• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat i Hak Cipta © Pada : Pusdiklat Kemeristekdikti

Edisi Tahun 2019

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemenristekdikti

Gedung BPPT II, Jl. MH. Thamrin No. 8 Lt. 18 Jakarta Pusat 10340 Telp : (021)3169655 Fax : (021) 3102213

Email: pusdiklat@ristekdikti.go.id

KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS

MASYARAKAT

(3)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat i KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat sebagai salah satu modul Pelatihan Dosen Profesional Pratama. Sebagai civitas akademika di kampus, dosen selalu dituntut untuk mengamalkan ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sendiri dapat digolongan menjadi empat kegiatan yaitu layanan kepada masyarakat, peningkatan kapasitas, pemberdayaan dan IPTEKS. Peningkatan kapasitas masyarakat adalah kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang hasil akhirnya diharapkan masyarakat dapat meningkat kapasitas dan kemandiriannya. Oleh karena itu, modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan kepada dosen tentang peningkatan kapasitas masyarakat.

Secara umum modul ini menyajikan materi tentang peningkatan kapasitas masyarakat yang mencakup hakikat, fungsi, dan prosedur kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat. Dalam modul ini juga disajikan kasus-kasus yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas masyarakat

Penyusunan modul ini dapat terwujud berkat kerja sama dan partisipasi dari berbagai pihak. Kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi. Semoga modul yang disajikan bermanfaat bagi pengguna untuk berbagai keperluan. Kami mengharapkan tanggapan dan saran dari para pengguna modul ini untuk perbaikan modul.

Jakarta, Juli 2019

(4)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DESKRIPSI PELATIHAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Materi ... 1

B. Relevansi dengan Pengetahuan Peserta ... 2

C. Capaian Pembelajaran ... 2

II. KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT A. Hakikat Peningkatan Kapasitas Masyarakat ... 3

B. Fungsi Peningkatan Kapasitas Masyarakat ... 12

C. Prosedur Peningkatan Kapasitas Masyarakat ... 15

D. Rangkuman ... 29 E. Latihan ... 30 III. PENUTUP A. Evaluasi ... 31 B. Umpan Balik ... 31 C. Tindak Lanjut ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... 33 GLOSARIUM ... 36

(5)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat iii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta Kedudukan Modul Inovasi untuk Masyarakat ... ii

Gambar 2 Sampah yang mencemari sungai ... 5

Gambar 3 Sebab ketidakberdayaan masyarakat ... 7

Gambar 4 Keadaan kota Palu setelah bencana gempa bumi dan tsunami ... 8

Gambar 5 Warga terpaksa membeli air karena kekeringan berkepanjangan ... 9

Gambar 6 Lingkup kegiatan pengabdian kepada masyarakat ... 10

Gambar 7 Upaya pelestarian lingkungan oleh masyarakat ... 12

Gambar 8 Manfaat kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat ... 13

Gambar 9 Tingkatan-tingkatan peningkatan kapasitas ... 15

Gambar 10 Lingkup kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat ... 16

Gambar 11 Pengrusakan hutan akibat kurangnya peningkatan kapasitas ... 17

Gambar 12 Perbandingan gejala dan masalah ... 19

(6)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat iv

DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah penduduk miskin dari tahun 2013-2017

...

7

Tabel 2 Matrik Analisis Situasi dalam PRA ... 19

Tabel 3 Contoh Kegiatan Peningkatan Kapasitas Masyarakat ... 24

Tabel 4 Jadwal Kegiatan ... 29

(7)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat v DESKRIPSI PELATIHAN

PELATIHAN DOSEN PROFESIONAL PRATAMA

Salah satu kompetensi yang harus dikuasai dalam Pelatihan Dosen Profesional Pratama adalah melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui inovasi untuk masyarakat. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai dosen dalam melaksakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat termasuk didalamnya merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi program pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang relevan dengan program pembelajaran yang diampu. Kompetensi tersebut sesuai untuk membentuk dosen yang profesional yaitu mampu mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa semua bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat, penerapan IPTEKS dan peningkatan kapasitas masyarakat merupakan kemampuan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh dosen maupun calon dosen. Oleh sebab itu, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen Dan Tunjangan Kehormatan Profesor Pasal 3 telah ditetapkan beban kerja seorang dosen dan profesor untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks dan paling banyak sepadan dengan 16 (enam belas) sks pada setiap semester.

Mengingat begitu pentingnya kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka pelatihan di bidang inovasi untuk masyarakat akan diuraikan menjadi 5 (lima) mata pelatihan yaitu lingkup sasaran inovasi untuk masyarakat, layanan kepada masyarakat, penerapan IPTEKS, peningkatan kapasitas masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menguasai kompetensi-kompetensi pada bidang inovasi untuk masyarakat, Anda harus menuntaskan kelima mata pelatihan. Ada dua alasan pentingnya pelatihan di bidang inovasi untuk masyarakat untuk dituntaskan, yaitu:

1. Kualitas proses dan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat perlu ditingkatkan sehingga dapat dipertanggung jawabkan ke berbagai pihak. Peningkatan kualitas tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman tentang program kegiatan PkM yang meliputi layanan kepada masyarakat, pemberdayaan kepada masyarakat, penerapan IPTEKS dan peningkatan kapasitas masyarakat.

2. Kebutuhan dosen untuk meningkatkan pengetahuan dan produktivitas dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari pengembangan kapasitas sebagai penyelenggara Tri Dharma Perguruan Tinggi.

(8)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat vi Capaian pembelajaran yang ditargetkan setelah mengikuti Pelatihan Dosen Profesional Pratama Bidang Inovasi untuk Masyarakat sebagai berikut:

 Standar Kompetensi

Setelah mengikuti Pelatihan Dosen Profesional Pratama, dosen mampu merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi program pembelajaran dan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang relevan dengan program pembelajaran yang diampu.

 Kompetensi Dasar

a) Menjelaskan lingkup sasaran inovasi untuk masyarakat b) Menyusun PkM kegiatan layanan kepada masyarakat c) Menyusun PkM kegiatan penerapan IPTEKS

d) Menyusun PkM kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat e) Menyusun PkM kegiatan pemberdayaan masyarakat

Diagram di bawah ini menunjukkan tahapan urutan pencapaian kompetensi yang dilatihkan pada peserta pelatihan dalam kurun waktu pelatihan.

Gambar 1 Peta Kedudukan Modul Inovasi untuk Masyarakat

Berdasarkan peta kedudukan kompetensi di atas dapat diperhatikan bahwa masing-masing kompetensi memiliki dasar di kompetensi menjelaskan lingkup sasaran inovasi untuk masyarakat. Oleh karena itu, peserta pelatihan perlu memiliki kompetensi mampu menjelaskan lingkup sasaran inovasi untuk masyarakat sebagai pengetahuan awal untuk menguasai kompetensi yang selanjutnya. Masing-masing kompetensi dasar telah dibuat modul yang khusus membahas kegiatan pengabdian kepada masyarakat yaitu modul layanan kepada masyarakat, modul penerapan IPTEKS, modul peningkatan kapasitas masyarakat, dan modul pemberdayaan masyarakat.

Training Outcome (Capaian Program Pelatihan)

Setelah mengikuti Pelatihan Dosen Profesional Pratama, dosen mampu merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi program pembelajaran dan melakukan peneltiian dan pengabdian kepada masyarakat yang relevan dengan program pembelajaran yang diampu.

