• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Daniel Rio Panjaitan Dr. Wuryan Andayani, SE., Ak., M.Si..

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Daniel Rio Panjaitan Dr. Wuryan Andayani, SE., Ak., M.Si.."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Daniel Rio Panjaitan

Dr. Wuryan Andayani, SE., Ak., M.Si..

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the effect of Good Corporate Governance on the Corporate Social Responsibility Disclosure of mining companies listed in Indonesia Stock Exchange between 2015 and 2019, based on Agency Theory developed by Jensen and Meckling (1976). This study applies a literature review to obtain the data of 160 annual reports of the mining companies listed in Indonesia Stock Exchange between 2015 and 2019. The results indicate that Good Corporate Governance characteristics such as audit committee, board of commissioner, foreign shareholder have positive effect on Corporate Social Responsibility Disclosure; Managerial shareholder have negative effect on Corporate Social Responsibility Disclosure; and Institutional shareholder has no effect on the Corporate Social Responsibility Disclosure.

PENDAHULUAN

Sebuah perusahaan umumnya beroperasi untuk mencari keuntungan bagi perusahaan tersebut, namun keuntungan tersebut tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan semata.

Sebuah perusahaan mencari

keuntungan juga untuk kesejahteraan para pemegang saham. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan para pemegang saham juga menjadi salah

satu bagian penting dalam

keberlangsungan operasional

perusahaan. Untuk memperoleh

keuntungan tersebut, perusahaan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia dari lingkungan sekitar tempat perusahaan beroperasional. Oleh karena itu sudah sewajarnya perusahaan memberikan timbal balik

kepada lingkungan dalam bentuk Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bentuk tanggung jawab dari setiap perusahaan terhadap

lingkungan terutama pada

kemungkinan kerusakan lingkungan yang semakin parah (Saiman dalam Nurfadillah, 2015). Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada

pemangku kepentingan seperti

masyarakat dan pemegang saham

yang wajib dilakukan oleh

perusahaan. Perusahaan dalam

pelaksanaan Corporate Social

Responsibility (CSR) wajib

memperhatikan dampak

operasionalnya terhadap lingkungan, namun masih banyak perusahaan yang kurang memperhatikan dampak

(2)

2 operasionalnya. Kelalaian oleh perusahaan salah satunya terjadi di Indonesia, yaitu dilakukan oleh PT Gold Coin Specialities (PT GCS). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Risa dkk (2011), PT GCS tidak

memperhatikan dampak

operasionalnya sehingga merugikan masyarakat terutama terjadinya polusi udara yang merugikan masyarakat. Terjadinya kasus perusahaan yang

kurang memperhatikan dampak

operasionalnya hingga merugikan

lingkungan menjadi alasan

dibentuknya kebijakan yang

mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu kewajiban tersebut yaitu UU No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat 2 bagian c dimana tertulis bahwa dewan direksi wajib meyampaikan laporan yang berisi mengenai tanggung jawab

sosial dan lingkungan. Pada

kenyataannya tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia masih relatif

rendah. Terjadinya kasus

penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan Pertamina selama periode 2012 sampai 2014 menjadi contoh bagaimana pentingnya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dilaporkan oleh perusahaan. Luasnya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat

menjadi landasan untuk para

pemegang kepentingan serta

masyarakat dalam melakukan

pengawasan terhadap perusahaan dalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Corporate Social Responsibility (CSR) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi

luasnya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance (GCG)

menurut Tunggal (2013:149)

merupakan sebuah sistem dan

struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai

pada para pemegang saham.

Perusahaan yang transparan dan memiliki pengelolaan yang baik dapat dikatakan bahwa perushaan tersebut

sudah menerapkan implementasi

Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance (GCG) dibentuk dengan tujuan agar manfaat yang diberikan tidak hanya bagi

manajemen dan karyawan

perusahaan, tetapi juga bagi konsumen, pemerintah, pemegang saham, dan pihak-pihak eksternal

lainnya yang terkait dengan

perusahaan tersebut.

Sebelumnya, telah dilakukan

penelitian untuk menguji antara Good Corporate Governance (GCG) dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR).

