• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP EKSPLOITASI EKONOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP EKSPLOITASI EKONOMI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

65

5.

PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP

EKSPLOITASI EKONOMI

Farhana

Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta frh961@gmail.com

Abstrak

Dalam diri anak melekat harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan anak mendapatkan hak-haknya tanpa diminta. Masa anak yang seharusnya dinikmati anak sesuai dengan hak-hak dasarnya. Perkerja anak baik di sektor formal maupun informal, tidak mendapatkan kesempatan bermain, pendidikan dan kehidupan yang wajar sehingga anak tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Undang-undang tidak mewajibkan seorang pengguna jasa tenagakerja untuk mengizinkan pekerja anak bersekolah. Pekerja anak memiliki makna pengekspliotasian anak di bidang ekonomi. Pekerja anak beragam bentuknya dan berkembang sepanjang zaman. Isu pekerja anak merupakan fenomena yang berkembang sampai saat ini, walaupun dalam tren pekerja anak menurun sesuai dengan program pemerintah bahwa tahun 2022 Indonesia bebas pekerja anak. Oleh karena itu perumusan masalah adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitasi secara ekonomi?, sedangkan tujuan tulisan ini untuk membahas perlindungan hukum bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat doktrinal. Perlindungan Anak terhadap eksploitasi ekonomi diatur dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara eksplisit dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan cukup jelas.

(2)

66 Latar belakang masalah

Anak dari aspek agama merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaanNya. Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus perjuangan bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Anak merupakan investasi jangka panjang untuk meneruskanta-cita bangsa dan negara sehingga anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Untuk dapat mampu memikul tanggung jawab tersebut maka anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia oleh karena itu perlindungan anak menjadi bagian integral dari proses pembangunan negara, terutama dalam pengembangan sumber daya manusia.

Perlindungan anak merupakan hasil interaksi karena adanya interelasi antar fenomena yang saling mempengaruhi terjadi di masyarakat. Perlindungan anak merupakan segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajiban dalam perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar secara fisik, moral dan sosial. (Arif Gosita, 2004: 45). Perlindungan anak didasari oleh prinsip the best interests of the child atau kepentingan terbaik anak sebagai prioritas tertinggi dalam setiap keputusan yang berhubungan dengan anak, untuk kelangsungan hidup manusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip umum perlindungan anak yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang dan menghargai partisipasi anak. Prinsip-prinsip tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga dijelaskan bahwa dalam UU No, 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan

(3)

67

negara untuk memberikan perlindung pada anak, terdapat juga undang-undang perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut yaitu UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diperbaruhi dengan UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2002.

Banyak faktor yang terjadi yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak,baik faktor biologis, psikhis maupun social ekonomi dan budaya sehingga anak tidak berkembang secara normal dan optimal. Aturan-aturan yang melarang mengeksploitasi anak secara ekonomi terdapat dalam undang-undang tetapi kenyataan anak Indonesia masih banyak yang merasakan adanya penyalahgunaan, eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak. sehingga anak belum memiliki hak asasi anak, antaralain jaminan untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, mental, social dan intelektual. Kondisi seperti ini, sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia. Menurut Komisis Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2018 berdasarkan pengaduan dan pantuan media sebanyak 92 kasus eksploitasi anak yang terdiri dari korban eksploitasi seks komersial, perdagangan, prostitusi dan korban pekerja. (https://www.kompasiana.com/sauliasyf/5ca6bb3d3ba7f75b

102cfdc2/eksploitasi-anak-pada-pengamen-jalanan). Kasus eksploitasi anak pada tahun 2018 cukup tinggi di bandingkan dari data yang diperoleh Barskrim Polri bahwa tahun 2011 – 2017 tercatat ada 422 kasus korban perdagangan anak dengan kasusu tertinggi yaitu eskploitasi seksual. Menurut Ai Maryati dari KPAI bahwa modus untuk menjerat korban melalui teman sebaya dalam komunitas dan transaksi melalui elektronik atau media sosial.