Menyusun PkM program kegiatan layanan kepada

masyarakat Menyusun PkM program kegiatan penerapan IPTEKS Menyusun PkM program kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat Menyusun PkM program kegiatan pemberdayaan masyarakat

Menjelaskan lingkup sasaran inovasi untuk masyarakat

(9)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat vii Petunjuk mempelajari modul disajikan sebagai berikut:

1. Berdoalah sebelum mulai belajar, kemudian bacalah modul ini dengan teliti, teratur, dan berurutan agar Anda memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang utuh;

2. Catatlah kata-kata atau kalimat yang kurang dimengerti atau berikan “tanda khusus” dengan menggunakan stabilo. Selanjutnya, kata atau kalimat tersebut Anda diskusikan dalam forum chat yang tersedia dalam laman e-learning;

3. Setelah setiap materi kegiatan belajar selesai dibaca, usahakan untuk membuat rangkuman sendiri atau membuat mind map. Hal ini bertujuan untuk menambah ingatan dari materi yang sudah dibaca;

4. Kerjakanlah latihan dan evaluasi yang ada pada modul ini.;

5. Gunakan forum diskusi yang ada di laman e-learning jika ingin mendiskusikan tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat, serta isu-isu strategis yang sedang berkembang mengenai kegiatan pemberdayaan masyarakat;

6. Untuk menambah wawasan dan keterampilan tentang PkM agar dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berbasis e-learning yang dilengkapi dengan tayangan materi, video, dan ilustrasi program kegiatan.

Semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar

(10)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum Materi

Kegiatan pengabdian masyarakat merupakan wadah bagi dosen untuk ikut serta dalam upaya peningkatan daya saing masyarakat agar siap menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Salah satu program pengabdian kepada masyarakat yang diperlukan adalah peningkatan kapasitas karena fokus kegiatan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan masyarakat agar mandiri dalam menyelesaikan masalah yang sedang berkembang dan mampu beradaptasi dengan perubahan. Sebagai contoh dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 ditekankan pentingnya peningkatan kapasitas untuk menurunkan indeks risiko bencana terutama pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan. Kemampuan untuk mengatasi bencana sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sejalan dengan upaya mencapai sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat global untuk pembangunan berkelanjutan dan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam keseluruhan fase bencana, baik di fase pra-bencana sebagai pencegahan dan kesiapsiagaan, pada saat tanggap darurat bencana, maupun dalam fase pasca-bencana adalah mutlak.

Dosen selaku civitas akademika diharapkan berperan dalam kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat melalui sumbangan pemikiran dan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat mampu menyelesaikan dan menanggulangi masalah. Namun, dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat masih terdapat beberapa permasalahan yang menurunkan jumlah dan peran dosen untuk pengabdian masyarakat yaitu angka kredit Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) dinilai sangat rendah (maksimum 10% atau boleh tidak ada, masih ada nilai minimalnya), rendahnya minat dosen berkompetisi dalam hibah Pengabdian Pada Masyarakat Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (PPM DRPM), belum ada standarisasi media wahana untuk diseminasi hasil PPM (seperti: model terbitan berkala/jurnal/publikasi, prosiding dan lainnya). Padahal pengabdian kepada masyarakat memiliki posisi yang sama penting dengan dua dharma lainnya, yaitu pendidikan dan penelitian. Oleh karena itu, modul ini disusun agar Anda memiliki wawasan tentang program peningkatan kapasitas masyarakat sehingga kedepannya dosen mampu melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Bahasan modul peningkatan kapasitas masyarakat mencakup hakikat, fungsi, dan prosedur peningkatan kapasitas masyarakat. Hakikat peningkatan kapasitas masyarakat membahas pengertian dan pentingya peningkatan kapasitas. Fungsi peningkatan kapasitas masyarakat membahas tujuan dan manfaat. Prosedur peningkatan kapasitas masyarakat meliputi ruang lingkup, tingkatan dan tahapan peningkatan kapasitas masyarakat. Di bahasan tahapan peningkatan kapasitas diuraikan langkah-langah penetapan dan

(11)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 2

pengenalan wilayah kerja, sosialisasi kegiatan, penyadaran masyarakat, pengorganisasian masyarakat, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan monitoring dan evaluasi. Di akhir bab II disediakan latihan yang berisi kasus yang sedang berkembang di masyarakat. Kasus ini dapat dijadikan bahan untuk memperdalam pemahaman dan merangsang pemikiran kritis-kreatif. Di bagian akhir modul juga disediakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta terhadap materi yang dipelajari. Anda diharapkan telah mempelajari modul sebelumnya tentang lingkup pengabdian kepada masyarakat yang membahas masyarakat dan problem yang dihadapi, peran perguruan tinggi dalam pembangunan masyarakat, dan lingkup kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

B. Relevansi dengan Pengetahuan Peserta

Relevansi modul terhadap tugas dosen untuk mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat sebagai berikut.

1. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan tentang kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat sebagai salah satu bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

2. Materi modul membahas isu yang tengah berkembang di masyarakat sehingga memberikan gambaran umum bentuk dan lingkup kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat.

C. Capaian Pembelajaran

Modul peningkatan kapasitas masyarakat ini mencakup tiga capaian pembelajaran antara lain:

1. menjelaskan hakikat peningkatan kapasitas masyarakat 2. menjelaskan fungsi peningkatan kapasitas masyarakat 3. menjelaskan prosedur peningkatan kapasitas masyarakat

(12)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 3

BAB II

KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT

Sebelum melakukan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat perlu dipahami hakikat, fungsi dan prosedur peningkatan kapasitas masyarakat. Banyak kegiatan peningkatan kapasitas yang mengalami masalah ketika sudah diaplikasikan ke masyarakat karena berbeda pandangan antara aspek apa yang akan ditingkatkan dan mengapa kapasitas perlu ditingkatkan atau dibangun. Akibatnya ada kegiatan yang bertema peningkatan kapasitas masyarakat namun konsep, asumsi, harapan dan hasil kegiatan akan sangat berbeda dari definisi awal peningkatan kapasitas. Ada dua kata kunci yang menjadi dasar pemahaman dalam “Peningkatan Kapasitas Masyarakat” yaitu kapasitas dan masyarakat. Pengertian tentang kata “masyarakat” telah Anda pelajari pada modul sebelumnya “Lingkup Sasaran Inovasi untuk Masyarakat” sehingga dalam modul ini tidak dibahas lagi tentang pengertian “masyarakat”.

A. Hakikat Peningkatan Kapasitas Masyarakat

Secara kebahasaan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kapasitas” mengacu pada pemaknaan mengenai data tampung, daya serap, ruang atau fasilitas yang tersedia atau kemampuan yang maksimal. Kapasitas menurut Milen (2001:4) dimaknai sebagai kemampuan individu, organisasi, atau sistem untuk melakukan fungsi yang sesuai secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Sedangkan Brown, LaFond & Macintyre (2001:4) mendefinisikan “kapasitas” sebagai kemampuan untuk melaksanakan tujuan yang telah direncanakan dan digambarkan sebagai proses dan hasil. Kapasitas juga berkembang secara bertahap dan multi-dimensional. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soeprapto (2006) yaitu kapasitas lebih merujuk kepada hasil (outcome) atau kondisi yang ingin dicapai, sedangkan peningkatan kapasitas merupakan seluruh proses untuk mencapai hasil (outcome). Diantara pengertian tentang kata “kapasitas” dapat diambil dua makna yang tersirat yaitu pemaknaan secara luas yang mengacu pada pengembangan dan makna yang sempit mengacu pada latihan-latihan. Kapasita bercirikan dimensi dinamis daripada statis karena kapasitas merupakan proses yang berkelanjutan sebagai bentuk bahwa kapasitas individu, organisasi atau sistem tidak pernah lengkap atau dalam keadaan yang sempurna tetapi membutuhkan pembaruan.

Konsep peningkatan kapasitas sampai saat ini masih menyisakan perbedaan pendapat dari beberapa ahli baik dalam penyebutan maupun pendefisinisian. Sebagian ahli menyebut peningkatan kapasitas sebagai capacity building, capacity development atau capacity strengthening yang merujuk pada suatu pengembangan kemampuan yang sudah ada. Sementara pendapat lain menyebut sebagai proses kreatif untuk membangun suatu kapasitas yang belum nampak.

Soeprapto dalam (Ilato, 2017:51) menjelaskan bahwa sebagian ilmuwan memaknai peningkatan kapasitas sebagai capacity building, capacity development atau capacity

(13)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 4

strengthening yang mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara yang lain lebih merujuk pada constructing capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Capacity building (pengembangan kapasitas) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efficiency, effectiveness, dan responsiveness kinerja pemerintah. Yakni efficiency, dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome; effectiveness berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsiveness yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.

