• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembelajaran Partisipatif Metode True-False Dalam Pembelajaran Fisika Pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 17 Bulukumba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Pembelajaran Partisipatif Metode True-False Dalam Pembelajaran Fisika Pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 17 Bulukumba"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Pembelajaran Partisipatif Metode True-False Dalam

Pembelajaran Fisika Pada Siswa Kelas VII

B

SMP Negeri 17 Bulukumba

Rahmat Taufik1), Hj. Rahmini Hustim2), Nurlina3)

Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Makassar1),2),3) Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian Pra-Eksperimen yang bertujuan untuk: Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 17 telah mencapai Kriteria Ketuntasan Klasikal yaitu 75% setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false. Subjek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 114 siswa dengan sampel sebanyak 29 siswa yang ditentukan melaui Simple Random Sampling (pengacakan kelas). Desain penelitian yang digunakan adalah One-Shot Case Study. Hipotesis penelitian hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false telah mencapai standar ketuntasan klasikal yaitu 75% . Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar fisika sebanyak 21 nomer dalam bentuk pernyataan benar/salah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor rata- rata hasil belajar fisika siswa setelah diajar dengan model pembelajaran partisipatif metode true-false sebesar 74,20 dan standar deviasinya 3,71. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false telah mencapai standar ketuntasan klasikal yaitu 75%.

Kata Kunci: Penelitian Pra-Eksperimen, Pembelajaran partisipatif metode true-false.

ABSTRACT

This research is a pre-experiment that aims to: To know the learning outcomes of students of class VII B SMP Negeri 17 have reached Mastery classical criteria, namely 75% after application of participatory learning methods true-false. Subjects in this study population was all students of class VII B SMP Negeri 17 Bulukumba the academic year 2013/2014 as many as 114 students with a sample of 29 students were determined through simple random sampling (random class). The study design used is the One-Shot Case Study. The study hypothesis learning outcomes physics class VII B SMP Negeri 17 Bulukumba after application of participatory learning methods have reached a true-false standard classical completeness is 75%. The research instrument used was a test result of studying physics as much as 21 numbers in the form of the statement is true / false. Data analysis techniques used in this research is descriptive statistics and hypothesis testing. Descriptive analysis showed that the average of the results of studying physics students after being taught by the model of participatory learning methods true-false of 74.20 and a standard deviation of 3.71. Hypothesis testing results show that the learning outcomes of students of class VII B SMP Negeri 17 Bulukumba after application of participatory learning methods have reached a true-false standard classical completeness is 75%.

Keywords: Pre-Experimental Research, Participatory learning methods true-false

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan usaha manusia dalam mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Pendidikan adalah suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan pribadi maupun

kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan demikian kualitas pribadi maupun bangsa dan negara pada umumnya ditentukan oleh kualitas proses pendidikanya.

Berbagai upaya telah dilakukan

(2)

nasional dan meningkatkan mutu pendidikan mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam dunia pendidikan, fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang harus dikuasai karena

merupakan bagian dari ilmu-ilmu

pengetahuan dasar (sains) yang sangat

diperlukan untuk menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Dalam proses belajar mengajar, peran utama guru adalah pengelola pengajaran. Guru dituntut menciptakan hubungan timbal balik antara dirinya dengan peserta didik dan masyarakat sekitarnya yang pada akhirnya tercipta interaksi yang positif. Pemilihan dan penggunaan strategi atau model pembelajaran yang sesuai, akan membuat peserta didik lebih berhasil dalam mencapai tujuan belajarnya.

SMP Negeri 17 Bulukumba sebagai

salah satu tempat penyelenggaraan

pendidikan tentu memiliki juga tujuan untuk

meningkatkan kualitas pendidikannya.

Berdasarkan hasil observasi melalui

wawancara singkat Rabu, 19 juni 2013 dengan guru fisika kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba ibu Masyita S.Pd didapatkan informasi bahwa sekolah menetapkan standar ketuntasan minimal (KKM) bagi siswa sebesar 65 dengan kriteria ketuntasan klasikal sebesar 75% terkhusus untuk mata pelajaran fisika, dan dari data yang diperlihatkan terlihat hasil belajar fisika tahun ajaran 2011/2012 pada semester ganjil khususnya kelas VII B menunjukan bahwa dari 30 peserta didik hanya 19 (63,33%) orang yang

hasil belajar fisikanya tuntas memperoleh

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),

sedangkan selebihnya tidak tuntas yaitu sebanyak 11 orang (36,67%) yang hasil belajar fisikanya tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), ini artinya bahwa persentase hasil belajar peserta didik yang mencapai KKM (tuntas) tidak mencapai kriteria ketuntasan klasikal yaitu 75% dari hasil observasi diatas dapat dikatakan bahwa kelas VII B tidak tuntas belajar fisikanya. Hal ini cenderung disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Kurangnya partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung

2) Siswa kurang memahami materi yang disampaikan

Observasi lebih lanjut diketahui bahwa (1) penggunaan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar masih kurang, (2) siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung kurang aktif (3) pada umumnya guru hanya mengajar dengan metode ceramah yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa dalam menerima pelajaran, sehingga seorang guru hanya berperan mentransfer ilmu yang dimilikinya tanpa mempertimbangkan aspek kesiapan siswa akibatnya siswa bersifat pasif karena hanya

mendengar dan mencatat informasi

sepenuhnya dari guru saja (4) Kurangnya alat untuk melakukan suatu percobaan sehingga siswa dalam materi tertentu hanya mampu mengetahui konsepnya saja tanpa didukung dengan percobaan.

(3)

Berdasarkan hasil observasi yang dipaparkan diatas maka perlu perbaikan dalam merancang dan menyajikan proses pembelajaran yang hendaknya membuat peserta didik aktif secara fisik dan mental. Untuk itu, hendaknya guru memiliki strategi belajar yang memungkinkan anak mendengar, melihat, bertanya, berdiskusi, melakukan suatu kegiatan, dan mengajar pada teman sebaya yang masih kurang penguasaan konsepnya terhadap suatu materi sehingga dengan rancangan pembelajaran seperti ini maka tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa dapat lebih mudah terserap dan memberikan hasil belajar yang maksimal.

Dengan kondisi seperti itu, tentunya perlu diadakan perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar peserta didik. Salah satu cara yang ditempuh, yakni guru harus mampu memilih dan menggunakan metode yang tepat, bervariasi dan disukai oleh peserta didik. Selain itu, guru juga harus lebih kreatif agar proses pembelajaran lebih bermakna dan lebih menarik perhatian peserta didik. Karena metode pembelajaran merupakan modal bagi guru di lapangan, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.

Dengan demikian, untuk memperoleh perubahan hasil belajar peserta didik maka perlu mencobakan model pembelajaran fisika yang lebih baik dan sesuai dengan minat dan kemampuan peserta didik secara keseluruhan. Salah satu model pembelajaran guna mengadakan variasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas adalah pembelajaran

partisipatif. Sesuai dengan namanya, dalam pembelajaran partisipatif memberi ruang dan waktu yang lebih luas bagi peserta didik untuk menerima dan memproses materi ajar yang diterimanya. Pembelajaran partisipatif tidak berarti mengurangi beban tugas guru. Disini peran guru tetap diperlukan, sehingga

memungkinkan para peserta didik

memanfaatkan waktu yang telah ada secara aktif dan efektif. Salah satu model

pembelajaran partisipatif yang dapat

dikembangkan adalah pembelajaran

partisipatif mtode true-false. oleh karena itu pembelajaran partisipatif metode true-false merupakan salah satu alternatif dalam pembelajaran fisika yang masih banyak peserta didik mengalami kesulitan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Partisipatif Metode True-False Dalam Pembelajaran Fisika Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba”.

II. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Belajar

Belajar dalam idealisme berarti kegiatan

psiko menuju perkembangan pribadi

seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya properti sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu

(4)

seluruhnya salah, sebab seperti dikatakan Reber dalam Suprijono (2009:2) belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan. Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut:

1. Gagne dalam Suprijono (2009: 2) Belajar adalah perubahan disposisi

atau kemampuan yang dicapai

seseorang melalui ektivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

2. Travers dalam Suprijono (2009: 2) Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

Berdasarkan pendapat pakar pendidikan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh sesuatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

2. Hasil Belajar Fisika

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Istilah hasil belajar digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dalam bidang studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar.

Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tingkat keberhasilan peserta

didik menguasai bahan pelajaran fisika setelah memperoleh pengalaman belajar fisika melalui metode true-false dalam kurun waktu tertentu. Atau dengan kata lain hasil belajar fisika adalah skor total yang diperoleh dari hasil tes belajar fisika dalam ranah kognitif.

Salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan peserta didik dalam usaha belajarnya adalah dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur yang biasa digunakan adalah tes. Hasil pengukuran dengan memakai tes merupakan indikator keberhasilan peserta didik yang dicapai dalam belajarnya.

