LAPORAN AKHIR IV | 1
4.1
ASPEK SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut: 1. UU No. 17/2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
- Dalam Rangka Pembangunan Berkeadilan, Pembangunan Sosial Juga Dilakukan Dengan Memberi Perhatian Yang Lebih Besar Pada Kelompok Masyarakat Yang Kurang Beruntung, Termasuk Masyarakat Miskin Dan Masyarakat Yang Tinggal Di Wilayah Terpencil, Tertinggal, Dan Wilayah Bencana.
Bab ini menguraikan penjelasan mengenai analisis sosial, ekonomi, dan lingkungan antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan analisis kemiskinan
LAPORAN AKHIR IV | 2 - Penguatan Kelembagaan Dan Jaringan Pengarusutamaan Gender Dan Anak Di Tingkat
Nasional Dan Daerah, Termasuk Ketersediaan Data Dan Statistik Gender.
2. UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014:
- Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
- Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4.
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional No. 2/2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 Pelaksanaan
dalam rencana strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
tahun 2015-2019. Peraturan Presiden No.15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5.
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.LAPORAN AKHIR IV | 3 Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.d.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. 2. Pemerintah Provinsi:a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.d.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khusus bidang Cipta Karya. 3. Pemerintah Kabupaten:a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten.b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten.c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten.LAPORAN AKHIR IV | 4
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten berperspektif gender, khususnya bidang Cipta Karya.
Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,
Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Dalam Penyusunan RPIJM di Kabupaten Hulu Sungai Tengah keterbatasan mengenai data kemiskinan dan pengarusutamaan Gender masih sangat tebatas, sehingga cukup sulit untuk memberikan gambaran umum yang ada diwilayah perencanaan.
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kem bali.
A.
Konsultasi MasyarakatKonsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
LAPORAN AKHIR IV | 5
B.
Pengadaan Lahan Dan Pemberian Kompensasi Untuk Tanah Dan BangunanKegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
C.
Permukiman Kembali Penduduk (Resettlement)Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak banyak mengalami kendala dan hambatan terhadap masyarakat. Hal ini dikarenakan lokasi pembangunan kegiatan cipta karya sebagian besar milik Pemerintah, dan tidak ada masalah yang berarti kalaupun ada lahan yang bukan milik Pemerintah itu sudah dibebaskan dengan cara dibayarkan kepada pemilik lahan tersebut. Hanya saja Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka Pemerintah Kabupaten melakukan sosialisasi melalui pemerintah kelurahan setempat dimana lokasi kegiatan Cipta Karya dilaksanakan dan melibatkan warga setempat yang belum mendapatkan pekerjaan untuk bekerja sesuai keahliannya. Hal yang menjadi kendala yaitu, kekurangan data dan informasi mengenai aspek-aspek social yang ada. Sehingga sulit dalam melakukan pendetilan aspek-aspek tersebut.
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
LAPORAN AKHIR IV | 6
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
Kurangnya data informasi dan kegiatan yang dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berpengaruh terhadap Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan pembangunan. Karena kurangnya data tersebut menyebabkan sulitnya medetilkan data mengenai hasil pembangunan yang dimanfaatkan oleh masyarakat.
4.2
ASPEK EKONOMI
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dimana hal ini merupakan sebuah permasalahan klasik dan
kontinyu yang selalu ada dan berkembang di suatu wilayah. Oleh karena itu, tugas utama pemerintah terkait kemiskinan adalah berusaha meminimalisir dan memberdayakan masyarakat sehingga memiliki daya saing dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Indikator yang sangat nyata dalam melihat kemiskinan di suatu wilayah adalah tingkat kemiskinan yang menyatakan persentase penduduk miskin terhadap keseluruhan penduduk di wilayah tersebut.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.2.
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.3.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.4.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.6.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.7.
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.8.
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.10.
Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.11.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.12.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnyaLAPORAN AKHIR IV | 7
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.14.
Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lain nya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Perkembangan penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. 1
Perkembangan Penduduk Miskin
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2006 – 2013
Tahun Penduduk Miskin
(org) % Penurunan (org)
2006 24.881 10,39 - 2007 19,275 8,14 5.606 2008 17.151 7,12 2.124 2009 13.924 5,73 3.227 2010 15.400 6,32 +1.476 2011 14.891 5,98 509 2012 14.195 5,68 696 2013 14.181 5,57 14 2014 14.557 5,65 +376
Sumber: BPS Hulu Sungai Tengah
Tingkat kemiskinan Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengalami penurunan dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin sebanyak 14.181 jiwa dengan tingkat kemiskinan mencapai 5,57 %. Meskipun terus mengalami penurunan, angka ini masih berada di atas rata-rata kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan yang mencapai 4,77 % pada tahun 2013.
Ketenagakerjaan merupakan salah satu indikator penting dalam melihat kemampuan kehidupan masyarakat sekaligus mengindikasikan daya saing sumberdaya manusia suatu wilayah. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat cukup tajam hingga tahun 2014. Pada tahun tersebut, TPAK meningkat hingga mencapai 71,12. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya pergeseran penduduk angkatan kerja menjadi penduduk bukan angkatan kerja, baik yang sekolah, mengurus rumah tangga atau kegiatan yang lainnya dan bisa disebabkan penimbangnya yakni jumlah penduduk yang tumbuh melebihi pertumbuhan angkatan kerja. Perkembangan TPAK dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 8 Gambar 4.1
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
Persentase pencari kerja yang ditempatkan juga cukup minim dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Padahal pada tahun 2012 penyerapan tenaga kerja cukup tinggi yang terdeteksi dari tingginya persentase pencari kerja yang ditempatkan hingga mencapai 79,49 %, seperti . Perkembangan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.2
Persentase Pencari Kerja yang Ditempatkan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
-52,30 79,49 10,36 21,95 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 2010 2011 2012 2013 2014
LAPORAN AKHIR IV | 9 Fokus Layanan Urusan Pilihan
Layanan urusan pilihan merupakan urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Berikut fokus layanan urusan pilihan yang merupakan bagian dari hasil pembangunan daerah dalam berbagai bidang.
a. Pertanian
Meskipun kontribusi beras terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami penurunan, tetapi produktivitas padi dan bahan pangan utama lokal lainnya masih tetap stabil, bahkan mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Pada tahun 2014, produktivitas padi dan bahan pangan utama lainnya meningkat hingga mencapai 4,86 ton per hektar. Sebagian besar produksi tanaman pangan didominasi oleh padi sawah yang mencapai produksi 208.669 ton pada tahun 2014. Sedangkan produktivitas terbesar dicapai oleh komoditas ubi kayu yang mencapai 14,12 ton per hektar. Perkembangan produktivitas padi dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel berikut.
Gambar 4.3
Produktivitas Padi atau Bahan Pangan Utama Lokal Lainnya (Ton/Ha) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
Kontribusi sektor pertanian terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkembangannya dapat dilihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 10 Gambar 4.4
Kontribusi Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
Gambaran luas tanam, produksi dan produktivitas untuk masing-masing jenis tanaman dapat dilihat pada gambar berikut.
Tabel 4.2
Produktivitas Pertanian
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2013
Jenis Tanaman Luas tanam
(ha) Produksi (ton)
Rata-rata produksi per luas tanam (ton/ha)
Padi sawah 41.516 208.669 5,03
Padi gogo 4.173 13.536 3,24
Padi sawah + Gogo 45.689 222.204 4,86
Jagung 483 1.807 3,74 Ubi Kayu 200 2.824 14,12 Ubi Jalar 159 1.720 10,82 Kacang Tanah 561 681 1,21 Kacang Kedelai 1.292 1.648 1,28 Kacang Hijau 213 235 1,10
LAPORAN AKHIR IV | 11
b. Kehutanan
Rehabilitasi hutan terus digalakkan pemerintah daerah dimana luas kawasan hutan dan lahan yang telah direhabilitasi mencapai 37,45 %. Peningkatan ini tentu saja berbanding terbalik dengan luas kawasan hutan yang rusak maupun kritis yang terus menurun hingga mencapai 19,55 % saja seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Persentase Rehabilitas Hutan-Lahan Kritis dan Kerusakan Kawasan Hutan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Rehabilitasi hutan &
lahan kritis 26,41 % 26,41 % 19,73 % 35,91 % 37,45 % 2. Kerusakan kawasan
hutan 20,78 % 20,78 % 20,56 % 20,37 % 19,55 % Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
c. Energi dan Sumberdaya Mineral
Penertiban pengelolaan sumberdaya alam di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terus dilakukan demi terciptanya perekonomian yang stabil dan tidak merusak kualitas lingkungan hidup. Salah satu caranya adalah dengan menekan terjadinya penambangan liar dimana pada tahun 2014 diperkirakan telah meningkat hingga mencapai 68,38 % seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.5
