisika ioleh
mahasiswa dengan melihat bagaimana argumentasi toulmin diguanakan untuk
mengkonstruksi pengetahuan.
Gambar 3.2 Paradigma Penelitian Berdasarkan Pendekatan Kuantitaitf dan Pendekatan Kualitatif
2. Deskripsi Penelitian .
Dengan mengacu pada areat-area di atas, Gambar 3.2. dapat
dideskirpsikan secara bebas menurut letak komponen-komponen penelitian
Pekerjaan menganalisis dimulai dengan penurunan proposisi makro dan
mikro dari dari teks dasar untuk topik Kinematika yang diambil dari buku teks
Fundamental of Physics Halliday & Resnick. Seluruh proposisi makro dan mikro
yang dihasilkan dipetakan kedalam struktur makro dengan menjaga hubungan
hirarkinya. Struktur makro sebagai dasar navigasi logis program pembelajaran
media hiperteks, dan tautan yang berdasarkan proposisi-proposisi yang jelas
aturan argumentatif Toulmin. Analisis berdasarkan tinjauan pustaka tentang
pedagogi materi subjek (PMS). Penurunan teks dasar menjadi proposisi yang
diwujudkan melalui aturan makro yaitu penghapusan, generalisasi, dan
konstruksi.
Selanjutnya adalah mengkaji isi silabus mata kuliah Fisika Dasar, hand
out dan buku teks mata kuliah Fisika Dasar pada kurikulum program studi
pendidikan fisika di LPTK/FMIPA salah satu perguruan tinggi yang ada di
Medan. Tujuan kajian ini untuk mempelajari bagaimana hakikat dan tujuan
perkuliahan Fisika Dasar, Berdasarkan kajian tersebut dikembangkan program
pembelajaran media hiperteks yang memuat aktivitas dan tugas-tugas
pembelajaran sebagaimana layaknya program pembelajaran. Tugas-tugas tersebut
berupa: pengamatan simulasi interaktif, pemecahan masalah dan kemampuan
argumentasi Toulmin yang dkembangkan berfdasarkan studi pendahuluan di
lapangan.
Penekanan tindakan pedagogi pada bagian-bagain tautan proposisi teks
dosen pada studi pendahuluan. Dengan demikian pengembangan program ini
membantu mahasiswa memahami tindakan pedagogi yang sesuai dengan
proposisi teks.
Kemampuan yang diukur sebelum implementasi adalah pemahaman konsep
dan pemecahan masalah. Sedangkan kemampuan yang diukur setelah
implementasi adalah: pemahaman konsep, pemecahan masalah, berpikir logik,
dan kemampuan argumentasi dalam memecahkan masalah secara kelompok.
Pentingnya pemahaman konsep, kemampuan argumentatif dan kemampuan
pemecahan masalah yang dibutuhkan calon guru fisika sehingga mampu
mengasah keterampilan mereka menjadi guru yang professional. Kemampuan
berpikir logik bukan sebagai dasar pengembangan media hiperteks, sehingga tidak
ada tugas-tugas atau perlakuan secara langsung dalam tugas-tugas atau aktivitas
berpikir logik. Tetapi kemampuan berpikir logik perlu diperhitungkan sebagai
variabel iringan bersama-sama dengan program hiperteks mampu meningkatkan
pemahaman konsep dan pemecahan masalah. Secara jelas dapat dilihat dalam
analisa kovariat, kemampuan berpikir logik sebagai variabel kovariat untuk
melihat pengaruh media hiperteks terhadap pemahaman konsep.
B. Metode-metoda Penelitian
Metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan
metode kualitatif dan metode kuantitatif (mixed methods). Dalam hal ini,
pembelajaran kinematika, dan selanjutnya diimplementasikan. Metode kualitatif
dalam penelitian ini digunakan sebelum metode kuantitatif. Selain itu metode
kualitatif juga digunakan untuk menganalis kemampuan argumentasi dalam
pemecahan masalah melalui analisis PMS. Studi ini juga menggunakan metode
kuantitatif yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep, kemampuan
pemecahan masalah dan kemampuan berpikir logik. Selanjutnya, pengujian
efektifitas media hiperteks dilakukan dengan desain pretes-postes.