Berdasarkan pemahaman terhadap dua kata yaitu peningkatan dan kapasitas, Syahyuti (2006:34) memaknai peningkatan kapasitas sebagai upaya penguatan sebuah komunitas dengan bertolak dari kekayaan tata nilai dan juga prioritas kebutuhan mereka, dan mengorganisasikan mereka untuk melakukannya sendiri (“Strengthening people’s capacity to determine their own values basic of ” development”). Dalam kalimat lain, peningkatan kapasitas adalah “… to enhance the capability of people and institutions sustainably to improve their competence and problem-solving capacities”. Hal yang sama juga diungkapkan Brown, LaFond, Macintyre (2001:5) capacity building is a process or activity that improves the ability of a person or entity to “carry out stated objectives. Dalam pengertian ini, peningkatan kapasitas berperan sebagai instrumen atau alat yang mendukung penggunaan potensi dan kapasitas yang ada secara efisien, memperluas kondisi yang ada dan juga berupaya membangkitkan potensi-potensi baru.

Dalam lingkup pembelajaran, Morrison (2001:4) memandang peningkatan kapasitas sebagai suatu proses untuk mendorong, menggerakkan, melakukan perubahan multi-level di dalam individu, kelompok, organisasi dan sistem. Idealnya peningkatan kapasitas berusaha memperkuat kapabilitas individu dan organisasi agar dapat menghadapi lingkungan yang terus berubah. Peningkatan kapasitas adalah suatu proses dan bukan produk. Secara khusus, peningkatan kapasitas adalah proses pembelajaran multi-level yang berusaha menghubungkan antara ide dan pelaksanaan. Peningkatan kapasitas dalam definisi ini dipandang sebagai pembelajaran yang terus menerus dan berkelanjutan. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Arieta (2017) yaitu peningkatan kapasitas masyarakat adalah konsep utama sebuah proses peningkatan kapasitas dan salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan advokasi.

Secara lebih rinci Sumpeno (2002) menjelaskan peningkatan kapasitas berarti telah terjadi perubahan perilaku untuk hal-hal sebagai berikut.

1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen,

keuangan dan budaya

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan.

(14)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 5

Peningkatan kapasitas masyarakat sendiri pada dasarnya merupakan gabungan dari konsep mengenai masyarakat dan peningkatan kapasitas. Dagun (2013) menggambarkan masyarakat sebagai persekutuan permanen manusia yang dibentuk demi pengejawantahan suatu tujuan atau nilai umum. Sedangkan secara umum peningkatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan (anggota dan masyarakat) untuk menentukan pilihan, perubahan, perbaikan dan pembaharuan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kapasitas masyarakat adalah upaya penciptaan kemakmuran, bukan hanya sekedar peningkatan pendapatan namun lebih dari itu, yaitu menciptakan nilai bagi manusia.

Peningkatan kapasitas masyarakat sebagai salah satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat merupakan proses peningkatan kesadaran masyarakat agar terbuka peluang-peluang untuk tindakan menuju perubahan. Peningkatan kesadaran itu dapat dicapai melalui beberapa strategi, diantaranya melalui kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan melalui pendidikan dan penyadaran. Proses peningkatan kapasitas harus menjadi sebuah proses yang dimiliki, dikuasai dan dilangsungkan oleh masyarakat karena masyarakat sendirilah yang mengerti akan kebutuhan, potensi, ancaman, sumber daya yang mereka miliki dan perubahan-perubahan yang sedangkan terjadi. Sebagai contoh dalam Gambar 2 dapat terlihat bahwa tanpa adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan terutama pengelolaan sampah, lingkungan sungai menjadi tercemar dan dapat menjadi awal mula munculnya penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat sekitar.

Gambar 2 Sampah yang mencemari sungai karena kurangnya kesadaran masyarakat (Sumber: https://megapolitan.kompas.com)

Berdasarkan berbagai pengertian tentang peningkatan kapasitas masyarakat, menurut Anda apa yang dimaksud dengan peningkatan kapasitas masyarakat?. Berdasarkan berbagai definisi tentang peningkatan kapasitas masyarakat dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan kapasitas merujuk pada usaha dan proses-proses yang melibatkan masyarakat

(15)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 6

itu sendiri dalam upaya memperbaiki situasi dan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ada di dalam masyarakat tersebut. Masyarakat merupakan alat dan tujuan dari peningkatan kapasitas. Masyarakat itu sendiri yang melakukan tindakan dan berpartisipasi secara bersama-sama untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi tersebut. Dengan demikian, peningkatan kapasitas masyarakat menekankan pada inisiatif dan usaha-usaha pemberdayaan yang berasal dari masyarakat atau komunitas itu sendiri dibandingkan dengan usaha-usaha pemberdayaan yang berasal dari luar masyarakat.

Peningkatan kapasitas perlu dilakukan karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Untuk saat ini, tahun 2018, Indonesia menempati posisi ke empat dari seluruh negara di dunia. Posisi pertama ditempati oleh Tiongkok dengan populasi manusia setara dengan 18,54 persen dari total penduduk dunia yaitu 1.415.171.198 jiwa, kemudian India pada posisi kedua dengan populasi setara 17,74 persen, Amerika Serikat dengan populasi 4,28 persen dan keempat adalah Indonesia dengan populasi sebesar 3,5 persen dari total populasi dunia (Jawapos.com. 11 Juli 2018).

Indonesia juga salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya dan berlimpah. Jenis sumberdaya alam tersebut tidak saja terbarukan, seperti hutan hujan tropis, mangrove dan terumbu karang beserta flora, fauna yang hidup di dalamnya, tetapi juga yang tidak terbarukan seperti mineral, logam, gas dan minyak bumi. Indonesia diuntungkan oleh letak geografis yang berada di jalur lempeng atau sabuk tektonik Benua Asia dan Australia, maka hampir seluruh pulau-pulau dalam wilayah Indonesia diperkirakan menyimpan cadangan mineral, logam, gas dan minyak bumi yang amat besar, baik segi jumlah atau deposit maupun jenisnya. Pada umumnya, jenis mineral dan logam tersebut adalah jenis yang bernilai ekonomis sangat tinggi, seperti emas, tembaga, perak, batubara, pasir besi, nikel, bauksit, timah granit, dan lain-lain (Sundjojo, 2007: 1).

Namun disisi lain, masih banyak permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini dan salah satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan bukan isu yang baru muncul , namun telah menjadi isu yang terus dibahas dan dicarikan solusi dengan berbagai langkah. Kemiskinan atau yang disebut sebagai ketidakberdayaan menurut Ismawan (2011:2) ditengarai dengan jumlah anggota masyarakat yang sangat banyak yang tidak terjangkau pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan usaha, sehingga kualitas sumber daya manusia rendah, teknologi rendah, organisasi lemah, permodalan lemah, pendapatan mereka rendah dan rentan terhadap penyakit. Bila dikaji lebih dalam, sebab-sebab ketidakberdayaan masyarakat dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut.

(16)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 7

Gambar 3 Sebab ketidakberdayaan masyarakat

Kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat yang semakin memburuk jelas tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, yaitu meningkatnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketidakberdayaan masyarakat bukan fenomena temporer, tetapi telah berakar lama. Ia merupakan unsur yang berproses menjadi Indonesia dan menjadi sekaligus pendorong para pendiri bangsa membebaskan rakyat yang menderita.

Secara statistik tingkat kemiskinan Indonesia menurun sejak tahun 1990 sampai tahun 2015. Namun, kesenjangan kesejahteraan diantara masyarakat masih nampak nyata. Di Negara berkembang menurut Alisjahbana dan Murniningtyas (2018:3), anak dari 20% keluarga termiskin menyandang masalah stunting berjumlah dua kali lebih besar dibanding anak pada 20% keluarga terkaya. Di perdesaan lebih banyak penduduk tidak menikmati air bersih daripada di perkotaan. Selain itu, masyarakat desa memiliki fasilitas sanitasi yang lebih sedikit daripada masyarakat perkotaan. Di Indonesia jumlah orang miskin pada tahun yang sama adalah sebesar 28,59 juta orang. Jumlah masyarakat di perkotaan yang memiliki akses air bersih lebih banyak daripada masyarakat pedesaan. Sementara layanan fasilitas sanitasi di perkotaan sebesar 76,82% dan di perdesaan hanya sebesar 55,55%.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 seperti tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin (juta) di perkotaan dan pedesaan dari tahun 2013-2017.