Persentase Pertambangan Tanpa Ijin (Liar) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014 (%)
LAPORAN AKHIR IV | 12
Kontribusi kategori pertambangan dan penggalian dalam pembentukan struktur perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah juga tidak terlalu signifikan dimana pada tahun 2014 hanya sebesar 0,70 % saja andilnya seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.6
Kontribusi Kategori Pertambangan dan Penggalian Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
d. Pariwisata
Sektor pariwisata di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terus dikelola dengan baik dimana capaian jumlah kunjungan wisatawan mulai meningkat meskipun sempat mengalami fluktuatif. Pada tahun 2014, jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mencapai 52.209 wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Meskipun angka ini menurun dari tahun sebelumnya, tetapi secara umum peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung menjadikan program dan kegiatan yang telah ada perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kualitas maupun optimalisasi pelaksanaannya. Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan dapat terlihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 13 Gambar 4.7
Jumlah Kunjungan Wisatawan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
e. Kelautan dan Perikanan
Produksi perikanan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah cukup tinggi dan terus meningkat hingga mencapai 105,74 % dimana konsumsi ikan masyarakat hanya sebesar 102,65 %. Perkembangan produksi ikan dan konsumsi ikan dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.8
Persentase Produksi Perikanan dan Konsumsi Ikan (%) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
LAPORAN AKHIR IV | 14 Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
f. Perdagangan
Peningkatan kontribusi kategori perdagangan besar dan eceran mengindikasikan semakin bergeraknya perekonomian berbasis perdagangan yang notabene cukup banyak usaha mikro kecil yang berperan. Pada tahun 2014, kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB meningkatnya hingga mencapai 10,32 % dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih berada pada kisaran 9 % saja, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.9
Kontribusi Kategori Perdagangan Besar dan Eceran (Termasuk Reparasi Mobil dan Motor) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
g. Perindustrian
Lain halnya dengan kategori industri pengolahan, kontribusi kategori industri pengolahan menurun hingga mencapai 15,03 %. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah untuk mengkaji penyebab menurunnya sektor tersebut termasuk menelaah subsektor industri mana yang memiliki andil dalam penurunan tersebut. Perkembangan kontribusi industri pengolahan terhadap nilai PDRB dapat dilihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 15 Gambar 4.10
Kontribusi Kategori Industri Pengolahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
Meskipun begitu, secara umum pertumbuhan ekonomi sektoral di kategori industri pengolahan cukup stabil dimana capaian pada tahun 2014 sebesar 5,00 % seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.11
Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2012-2014
LAPORAN AKHIR IV | 16
Gambaran industri yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4
Kelompok Industri Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2014
No Kelompok Industri Unit
usaha Tenaga Kerja Investasi (juta rupiah) Nilai Produksi (juta rupiah) 1 Industri makanan, minuman
dan tembakau 71 182 253.025 1.915.470
2 Industri tektil, pakaian jadi,
dan kulit 40 170 1.289.489 3.284.440
3
Industri kayu, bambu, rotan, rumput,n dan sejenisnya termasuk perabot RT
0 0 0 0
4
Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan penerbitan
0 0 0 0
5
Industri kimia dan barang dari bahan kimia, minyak bumi
12 45 200.000 1.155.000
6 Industri barang galian bukan
logam 0 0 0 0
7 Industri barang dari logam,
mesin, dan peralatan 49 114 486.373 1.426.720
8 Jasa Industri 0 0 0 0
Sumber: Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam Angka Tahun 2015
Industri yang cukup mendominasi pergerakan perekonomian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dimana pada tahun 2014 memiliki nilai produksi terbesar hingga mencapai 3,28 trilyun rupiah dan disusul oleh industri makanan, minuman dan tembakau yang mencapai nilai produksi 1,92 trilyun rupiah.
Analisis Dampak Pembanguann Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Masyarakat
Dalam bidang pekerjaan umum, aksesibilitas wilayah terkait perhubungan darat masih menjadi “pekerjaan rumah” yang cukup penting untuk diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jalan sebagai penghubung utama antar wilayah khususnya daerah terpelosok masih belum optimal pengadaannya bahkan kondisi jalan masih banyak yang belum layak.