Sumber data diperoleh dari hasil rekaman PBM yang disusun dalam
bentuk transkrip dan teks kinematika dari buku teks. Transkrip diubah menjadi
teks dasar melalui penghalusan yang merupakan hasil penurunan proposisi yang
disusun suatu representasi teks berupa struktur makro dan struktur global dari teks
dan ditentukan tindakan pedagogi, menjadi sumber data bagi suatu pengembangan
model representase eksplanasi.
Subjek penelitian adalah buku teks Fundamental of Physics yang ditulis
oleh David Halliday, Robert Resnick, & Jearl Walker dan dosen yang mengajar
Fisika Dasar khususnya pada topik kinematika. Gejala-gejala pembelajaran yang
dikendalikan oleh logika-internal penting diperhatikan. Dalam pandangan
wacana, sifat interaksi kelas merupakan wacana verbal dalam menunjukkan
implikasi metodologi dalam penelitian ini. Metode utama yang digunakan dalam
perancangan dan pengembangan program pembelajaran media hiperteks adalah
metode observasi dan interview. Gejala pembelajaran dapat dilihat dalam kegiatan
berikut: (a) analisis buku teks (melihat kelayakan hirarki materi dengan proposisi
(mempertimbangkan tindakan pedagogi sebagai dasar pengembangan media
hiperteks), dan (c) analisis silabus Fisika Dasar (sasaran capaian sebagai dasar
mempertimbangkan muatan materi kinematik dalam program pembelajaran yang
dikembangkan). Tahapan pengembangan program pembelajaran media hiperteks
ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pengembangan Pembelajaran
Analisis buku Teks
Analisis pembelajaran dosen
Analisis silabus Fisika Dasar
Studi pendahuluan: Observasi PBM dengan cara merekam dan mengamati, dan melakukan
wawancara kepada dosen dan mahasiswa
Analisis Data Rekaman dan Pengamatan
Mengembangkan Media hiperteks pembelajaran berdasarkan analisis buku teks dan analisis transkrip
pembelajaran di kelas
Mengimplementasikan Media hiperteks pembelajaran berdasarkan analisis buku teks dan analisis transkrip pembelajaran di
C. Desain
Disain penelitian kuantitati yang digunakan adalah one group pre-test
dan post-test, yaitu penelitian eksperimen yang dilakukan hanya pada satu grup
saja dan tidak dilakukan tes kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum
diberikan perlakuan (Fraenkel & Wallen, 2003). Disain ini digunakan agar
peneliti dapat memahami perbedaan yang terjadi pada setiap pengukuran yang
ada. Ada pun dua pengukuran yang terjadi pada penelitian ini, yang pertama pada
saat sebelum diberikan perlakuan atau pre-test dan yang terakhir pada saat
sesudah diberikan perlakuan atau post-test. Peneliti sengaja tidak menggunakan
kelompok pembanding atau kontrol, karena setiap mahasiswa/i memiliki latar
belakang yang berbeda-beda, sehingga akan menghasilkan tingkat pemahaman
yang berbeda-beda pula (Fraenkel & Wallen, 2003).
Untuk metode kualitatif, peneliti memfokuskan desain analisis buku teks
termasuk dokumen-dokumen pembelajaran sampai pada pengembangan hiperteks.
Tradisi penelitian kualitatif memiliki tipe yang banyak, namun Creswell (2003)
dalam buku yang dilaporkan menggolongkannya menjadi lima tradisi. Ada
sebagian penulis mengklasifikasikan tradisi kualitatif, namun sebagian yang
lainnya hanya menyebutkan tradisi yang menjadi favorit mereka. Dalam kaitan
ini, tidak kalah juga pentingnya mencermati perspektif tentang
pandangan-pandangan filosofis, teoretis, dan ideologis. Esensi dari suatu studi kualitatif yang
baik terdiri atas tiga siklus yang saling berhubungan, yaitu tradisi inkuiri,
filosofis dan teoretis. Sifat saling mempengaruhi diantara ketiga faktor ini tentu
saja memberikan kontribusi yang membuat suatu studi kualitatif menjadi
kompleks dan harus dilakukan dengan prosedur yang ketat. Gambaran visual
pelaksanaan penelitian kualitatif ditunjukkan Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Gambaran Visual Pelaksanaan Penelitian Kualitatif (Creswell, 2003).