Gambaran penilaian mengenai

pengalaman belajar peserta didik dapat ditinjau melalui tiga komponen yang disebut model IPO ( Input- Pross- Output). Model ini merupakan salah satu bentuk evaluasi

terhadap penyelenggaran pelatihan.

Visualisasinya diperlihatkan sebagai berikut dengan sedikit penyesuaian:

Gambar 1. Evaluasi model IPO dalam sistem pelatihan.

Menyebutkan contoh–contoh dari ketiga komponen tersebut sebagai berikut:

Contoh yang termasuk input: 1. Bahan ajar

2. Kemampuan awal peserta didik Contoh yang termasuk proses:

1. Strategi pembelajaran atau tata urutan pelajaran

2. Partisipasi peserta didik dalam pembelajaran

(5)

Contoh yang termasuk komponen hasil: 1. Peningkatan kapasitas pengetahuan 2. perolehan pengetahuan.

Komponen hasil yang fundamental pada setiap individu mencakup kegiatan mental (otak). segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah temasuk ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah smpai dengan jenjang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah; (1) pengtahuan/ hafalan/ ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, (6) penilaian/ evaluasi. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami ssuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seseorang peserta didik dikatakan

memahami sesuatu apabila ia dapat

memberikan penjelasan atau member uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan mengunakan kata-katanya sendiri. Penerapan atau aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret (Yudianto, 2012:7-8).

3. Pembelajaran Fisika SMP

Fisika adalah salah satu metode yang mempelajari segala sesuatu tentang alam, dari mulai partikel yang sangat terkecil yang berukuran seperjuta meter hingga alam

semesta dengan skala juta kilometer. Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya kumpulan pengetahuan, cara berfikir, dan penyelidikan. Pembelajaran Fisika merupakan kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkesimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam.

Pada tingkat SMP/MTS, fisika

dipandang penting untuk diajarkan karena merupakan bagian dari ipa yang mempelajari aspek fisis yang memfokuskan diri pada benda tak hidup mulai dari benda tak hidup yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan, dan logam sampai dengan benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem galaksi di alam semesta.

Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajaranya harus mempertimbangkan startegi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, peserta didik melakukan olah pikir dan juga olah tangan. Kegiatan

praktik dalam pembelajaran fisika

mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada peserta didik

untuk mengembangkan sejumlah

keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

(6)

Pengajaran fisika sebagai ilmu

pengetahuan alam diharapkan dapat

memberikan:

1. Pengetahuan

2. Keterampilan

3. Kemampuan

4. Sikap ilmiah

5. Terlatih untuk mempergunakan

metode ilmiah

6. Membangkitkan minat dan bakat 7. Kebiasaan

8. Apresiasi

9. Menciptakan pekerjaan untuk

mengisi waktu luang.

10. Berlatih untuk menciptakan

kegiatan

11. Membentuk dasar-dasar

pengetahuan

Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa peserta didik harus dapat memiliki apa yang diberikan oleh fisika sebagai hasil

pengajaranya yang merujuk pada

pembelajaran sains. Yang dimana pada pembelajaran sains ada beberapa hal yang perlu diketahui antara lain:

4. Konsep keterampilan proses sains

Keterampilan berarti kemampuan

menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang

harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian.

1) Komponen keterampilan proses sains 1. Observasi

Melalui kegiatan mengamati, siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis.

Manusia mengamati objek-objek dan

fenomena alam dengan melibatkan indera

penglihat, pembau, pengecap, peraba,

pendengar. Informasi yang diperoleh itu, dapat menuntut interpretasi siswa tentang lingkungan dan menelitinya lebih lanjut.

Kemampuan mengamati merupakan

keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati. Contoh: Siswa disuruh merasakan perbedaan suhu air yang di tempatkan dalam wadah yang berbeda dengan mencelupkan tangannya. Setelah itu meminta siswa untuk menentukkan manakah diantara kedua wadah itu yang memiliki suhu yang lebih tinggi dan lebih rendah berdasarkan apa yang telah dirasakannya.

2. Pengukuran

Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan

sebelumnya. Keterampilan dalam

menggunakan alat dalam memperoleh data dapat disebut pengukuran. Contoh: Siswa

(7)

disuruh melakukan pengukuran suhu terhadap air dalam wadah dengan menggunakan alat ukur suhu yaitu termometer.

3. Klasifikasi

Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian

dengan berbagai tujuan. Keterampilan

mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan

sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan

golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh: Siswa disuruh membandingkan titik didih dan titik beku air pada thermometer Celcius, thermometer Kelvin, thermometer Fahrenheit, dan termometer Reamur.