Tabel 1 Jumlah penduduk miskin dari tahun 2013-2017

Tahun

Garis Kemiskinan

(rupiah/kapita/bulan) Jumlah Penduduk Miskin (juta) Jumlah Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan

2013 289.042 253.273 10,33 17,74 28,07 2014 318.514 286.097 10,51 17,77 28,28 2015 342.541 317.881 10,65 17,94 28,59 2016 364.527 343.646 10,34 17,67 28,01 2017 385.621 361.496 10,67 17,10 27,77 Ketidakberdayaan Masyarakat Warisan Penjajah Ketidakstabilan Pemerintahan Jebakan Ketergantungan Devaluasi Mata Uang yang Sangat Besar KKN Merajalela Bencana Alam Tak Terantisipasi Kerusakan Lingkungan Tak Terbendung

(17)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 8

Tabel 1 menunjukkan, dalam kurun waktu 2013-2017, jumlah penduduk miskin wilayah pedesaan dan perkotaan terus menurun. Namun dalam tahun 2015 sempat mengalami peningkatan sebesar 31 ribu jiwa. Dari tabel 1 juga dapat dilihat jika jumlah penduduk miskin desa lebih banyak dari pada jumlah penduduk miskin perkotaan.

Dari faktor lain, bencana alam tak terantisipasi dan pengrusakan lingkungan sepertinya menjadi sebab yang menarik untuk dibahas jika dikaitkan dengan ketidakberdayaan masyarakat karena akhir-akhir ini ,di tahun 2018, sederetan bencana alam terjadi di berbagai wilayah seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, letusan gunung api, tsunami dan lain-lain. Yang baru-baru ini terjadi, dilansir dari bbc.com tanggal 9 Oktober 2018, gempa dan tsunami Palu Dongala yang menimbulkan kerusakan dan korban jiwa sekitar 2.010 orang. Harta benda, rumah, gedung, fasilitas umum dan jalan rusak luluh lantah akibat bencana alam ini seperti gambar 4, serta mempengaruhi mobilitas serta perekonomian daerah.

Gambar 4 Keadaan kota Palu setelah bencana gempa bumi dan tsunami (Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45795653)

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun, selama tahun 2018, tercatat telah terjadi 1.233 bencana diantaranya banjir, tanah longsor, gelombang pasang, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, letusan gunung api. Dilihat dari sisi yang berbeda, bencana tidak semua murni disebabkan oleh faktor alam. Faktor manusia dan tingkah laku yang ditimbulkan manusia melalui eksploitasi berlebihan, tidak memperhatikan analisis lingkungan, sikap ketidakpedulian pada lingkungan menjadi pemicu terjadinya bencana.

Sutopo, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, mengatakan laju kerusakan hutan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi lahan. Misalnya, selama 2003-2006, laju kerusakan hutan 1,17 juta hektar per tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan setiap tahun hanya sekitar 450.000 hektar. Hal ini berarti, terjadi defisit lebih dari 550.000 hektar per tahun. Terlebih lagi keberhasilan penanaman pohon dalam rehabilitasi hutan dan lahan

(18)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 9

tidak mencapai 100 persen sehingga degradasinya akan lebih besar. (sains.kompas.com. 2011).

Ungkapan yang disampaikan Widodo (2007:97) tampaknya menarik untuk kita renungkan “Akan tetapi, alam tidak mengenal keserakahan. Perilaku alam dalam bentuk terjadinya krisis dan bencana alam lainnya (banjir dan kekeringan) merupakan refleksi atau konsekuensi logis dan respon alam terhadap ulah manusia. Alam mempunyai tingkat kepatuhan yang hampir sempurna terhadap hukum-hukumnya. Manusia mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan jasa alam disertai dengan bekal ilmu pengetahuan tentang hukum yang melekat pada alam yang diajarkan Sang Pencipta. Selama manusia (masyarakat) tidak mampu melakukan pembebasan dari belenggu keserakahannnya, selama itu pula ancaman belasan dari kekuatan alam hingga pada tingkat pemusnahan bersama (collective disaster) akan terus menghantuinya. Krisis air dan bencana alam yang mengiringi terjadinya kemiskinan massal adalah rangkaian akibat dari budaya keserakahan dan pelanggaran keteraturan alam”. Sebagai contoh dalam gambar 5, masyarakat kesulitan memperoleh air bersih pada saat musim kemarau panjang karena sumur-sumur mereka mengering. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat terpaksa membeli air yang cukup mahal untuk per liternya. Dari kejadian ini sebenarnya alam telah memperingatkan manusia untuk tetap menjaga keteraturan dan peduli terhadap alam.

Gambar 5 Warga terpaksa membeli air karena kekeringan berkepanjangan

(Sumber: https://www.inews.id/daerah/jabar/199581/dilanda-kekeringan-warga-karawang-terpaksa-beli-air-bersih)

Menurut Alisjahbana dan Murniningtyas (2018:5) perkembangan produksi yang dipicu oleh peningkatan dan gaya hidup konsumsi masyarakat telah mengakibatkan produksi sampah melimpah di berbagai negara. Produksi sampah yang melimpah ini tanpa diikuti oleh pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Sampah menumpuk dan berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang. Perilaku manusia dan kegiatan ekonomi juga telah menghasilkan emisi yang terus meningkat di berbagai negara. Polusi udara dan air telah mengakibatkan merebaknya berbagai penyakit, bahkan kematian. Penurunan kondisi sanitasi dan makanan yang tidak sehat telah mengakibatkan kematian sebanyak 1,7 miliar manusia setiap tahunnya. Polusi udara di perkotaan telah mengakibatkan kematian sekitar 800 ribu orang setiap tahunnya.

(19)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 10

Pencemaran tembaga (lead) telah mengakibatkan 13 juta manusia cacat, dalam bentuk keterbelakangan mental, dan penyakit kardiovaskular. Bagi Indonesia, keadaan ini mengancam kesehatan generasi muda yang akan menjadi tumpuan potensi bonus demografi yang dialami Indonesia sejak tahun 2012.

Sujianto (2009) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah masalah nasional dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan-kebijakan pembangunan saja, tetapi juga harus menjadi tanggung jawab bersama segenap pelaku ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam rangka itulah upaya pemberdayaan masyarakat mandiri menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 20 telah mengamanahkan bahwa Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sejalan dengan kewajiban tersebut, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 45 menegaskan bahwa penelitian di Perguruan Tinggi diarahkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Bagi perguruan tinggi, riset adalah bagian integral dari kewajiban sosial yang terhimpun dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Artinya, riset memiliki relevansi yang sangat tinggi terhadap pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 46 juga menjelaskan bahwa hasil penelitian bermanfaat untuk perubahan masyarakat Indonesia berbasis pengetahuan.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 57 menjelaskan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat berupa: (a) pelayanan kepada masyarakat; (b) penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidang keahliannya; (c) peningkatan kapasitas masyarakat; atau (d) pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam ilustrasi pada gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Lingkup Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat

Fokus kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat adalah masyarakat itu sendiri di mana masyarakat diajak untuk ikut ambil bagian, berpartisipasi dan mampu mengatasi masalah yang sedang terjadi di lingkungannya. Pelibatan masyarakat dalam menghadapi dan menanggulangi masalah yang sedang terjadi mutlak diperlukan karena masyarakat adalah subjek sekaligus objek yang secara langsung mengalami dan berpotensi menderita kerugian

Pengabdian kepada Masyarakat

Pelayanan kepada Masyarakat Penerapan Ipteks Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat

(20)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 11

seandainya masalah tersebut tidak segera diselesaikan. Tentunya dalam mengatasi masalah tersebut masyarakat memerlukan bimbingan, pelatihan, pendampingan dan penyuluhan.