LAPORAN AKHIR IV | 17
Dari sepanjang 753,46 km jalan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sebanyak 662,03 sudah di aspal. Meskipun begitu, masih terdapat 20,05 % kondisi jalan yang rusak bahkan sepanjang 1,16 % jalan mengalami rusak berat. Oleh karena itu, perlu adanya porsi lebih terkait pengadaan jalan maupun pengawasannya untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitasnya agar infrastruktur perhubungan dapat terealisasi dengan baik. Gambaran panjang dan kondisi jalan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 4.5
Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2014
No. Jenis Permukaan Jalan Jalan Kabupaten Jalan Provinsi/Negara Jumlah
1. Aspal 588,55 73,48 662,03
2. Kerikil 70,20 0 70,20
3. Tanah 20,48 0 20,48
4. Tidak Dirinci 0,75 0 0,75
Jumlah 679,98 73,48 753,46
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
Gambar 4.12
Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2014
Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
a. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Salah satu infrastruktur yang menunjukkan kesejahteraan dan kenyamanan kehidupan masyarakat adalah perumahan yang layak untuk dihuni. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten
LAPORAN AKHIR IV | 18
Hulu Sungai Tengah perlu secara konsisten melakukan pengawasan dan monitoring dalam hal pengadaan perumahan oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga berkewajiban memberikan pendidikan maupun pengetahuan terhadap masyarakat terkait perumahan yang layak huni, baik dari segi kesehatan, sanitasi dan sebagainya.
1. Rumah Tangga Pengguna Air Bersih
Persentase rumah tangga pengguna air bersih di Kabupaten Hulu Sungai Tengah cukup mengkhawatirkan karena hanya sebanyak 31,70 % saja masyarakat yang menggunakan fasilitas tersebut. Meskipun mengalami kenaikan setiap tahunnya, namun angka ini dirasa cukup rendah sehingga berefek pada minimnya derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan rumah tangga yang menggunakan air bersih dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.13
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016 2. Rumah Tangga Bersanitasi
Persentase rumah tangga yang memiliki sanitasi baik di rumahnya mengalami penurunan yang signifikan. Persentase rumah tangga yang bersanitasi mencapai 52,73 % pada tahun 2014, padahal pada tahun 2012 telah mencapai 71,22 %. Hal ini harus menjadi perhatian penting pemerintah terhadap pemukiman masyarakat agar menjadi antisipasi mewabahnya penyakit akibat minimnya sanitasi layak di lingkungan masyarakat. Perkembangan rumah tangga bersanitasi dapat dilihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 19 Gambar 4.14
Persentase Rumah Tangga yang Bersanitasi Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016 3. Rumah Layak Huni
Jika dilihat dari rumah layak huni yang dimiliki oleh masyarakat, sebanyak 79,97 % masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah memilikinya. Hal ini menjadi catatan penting dalam progress
pembangunan karena meskipun fasilitas air bersih cukup minim dan sanitasi layak juga belum optimal, namun rumah layak huni memiliki persentase cukup tinggi dalam ketersediaannya dengan perkembangannya terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.15
Persentase Penduduk Memiliki Rumah Layak Huni Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
LAPORAN AKHIR IV | 20
Kajian pemerintah daerah terhadap fenomena ini menjadi salah satu bahan dalam perumusan kebijakan, utamanya terkait bidang perumahan agar program dan kegiatan yang dihasilkan senantiasa sejalan dengan tujuan dalam menyejahterakan kehidupan masyarakat.
b. Perhubungan
Sebagian besar masyarakat memiliki sepeda motor sebagai salah satu sarana praktis dalam menunjang kehidupan masyarakat. Sebanyak 44.416 unit sepeda motor telah dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan sebanyak 2.876 unit mobil penumpang juga beredar dengan rincian 2.502 unit mobil pribadi dan 374 mobil umum seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2014
No. Jenis Kendaraaan Pribadi Umum Jumlah
1. Mobil Penumpang 2.502 374 2.876 2. Mobil Beban 1.007 220 1.227 3. Sepeda Motor 44.416 0 44.416 Sumber: BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2015
c. Lingkungan hidup
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup adalah dengan meningkatkan pengelolaan sampah secara terpadu dan berkesinambungan.