Dari uraian-uraian di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa para peneliti
kualitatif dituntut untuk menyadari prosedur-prosedur penelitian kualitatif dan
perbedaan-perbedaan dalam tradisi inkuiri kualitatif. Paling sedikit ada dua track
yang paralel dalam suatu studi kualitatif, yakni konten substantif studi dan
metodologi. Seiring dengan semakin meningkatnya minat terhadap penelitian
kualitatif, maka penting dicermati agar studi-studi kualitatif dilakukan sesuai
dengan prosedur-prosedur yang biasa dikembangkan dalam tradisi-tradisi inkuiri.
Asumsi-asumsi Kerangka
Tradisi-tradisi
Disain Penelitian Rancangan
Untuk implementasi hiperteks dalam pembelajaran konsep kinematika
tersebut berikut bagan one group pre-test post-test di bawah ini:
O1 X O2
O1: tes awal sebelum diberikan perlakuan
X : perlakuan diberikan
O2: tes terakhir setelah diberikan perlakuan
Tes awal atau pre-test yang diberikan berupa instrumen tes berbentuk
pilihan ganda untuk melihat kemampuan pemahaman konsep dan essay untuk
melihat kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon guru fisika sebelum
diberi perlakuan. Tes akhir atau post-test yang diberikan berupa tes keterampilan
argumentasi yang berbentuk wacana, tes kemampuan berpikir logis, instrumen tes
berbentuk pilihan ganda untuk melihat kemampuan pemahaman konsep dan essay
untuk melihat kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon guru fisika
setelah diberi perlakuan.
Dalam analisis data, khususnya untuk analisis “gain” atau perubahan
sebagai akibat dilakukannya perlakukan–penggunaan media hiperteks dalam
pembelajaran kinematika, maka skor pretes setiap individu pembelajar
dibandingkan dengan skor postes. Selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk
mengetahui sejauh mana signifikansi perbedaannya dalam perubahan perilaku
pembelajar, yakni prestasi berupa kemampuannya memahami skills berpikir
D. Lokasi Penelitian
Studi pendahuluan dilaksanakan pada sebuah LPTK di Bandung dan di
Medan. Selanjutnya untuk pelaksanaan implementasi pembelajaran dilakukan
pada sebuah LPTK di Medan.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian untuk observasi PBM keperluan studi pendahuluan
adalah dua orang dosen Fisika disalah satu LPTK di Bandung dan di Medan.
Subyek penelitian untuk data eksplorasi PBM adalah dosen yang mengajar topik
kinematik, memberikan gambaran fungsi representasi pengajaran. Subyek
penelitian untuk implementasi adalah mahasiswa calon guru pendidikan fisika di
salah satu LPTK di Medan sebanyak 36 mahasiswa yang terdiri dari 10
mahasiswa laki-laki dan 26 mahasiswa perempuan pada mata kuliah Fisika Dasar.
Subjek penelitian dipilih berdasarkan hasil observasi yang menunjukkan bahwa
PBM pada salah satu LPTK di Medan pada umumnya didominasi dosen-dosen,
pembelajaran kurang mendorong mahasiswa untuk mengembangkan
pemikirannya dalam bereksperimen dan menemukan hal-hal yang baru. Teknik
pengambilan sampel tidak secara acak tetapi teknik purposive sampling, dengan
memperhitungkan pertimbangan tertentu dan sudah menargetkan sekelompok
orang untuk menjadi sampel. Teknik sampling ini pun tentunya telah
memertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat agar sesuai dengan
F. Instrumen Penelitian
Dalam bagian ini menjelaskan instrumen penelitian, yaitu (1) instrumen
dan pengembangannya, dan (2) validasi program pembelajaran media hiperteks.
1. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Sebagai alat pengumpul data, instrumen dalam penelitian ini terdiri dari
dua bagian yaitu intrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes berupa tes
berbentuk uraian dan tes pilihan ganda. Tes berbentuk uraian adalah untuk
mengukur kemampuan mahasiswa dalam pemecahan masalah sekaligus
kemampuan argumentasi Toulmin. Tes berbentuk pilihan ganda adalah
pemahaman konsep. Instrumen non-tes adalah lembaran observasi aktivitas
pembelajaran P4MAH dan lembaran angket tertutup untuk mengukur tanggapan
mahasiswa terhadap implementasi P4MAH.