Menurut Badan Pusat Statistik bahwa anak yang dieksploitasi secara ekonomi dalam hal pekerja anak memiliki rerata kenaikan tertinggi mencapai 14,34 persen pertahun pada kurun waktu 2015-2017. Pekerja anak merupakan salah satu indikator yang menggambarkan negara-negara yang paling ramah bagi perkembangan anak atau tidak. Indikator lainnya adalah tingkat perkawinan anak, kehamilan usia anak dan

(4)

68

kematian bayi baru lahir. Berdasarkan laporan The Many Faces of Exclusion: End of Chilhood Report (2018) yang dirilis oleh lembaga non profit internasional yaitu Save the Children bahwa Indonesia berada di ranking 105 dari 175 negara di dunia dalam negara-negara yang ramah bagi perkembangan anak. Rangking Indonesia turun dibandingkan dengan tahun 2017, Indonesia di rangking 101 walaupun secara skor meningkat dari 793 ke 794. (https://beritagar.id/artikel/berita/sebagian-anak-indonesia-kehilangan-masa-kanak-kanaknya).

Adapun risiko dan dampak memperkerjakan anak antara lain; (Dian Mega Erianti Renouw, 2016, h. 89-90)

ü mengurangi human capital dan pendapatan masa dating, ketika pada usia anak bekerja maka sulit mendapatkan kesempatan Pendidikan lebih baik dan sulit mempelajari dasar-dasar kehidupan baik. Hal ini berisiko mengurangi kapasitas pendapatan anak di masa datang. Sudah terjebak pada lingkungan pekerjaan dengan syarat keahlian rendah, minim bahkan zero, maka gajinya rendah sehingga memicu rendahnya daya saing human capital di era globalisasi.

ü Risiko memadukan pekerjaan mencari nafkah atau upah dan sekolah. Anak bekerja sambil sekolah atau bersekolah sambil bekerja. Sulit untuk memusatkan perhatiannya pada sekolah atau perkerjaan. Sekolah anak terlantar karena harus bekerja atau sebaliknya anak sulit memusatkan perhatiannya pada pekerjaan karena harus mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga resiko lanjutannya ialah rapuh perkembangan mental anak

ü Risiko keselamatan anak merupakan dampak dari pekerja anak. Ancaman terhadap keselamatan pekerja anak terjadi karena lemahnya fisik dan kurang pengalaman. Fisik anak lebih kecil dan lamanya jam kerja anak melemahkan daya tahan fisik anak.

ü Pekerja anak kurang mengkonsumsi energi. Anak dalam pertumbuhan membutuhkan konsumsi energi lebih besar. Anak bekerja berisiko mengalami dehidrasi, jam tidur anak terganggu. Oleh karena itu perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat maka perlindungan anak diusahakan

(5)

69

dalam berbagai kehidupan dalam masyarakat. Perlindungan anak dilaksanakan secara rasional, bertanggungjawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah di atas maka perumusan masalah adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitasi secara ekonomi ? Adapun tujuan tulisan ini untuk membahas perlindungan hukum bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat doktrinal, dengan pendekatan undang-undang dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder.

Tinjuan Pustaka

Perlindungan hukum merupakan pemberian jaminan atas keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari perlindungan atas segalan bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi berdasarkan hukum dimana hukum merupakan kesepakatan masyarakat mengatur hubungan perilaku antara anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. (Satjipto Rahardjo, 2000, h. 53). Hal ini sejalan dengan pendapat Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. (Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, 1993, h. 118), maka perlindungan hukum intinya melindungi hak dan kewajiban masyarakat melalui hukum untuk tercipta keserasian, keselarasan dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam masyarakat.

(6)

70

Perlindungan hukum mempunyai hubungan dengan perlindungan anak seperti yang diatur dalam UU khusus tentang anak seperti UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sedangkan undang-undang yang umum yang juga melindungi anak seperti undang-undang ketenagakerjaan yang melarang anak untuk bekerja, undang-undang perkawinan yang melarang anak melaksanakan perkawinan usia dini dan lain-lain.