Dalam Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Edisi 12 Tahun 2018 dicontohkan sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas masyarakat telah dicanangkan program kemitraan masyarakat dengan tujuan untuk membentuk/mengembangkan sekelompok masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan sosial, membantu menciptakan ketentraman, dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat dan meningkatkan keterampilan berpikir, membaca dan menulis atau keterampilan lain yang dibutuhkan (softskill dan hardskill). Khalayak sasaran program PKM adalah: 1) masyarakat yang produktif secara ekonomi; 2) masyarakat yang belum produktif secara ekonomis, tetapi berhasrat kuat menjadi wirausahawan; dan 3) masyarakat yang tidak produktif secara ekonomi (masyarakat umum/biasa). Mitra sasaran masyarakat yang tidak produktif secara ekonomi misalnya sekolah (PAUD, SD, SMP, SMA/SMK), karang taruna, kelompok ibu-ibu rumah tangga, kelompok anak-anak jalanan, RT/RW, dusun, desa, Puskesmas/Posyandu, Pesantren dan lain sebagainya.

Dikaji dari sisi lain, dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045 digambarkan jika ditinjau dari faktor geografis, geologi, klimatologi, dan demografis, wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan resiko bencana. Mulai dari kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kerugian ratusan triliun; bencana hidrometerologi (terkait dengan air) seperti banjir, tanah longsor, tsunami, dan sebagainya; gunung berapi dan aktivitasnya dan perubahan iklim. Untuk menjawab persoalan tersebut, kegiatan riset yang dinilai penting untuk pengurangan risiko bencana mencakup beberapa hal, baik dalam level penyediaan produk teknologi maupun peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana. Di luar itu, aneka produk sistem peringatan dini yang dirancang dengan pendekatan multidisiplin diperlukan untuk menanggapi tindak darurat terpadu. Yang tidak kalah penting dalam menjawab persoalan kebencanaan ini adalah pelibatan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan, baik melalui peningkatan kapasitas teknologi berbasis kearifan lokal maupun membangun kapasitas sosial budaya masyarakat menuju masyarakat tangguh bencana.

Aspek terakhir ini penting karena masyarakat sebagai stakeholder kunci kebencanaan justru sering terlupakan, terutama dalam konteks pengembangan produk teknologi kebencanaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam gambar 7 dapat dilihat bahwa masyarakat sedang melakukan kegiatan penanaman hutan kembali (reboisasi) sebagai langkah antisipasi bencana tanah longsor dan banjir. Masyarakat seperti ini telah memiliki kesadaran mengenai pentingnya reboisasi dan mampu memetakan ancaman atau bencana yang akan timbul jika hutan tetap gundul dan tidak ada langkah perubahan.

(21)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 12

Gambar 7 Upaya pelestarian lingkungan oleh masyarakat (Sumber:

http://m.radarbangka.co.id/)

B. Fungsi Peningkatan Kapasitas Masyarakat

Menurut Arnold (2016:27) peningkatan kapasitas dapat dipahami sebagai suatu pembelajaran yang berawal dari mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi perubahan. Dalam kajian kebencanaan kapasitas dimaknai Nugraha, Nugraheni & Kurniawan (2001) sebagai kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan ancaman dan potensi kerugian akibat bencana secara terstruktur, terencana dan terpadu. Dengan peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan kesiapsiagaan bencana, resiko bencana dapat diturunkan.

Merujuk dari beberapa sumber tentang program kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat. Tujuan dari program kegiatan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu secara umum dan khusus.

1. Tujuan umum dicirikan pada perwujudan suatu sistem yang berkelanjutan. 2. Tujuan khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dilihat

dari aspek :

a. efisiensi dalam hal waktu dan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome;

b. efektivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; c. responsivitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan

untuk maksud tersebut;

d. pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup, organisasi dan sistem. Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat sebagai salah satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat memiliki tiga manfaat. Menurut Sholihah (2011) manfaat program

(22)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 13

peningkatan kapasitas masyarakat sebagai bagian dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat dilihat dalam ilustrasi gambar 8 sebagai berikut.

Gambar 8 Manfaat kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat

Untuk lebih memahami materi tentang fungsi kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat. Berikut disajikan contoh kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat yang dilakukan oleh Prihananto (2013) dengan judul Kapasitas Masyarakat Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) Di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Ringkasan kegiatannya sebagai berikut:

Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan risiko (risk) pada komunitas. Komunitas yang rentan atau memiliki kapasitas yang rendah dapat merubah level ancaman menjadi bencana yang mungkin akan terjadi bencana dapat dikurangi apabila sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja padanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengelola ancaman yang terjadi padanya. Aktivitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak lain apabila asset-aset penghidupannya dan akses penghidupan terganggu. Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan (1) berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal, (2) merugikan harta, benda dan jiwa manusia, (3) merusak struktur sosial komunitas dan (4) memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi/komunitas.

Menurut penyebabnya, bencana alam dapat digolongan menjadi tiga yaitu bencana alam karena fenomena alam, bencana alam yang terjadi karena perbuatan manusia terhadap lingkungannya dan bencana alam yang terjadi akibat tindakan manusia atau hubungannya

• Dengan memanfaatkan sumberdaya manusia yang tersedia maka hasil yang dicapai lebih optimal karena masyarakat telah diberdayakan untuk mampu melakukan penanggulangan, penanganan dan penyelesaian masalah yang terjadi.

Efisiensi

• Diharapkan melalui kegiatan peningkatan kapasitas tersebut dapat mempercepat tercapainya tujuan fungsional dalam upaya penyelesaian masalah yang ada di masyarakat yaitu ketepatan, kecepatan dan kesesuaian

Efektivitas

• Program peningkatan kapasitas masyarakat diharapkan dapat menjadi program/kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus karena sifatnya masalah membutuhkan penanganan yang berkelanjutan.

(23)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 14

terhadap lingkungan manusia atau hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Undang-undang tentang penanggulangan bencana tersebut juga mensyaratkan penanggulangan bencana harus dilakukan secara terdesentralisasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya baik mulai sejak tahap awal program (identifikasi, analisis, penerapan rencana kerja, monitor dan evaluasi) sampai ke tahap akhir dimana program akan diserahterimakan sepenuhnya kepada masyarakat lokal.

Kegiatan Pengurangan Risiko Bencan Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan metode CBDP (Community Based Disaster Preparadness) memiliki tujuan 1) mengurangi kerentanan masyarakat terhadap kondisi lingkungan sekitar, 2) meningkatkan kapasitas dan kemampuan komunitas masyarakat dalam mengatasi dan mengurangi risiko bencana yang ada di sekitar mereka, 3) mengurangi dan meminimalkan kerugian apabila suatu saat terjadi bencana.

Analisis karakteristik masyarakat dibedakan atas faktor-faktor sosial faktor – faktor sosial budaya yang berhubungan dengan kapasitas masyarakat dalam Penanggulangan bencana. Faktor-faktor tersebut diantaranya: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan dan persepsi responden tentang bencana. Kemudian dilakukan penelitian mengenai kapasitas terhadap mitigasi, kapasitas terhadap kesiapan, kapasitas terhadap bertahan hidup. Dari hasil wawancara diperoleh satu petikan kalimat yang cukup menarik yaitu “Berbagai kegiatan peningkatan kapasitas tersebut diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat untuk lebih memahami kondisi lingkungan desa yang rawan bencana, sehingga dapat mempersiapkan diri bilamana bencana datang”

Hasil dari penelitian ini yaitu strategi terhadap peningkatan tingkat kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul dalam upaya mengurangi risiko bencana adalah dengan memasukkan PRB ke dalam RPJM desa. Sebagai sebuah alat perencanaan pembangunan resmi pemerintah, RPJM Desa ini dapat dipandang sebagai media strategis untuk mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pemerintah desa selama 5 (lima) tahun, yang artinya program peningkatan kapasitas masyarakat bukan merupakan program yang diskontinu namun program yang terus berlanjut dan melibatkan seluruh komponen masyarakat

(24)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 15

C. Prosedur Kegiatan Peningkatan Kapasitas Masyarakat

Soeprapto (2006:16) menggambarkan tingkatan-tingkatan peningkatan kapasitas yang dikaji berdasarkan cakupan kegiatan peningkatan kapasitas. Berikut tingkatan kegiatan peningkatan kapasitas seperti yang terlihat pada ilustrasi berikut.