Dalam menyusun dan mengembangkan instrumen, langkah awal yang
dilakukan adalah membuat kisi-kisi lalu kemudian mengkonstruksi instrumen.
Untuk memeriksa validitas isi dilakukan sebelum dilaksanakan ujicoba instrumen.
Dalam hal ini peneliti melibatkan pihak yang berkompeten untuk memeriksa
validitasnya yakni pembimbing dan pakar pendidikan fisika. Setelah instrumen
selesai divalidasi, selanjutnya dilakukan ujicoba.
1.a.Tes Pemahaman Konsep
Instrumen tes pemahaman konsep digunakan untuk mengukur peningkatan
pemahaman mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran berdasarkan hiperteks
Instrumen tes terdiri dari 31 soal berbentuk pilihan ganda untuk pemahaman
konsep mencakup ranah kognitif yang terdiri atas aspek-aspek: menafsirkan,
mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan
menjelaskan. Tes ini dapat mengukur pemahaman menginterpretasi grafik sebagai
out put program, yang merupakan keresahan yang terjaring dalam studi
pendahuluan sebagai dasar pengembangan program. Tes pemahaman konsep ini
dapat dilihat dalam Lampiran 2. Instrumen tes tertulis ini berbentuk tes objektif
(pilihan ganda) mengenai konsep kinematika. Untuk memperoleh data hasil tes
yang dipercaya, diperlukan tes yang mempunyai validitas, reliabilitas dan analisis
lain yang dapat dipercaya. Uji coba dilakukan untuk mengecek keterbacaan soal
dan untuk mengetahui derajat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya
pembeda instrumen. Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang tangguh adalah
tes mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri.
Uji validasi yang dilakukan adalah validasi empiris, karena ujicoba dilaksanakan
satu kali (single test) maka validasi instrumen tes dilakukan dengan menghitung
korelasi antara skor item dengan skor total butir tes dengan menggunakan rumus
Koefisien Korelasi Pearson:
(Matlock-Hetzel, 1997)
Keterangan : = koefisien korelasi antara variabel X dan Y
= jumlah peserta tes
= skor item tes
Penafsiran terhadap besarnya koefisien korelasi skor tiap item dengan skor
total dilakukan dengan membandingkan nilai dengan nilai kritis .
Kategori validitas butir soal ditunjukkan oleh Tabel 3.1 dan derajat keandalan
Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Kategori Validitas Butir Soal (Matlock- Hetzel, 1997)
Batasan Kategori
0,90 < rxy 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,70 < rxy 0,80 Tinggi (baik)
0,50 < rxy 0,60 Cukup (sedang)
0,30 < rxy 0,40 Rendah (kurang)
0,00 < rxy 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)
Reliabilitas suatu instrumen ialah keajegan atau kekonsistenan instrumen
tersebut. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun
oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula, maka akan
memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan
sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang non-sistematik.
Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya.
Derajat reliabilitas instrumen ini ditentukan dengan menggunakan rumus
Cronbach-Alpha:
dan
Keterangan: = koefisien reliabilitas tes
= banyaknya butir soal
= jumlah varians skor tiap butir soal
= varians skor total
Xi = skor tiap butir soal, dengan i = 1, 2,……..17
Yi = jumlah skor tiap butir soal, dengan i = 1, 2, …..17
N = jumlah sampel = 17 mahasiswa
Tabel 32. Kriteria Derajat Keandalan
Nilai Derajat Keandalan
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat kemudahan adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Tingkat kemudahan digunakan untuk mengklasifikasikan
setiap butir instrumen tes ke dalam tiga kelompok tingkat kemudahan untuk
mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar.
Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Rumus yang
digunakan untuk menentukan tingkat kemudahan dapat ditentukan dengan
persamaan:
(Matlock & Hetzel, 1997)
Keterangan: P = indeks kemudahan
B = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir soal
JS = jumlah skor ideal/maksimum pada butir soal
Kategori tingkat kemudahan soal ditunjukkan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3. Kategori Tingkat Kemudahan
Batasan Kategori
Soal Sukar
Soal Sedang
Soal Mudah
Daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi
(DP). Untuk menentukan indeks diskriminasi soal pilihan ganda digunakan
DP = - = PA - PB (Matlock - Hetzel, 1997)
Keterangan: J = jumlah peserta tes
JA = JB = 1/3 J
BA = Jumlah kelompok atas yang menjawab benar
BB = Jumlah kelompok bawah yang menjawab benar
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
DP = indeks diskriminasi
Kategori daya pembeda ditunjukkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kategori Daya Pembeda
Batasan Kategori
0,70 DP Sangat baik
0,40 Baik
0,20 Cukup
DP 0,20 Jelek
1.b. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Argumentasi
Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
argumentasi pola Toulmin dikembangkan dari materi atau bahan ajar pada topik
kinematika. Tes kemampuan pemecahan masalah digunakan untuk mengukur
kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah dengan mengikuti
memahami masalah, (b) kemampuan interpretasi fisis dari masalah, (c)
kemampuan menyusun dan merencanakan strategi pemecahan, (d) melaksanakan
perencanaan pemecahan masalah, dan (e) mengevaluasi hasil pemecahan. Strategi
pemecahan masalah secara pedagogi menerapkan informasi yang diberikan
terhadap hukum dasar untuk menemukan informasi yang ditanyakan. Langkah ini
menunjukkan bekerja dengan langkah maju (forward working).
Tes pemecahan masalah ada dua soal berbentuk essay, yaitu: (1) mobil
dengan lampu rem dan (2) lompatan pemeran pengganti. Tes pemecahan
masalah ditunjukkan dalam Lampiran 3. Hasil uji coba tes ini ditunjukkan
Lampiran 7. Untuk menentukan skor jawaban mahasiswa, peneliti menetapkan
suatu pedoman pensekoran tes pemecahan masalah dan kemampuan argumentasi
Toulmin. Pedoman ini dibuat agar ada keseragaman dalam memberi skor
terhadap setiap jawaban mahasiswa. Pedoman pensekoran tes kemampuan
pemecahan masalah kinematika dan kemampuan argumentasi Toulmin disajikan
pada Tabel 3.5. Pedoman ini diadaptasi dari pedoman pensekoran pemecahan
masalah yang dibuat oleh Heller (2010) dan pedoman pensekoran yang dibuat
Tabel 3.5 Pedoman Skoring Pemecahan Masalah dan keterampilan argumentasi
ASPEK PEMECAHAN MASALAH DAN KOMPONEN
Antara indikator pemecahan masalah dengan argumentasi Toulmin ada
kesamaan karena prinsip yang sama. Misalnya komponen data pada argumentasi
Toumin merupakan fokus masalah dan penjelasan fisis dalam pemecahan
masalah, dan seterusnya.
Ujicoba tes pemahaman konsep dan tes pemecahan masalah mengikuti
Ujicoba tes dilakukan pada mahasiswa Pendidikan Fisika Tahun kedua di salah
satu LPTK di Medan sejumlah 17 orang. Ujicoba instrumen tes pemahaman
konsep dan tes kemampuan pemecahan masalah dilakukan agar tes yang
digunakan dapat mengukur variabel penelitian. Setelah diujicoba, instrumen tes
pemahaman konsep yang digunakan sejumlah 31 item dalam bentuk pilihan
ganda. Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah sejumlah 2 item dalam
bentuk essay. Hasil analisis uji coba instrumen tes pemahaman konsep dan
pemecahan masalah ditunjukkan pada Lampiran 11. Rekapitulasi uji coba tes
dinyatakan dalam jumlah item berdasarkan taraf kemudahan, daya beda, validitas
ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Rekapitulasi uji coba tes
No Jenis Tes
Taraf Kemudahan Daya Beda
Valid
tersebut instrumen tes pada pemahaman konsep dinyatakan valid dan layak
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 31 butir dan instrumen tes pada
kemampuan pemecahan masalah dinyatakan valid dan layak digunakan sebanyak
1.c. Lembaran Observasi Aktivitas Pembelajaran P4MAH
Lembar pengamatan ini digunakan untuk menilai kualitas keterlaksanaan
aktivitas pembelajaran P4MAH. Kegiatan perkuliahan meliputi kegiatan
pendahuluan (penyampaian petunjuk penggunaan media hiperteks dan
penyampaian tujuan pembelajaran), kegiatan inti (mengorientasikan mahasiswa
pada masalah, mempelajari konsep-konsep fisika berbasis problem solving dengan
bantuan media hiperteks), mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar,
membimbing mahasiswa dalam penyelidikan individual dan kelompok, dan
mengembangkan dan menyajikan hasil penyelidikan), dan penutup (memberikan
penguatan konsep yang perlu penekanan dan merangkum dan penugasan
terstruktur). Dalam melakukan penilaian, pengamat dipandu dengan menggunakan
kriteria penilaian. Reliabilitas instrumen lembar pengamatan aktivitas
pembelajaran dicari dengan menggunakan interobserver agreement, dengan
persamaan (Grinnel, 1988)
Instrumen pengamatan menggunakan kriteria reliabilitas Borich (dalam Widodo,
2010), yakni instrumen lembar pengamatan dikatakan reliabel jika R≥ 0,75,
Lembaran observasi dapat dilihat dalam Lampiran 7.