Sebelumnya, telah dilakukan

penelitian untuk menguji antara Good Corporate Governance (GCG) dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Nurfadilah (2015). Dalam penelitian Nurfadilah (2015) bagaimana Good Corporate Governance (GCG) mempengaruhi tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility

(CSR) digambarkan melalui

kepemilikan manajerial, komite audit, dewan komisaris, profitabilitas, likuiditas, profil perusahaan dan regulasi pemerintah. Pada penelitian tersebut secara parsial hanya komite audit yang berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social

(3)

3 Responsibility (CSR). Dalam

penelitian Nurfadilah (2015)

karakteristik Good Corporate

Governance (GCG) yang diteliti berfokus pada bagaimana kondisi internal perusahaan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan di sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2015-2019.

Penelitian pada tahun 2015-2019

dilakukan dikarenakan adanya

perubahan standar GRI yang terjadi di tahun 2018. Standar GRI merupakan standar yang digunakan dalam

membentuk pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR). Penelitian pada perusahaan di sektor pertambangan dilakukan karena pada praktiknya, perusahaan

pertambangan umumnya sangat

bergantung pada sumber daya alam dan lingkungan sekitarnya dalam melakukan operasional. Penelitian ini juga meneliti beberapa variabel lain yang berbeda dari variabel yang diteliti oleh Nurfadilah (2015). Berdasarkan uraian di atas, dapat

dikatakan bahwa tingkat

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia masih relatif rendah, dan dikarenakan adanya perbedaan hasil, penulis menyusun penelitian dengan judul “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Responsibility”.

TINJAUAN PUSTAKA Teori Legitimasi

Deegan (2011:272)

mengatakan bahwa legitimasi dapat diperoleh jika terjadi keselarasan antara perusahaan dengan nilai yang

ada dalam masyarakat dan

lingkungannya. Ketika ketidak selarasan terjadi, maka legitimasi

perusahaan terancam. Ketidak

selarasan dapat mendesak masyarakat melakukan penolakan terhadap segala

bentuk aktivitas operasional

perusahan. Gray (1995) dalam Hadi

(2011:88) menjelaskan bahwa

legitimasi merupakan sebuah sistem

pengelolaan perusahaan yang

berorientasi pada keberpihakan pada pihak eksternal seperti masyarakat, pemerintah, maupun suatu kelompok dalam masyarakat. Dikarenakan

keberpihakan tersebut, maka

operasional perusahaan harus sejalan dengan harapan pihak eksternal. Jaffar (2010) juga berpendapat bahwa aktivitas dari sebuah perusahaan harus dipastikan selaras dengan

kehehendak masyarakat dan

pemegang saham untuk memastikan bahwa perusahaan dapat terus beroperasi dengan baik.

Teori keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan menyatakan bahwa masalah antara manager dengan shareholders terjadi ketika manager memiliki hak atas sebagian ekuitas dalam perusahaan. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya perilaku oportunistik. Anthony dan Govidajaran (2011) juga juga mengemukakan pendapatnya bahwa

hubungan agensi merupakan

hubungan kontrak antara principal (shareholders) dengan agen (manager). Teori ini mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki

motivasi tersendiri sehingga

menimbulkan konflik kepentingan antara manager dengan shareholders. Shareholders dalam memenuhi

(4)

4

pertanggungjawaban dan

pengambilan keputusan kepada

manajer yang umumnya telah

disesuaikan dengan kontrak kerja yang telah di sepakati. Manajer

sebagai pengelola perusahaan

diwajibkan untuk membuat

pengungkapan informasi seperti

laporan keuangan dikarenakan

seorang manager lebih mengetahui

mengenai informasi internal

perusahaan.

Menurut Aryanti (2013)

dalam hubungan antara manager dengan shareholders terdapat tiga

masalah utama. Masalah yang

pertama yaitu mengenai

pengendalian yang dilakukan oleh

pihak shareholders terhadap

manager. Masalah tersebut meliputi tindakan manager yang sulit atau bahkan tidak dapat dilihat oleh shareholders. Dengan sulitnya mengawasi kegiatan manager, maka hanya seorang manager saja yang mengetahui apakah ia bekerja untuk memenuhi kepentingan pribadi atau tidak. Oleh karena kondisi tersebut, shareholders dipaksa untuk

melaksanakan suatu sistem

pengendalian agar kepentingan shareholders dapat di penuhi oleh manager.

Coorporate Social Responsibility Menurut Bhattacharya dkk. (2009) CSR merupakan sebuah konsep tentang perlunya sebuah

perusahaan untuk membangun

hubungan yang baik dengan

stakeholdernya seperti masyarakat dan lainnya. Secara teori, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholdernya, terutama terhadap

masyarakat tempat dimana

perusahaan beroperasi.