4. Prediksi

Predeksi merupakan keterampilan

meramal yang akan terjadi, berdasarkan

gejala yang ada. Keteraturan dalam

lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam

pengetahuan. Contoh: Siswa disuruh

memprediksikan apa yang terjadi pada volume air yang dipanaskan di dalam wadah apakah volume tetap, berkurang, atau bertambah.

5. Inferensi

Melakukan inferensi adalah

menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai

suatu keterampilan untuk memutuskan

keadaan suatu objek atau peristiwa

berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Contoh: Siswa disuruh menarik kesimpulan berdasarkan hasil percobaan yang didapatkan setelah memanaskan air, tentang bagaimana hubungan antara lamanya pemanasan dengan suhu air.

6. Komunikasi

Keterampilan menyampaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk

komunikasi. Mengkomunikasikan dapat

diartikan sebagai penyampaikan dan

memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual. Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagram, demontrasi visual. Contoh: Siswa disuruh berdiskusi mengenai peristiwa- peristiwa atau gejala – gejala yang terjadi tentang perubahan wujud zat akibat dari pelepasan kalor dan penerima kalor.

2) Komponen keterampilan proses sains terpadu

a. Identifikasi variabel

Keterampilan mengenal ciri khas dari faktor yang ikut menentukan perubahan.

(8)

b. Grafik

Keterampilan penyajian dengan garis tentang turun naiknya sesuatu keadaan. c. Deskripsi hubungan variabel

Keterampilan membuat sinopsis/

pernyataan hubungan faktor-faktor yang menentukan perubahan.

d. Perolehan dan proses data

Keterampilan melakukan langkah secara urut untuk meperoleh data.

e. Analisis penyelidikan

Keterampilan menguraikan pokok

persoalan atas bagian-bagian dan

terpecahkannya permasalahan berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip -prinsip dasar. f. Hipotesis

Keterampilan merumuskan dugaan

sementara. g. Ekperimen

Keterampilan melakukan percobaan

untuk membuktikan suatu teori/penjelasan berdasarkan pengamatan dan penalaran. 3) Penilaian Keterampilan Proses Sains

Penilaian keterampilan sains dilakukan dengan instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat perkembangan siswa atau tingkat kelas. penyusunan untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Mengidentifikasi jenis keterampilan

proses yang akan dinilai

2. Menyusun indikator setiap jenis

keterampilan proses sains

3. Menentukan dengan cara bagaimana

keterampilan tersesbut diukur

4. Mengembangkan instrumen penilaian

keterampilan proses berdasarkan kisi- kisi yang dibuat

5. Melakukan validasi instrumen

6. Melakukan uji coba terbatas untuk mendapatkan validitas dan realibilitas empiris

7. Perbaikan butir-butir yang belum valid 8. Terapkan sebagai instrument penilaian

keterampilan proses sains dalam

pembelajaran sains.

Pada langkah-langkah penyusunan

instrumen di atas pencarian validitas dan realibilitas terutama dilakukan untuk penilaian keterampilan proses sains yang beresiko tinggi. Penilaian yang beresiko tinggi yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam skala besar atau penilaian untuk tujuan tertentu. Pelaksanaan pengukuran keterampilan proses sains dapat dilakukan secara tes dan bukan tes. Menilai tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. penilaian dalam keterampilan proses sains sulit dilakukan melalui tes tertulis dibanding dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains (Iva, 2012:11-21). 5. Pembelajaran Partisipatif

a. Konsep Pembelajaran Partisipatif Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

(9)

secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan peserta didik pada kegiatan pembelajaran bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran. Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila peserta didik diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan mediator sehingga peserta didik mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuanya masing-masing (Rjusman, 2010:321-322).

b. Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif

Berdasarkan pada pengertian

pembelajaran partisipatif yaitu upaya untuk

mengikutsertakan peserta didik dalam

pembelajaran, maka ciri-ciri dalam kegiatan pembelajaran partisipatif adalah:

1. Pendidik menempatkan diri pada

kedudukan tidak serba mengetahui terhadap semua bahan ajar.

2. Pendidik memainkan peran untuk

membantu peserta didik dalam

melakukan kegiatan pembelajaran. 3. Pendidik melakukan motivasi terhadap

peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.

4. Pendidik menempatkan dirinya sebagai peserta didik.

5. Pendidik bersama peserta didik saling belajar.

6. Pendidik membantu peserta didik untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif.

7. Pendidik mengembangkan kegiatan

pembelajaran kelompok.

8. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi. 9. Pendidik mendorong peserta didik untuk

berupaya memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya. 10. Pembelajaran mencapai otonomi dan

integrasi dalam kegiatan individual dan kehidupan sosialnya.

6. Metode True- False

Metode ini merupakan aktivitas

kolaboratif yang dapat mengajak peserta didik untuk terlibat kedalam materi pelajaran dengan segera. Strategi ini menumbuhkan kerja sama tim, berbagi pengetahuan dan belajar secara langsung.

Menurut Zaini (2008:24) langkah-langkah strategi true-false adalah sebagai berikut:

1. Membuat list pernyatan yang

berhubungan dengan materi pelajaran, setengahnya benar dan setengahnya lagi salah.

2. Memberi setiap peserta didik satu lembar kertas kemudian mereka diminta untuk mengidentifikai mana pernyataan yang benar dan mana yang salah. Jelaskan bahwa peserta didik bebas menggunakan cara apa saja untuk menentukan jawaban. 3. Jika proses ini selesai, bacalah

masing-masing pernyataan dan mintalah jawaban dari kelas apakah pernyataan tersebut benar atau salah.

(10)

4. Beri masukan untuk setiap jawaban, sampaikan cara kerja peserta didik adalah bekerja bersama.

Tekankan bahwa kerja sama kelompok yang positif akan sangat membantu kelas agar lebih aktif dalam proses pembelajaran. III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan lokasi penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen. Dimana hanya digunakan satu kelompok yang diberi perlakuan dengan pembelajaran partisipatif metode true-false. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika apakah telah mencapai standar Kriteria Ketuntasan Klasikal setelah diterapkan Pembelajaran partisipatif metode true-false. Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 17 Bulukumba Kabupaten Bulukumba Kecamatan Bulukumpa.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah

“One-Shot Case Study Design.” Dalam

desain ini subjek ditempatkan pada satu kelas dengan cara pengacakan kelas untuk diberi perlakuan yang kemudian diberi Post-Test dengan tabel desain penelitian sebagai berikut (Sugiyono, 2011:111).

Tabel 1. Desain Penelitian Perlakuan Tes

X O

Keterangan:

X = Perlakuan (Pembelajaran fisika

menggunakan metode True False O = Post-Test yang dikenakan pada

kelas yang diberi perlakuan.

C. Variabel Penelitian

1. Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yakni variabel bebas dan terikat

2. Variabel bebas mencakup model

pembelajaran partisipatif metode true-false.

3. Variabel terikat mencakup hasil belajar fisika.

D. Definisi Operasional Variabel

Pembelajaran partisipatif didefenisikan sebagai model pembelajaran aktif dimana peserta didik sebagai peserta didik lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan metode true-false didefenisikan sebagai model aktivitas kolaboratif yang dapat mengajak peserta didik untuk terlibat kedalam materi pelajaran dengan segera. Strategi ini menumbuhkan kerja sama tim, berbagi pengetahuan dan belajar secara langsung yang dimana dibagikan angket yang sebagian benar dan sebagiannya lagi salah.

1. Hasil belajar fisika adalah nilai total yang diperoleh dari hasil tes belajar fisika dalam ranah kognitif.

2. Kriteria Ketuntasan Klasikal yaitu ketuntasan yang harus dicapai siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM (tuntas) yaitu 65 dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya apabila mencapai ketuntasan klasikal yaitu 75%. E. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 17 Bulukumba tahun 2013/2014.

2. Teknik pengambilan sampel yang

(11)

Sampling yaitu dipilih satu kelas secara acak dari empat kelas untuk menentukan kelas eksperimen dan yang terpilih adalah kelas VII B. Cara ini ditempuh karena diyakini keempat kelas tersebut merupakan kelas yang homogen karena penempatan siswa dari kelas VIIA sampai

VIID tidak diurut menurut rangking atau

tidak ada di antaranya yang merupakan kelas unggulan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini memiliki prosedur tertentu. Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Menentukan sekolah untuk penelitian. b. Melakukan observasi di sekolah yang akan

menjadi tempat penelitian.

c. Meminta surat pengantar izin penelitian dari LP3M untuk Badan perpustakaan dan kearsipan Bulukumba, kemudian dari

Badan perpustakaan dan kearsipan

Bulukumba memberikan tembusan kepada sekolah yang yang telah ditentukan dalam hal ini SMP Negeri 17 Bulukumba.