1,d, Lembar Pengamatan Aktivitas Pembelajaran
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengamati aktivitas mahasiswa
mengobservasi beberapa mahasiswa secara acak dengan interval waktu 5 menit,
selanjutnya pengamat menentukan kegiatan mahasiswa yang paling dominan
dalam selang waktu tersebut. Pemilihan selang waktu 5 menit ini dengan
pertimbangan setiap aktivitas mahasiswa yang relevan dengan model
pembelajaran media hiperteks (P4MAH) dalam rangka pencapaian tujuan
meningkatkan pemahaman konsep, pemahaman grafik, non-grafik, dan
pemecahan masalah. Instrumen Lembar Pengamatan Aktivitas Pembelajaran
dapat dilihat dalam Lampiran 7.
Dua orang pengamat secara independen mengamati mahasiswa yang
sama, kemudian mencocokkan perilaku paling dominan untuk setiap interval 5
menit dengan panduan. Agreement ditulis jika hasil perilaku yang dipilih
pengamat sama, sebaliknya disagreement ditulis jika hasil perilaku yang dipilih
pengamat berbeda. Tabel 3.7. menunjukkan rekapitulasi hasil pengamatan selama
ujicoba untuk dua mahasiswa yang diamati.
Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Ujicoba untuk Menentukan Reliabilitas pengamatan Aktivitas Pembelajaran
Pengamatan I Pengamatan II Total
%
Hasil tersebut menunjukkan bahwa harga reliabilitas instrumen Lembar
Pengamatan Aktivitas mahasiswa ebesar 83,78%, yang menunjukkan instrumen
tersebut reliabel menurut kriteria Borich (dalam Widodo, 2010).
1.e. Angket Tanggapan Mahasiswa
Angket tanggapan mahasiswa digunakan untuk menjaring kecenderungan
sikap atau pandangan mahasiswa terhadap setiap pernyataan yang diajukan yang
berkaitan dengan pembelajaran fisika dan kegunaannya dalam kehidupan,
pembelajaran melalui hiperteks berdasarkan pedagogi pemecahan masalah yang
argumentatif. Angket tanggapan mahasiswa mengacu pada fitur-fitur hiperteks,
ketrampilan argumentasi dan pemecahan masalah sebagai acuan merumuskan
butir-butir pernyataannya.
Agar pernyataan dalam angket ini memenuhi persyaratan yang baik, maka
terlebih dahulu meminta pertimbangan pakar pendidikan fisika untuk memvalidasi
isi setiap itemnya. Angket yang digunakan terdiri dari 14 pernyataan dengan
pernyataan tertutup. Pengolahan tanggapan didahului dengan penentuan skor
setiap pilihan jawaban pada setiap pernyataan, selanjutnya ditentukan proporsi
frekwensi jawaban mahasiswa. Hasil analisis respon mahasiswa ditunjukkan
2. Validasi Program Pembelajaran Media Hiperteks
Deskripsi pembelajaran, story board dan rancangan teoretik pembelajaran
e-learning dikonsultasikan kepada ahli (validator) untuk divalidasi. Pengujian
validasi perangkat program hiperteks dan kelengkapan fitur-fiturnya dilakukan
oleh tiga orang pakar dalam bidang fisika, pembelajaran fisika dan ahli IT. Skor
terentang mulai dari 1 (tidak baik) sampai 4 (sangat baik) dengan menggunakan
skala Likert, sehingga skor 4 dianggap sebagai skor ideal. Validasi program
hiperteks dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor aspek dengan skor
total butir aspek dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson.