Dalam seminar Perlindungan Anak/Remaja yang diadakan oleh Pra Yuwana Pusat ke 45 dan Para Yuwana Jakarta yang ke 60 dan kongres yang ke 4 pengurus Pra Yuwana Pusat tanggal 30 Mei – 4 Juni 1977 di Jakarta terdapat perumusan tentang Perlindungan Anak yaitu (Abintoro Prakoso, 2016, h. 10)

ü Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun Lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mentas dan social anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan hak asasinya.

ü Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perseorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintahan dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0 -21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.

Perlindungan anak meneurut UU No. 4 tahun 1979 yaitu:

ü Perlindungan anak merupakan segala daya upaya sadar oleh setiap orang maupun pemerintah, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental social anak dan emaja sesuai dengan hak asasinya.

ü Segala daya upaya Bersama secara sadaar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta untuk

(7)

71

pengamankan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anah berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah menikah sesuai hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.

sedangkan menurut UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 2 bahwa, Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Berdasarkan dokumen dan pertemuan internasional maka kebutuhan terhadap perlunya perlindungan hukum terhadap anak dapat mencakup berbagai bidang dan aspek, anatara lain: 1) Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak, 2) Perlindungan anak dalam proses peradilan, 3) Perlindungan kesejahteraan anak, 4) Perlindungan anak dalam penahanan dan perampasan kemerdekaan, 5) Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pe;acuran pornografi), perdagangan/ penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan, 6) Perlindungan anak-anak jalanan, 7) Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/ konflik bersenjata, 8) Perlindungan anak terhadap tindak kekerasan. (Barda Nawawi Arief dalam Maidin Gultom, 2014, h. 54).

Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi merupakan salah satu dari perlindungan hukum terhadap anak. Eksploitasi merupakan pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain yang merupakan tindakan tidak terpuji. (KBBI, 1990). Dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 13 (1) menjelaskan bahwa anak berhak dilindungi oleh orang tua, wali atau pihak lain yang bertanggungjawab dari perlakuan anatar lain perlakuan eksploitasi baik ekonomi maupun seksual. Adapun dalam penjelasan Pasal 13 (1) undang-undang tersebut dijelaskan bahwa perlakuan

(8)

72

eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan. Lebih jelas pengertian eksploitasi dalam UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka 7, bahwa Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau metransplantasi organ da/atau jaringan tubuh atau memanfaatkantenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial.

Dalam UU No. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, pengertian pekerjaan terburuk untuk anak menurut UU No. 1 tahun 2000 tersebut di Indonesia secara umum meliputi anak-anak yang dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi yang antara lain dalam bentuk :

ü Anak-anak yang dilacurkan;

ü Anak-anak yang dipertambangan;

ü Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara;

ü Anak-anak yang bekerja di sektor konstruksi

ü Anak-anak yang bekerja di jermal

ü Anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah

ü Anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak

ü Anak-anak yang bekerja di jalan

ü Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga;

ü Anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga;

ü Anak-anak yang bekerja di perkebunan;

ü Anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan dan pengangkutan kayu;

ü Anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

(9)

73

Perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja anak berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang merupakan ketentuan yang mendasar pada Pasal 13 ayat (1) angka b bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi baik ekonomi maupun seksual. Hasil Penelitian

Mempekerjakan anak melanggar hak asasi anak dan sejumlah undang-undang yaitu UU perlindungan anak dan undang-undang-undang-undang ketenagakerjaan. Mempekerjakan anak dapat mengakhiri masa anak-anak yang seharusnya dinikmati anak-anak sesuai dengan hak-hak dasarnya. Menurut International Trade Union Confederation (2010) bahwa mempekerjakan anak tidak hanya meugikan anak-anak tetapi merugikan tata ekonomi suatu negara. Sebab pekerja anak memicu rendahnya upah dan pengangguran orang-orang dewasa. (Dian Mega Eriati Renouw, 2016, h. 71)