d. Menyampaikan surat tembusan dari Badan

perpustakaan dan kearsipan yang

ditujukan kepada kepala sekolah SMP Negeri 17 Bulukumba dan meminta izin untuk melakukan penelitian.

e. Melakukan kesepakatan dengan guru

fisika dalam hal ini ibu masyita S.Pd

tentang materi yang akan diteliti dan lamanya waktu penelitian.

f. Menyusun dan menyiapkan perangkat

pembelajaran.

g. Menyusun dan menyiapkan instrumen

penelitian

h. Instrumen penelitian yang telah disusun kemudian divalidasi oleh tim validator untuk dikoreksi apakah layak untuk dijadikan tes hasil belajar.

i. Setelah instrumen telah dikoreksi dan dianggap layak selanjutnya meminta izin kepada dosen pembimbing untuk langsung melakukan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah tahap persiapan selesai maka

dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan

penelitian, adapun tahap yang dilaksanakan sebagai berikut:.

a. Kelas diajar dengan menggunakan

pembelajaran partisipatif metode true-false dalam waktu yang telah ditentukan yaitu 2 x 40 menit dengan materi yang telah disepakati oleh guru fisika dalam hal ini ibu masyita S.Pd yaitu pokok bahasan pengukuran dan suhu.

b. Pada proses belajar-mengajar siswa dibagi

kelompok 6-7 orang kemudian dibagikan LKS dan angket yang dimana berisi pernyataan salah dan sebagian lagi berisi pernyataan benar.

c. Mengarahkan siswa bahwa kerja

kelompok akan lebih berdampak positif

dan guru hanya menjadi mediator dan

(12)

d. Menunjuk salah satu perwakilan kelompok untuk mempersentasekan hasil kerja kelompoknya kemudian kelompok lain menanggapi apabila ada yang tidak dimengerti.

e. Menarik kesimpulan dari materi yang telah

dipelajari dan diberikan tugas.

f. Pada akhir pertemuan diberikan tes hasil

belajar dalam bentuk pernyataan

benar/salah sebanyak 21 nomer. G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini hanya

menggunakan satu jenis instrumen berupa tes hasil belajar fisika dalam bentuk pernyataan

benar/salah sebanyak 21 nomer. H. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian

dianalisis dengan dua teknik analisis statistika, yaitu:

1. Analisis Statistika Deskriptif

Analisis statistika deskriptif yang

dimaksudkan untuk menggambarkan

karakteristik hasil belajar siswa yang meliputi: statistik hasil belajar siswa, kategori belajar siswa, dan persentase ketuntasan belajar siswa.

Maka skor di konversi dalam bentuk nilai menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑁=𝑆𝑆𝑆𝐼 x 100 Keterangan:

N = Nilai peserta didik

SS = Skor hasil belajar peserta didik SI = Skor ideal

Nilai standar ketuntasan belajar peserta didik kelas VII B pada mata pelajaran fisika di SMP Negeri 17 Bulukumba adalah 65.

Kemudian, untuk kategori hasil belajar fisika peserta didik kelas VII B yang ditetapkan berdasarkan kriteria yang sebagai berikut :

Tabel 2. Kategori Nilai Hasil Belajar

Nilai Kategori 0 - 20 Sangat rendah 21 - 40 Rendah 41 - 60 Sedang 61 - 80 Tinggi 81 - 100 Sangat tinggi (Ridwan, 2003:41) 2. Analisis Statistika Inferensial

Dalam analisis statistik inferensial hanya satu yang diuji yaitu uji hipotesis, untuk uji normalitas tidak dianalisis karena sampel yang diteliti hanya ada 29 orang sedangkan syarat uji normalitas sampel harus ≥ 30, adapun kriteria pengujian hipotesis yaitu:

Ho: π < 0,75 (maka H0 diterima)

Ha: π ≥ 0,75 (maka Ha diterima)

Jadi hipotesis statistik diuji

menggunakan uji z dengan α = 0,05, sebagai berikut:

n n x z 0 0 0 1 /

   (Tiro, 2008:263) Dengan:

x = jumlah siswa yang nilainya memenuhi standar KKM 65

n = banyaknya data kelompok 𝜋0 = standar ketuntasan klasikal 75%

(13)

Jika nilai zhitung ≥ ztabel maka Ha diterima

dan Ho ditolak, sebaliknya jika nilai zhitung <

ztabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan Tabel distribusi frekuensi pada lampiran D maka dapat diketahui statistik nilai hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini untuk mendeskripsikan hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba baik nilai maksimum, nilai minimum, rentang nilai, nilai rata-rata dan standar deviasi seperti pada tabel statistik nilai hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba dibawah ini:

Tabel 3. Statistik Nilai Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba.