Penanganan sampah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara umum mengalami peningkatan dimana pada tahun 2014 sebesar 82,36 %. Namun angka ini sebenarnya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sehingga pemerintah daerah perlu memberikan fokus yang lebih utamanya dari dinas/instansi terkait seperti terlihat pada gambar berikut.
LAPORAN AKHIR IV | 21 Gambar 4.16
Persentase Penanganan Sampah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2014
Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
Secara umum gambaran penanganan sampah dan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7
Indikator Capaian Kinerja Urusan Lingkungan Hidup Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014
No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Penanganan sampah 73,28 % 78,13 % 85,17 % 85,14 % 82,36 %
2.
Rasio Tempat Pembuangan Sampah (TPS) per satuan penduduk
9,99 2,64 2,15 0,63 0,05
3. Cakupan pengawasan
terhadap pelaksanaan amdal 0 100 100 100 100 Sumber: RKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016
4.3ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lainLAPORAN AKHIR IV | 22
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2.
UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”3.
Permen LH No.9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.4.
Permen LH No.16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan Sebagaipersyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1.
Pemerintah Pusat
a.
Menetapkan kebijakan nasional.b.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.d.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.e.
Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.f.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.g.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.h.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.LAPORAN AKHIR IV | 23
j.
Menetapkan standar pelayanan minimal.2.
Pemerintah Provinsi
a.
Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.d.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.e.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.f.
Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.g.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.3.
Pemerintah Kabupaten/Kota
a.
Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.d.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.e.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1.
RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.2.
KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensiLAPORAN AKHIR IV | 24
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan usulan Program dalam RPIJM yang telah disusun oleh pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah maka dilakukan penapisan untuk masing-masing sektor dengan mempertimbangkan isu pokok:
1.
Perubahan iklim, Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,2.
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,3.
Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,4.
Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,5.
Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau,6.
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.Tabel 4.8
Kreteria Penapisan Usulan Program / Kegiatan Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Hulusungai Tengah
No Kriteria
Penilaian Urai an Perti mbangan
Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
1. Perubahan Iklim
-
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat mempengaruhi perubahan iklim secara signifikan
LAPORAN AKHIR IV | 25
No Kriteria
Penilaian Urai an Perti mbangan
Kesimpulan (Signifikan/Tidak Signifikan) 2. Kerusakan, kemerosotan, dan/kepunahan keanekaragaman hayati -
Mengingat kondisi daerah yang berawa, maka Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Kerusakan, kemerosotan, dan/kepunahan keanekaragaman hayati
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan
Perbaikan Daerah Aliran Sungai, Normalisasi Sungai, dan Perbaikan Drainase
Mengingat Kondisi Wilayah yang memiliki aliran sungai dengan adanya kegiatan tersebut sebaliknya akan mengantisipasi adanya bencana banjir, dan longsor, sedangkan kegiatan yang lain tidak terdapat kegiatan yang dapat menyebabkan kekeringan, atau kebakaran huta/lahan
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
Pembangunan IPAL, pengembangan IPLT, Rehabilitasi/Peningkatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) serta infrastruktur
pendukungnya akan merubah beberapa bagian kawasan alami yang dimanfaatkan
Pengaruh yang ditimbulkan bersifat sementara dan Tidak signifikan
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan
penghidupan sekelompok
masyarakat -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat
LAPORAN AKHIR IV | 26
No Kriteria
Penilaian Urai an Perti mbangan
Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
-
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Berdasarkan hasil proses penapisan diatas, teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan. Maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
AMDAL, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1.
Proyek wajib AMDAL2.
Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL3.
Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH.Tabel 4.9
Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
LAPORAN AKHIR IV | 27 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS
Perlindungan dan Pengelolaan
- Lingkungan Hidup
- Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL
- Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
- kegiatan Wajib AMDAL b. pengertian umum Rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan rencana, dan / atau program
Kajian mengenai dampak penting suatau usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan usaha dan/ atau kegiatan adalah segala bentuk aktifitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan
c. kewajiban pelaksanaan Pemerintah dan pemerintah daerah
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d. keterkaitan studi lingkungan
Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan e. Mekanisme pelaksanaan 1. Pengkajian pengaruh kebijakan,
rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
2. perumusanalternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
3. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan rencana, dan/ atau
- Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL
- Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
LAPORAN AKHIR IV | 28 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan
menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
- M e n t e r i , gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan
f. Muatan Studi Lingkungan
1. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan 2. Kajian pengaruh rencana/
program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan 3. Alternatif rekomendasi untuk