Dalam penelitian ini

pengungkapan CSR terdapat diukur dengan menggunakan indikator CSR yang didasari oleh GRI 2013 dan 2016. Pada GRI 2013 terdapat 91 indikator dalam pengungkapan CSR sedangkan pada GRI 2016 terdapat 90 indikator dalam pengungkapan CSR. Indikator CSR menurut GRI 2016 berlaku sejak 1 Juli 2018.

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat

mengakomodir kepentingan

masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban

Sosial (Nurkhin, 2009).

Pengungkapan CSR di Indonesia

diatur dalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab IV pasal 66 ayat (2) bagian c dan Bab V pasal 74. Pasal 66 ayat (2) bagian c berisi bahwa selain menyampaikan laporan keuangan,

perusahaan juga diwajibkan

melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sedangkan Pasal 74 berisi tentang

kewajiban untuk melaksanakan

tanggung jawab sosial dan

lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.

Dengan adanya laporan

pertanggung jawaban sosial, pihak stakeholders seperti masyarakat akan lebih mudah untuk mengetahui mengenai aktivitas-aktivitas sosial seperti apa yang telah dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dapat dikatakan sebagai hal yang penting jika

(5)

5

merasakan juga dampak dari

operasional perusahaan. Dengan

adanya pengungkapan CSR,

perusahaan juga dapat merasakaan manfaat seperti meningkatnya brand potitioning dan citra perusahaan

sehingga dapat meningkatkan

penjualan, serta dapat meningkatkan daya tarik perusahaan dimata investor (csrnetwork.org, 2006 dalam Said dkk, 2009).

Good Corporate Governance (GCG) Menurut World Bank Group (2007) Corporate Governance adalah kumpulan hukum atau peraturan

yang wajib dipenuhi untuk

mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien dan menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para stakeholders. Sedangkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI, 2001)

mendefinisikan Corporate

Governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

antara pemegang, pengurus

perusahaan, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu

sistem yang mengendalikan

perusahaan.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan bahwa Corporate Governance merupakan suatu sistem

yang memuliki tujuan untuk

mengarahkan serta mengendalikan perisahaan agar pihak-pihak yang terlibat mendapatkan hak-haknya sehingga terbentuklah suatu nilai tambah bagi stakeholders.

Dalam penerapan Good Corporate Governance diperlukan komitmen dari setiap elemen yang ada di organisasi untuk mematuhi

aturan-aturan yang terdapat dalam

perusahaan. Dalam perusahaan

terdapat beberapa karakteristik yang

menentukan Good Corporate

Governance. Adapun karakteristik tersebut diantaranya:

1. Ukuran Komite Audit

2. Komposisi Dewan Komisaris

3. Kepemilikan Saham

Institusional

4. Kepemilikan Saham

Manajerial

5. Kepemilikan Saham Asing Kerangka Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:8) paradigma penelitian merupakan cara

berpikir yang menggambarkan

hubungan antar variabel yang akan di teliti dan sekaligus mencerminkan teori yang dignakan, dan teknis analisis yang digunakan.

Pada penelitian ini,

karakteristik yang digunakan yaitu ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham manajerial, dan kepemilikan saham

asing. Hubungan antara Good

Corporate Governance dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility yang dapat diilustrasikan pada gambar berikut: Gambar 1 Paradigma Penelitian

(6)

6 Berdasarkan gambar di atas maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Ukuran komite audit berpengaruh

secara positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility H2: Komposisi dewan komisaris

berpengaruh secara positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility

H3: Kepemilikan saham

konstitusional berpengaruh secara positif terhadap pengungkapan Corporate SocialResponsibility H4: Kepemilikan saham manajerial

berpengaruh secara positif terhadap

pengungkapan Corporate Social

Responsibility

H5: Kepemilikan saham asing

berpengaruh secara positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility

METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun

2015-2019. Sampel dipilih

menggunakan metode purposive

sampling yaitu sampel yang diambil berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria

dalam pemilihan sampel yang

digunakan asalah sebagai berikut:

1. Perusahaan sektor

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2015-2019 dan memiliki laporan tahunan (annual report) pada periode tersebut yang dapat diakses melalui www.idx.co.id atau website resmi perusahaan tersebut.