Gambar 9 Tingkatan-tingkatan kegiatan peningkatan kapasitas

Gambar 9 memperlihatkan bahwa peningkatan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada 3 (tiga) tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

1. tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu;

2. tingkatan organisasi atau keseluruhan satuan, contoh struktur organisasi-organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi, prosedur dan mekanisme-mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan organisasi;

3. tingkatan individual, contohnya keterampilan-ketrampilan individu dan persyaratan-persyaratan, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi-motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi-organisasi.

Dalam praktik pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh banyak pihak, seringkali terbatas pada pemberdayaan ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) atau penanggulangan kemiskinan (poverty reduction). Karena itu, kegiatan pemberdayaan masyarakat selalu dilakukan dalam bentuk pengembangan kegiatan produktif untuk peningkatan pendapatan. Terhadap rumusan ini, Mardikanto dalam Theresia (2015) menambahkan pentingnya kelembagaan, karena proses pemberdayaan masyarakat, pada hakikatnya merupakan proses peningkatan kapasitas, yaitu peningkatan kapasitas manusia, kapasitas usaha, kapasitas lingkungan, dan kapasitas kelembagaan.

Tingkatan Individu Tingkatan Organisasi Tingkatan Sistem Pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengelompokkan kerja Pengambilan keputusan, Sumber-sumber, Prosedur-prosedur, Struktur-struktur

Kerangka kerja formal yang mendukung kebijakan- kebijakan

Peningkatan Kapasitas

(25)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 16

Gambar 10 Lingkup kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat

Lingkup kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat pada gambar 10 dapat dimaknai sebagai cakupan sasaran program kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dengan menitik fokuskan pada peningkatan kapasitas manusia sebagai fondasi kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat pada lingkup yang lebih luas. Penjelasan lebih lengkap mengenai lingkup kegiatan peningkatan kapasitas sebagai berikut:

1. Peningkatan Kapasitas Manusia

Peningkatan kapasitas manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini, dilandasi oleh pemahaman bahwa tujuan peningkatan kapasitas adalah untuk perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan manusia. Di samping itu, dalam ilmu manajemen, manusia menempati unsur yang paling unik. Sebab, selain sebagai salah satu sumberdaya juga sekaligus sebagai pelaku atau pengelola manajemen itu sendiri. Termasuk dalam upaya peningkatan kapasitas manusia yaitu (a) pengembangan kapasitas individu, yang meliputi kapasitas kepribadian, kapasitas dunia kerja, dan pengembangan keprofesionalan, (b) pengembangan kapasitas entitas/kelembagaan, dan pengembangan kapasitas sistem (jejaring).

2. Peningkatan Kapasitas Usaha

Peningkatan kapasitas usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap program pengabdian kepada masyarakat. Sebab peningkatan kapasitas manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan kesejahteraan tidak akan laku, dan bahkan menambah kekecewaan. Sebaliknya, hanya peningkatan kapasitas manusia yang mampu (dalam waktu dekat/cepat) memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan keejahteraan yang akan laku atau memperoleh dukungan dalam bentuk partisipasi masyarakat.

3. Peningkatan Kapasitas Lingkungan

Peningkatan kapasitas lingkungan, sangat diperlukan karena peningkatan kapasitas usaha yang tidak terkendali dapat menjurus pada ketamakan atau kerakusan yang dapat

Kelembagaan

Lingkungan

Usaha

(26)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 17

merusak lingkungan (baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya). Peningkatan kapasitas lingkungan, menjadi sangat penting, utamanya sejak dikembangkan mahzab pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal ini terlihat pada kewajiban dilakukannya AMDAL (Analisis Manfaat dan Dampak Lingkungan) dalam setiap kegiatan investasi, ISO 1400 tentang keamanan lingkungan, sertifikasi ekolabal, dll. Selama ini, pengertian lingkungan seringkali dimaknai sekedar lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan fisik. Tetapi, dalam praktik perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan kehidupan. Eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam berupa hutan tanpa mempertimbangkan AMDAL seperti contoh di gambar 11 merupakan kegiatan yang memicu bencana alam seperti tanah longsor, banjir, pemanasan global dan mengancam kehidupan hayati. Untuk itulah, peran masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam pencegahan dan penanggulangan bencana sangat diperlukan.

Gambar 11 Pengrusakan hutan sebagai akibat dari kurangnya peningkatan kapasitas lingkungan (Sumber: https://www.voaindonesia.com/)

4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

Tersedianya dan efektivitas kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan peningkatan kapasitas manusia, peningkatan kapasitas usaha, dan peningkatan kapasitas lingkungan. Pengertian tentang kelembagaan, seringkali dimaknai dalam arti sempit sebagai beragam bentuk lembaga (kelompok, organisasi). Tetapi, kelembagaan sebenarnya memiliki arti yang lebih luas yaitu sebagai suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota komunitas (masyarakat). Dalam kehidupan sehari-haris, kelembagaan yang merupakan terjemahan dari kata “institution” adalah satu konsep yang tergolong membingungkan dan dapat dikatakan belum memperoleh pengertian yang mantap dalam ilmu sosiologi.

Dalam praktiknya kegiatan peningkatan tidak hanya terfokus pada upaya perbaikan pendapatan. Pendapat seperti ini tidak sepenuhnya salah, tetapi belum lengkap. Sebab

(27)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 18

hakikat dari peningkatan kapasitas masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan, mendorong kemauan dan keberanian, serta memberikan kesempatan bagi upaya-upaya masyarakat dengan atau tanpa dukungan pihak luar untuk mengembangkan kemandiriannya demi terwujudnya perbaikan kesejahteraan (ekonomi, sosial, fisik dan mental) secara berkelanjutan.

Mandiri di sini bukan berarti menolak bantuan dari pihak luar tetapi kemampuan dan keberanian untuk mengambil keputusan yang terbaik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan:

a. keadaan sumberdaya yang dimiliki dan atau dapat dimanfaatkan

b. penguasaan dan kemampuan pengetahuan teknis untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. sikap kewirausahaan dan keterampilan manajerial yang dikuasai

d. kesesuaian sosial budaya dan kearifan tradisional yang diwariskan serta dilestarikan secara turun temurun.

Dalam melakukan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, dosen perlu memperhatikan tahapan-tahapan kegiatan. Dalam hal ini masyarakat mempunyai karakteristiknya masing-masing. Theresia (2015:217) menjelaskan beberapa tahapan dalam kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, seperti dijabarkan secara lengkap sebagai berikut.

1. Penetapan dan Pengenalan Wilayah Kerja

Langkah pertama yang dilakukan untuk mulai kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat adalah penetapan dan pengenalan wilayah. Ada tiga survey yang biasanya digunakan untuk penetapan wilayah kerja yaitu: survey mandiri (community self-survey/CSS) atau Survei Mawas Diri (SMD), (2) Penilaian Keadaan (Participatory Rural Appraisal/PRA), dan (3) Analisis dan Pemetaan Sosial.

a. Survey mandiri (community self-survey/CSS) atau Survei Mawas Diri (SMD)

Survey mandiri merupakan survey yang dilakukan sendiri oleh masyarakat, namun dalam memulai survey ini masyarakat perlu mendapatkan pendampingan dari fasilistator sebagai narasumber. CSS/SMD bertujuan untuk mengajak masyarakat mengumpulkan data dan menilai sendiri mengenai keadaan mereka, yang meliputi (a) keadaan sosial-ekonomi, (b) masalah dan faktor penyebabnya, (c) peluang untuk memperbaiki keadaan masyarakat, (d) pilihan solusi yang dapat dilakukan. Melalui kegiatan CSS, masyarakat akan menyadari keadaan yang tengah terjadi dan memperoleh dukungan dari pemangku kebijakan atau tokoh masyarakat di tingkat lokal.

b. Penilaian Keadaan (Participatory Rural Appraisal/PRA)

Teknik penilaian keadaan merupakan teknik perbaikan dari teknik Rapid Rural Appraisal (RRA). Hal yang membedakan antara PRA dan RRA adalah jika RRA

(28)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 19

mengutamakan peran “orang luar” dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatannya, dalam PRA dilakukan secara partisipatif, yang lebih mengutamakan peran masyarakat sedangkan pihak luar hanya sebagai fasilitator atau narasumbernya. PRA dilakukan pada tahapan awal perencanaan kegiatan yang merupakan metode penilaian keadaan secara partisipatif. Kegiatan-kegiatan PRA meliputi: (1) pemetaan wilayah dan kegiatan terkait topik penilaian, (2) analisis keadaan, (3) pemilihan alternatif pemecahan masalah yang layak, (4) rincian kebijakan dari pemangku kepentingan dan peran yang diharapkan, (5) analisis situasi

Analisis situasi dapat disampaikan dalam bentuk narasi, matrik, dan peta situasi. Dalam hal penarikan kesimpulan dapat dinyatakan dalam bentuk narasi analisis situasi, yaitu uraian lengkap tentang hal yang diamati, perkembangan keadaan dan penyebabnya.