Aspek yang diukur dalam validasi program hiperteks adalah:
1. Materi dalam Media Hiperteks, meliputi:
Tingkat kesesuaian materi dengan silabus
Cakupan dan kedalaman materi dalam program hiperteks
Urutan dan sistematika materi kinematika
Melatihkan cara pemecahan masalah
Materi mudah dipahami
Kebahasaan tulisan
3. Teknis
Kemudahan penavigasian tautan
Keteraturan hubungan antara simpul (nodes) dengan tautan (link)
antar
Kualitas tampilan gambar
Animasi yang ditampilkan dapat diakses dengan baik
Simulasi mudah diakses
2. Penyajian, meliputi:
Kemudahan mahasiswa mengakses tugas dan memecahkan
masalah
Kemenarikan program berdasarkan tampilan gambar dan warna
yang sesuai
Kepuasan mahasiswa menikmati program hiperteks
G. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua
pendekatan, yaitu statistik dan kualitatif. Pengolahan data untuk melihat
peningkatan skor tes sesudah dan sebelum pembelajaran menggunakan rumus
gain ternormalisasi (N-gain) (Meltzer, 2002) dengan criteria N-gain pada tabel
3.10.
(Meltzer, 2002)
Keterangan:
= skor tes akhir
= skor tes awal
Tabel 3.7. Kategori Tingkat N-gain (Meltzer, 2002)
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 g 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
Setelah N-gain rata-rata kelompok pretes dan postes diperoleh, maka
selanjutnya dibandingkan untuk melihat perbedaan peningkatan pemahaman
konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Jika rata-rata gain ternormalisasi
dari suatu pembelajaran lebih tinggi dari N-gain rata-rata dari pembelajaran
lainnya, maka dikatakan pembelajaran tersebut lebih efektif dalam peningkatan
pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah dibandingkan dengan
pembelajaran lain. Untuk pengolahan data statistik, peneliti menggunakan
Paired-Sample t test dengan menggunakan SPSS versi-6.
Dalam penelitian ini, uji sampel berpasangan dapat dilakukan untuk
melihat perbedaan nilai post test dan pre test pada aspek pemahaman konsep.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai t dalam uji-t berpasangan adalah:
rerata skor postes dan rerata skor postes =
Selisih
= standar deviasi
n = jumla sampel = 36 orang
Uji-t berpasangan menggunakan derajat kebebasan n-1, dimana n adalah jumlah
sampel.
Hipotesis yang akan diuji dengan menggunakan uji ini adalah:
H0 :x-y = 0 (Selisih adalah nol)
Ha :x-y 0 ((Selisih berbeda dari nol)
Kriteria pengujiannya adalah:
Ho diterima jika - t/2 < thitung < t/2 dengan dk = (Nx + Ny -2) dan tingkat
kepercayaan = 0,05.
Selain t-test, peneliti juga menggunakan teknik statistik analysis of
covariate (ANCOVA). Teknik ini digunakan untuk melihat seberapa besar
pengaruh variabel tertentu terhadap variabel terikat, setelah mengontrol satu atau
beberapa covariat yang ada.
1. Variabel bebas (kemampuan logik) harus merupakan variabel kelompok
(berupa kategori) dan Variabel terikat (postes pemahaman konsep) &
kovariat (pretes pemahaman konsep dan postes pemecahan masalah)
harus interval atau rasio
2. Variabel terikat dan kovariat (harus berkorelasi)
3. Homogenity of variance harus terpenuhi (menggunakan levene test di
SPSS 16)
Langkah selanjutnya adalah menemukan kekuatan studi ini dapat
dibuktikan melalui pengukuhan yang tidak terbantahkan. Analisis wacana
terhadap percakapan mahasiswa memecahkan masalah fisika dapat
membuktikannya. Analisis ini dilakukan dengan langkah-langkah: (1) Membuat
transkrip, mengubah informasi audio ke dalam bentuk teks berupa transkrip; (2)
penurunan proposisi makro dengan menggunakan aturan makro (Van Dijk &
Kintsk, 1984), 3) Membuat struktur global pemecahan masalah melalui
percakapan. Tampilan struktur global dapat menunjukkan struktur makro topik
kinematika yang mengukuhkan kelayakan pemecahan masalah secara tertulis