2. Data yang berkaitan dengan

variabel-variabel Good

Corporate Governance yang digunakan oleh peneliti tersedia lengkap

3. Tidak melakukan perubahan kasifikasi selama periode 2015-2019

Berdasarkan data yang

diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan sektor

pertambangan yang terdaftar

sejumlah 48 perusahaan. Dari 48 perusahaan pertambangan tersebut terdapat 43 perusahaan yang tidak melakukan pindah sektor selama periode 2015-2019. Dari 43 perusahaan tersebut terdapat 35 yang memiliki laporan tahunan selama periode 2015-2019 yang dapat diakses melalui www.idx.co.id atau website resmi perusahaan tersebut. Selain itu, dari total 35 laporan tahunan, terdapat 3 laporan yang tidak

memiliki informasi lengkap

mengenai variabel-variabel Good Coorporate Governance yang digunakan oleh peneliti.

Uji Deskriptif Statistik

Uji deskriptif statistik digunakan untuk mendeskripsikan sebuah data dengan melihat nilai mean, median, maximum, dan minimum. Pengujian ini digunakan

untuk mempermudah dalam

pemahaman dan pengolahan data. Uji Normalitas

Uji yang digunakan adalah Uji Statistik non parametrik Komolgorov-Smirnov. Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang

digunakan dalam penelitian

berdistribusi secara normal. Hal tersebut diukur dengan melihat angka probabilitas. Jika angka probabilitas lebih besar dari 0,05 maka data dapat dikatakan berdistribusi secara normal Uji Multikolenieritas

(7)

7

Uji multikolinieritas

diolakukan untuk menguji apakah terjadi korelasi antar variabel independen.

Uji Autokorelasi

Uji Autokrelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi gejala autokorelasi pada data yang

digunakan. Uji autokorelasi

dilakukan dengan mencari nilai Durbin Watson.

HASIL PENELITIAN Tabel 1 Uji Deskriptif Statistik

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa CSRi memiliki rata-rata 0,3800 dengan standar deviasi sebesar 0,08312, nilai minimum sebesar 0,27 dan nilai maksimum sebesar 0,61. Ukuran komite audit memiliki rata-rata 3,1188 dengan standar deviasi sebesar 0,50621, nilai minimum sebesar 2,00 dan nilai maksimum sebesar 5,00. Komposisi dewan komisaris memiliki rata-rata 4,8063 dengan standar deviasi sebesar 1,72476, nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai

maksimum sebesar 10,00.

Kepemilikan saham institusional memiliki rata-rata 0,3745 dengan standar deviasi sebesar 0,29036, nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai

maksimum sebesar 0,97.

Kepemilikan saham manajerial

memiliki rata-rata 0,0454 dengan standar deviasi sebesar 0,12911, nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai

maksimum sebesar 0,65.

Kepemilikan saham asing memiliki rata-rata 0,3550 dengan standar deviasi sebesar 0,31898, nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 0,99

Uji Normalitas

Tabel 2 Uji Normalitas

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Pada tabel diatas dapat dilihat

bahwa uji kolmogorof-smirnov

menghasilkan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,085. Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi secara normal dikarenakan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) lebih besar dari 0,05.

Uji Multikolinieritas Tabel 3 Uji Moltikolinieritas

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap variabel independen memiliki nilai toleransi lebih besar dari 0,10 dan memiliki

(8)

8 nilai VIF kurang dari 10. Berdasarkan

hasil tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Uji Autokorelasi

Tabel 4 Uji Autokorelasi

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 2,007 yang berada di antara 1,806 sampai 2,197 dimana

angka tersebut menggambarkan

daerah dimana dapat dikatakan tidak terjadinya gejala autokorelasi pada data

Hasil Uji Hipotesis Tabel 5 Tabel Koefisien

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Tabel 6 Tabel Koefisien Determinasi

Sumber: Hasil pengolahan data IBM SPSS 25

Berdasarkan tabel 6, besarnya Adjusted R Square adalah 0,197. Hasil perhitungan statistik ini berarti kemampuan variabel independen (Ukuran Komite Audit, Komposisi

Dewan Komisaris, Kepemilikan

Saham Institusional, Kepemilikan Saham Manajeral, dan Kepemilikan Saham Asing) dalam menerangkan

perubahan variabel dependen

(pengungkapan CSR) sebesar 19,7% sisanya 80,3% dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi yang dianalisis

Pembahasan Hipotesis Pertama Berdasarkan tabel 5 diketahui

bahwa ukuran komite audit

mempunyai nilai t hitung senilai 2,868 dimana lebih nilainya lebih besar dari t table senilai 1,9754 dengan tingkat signifikan sebesar 0,005 yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan kondisi tersebut, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang

berarti ukuran komite audit

berpengaruh secara positif terhadap tingkat pengungkapan CSR. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah komite audit yang berada dalam perusahaan berbanding lurus dengan luasnya pengungkapan CSR dalam perusahaan.