rencana/program
1. Kerangka acuan; 2. Andal; dan 3 . R K L - R PL .
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan. g. Output Dasar bagi kebijakan, rencana,
program pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai dan/atau Kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan. h. Outcome Rekomendasi KLHS digunakan
sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang
melampaui daya dukung dandaya tampung lingkungan. Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
- Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
- Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
- Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL. i. Atribut alinnya
1. Posisi 2. Pendekatan
- Hulu siklus pengembilan keputusan
- Cenderung pro aktif
Akhir sklus pengambilan keputusan Cenderung bersifat reaktif Identifikasi, prakiraan dan evaluasi
LAPORAN AKHIR IV | 29 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
3. Fokus analisis 4. Dampak komulatif 5. Titik berat telaahan 6. Alternatif 7. Kedalaman 8. Deskripsi proses 9. Fikus penegndalian dan dampak 10. Institusi penilaian
- Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
- Memlihara keseimbangan alam, pembangunan
- Berkelanjutan banyakalternatif
- Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum
- Proses multi pihak, tumpang tindih komponen
- KPR merupakan proses alternatif dan kontinu fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
- Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan pnilaian dan persetujuan KLHS
dampak lingkungan Amat terbatas Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative Alternatif terbatas jumlahnya Sempit, dalam dan rinci Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir Menangani gejala kerusakan lingkungan Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL
Sumber: Pedoman Penyusunan RPIJM
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Penapisan Rencana Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total
> 10 ha > 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau - Kapasitas Total semua kapasitas/ besaran
LAPORAN AKHIR IV | 30
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas > 25 ha
b.Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha
d.keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 2 ha > 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 3 ha > 2,4 ton/ hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau - Debit air limbah
> 500 ha > 16.000 m3/hari
D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km
b.Kota sedang, panjang: > 10 km E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/ Metropolitan
LAPORAN AKHIR IV | 31
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan > 500 ha
b.Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 10 km
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen U KL- UPL
Tabel 4.11
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan 1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
2. controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang: a. Luas kawasan, atau < 10 Ha
b. Kapasitas total < 10.000 ton 3. TPA daerah pasang surut
a. Luas landfill, atau < 5 Ha b. Kapasitas total < 5.000 ton 4. Pembangunan Transfer Station
a. Kapasitas < 1.000 ton/hari
5. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu a. Kapasitas < 500 ton
6. Pembangunan Incenerator a. Kapasitas < 500 ton/hari
7. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos a. Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk b. Air Limbah
Domestik/ Permukiman
1. fasilitas penunjang a. Luas < 2 ha
b. Atau kapasitas < 11 m 3/hari
2. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah a. Luas < 3 ha Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
3. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman
LAPORAN AKHIR IV | 32
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
c. Drainase Permukaan Perkotaan
1. Pembangunan saluran primer dan sekunder a. Panjang < 5 km
2. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman a. Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum 1. Pembangunan jaringan distribusi:
a. luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha 2. Pembangunan jaringan pipa transmisi
a. Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km b. Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km c. Pedesaan, Panjang : -
3. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
a. Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps b. Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
4. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap a. Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
5. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
a. Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan
Gedung
Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
5. keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
2. rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
3. penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
LAPORAN AKHIR IV | 33
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
5. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
6. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
7. keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
f. Pengembangan
Kawasan Permukiman Baru
1. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan
2. rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
3. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi,
4. fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
5. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha g. Peningkatan
kualitas permukiman
1. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 10 ha
2. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 10 ha
3. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 10 ha
h. Penanganan
kawasan kumuh
Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemi ndahan penduduk, dan dapat
LAPORAN AKHIR IV | 34
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
perkotaan dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun
- Luas kawasan: < 5 ha
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH). Mengacu pada kriteria rencana program dan kegiatan yang tertuang dalam RPIJM Kabupaten Hulu Sungai Tengah maka secara mendasar kajian lingkungan yang dibutuhkan berupa penyusunan dokumen dan kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) serta Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka pengelompokan atau kategori program bidang Cipta Karya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang memerlukan dokumen kajian dan perlindungan lingkungan tidak ada, karena kurang dari ketentuan yang ada.