Anak yang melakukan pekerjaan baik di sector formal maupun di sector informal, baik di tempat aman maupun di tempat berbahaya, baik diperkotaan maupun di pedesaan dapat terjadi eksploitasi. Perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitas telah diatur dalam bermacam-macam perundang-undangan. Dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan pada Pasal 74 (1) siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. Ayat (2) menyebutkan pekerjaan-pekerjaan-pekerjaan-pekerjaan terburuk yang dimaksud pada ayat (1) meliputi : a) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya. b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ d) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak

Adapun jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak ditetapkan dengan Keputusan Menteri

(10)

74

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak. Keputusan Menteri ini menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang dianggap membahayakan kesehatan, keselamatan atau Moral Anak. Kategori jenis pekerjaan dibagi dua yaitu: Pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, dibagi beberapa jenis yaitu: a) pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi dan peralatan lainnya meliputi pekerjaan pembuatan, perakitan/pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan, b) Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya yang meliputi: pekerjaan yang mengandung bahaya fisik, pekerjaan yang mengandung bahaya kimia, pekerjaan yang mengandung bahaya biologis, c) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan bahaya tertentu; Pekerjaan yang membahayakan moral anak. Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi, b) Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang seksualitas dan/atau rokok.

Ada beberapa bentuk pekerjaan yang diketahui banyak dikerjakan oleh sejumlah besar pekerja anak yaitu: 1) Pekerjaan di bidang pertanian, 2) Pekerjaan rumah tangga, 3) Pekerjaan di tambang dan galian, 4) Pekerjaan dalam proses manufaktur, 5( Perbudakan dan kerja paksa. (ILO-IPEC, 2009, h.8-9)

Adapun sanksi bagi yang melanggar ketentuan Pasal 74 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan akan dikenakan sanksi pidana penjara selama 2 hingga 5 tahun atau denda sedikitnya 200 juta rupiah atau maksimum 500 juta rupiah, tercantum dalam Pasal 183 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja anak berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang merupakan ketentuan yang mendasar pada Pasal 13 ayat (1) angka b bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi baik ekonomi maupun seksual. Sanksi bagi orang yang mengeksploitas ekonomi atau

(11)

75

seksual berdasarkan Pasal 88 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak adalah sebagaiberikut setiap orang yang mengeksploitas ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta rupiah.

Dari 28 juta jiwa penduduk miskin pada Maret 2016 sebanyak 11,26 juta (40,22 %) merupakan anak-anak. Menurut Sakernas Agustus 2015 bahwa dua juta lebih anak-anak di Indonesia bekerja sebagian diantaranya tidak bersekolah dan bekerja sebagai buruh karyawan disektor formal dan sekitar 168 juta anak-anak di dunia sebagai pekerja anak dan banyak diantaranya berstatus pekerja purnawaktu, tidak bersekolah, tidak mendapatkan gizi dan pengasuhan yang baik. Setengah jumlah pekerja anak bekerja pada bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Adapun jumlah pekerja anak usia 5 – 17 tahun mengalami penurunan pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2017. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pekerja anak pada 2018 sebesar 981,9 ribu atau 2,65 % dari total anak umur 5 – 17 tahun, sedangkan pada tahun 2017 mencapai 1,2 juta pekerja anak atau 3,06 % dari total anak umur 5 – 17 tahu. Penurunan tingkat pekerja anak juga diikuti dengan berkurangnya penduduk umur 5 – 17 tahun, yaitu pada tahun 2017 sebanyak 40,6 juta menjadi 37 juta pada tahun 2018. Selama 3 tahun berturut-turut, dominasi pekerja anak masih terdapat di wilayah pedesaan. Pada tahun 2018 tingkat bekerja anak sebesar 3,2 %, artinya terdapat 550 ribu pekerja anak dari 17,2 ribu total anak umur 5-17 tahun, sedangkan tingkat pekerja anak di kota sebesar 2,18 %. Ini mendanadakan bahwa dari 19,8 ribu anak berumur 5-17 tahun terfapat 431,8 ribu pekerja anak di wilayah perkotaan. (https://databoks.katadata.co.id /datapublish/2019/10/17 /tren-pekerja-anak-usia-5-17-tahun) Di Indonesia pekerjaan pada sektor informal sangat mendominasi. Tahun 2019 tercatat di BPS bahwa penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di sector formal sebanyak 55,3 juta. Pekerja anak dalam sector informal juga dapat dimasukkan dalam eksploitasi dalam bidang ekonomi.