Pembahasan Hipotesis Kedua Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa komposisi dewan komisaris mempunyai nilai t hitung 2,361 dimana lebih nilainya lebih besar dari t table 1,9754 dengan tingkat signifikan sebesar 0,019 yang lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan

H2 diterima. Sehingga dapat

disimpulkan komposisi dewan

komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan CSR. Komposisi dewan komisaris yang

berpengaruh secara positif

menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris berbanding lurus dengan luas pengungkapan CSR.

Pembahasan Hipotesis Ketiga

Berdasarkan tabel 5

kepemilikan saham institusional mempunyai nilai t hitung 0,139 dimana lebih nilainya lebih kecil t tabel senilai 1,9754 dengan tingkat signifikan sebesar 0,890 yang lebih

(9)

9 besar dari 0,05, maka H0 diterima dan

H3 ditolak. Sehingga dapat

disimpulkan kepemilikan saham institusional tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan CSR. Hasil ini menunjukkan menunjukkan

bahwa kepemilikan saham

institusional yang tinggi hanya akan mempengaruhi tingkat harga saham dan tidak mempengaruhi luasnya pengungkapan CSR.

Pembahasan Hipotesis Keempat

Berdasarkan tabel 5

kepemilikan saham manajeral

mempunyai nilai t hitung -2,103 dimana lebih nilainya lebih kecil t table sebesar 1,9754 dengan tingkat signifikan sebesar 0,037 yang lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan

H4 diterima. Sehingga dapat

disimpulkan kepemilikan saham manajeral berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan CSR.

Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin banyaknya tingkat

kepemilikan manajerial akan

berbanding terbalik dengan luasnya pengungkapan CSR.

Pembahasan Hipotesis Kelima

Berdasarkan tabel 5

kepemilikan saham asing mempunyai nilai t hitung 3,142 dimana lebih nilainya lebih besar t table 1,9754 dengan tingkat signifikan sebesar 0,002 yang lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H5 diterima. Sehingga

dapat disimpulkan kepemilikan saham asing berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan CSR.

Hasil ini menunjukkan bahwa

meningkatnya kepemilikan saham asing berbanding lurus dengan luasnya pengungkapan CSR.

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana Good

Corporate Governance yang dinilai dengan beberapa karakteristik yang terdiri dari ukuran komite audit,

komposisi dewan komisaris,

kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham manajerial,

kepemilikan saham asing

mempengaruhi tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility

perusahaan pertambangan yang

terdaftar di BEI selama periode 2015-2019. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa kepemilikan saham

institusional tidak mempengaruhi

tingkat pengungkapan CSR

perusahaan. Ukuran komite audit, komposisi dewan komisaris, dan kepemilikan saham asing memiliki pengaruh secara positif terhadap

tingkat pengungkapan CSR

perusahaan. Kepemilikan saham manajerial juga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan CSR perusahaan namun secara negatif. Saran

Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel independen yang lebih banyak lagi. Selain itu juga penelitian selanjutnya

sebaiknya menggunakan sampel

perusahaan di sektor lainnya seperti perbankan, manufaktur, asuransi, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, N. R., dan Govindarajan V. (2011). Sistem Pengendalian Manajemen Ed 12, Jilid 2. Karishma Publishing Group. Tangerang Selatan.

(10)

10 Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan. 2010.

Kajian tentang Pedoman Good Corporate Governance di Negara-Negara Anggota ACMF.

Bhattacharya, C. B., Korschun, D., dan Sen, S. (2009). Strengthening Stakeholder-Company

Relationships Through Mutually Beneficial Corporate Social Responsibility Initiatives. Journal of Business Ethics, 85(SUPPL. 2), 257–272.

Deegan, Craig, dan Unerman Jeffrey. (2011). Financial Accounting Theory (European Edition).

England: McGraw-Hill

Education

Effendi, Muh. Arief. (2009). The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.

FCGI. (2001). Peranan Dewan

Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan ). Diakses pada 21

Februari 2019, pada:

https://muhariefeffendi.files.wor dpress.com/2009/12/fcgiself assessmentchecklist.pdf.