Statistik Nilai Statistik

Nilai ideal 100 Nilai maksimun 85 Nilai minimum 61 Rentang nilai 24 Nilai rata-rata 74,20 Standar deviasi 3,71

Dari data statistik nilai hasil belajar fisika siswa kelas VII B diatas pada tabel 4.1. terlihat dari nilai ideal 100 pencapaian hasil belajar fisika siswa kelas VII B yang tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 61 dari standar KKM yaitu 65 adapun rentang nilainya yaitu 24 dengan nilai rata-rata sebesar 74,20 dan standar deviasi 3,71, untuk mengetahui frekuensi, kategori dan persentase hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Kategori Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba

Nilai Frekuensi Kategori Persentase

0 – 20 0 Sangat rendah 0 21 – 40 0 Rendah 0 41 – 60 0 Sedang 0 61 – 80 18 Tinggi 62,06 81 – 100 11 Sangat tinggi 37,94 Jumlah 29 100

Dari tabel kategori hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba diatas, terlihat bahwa pada rentang nilai 61-80 ada 18 (62,06%) siswa yang hasil belajar fisikanya berada pada rentang ini dan masuk pada kategori belajar tinggi, sedangkan pada rentang nilai 81-100 ada 11 (37,94%) siswa yang hasil belajar fisikanya berada pada rentang ini dan masuk pada kategori belajar sangat tinggi.

Tabel 5. Persentase Ketuntasan Klasikal hasil belajar Fisika Siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false.

Kategori Nilai Frek. Persentase (%)

Tuntas ≥65 23 79,32

Tidak tuntas <65 6 20,68

Jumlah 29 100,00

Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 65, maka banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan

(14)

belajar atau yang mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 65 yaitu 23 orang dengan persentase 79,32% dan banyaknya siswa yang tidak mencapai ketuntasan belajar atau yang mendapat nilai kurang dari 65 yaitu 6 orang dengan persentase 20,68%, dan untuk lebih jelsanya maka dapat dibuatkan diagram persentase ketuntasan klasikal hasil belajar fisika siswa kelas VII B di bawah ini:

Gambar 2. Diagram Persentase Ketuntasan Klasikal

Dari gambar diagram di atas maka dapat terlihat bahwa hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba telah mencapai ketuntasan klasikal ini terlihat dari meningkatnya persentase hasil belajarnya sebesar 79,32%, dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba secara keseluruhan telah tuntas belajar fisikanya.

2. Hasil Analisis Statistik Inferensial Dalam analisis statistik inferensial ya5ng diuji yaitu uji hipotesis, dimana bertujuan untuk menjawab dugaan sementara

yang telah diajukan sebelumnya dimana pengujianya menggunakan uji z dengan kriteria pengujian Ho diterima jika zhitung <

ztabel dan Ha diterima jika zhitung ≥ ztabel,

berdasarkan pengujian hipotesis pada

lampiran , diperoleh zhitung = 1,941 ≥ ztabel =

1,736, dimana ztabel diperoleh dengan melihat

tabel z normal baku pada z0,45 maka dugaan

sementara yang telah diajukan sebelumnya terjawab bahwa hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba yang mencapai KKM (tuntas) telah mencapai kriteria ketuntasan klasikal setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false. B. Pembahasan

Sesuai dengan penjelasan Rusman (2010:321-322) yang mengemukakan bahwa Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada

keterlibatan siswa pada kegiatan

pembelajaran bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran. Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan

dan berpartisipasi aktif dalam

mengaktualisasikan kemampuanya yang

dimana model pembelajaran di atas

dikombinasikan dengan metode true-false yang menurut Zaini (2008: 24) metode ini merupakan aktivitas kolaboratif yang dapat mengajak peserta didik untuk terlibat kedalam

79.32% 20.68% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 23 (Tuntas) 6 (Tidak Tuntas)

P

er

se

n

tas

e

Frekunsi

Diagram persentase

ketuntasan klasikal hasil

belajar siswa kelas VII B SMP

(15)

materi pelajaran dengan segera. Strategi ini menumbuhkan kerja sama tim, berbagi pengetahuan dan belajar secara langsung.