(12)

76

Perlidungan hukum terhadap pekerja anak di sector informal dapat dilihat dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak bahwa anak mempunyai hak mendapat pelindungan dari perlakuan eksploitasi ekonomi (Pasal 13 (1) angka b). apabila melanggar pasal tersebut maka mendapat sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 200 juta rupiah (Pasal 88).

Program pemerintah untuk mewujudkan bebas dari pekerja anak pada tahun 2022 yang mana sejalan dengan rencana aksi nasional baik tingkat nasional maupun local. Pada tahun 2017 pemerintah sudah mengenataskan 98.956 pekerja anak dari tempat kerja kembali ke sekolah dan pelatihan vokasi. (https://m.liputan6.comnews/read/3375201 /indonesia-tegaskan-bebas-pekerja-anak-tahun-20022u). Hal ini ditunjang oleh hukum internasional dan nasional yang sudah memadai untuk melindungi anak secara hukum, hanya diperlukan penerapannya dan pengawasan terhadap penegakan hukum tersebut

Kesimpulan

Hukun nasional tentang perlindungan anak sudah memadai untuk melindungi anak secara hukum. Perlindungan hukum terhadap eksploitasi anak secara ekonomi diatur dalam peraturan-peraturan ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan perlindungan anak beserta sanksinya bagi yang melanggar.

Rekomendasi

Untuk dapat tercapai program aksi dalam rangka mewujudkan Indonesia bebas pekerja anak pada tahun 2022 maka perlu lebih diiefektifkan penegakkan hukum yang berkaitan dengan perlindungan anak. Pengawasan dan koordinasi yang lebih efektif oleh pemerintah pusat dan daerah serta pemangku kepentingan dalam perlindungan anak yang bekerja serta masyarakat lebih secara aktif dan partisipatif untuk mendorong dan membangun komitmen utuk mewujudkan bebas pekerjaa anak.

(13)

77 Daftar Pustaka

Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan Anak, cetakan 1, Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Dian Mega Eriati Renouw, 2016, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Sektor Informal, cetakan pertama, tt: Yayasan Taman Pustaka.

Emeliana Krisnawati, 2005, Aspek Hukum Perlindungan anak, Bandung: CV. Utomo.

ILO-IPEC (Organisasi Perburuhan Internasional), 2009, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pekerja Anak, cetakan pertama, Lili Rasjidi dan IB Wyasa Putra, 1993, Hukum sebagai suatu Sistem,

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam system Peradilan Pidana Anak di Indonesia, cetakan keempat, Bandung: Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait

Tim II di koordinir oleh Bidan Aldina Ayunda Insani bersama mahasiswa Prodi S1 Kebidanan. ibu hamil yang hadir ada 6 orang yang terdiri dari ibu primipara dan multi

This research is expected to give the useful input in teaching learning process for improving students reading comprehension by using Collaborative Strategic Reading in

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERTANYA SISWA MELAUI METODE DISKUSI DENGAN TEKNIK PROBING & PROMPTING DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Metode regresi yang biasa digunakan oleh para analisis regresi dan merupakan dasar teknik regresi adalah metode kuadrat terkecil (MKT) atau metode regresi klasik, dimana

Setelah Nilai Akhir Lapangan diterima dari Pimpinan/Pejabat berwenang (Pembimbing Lapangan) lokasi PKL kemudian diserahkan oleh Mahasiswa kepada Dosen Pembimbing PKL untuk

MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU GREEN CONSUMER PESERTA DIDIK MELALUI PROJECT-BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dari nilai tersebut dapat diketahui nilai untuk karakteristik model antrian jalur tunggal dengan satu tahap pelayanan yang meliputi, rata-rata yang antri dalam

 Pembenahan kelembagaan kepala daerah, terdapat dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kepala daerah, yaitu pertama seorang calon kepala daerah harus