GRI. (2013). Global Reporting Inisiatives. Diambil dari http://www.globalreporting.org pada tanggal 20 Oktober 2018. Habbash, M. (2015). Corporate

Governance and Corporate

Social Responsibility Disclosure : Evidence from Saudi Arabia.

Journal of Social Responsibility, 10(9), 267–283.

Hadi, Nor. (2011). “Corporate Social Responsibility (CSR)”. Edisi 1. Jakarta: Graha Ilmu.

Irawan, Dhani. (2015). Bareskrim

Tetapkan Nina Nurlina

Tersangka Kasus CSR Pertamina

Foundation. Diakses dari

https://news.detik.com/berita/d-3009102/ bareskrim-tetapkan- nina-nurlina-tersangka-kasus-csr-pertamina-foundation

Jaffar, R., Hassan, M. S., dan Muhammad, N. (2010). Peranan Etika dalam Pelaporan Maklumat Alam Sekitar di Malaysia. Jurnal Pengurusan, 31(1), 13-27.

Jensen, M. C., dan Meckling, W.H. (1976). Theory of the Firm : Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305-360.

Jizi, M. I., Salama, A., Dixon, R., dan Stratling, R. (2014). Corporate

Governance and Corporate

Social Responsibility Disclosure: Evidence from the US Banking Sector. Journal of Business Ethics, 125(4), 601–615.

Murwaningsari, Etty. (2009).

Hubungan Corporate

Governance, Corporate Social Responsibilities dan Corporate Financial Performance Dalam

Satu Continuum. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan, 11(1), 30-41.

(11)

11 Nur, M, dan Priantinah, D. (2012).

Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pengungkapan

Corporate Social Responsibility di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile yang Listing di Bursa

Efek Indonesia). Journal

Nominal, 1(1), 22-34.

Nurfadilah, Wandayani dan Sagara, Yusar. (2015). Pengaruh Good

Corporate Governance,

Karakteristik Perusahaan dan Regulasi Pemerintah Terhadap Pengungkapan Corporate Social

Responsibility. E-jurnal

Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2(2), 78-89

Ramdhaningsih, Amalia. (2013).

Pengaruh Indikator Good

Corporate Governance dan

Profitabilitas pada

Pengungkapan Corporate Social

Reponsibility. E-Jurnal

Akuntansi Universitas Udayana, 3(3), 65-82

Rustiarini, W. N. (2011). Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. 1-24.

Said, R., Hj Zainuddin, Y., dan

Haron, H. (2009). The

Relationship Between Corporate Social Responsibility Disclosure

and Corporate Governance

Characteristics in Malaysian Public Listed Companies. Social Responsibility Journal, 5(2), 212–226.

Surya, I., dan Yustivandana, I. (2006). Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Jakarta: Kencana.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA

Susanti, S., dan Riharjo, I. B. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Cosmetics and Household. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 1(1), 152-167. Tuan, L. T. (2012). Corporate Social

Responsibility, Ethics, and Corporate Governance. Social Responsibility Journal, 8(4), 547–560.

Tunggal, Amin Wijaya. (2013). Memahami Konsep Corporate Governance. Jakarta: Harvarindo

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang

Undang-Undang Perseroan

Terbatas. Diakses dari

https://peraturan.bpk.go.id/ Home/Details/39965

Yuliana, Rita. (2010). Praktik Pengungkapan Corporate Social

(12)

12 Indonesia. Jurnal Investasi, 6(2), 140-151

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) produksi dan ekspor karet di Provinsi Jambi; 2) pengaruh ekspor karet terhadap PDRB Provinsi Jambi. Analisis

para konsumen dari “Rimora Pay” untuk melakukan transaksi yang mereka kehendaki secara online hanya dengan menggunakan SmartPhone

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin

…Tapi kalau orangtua tu karena di orangtuanya A hampir setiap hari bisa 4 kali 3 kali hubungin kan buat nanyak dimana. Mungkin mikir oohh sekarang enggak bawa hp

This study discusses two approaches in testing the causal ordering of a model, i.e., the Granger and Sim’s tests as well as SCDTs test of causality, which could be either used

Kabupaten/kota yang terdapat dalam ke- lompok hierarki I adalah Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Tu- langbawang yang berarti kabupaten

Hasil penelitian siklus II tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran melalui model kooperatif tipe Jigsaw berbasis media visual perlu untuk dilanjutkan ke siklus III

Dalam Renstra (Strategic Plan) ini termuat rumusan tentang visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan program dan kegiatan sebagai suatu rangka dari proses kinerja yang