Dari hasil analisis deskriptif yang menggambarkan statistik hasil belajar, kategori hasil belajar dan persentase ketuntasan klasikal pada siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba, terlihat bahwa hasil belajar fisikanya rata-rata telah tuntas atau telah mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 65, dimana hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi dan jika dijumlahkan dalam bentuk persentase ketuntasan klasikal maka ada 23 orang (79,32%) yang hasil belajar fisikanya tuntas atau telah mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah ini atinya rumusan masalah yang telah diajukan telah

terjawab dengan adanya peningkatan

persentase hasil belajar siswa yang mencapai KKM, sedangkan berdasarkan pengujian normalitas hitung hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba yang dapat dilihat pada lampiran E dimana dapat terlihat bahwa data hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba berasal dari populasi yang berdistribusi normal, demikian pula dengan terjawabnya hipotesis bahwa hasil belajar fisika siswa SMP Negeri 17 Bulukumba secara signifikan telah mencapai kriteria ketuntasan kalsikal yang telah ditetapkan oleh sekolah setelah diterapkan pembelajaran partisipatif metode true-false.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa model pembelajaran partisipatif metode true-false memegang peranan dalam mencapai hasil belajar fisika siswa yang

memenuhi standar Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) untuk mencapai Kriteria Ketuntasan Klasikal sehingga dapat dikatakan bahwa belajar fisika siswa Kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba telah tuntas pada pokok bahasan Pengukuran dan Suhu. ini memberi indikasi bahwa peranan model

pembelajaran partisipatif dengan

menggunakan metode true-false membantu siswa untuk mencapai standar KKM dan dapat meningkatkan persentase ketuntasan klasikal sebelumnya.

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

Hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba mencapai standar ketuntasan klasikal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode true-false efektif diterapkan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Saran

Setelah melihat hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan bahwa:

1. Kepada pihak sekolah supaya dapat menggunakan pembelajaran partisipatif metode true-false dalam proses

(16)

pembelajaran untuk mata pelajaran fisika.

2. Diharapkan kepada guru untuk

menggunakan dan memilih pendekatan yang relevan dengan pembahasan materi pelajaran, untuk mempermudah dalam pencapaian kompetensi dasar.

3. Diharapkan kepada para peneliti dalam bidang pendidikan fisika supaya dapat meneliti lebih jauh tentang pendekatan, metode yang efektif dan efisien untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar fisika sehingga hasil belajar siswa tidak masuk dalam kategori rendah dan hasil belajarnya mencapai kriteria ketuntasan klasikal.

PUSTAKA

Arikunto. 2003. Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Iva. 2012. Penerapan Pendekatan

Keterampilan Proses Sains dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Pada Siswa Kelas X2

SMA Bajiminasa Makassar . Skripsi tidak diterbitkan. Makassar Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ridwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung:

Tarsito

Suprijono. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi Paikem. yogyakarta: pustaka pelajar.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta.

Tiro. 2008. Dasar-dasar Statistika. Makassar: Andira Publisher.

Yudianto. 2012. Penerapan metode make a match dalam pembelajaran fisika pada peserta didik kelas VII B smp negeri 1 sukamaju kabupaten luwu utara. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Zaini. 2008. Strategi pembelajaran aktif.

Gambar

Tabel    3.  Statistik  Nilai  Hasil  Belajar  Fisika  Siswa  Kelas  VII  B    SMP  Negeri  17 Bulukumba
Gambar  2.  Diagram  Persentase  Ketuntasan  Klasikal

Referensi

Dokumen terkait

Seorang remaja yang terlalu sering bermain game akan merasakan hal yang negatif akibat terlalu lama dalam bermain game online yang berefek terhadap perilaku

Hal ini beresiko kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

berbantuan foklor dalam pembentukan karakter Ke-Indonesiaan siswa memberikan sebuah pembelajaran yang dapat terasa dengan jelas kebermaknaannya dimana siswa dapat menentukan

Sababaraha panganut lalaki pribumi Bonokeling marengan tradisional masak rupa masakan di imah pangadilan Bonokeling komunitas adat adat, kampung Pekuncen, Kacamatan

oksida besi merah. Menurut pengamatan peneliti dan didukung oleh penelitian sebelumnya gerabah yang diglasir timah penjualannya cukup baik, dengan daerah

Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang kurang setuju siswa-siswi yang bisa membaca pasti mampu menulis karya sastra. Pada pernyataan nomor sepuluh terlihat bahwa

Apabila pembelajaran sebelumnya dilakukan dengan menyajikan pokok berita dan ilustrasi gambar sebagai dasar penulisan teks berita siswa, pembelajaran menulis teks berita

Pada penulisan ini dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah mengenai penjualan alat musik pada PD.âBeton Musikindoâ dalam mempermudah mencari data barang dan harganya