Tabel 2 Matrik Analisis Situasi dalam PRA Obyek yang Diamati Perubahan-perubahan Penyebab 10 tahun yang lalu Sekarang 10 tahun mendatang Keadaan Sumber daya alam Kondisi Sumber daya manusia Keadaan Sarana/Prasarana Kondisi Kelembagaan

c. Analisis Masalah dan Pemetaan Sosial

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah analisis masalah berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan. Dari hasil analisis masalah kemudian dirumuskan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari analisis masalah. Secara konseptual kata “masalah” memiliki perbedaaan dengan kata “gejala” sebab yang terlihat dipermukaan adalah “gejala” sedangkan untuk menemukan “masalah” perlu pengkajian yang lebih mendalam seperti diilustrasikan pada gambar 12. Namun, seringkali terjadi kerancuan untuk mendeskripsikan antara gejala yang timbul dan masalah yang terjadi.

Gambar 12. Perbandingan Gejala dan Masalah gejala

(29)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 20

2. Sosialisasi Kegiatan

Metode sosialisasi kegiatan, biasanya dapat dilakukan melalui komunikasi antar pribadi (percakapan, kunjungan, pertemuan, diskusi, dll) maupun komunikasi dengan menggunakan media massa (cetak, gambar, atau multi-media) atau penggunaan forum media (yang menggabungkan antara media-masa dan media antar pribadi).

3. Penyadaran Masyarakat

Proses penyadaran, seringkali sulit dibedakan dengan kegiatan sosialisasi, karena kedua kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman tentang kegiatan peningkatan yang akan dilakukan. Oleh sebab itu, metode yang digunakan dalam proses penyadaran juga tidak berbeda dengan yang dilakukan pada proses sosialisasi.

Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perubahan, serta menumbuhkembangkan keyakinan masyarakat terhadap keberhasilan upaya-upaya perubahan yang akan dilakukan melalui peningkatan berbasis masyarakat, seringkali diterapkan metode pelatihan untuk menumbuhkembangkan motivasi atau Achievement Motivation Training (AMT), yaitu latihan motivasi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa yang memperhatikan 3 aspek dominan, yaitu achievement, power dan psikomotorik.

4. Pengorganisasian Masyarakat

Dewasa ini, pengorganisasian masyarakat dipandang sebagai alat yang menjanjikan dalam mencapai tujuan kemandirian masyarakat. Dalam pengorganisasian masyarakat, ada enam prinsip yaitu:

a. Prinsip kebutuhan yang dirasakan (Felt Need)

Tugas community organizer adalah untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan dan menyalurkan ketidakpuasan rakyat ke dalam organisasi dan tindakan. Hal ini juga lebih mudah untuk mengorganisir dan memobilisasi orang untuk mengatasi kebutuhan yang dirasakan yang banyak berbagi.

b. Prinsip Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kunci keberhasilan pengorganisasian masyarakat. Pemimpin harus diterima, dihormati, memiliki kharisma atau pengaruh terhadap sejumlah orang, demokratis, memiliki track record bekerja untuk kebaikan bersama, dan menunjukkan kemampuan membuat orang lain (mau) bekerja. Oleh karena itu harus berhati-hati dalam pemilihan pemimpin dalam proses pengorganisasian masyarakat.

c. Prinsip Partisipasi

Orang yang terkena masalah harus secara aktif terlibat dalam semua tahapan proses pengorganisasian identifikasi kebutuhan, pengembangan kapabilitas, identifikasi sumberdaya dan pemanfaatan, tindakan tegas lainnya untuk memecahkan masalah dan

(30)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 21

evaluasi. Pengorganisasian bertujuan untuk memungkinkan orang berada dalam kontrol manajemen proyek atau program yang dirancang untuk mengatasi masalah mereka, di mana mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

d. Prinsip Komunikasi

Membuka jalur komunikasi harus dibangun dan dipelihara antara penyelenggara masyarakat, pemimpin lokal dan anggota masyarakat. Selain komunikasi verbal, para organisator masyarakat dapat memanfaatkan media massa seperti media cetak dan yang disiarkan. Orang-orang akan termotivasi ketika mereka mendengar atau mengetahui perkembangan yang terjadi di komunitas mereka.

e. Prinsip Struktur

Organisator masyarakat harus mengembangkan struktur organisasi yang sederhana dan fungsional berdasarkan kebutuhan organisasi. Ini tidak perlu mengikuti struktur organisasi formal. Sebaliknya, para organisator masyarakat dapat mengatur komitmen kerja, pendidikan, penelitian, cara dan sarana logistik, keanggotaan dan mobilisasi, dan penghubung/negosiasi.

f. Prinsip Evaluasi

Penilaian merupakan proses menerus di pengorganisasian masyarakat. Upaya harus dilakukan untuk menilai keuntungan dari setiap mobilisasi atau tindakan sosial, kekuatan dan kelemahan, dan untuk meringkas pelajaran yang dipelajari. Proses ini juga disebut sebagai ARA, atau Aksi, Refleksi, Aksi

5. Perencanaan Kegiatan

Perencaan secara sederhana dapat diartikan sebagai pernyataan tertulis tentang masalah, cara mencapai tujuan, volume (unit dan frekuensi), kegiatan, pelaku kegiatan, penerima manfaat, metode, perlengkapan atau sarana/prasarana yang akan digunakan, lokasi, waktu, serta jumlah dan sumber pembiayaannya. Untuk merumuskan perencanaan kegiatan, biasanya diawali dengan CSS.SMD, penilaian keadaan baru, perencanaan keadaan melalui diskusi-diskusi yang dapat berbentuk”diskusi terarah” (Focus Group Discussion/FGD) dan lokakarya.

Pada awalmya, FGD digunakan sebagai teknik wawancara pada penelitian kualitatti yang berupa “in depth interview” kepada sekelompok informasi secara terfokus. Dewasa ini, FGD nampaknya semakin banyak diterapkan dalam kegiatan perencanaan dan atau evaluasi program. Sejalan dengan itu, pelaksanaan FGD dirancang sebagai diskusi kelompok terarah yang melibatkan semua pemangku kepentingan suatu program, melalui diskusi yang partisipatif dengan dipandu atau difasilitasi oleh seorang pemandu dan seringkali juga mengundang narasumber. Sebagai suatu metode pengumpulan data, pemandu/fasilitator memegang peran strategis, karena keterampilannya memandu diskusi akan sangat menentukan mutu proses dan hasil FGD.

(31)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 22

6. Pelaksanaan Kegiatan

Peningkatan berbasis masyarakat dapat juga dipahami sebagai proses edukasi atau proses perubahan melalui pendidikan. Karena itu, sejak awal dan selama proses pelaksanaan kegiatan harus dilakukan pelatihan-pelatihan. Berbeda dengan kegiatan pelatihan konvensional, pelatihan yang diterapkan dalam proses peningkatan berbasis masyarakat harus dirancang sebagai pelatihan partisipatif dengan mengimplementasikan metode pendidikan orang dewasa (POD).

Terkait dengan penyelenggaraan pelatihan, dalam peningkatan kapasitas masyarakat harus diawali dengan “scooping” atau penelusuran tentang program pendidikan yang diperlukan dan analisis kebutuhannya, disusunlah program atau acara peningkatan kapasitas masyarakat yang dalam pendidikan formal (sekolah) disebut dengan silabus dan kurikulum, dan perumusan modul/lembar persiapan fasilitator pada setiap pelaksanaan peningkatan kapasitas masyarakat.

Untuk lebih mengefektifkan keberhasilan pelatihan, dewasa ini dikembangkan suatu metode yang menggabungkan antara pelatihan dan praktik kegiatan nyata (bukan sekedar latihan) dalam bentuk PLA (Participatory Learning and Action) atau proses belajar dan praktik secara partisipatif. PLA merupakan bentuk baru dari metode peningkatan kapasitas masyarakat yang dahulu dikenal sebagai “learning by doing” atau belajar dengan melakukan. Secara singkat, PLA merupakan metode peningkatan kapasitas masyarakat yang terdiri dari proses belajar tentang suatu topik, seperti persemaian, pengolahan lahan, perlindungan hama tanaman, dll. Setelah kegiatan PLA segera diikuti aksi atau kegiatan riil yang relevan dengan materi peningkatan kapasitas masyarakat.

Terkait dengan hal itu, sebagai metode belajar partisipatif, PLA memiliki beberapa prinsip sebagai berikut.

a. Multi prespective, yang mencerminkan beragam interpretasi pemecahan masalah yang riil dilakukan oleh para pihak yang beragam dan berbeda cara pandangnya.

b. Spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi para pihak yang terlibat

c. Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders (bukan anggota kelompok belajar) yang bertindak sebagai katalisator dan fasilitator dalam pengambilan keputusan, dan jika diperlukan mereka akan meneruskannya kepada pengambil keputusan.

d. Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa keputusan yang diambil melalui PLA akan dijadikan acuan bagi perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Lebih lanjut, peningkatan kapasitas pada hakikatnya merupakan upaya yang berkelanjutan, yang di dalamnya mensyaratkan berlangsungnya proses aksi dan refleksi yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, pelaksanaan kegiatan seringkali harus dilakukan dengan menerapkan kaji-tindak atau action research yaitu sebuah metode untuk

(32)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 23

menyadarkan masyarakat terhadap potensi dan masalah yang ada pada masyarakat, yang diawali dengan kajian-dasar (baseline study), aksi/perlakuan atau intervensi (treatment), evaluasi (refleksi), rekonsiderasi, aksi lagi, dilanjutkan refleksi begitu terus-menerus. Dalam perkembangannya kaji tindak seperti itu dilakukan secara partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama (bukan objek atau penonton) melalui Participatory Action Research.

7. Monitoring dan Evaluasi

Dalam melaksanakan seluruh kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, antara perencanaan dan pengawasan/pengendalian sering dikatakan sebagai dua-sisi dari keping uang yang sama. Dikatakan demikian karena, sebelum pelaksanaan kegiatan diperlukan adanya perencanaan yang matang, dan sebaliknya, agar proses dan hasil pelaksanaan kegiatan sesuai yang direncanakan, mutlak diperlukan adanya pengendalian kegiatan.

Berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, dikenal sebagai kegiatan monitoring dan evaluasi. Kata “evaluasi” dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari “penilaian”, yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai sesuatu objek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Dari pengertian singkat tentang evaluasi diatas dapat ditemukan beberapa hasil yang merupakan pokok-pokok pengertian tentang evaluasi, yang mencakup:

a. evaluasi adalah kegiatan pengamatan dan analisis terhadap sesuatu keadaan, peristiwa, gejala alam, atau sesuatu obyek.

b. membandingkan segala sesuatu yang diamati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah diketahui dan atau dimiliki

c. melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan.

Di sisi lain evaluasi memiliki kegunaan dalam kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Kegunaan bagi masyarakat itu sendiri yakni:

1) untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan telah dicapai

2) untuk mencari bukti apakah seluruh kegiatan telah dilaksanakan seperti yang direncanakan, dan apakah semua perubahan-perubahan yang terjadi memang sesuai dengan penerima manfaat.

3) untuk mengetahui segala masalah yang muncul/dijumpai yang berkaitan dengan tujuan yang diinginkan

4) untuk mengukur efektivitas dan efisiensi sistem kerja dan metode-metode pembangunan berbasis masyarakat yang telah dilaksanakan

5) untuk menarik simpati aparat dan warga masyarakat, bahwa program yang dilaksanakan itu memang memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh untuk

(33)

Modul Peningkatan Kapasitas Masyarakat 24

selanjutnya, dengan adanya simpati itu diharapkan lebih meningkatkan aktivitas dan partisipasi dalam kegiatan peningkatan kapasitas di masa mendatang.

b. Kegunaan bagi fasilitator kegiatan peningkatan kapasitas, yang meliputi:

1) adanya kegiatan evaluasi, fasilitator merasa diperhatikan dan tidak dilupakan, sehingga memberikan kepuasan psikologis yang akan mampu mendorong aktivitas peningkatan kapasitas masyarakat di masa mendatang

2) melalui evaluasi, seringkali juga digunakan untuk melakukan penilaian terhadap aktivitas atau mutu kegiatan fasilitator itu sendiri, yang sangat penting artinya karena melalui evaluasi biasanya juga akan menentukan masa depan/promosi bagi pengembangan karier yang bersangkutan.

3) dengan adanya kegiatan evaluasi, setiap fasilitator akan selalu mawas diri, dan selalu berusaha.

Untuk memudahkan Anda memahami kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, Pada tabel 3 berikut disajikan contoh kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat yang secara umum memuat tahapan-tahapan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat.

Tabel 3 Contoh Kegiatan Peningkatan Kapasitas Masyarakat No Segmen/Bagian Penjelasan Isi Segmen

1 Penulis Sahadi Humaedi, Yulinda Adharani, Yusshy Kurnia Herliani

2 Judul Kegiatan

Peningkatan Kapasitas Masyarakat

Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Secara Mandiri dan Pemetaan Sosial

3 Ringkasan Umum Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri dan pemetaan sosial yang dilakukan di wilayah RW 01 Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Latar belakang ditulisnya karya ini karena adanya permasalahan sampah di lingkungan RW 01 Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Tujuan jangka pendek diadakannya kegiatan ini adalah mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada khalayak sasaran tersebut mengenai pengelolaan sampah secara mandiri. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah merubah pola dan perilaku masyarakat

untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kelompok sasaran dalam mengelola sampah secara organik dan diharapkan pula dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

4 Tantangan dan Latar Belakang Masalah

a. Untuk meningkatkan keterampilan dasar mahasiswa diadakan program Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup

Gambar

Diagram  di  bawah  ini  menunjukkan  tahapan  urutan  pencapaian  kompetensi  yang  dilatihkan pada peserta pelatihan dalam kurun waktu pelatihan
Gambar 2 Sampah yang mencemari sungai karena kurangnya kesadaran masyarakat (Sumber:  https://megapolitan.kompas.com)
Gambar 3 Sebab ketidakberdayaan masyarakat
Gambar 4 Keadaan kota Palu setelah bencana gempa bumi dan tsunami  (Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45795653)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pula Distrik Kepulauan Ayau, distrik yang terletak di ujung Utara Kabupaten Raja Ampat dan kondisinya sebagian besar adalah lautan ini, hanya disinggahi

Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini ingin melihat dan menggambarkan bagaimana pengelolaan Dana Desa ini dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat,

Pola defleksi menurut metode Broms (1964) berbanding lurus dengan kelipatan pembebanan, sedangkan pola defleksi menurut metode elemen hingga dan metode beda hingga (p-y curve)

Luasnya penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik penyambungan menjadi ringan dan lebih sederhana dalam proses pembuatannya.Lingkup

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara pengukuran nilai ABI, kadar glukosa darah dan luas luka dengan format pengkajian luka “DESIGN”

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, perlu

Dengan uji korelasi bahwa terdapat pengaruh yang positif quality of work life (QWL) terhadap prestasi kerja karyawan pada Toserba Yogya Ciamis. Artinya apabila

Axons from the deep nuclei neurons project from the cerebellum to many areas of the CNS, including brainstem motor nuclei (e.g., vestibular, reticular formation) and thalamus (to