LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA KECEPATAN DISOLUSI
OLEH: KELOMPOK GOLONGAN I
Ni Nyoman Englandari Murti (1008505011)
Ni Nyoman Mahatriny (1008505012)
Yanita Ristanti Purwitadewi (1008505013)
Ngakan Gede Wahyu Indrayana (1008505014)
Ni Luh Putu Risna Dewi (1008505015)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
PERCOBAAN IV KECEPATAN DISOLUSI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk : 1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat.
2. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi.
3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat.
II. DASAR TEORI
Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari bentuk sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Maka kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu dengan satuan waktu. Prinsip disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Proses pelarutan zat ini dikembangkan oleh Noyes Whitney dengan persamaan :
dM D : koefisien difusi S : luas permukaan zat Cs : kelarutan zat padat
C : konsentrasi zat dalam larutan saat waktu t h : tebal lapisan difusi
dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama dengan Cs. Sehingga persamaan kecepatan disolusi disederhanakan menjadi :
dM
dt
=
DSCs
h
(Prasetya dkk., 2012).
Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama proses disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h yang dinyatakan seperti gambar berikut.
kemiringan (slop) menurun. Berdasarkan persamaan di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, antara lain :
1. Suhu
Meningkatnya suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut :
D
=
k
T
6
η
r
Dimana:D : koefisien difusi
k : konstanta Boltzman (13,8 x 10 -24 J/atom K) T : suhu
r : jari-jari molekul η : viskositas pelarut
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat. Hal ini sesuai dengan persamaan Einstein. Meningkatnya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. pH Pelarut
Kelarutan zat aktif yang bersifat asam lemah dan basa lemah dipengaruhi oleh pH pelarut. Suatu senyawa asam lemah akan memiliki kelarutan yang lebih besar pada pelarut dengan pH tinggi. Demikian dengan senyawa basa lemah akan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam pelarut dengan pH rendah. Hal ini sesuai dengan persamaan untuk masing-masing senyawa, yaitu :
Asam lemah
dc
dt=K.S.Cs(1+ Ka H+)
Basa lemah
dc
dt=K.S.Cs(1+ Ka H+)
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat sehingga kecepatan disolusi juga meningkat.
4. Kecepatan pengadukan
Kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan disolusi beberapa jenis zat. Pada zat yang mudah menggumpal setelah menjadi partikel, maka kecepatan pengadukan yang tinggi akan mencegah terjadinya agregat sehingga pengukuran konsentrasi terdisolusi akan lebih baik. Kecepatan pengadukan juga mempengaruhi tebal lapisan disolusi (h). Pengadukan yang cepat menyebabkan tipisnya lapisan difusi sehingga kecepatan disolusi akan meningkat.
5. Ukuran Partikel
Ukuran partikel juga mempengaruhi kecepatan disolusi. Semakin kecil ukuran partikel zat maka luas permukaan efektif semakin besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar.
7. Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat sifatnya hidrofob. Adanya surfaktan di dalam pelarut menyebabkan tegangan permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi. Akibatnya, kecepatan disolusinya bertambah (Prasetya dkk., 2012).
Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : a. Sifat fisika kimia obat
partikel. Kecepatan disolusi akan dipercepat karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi kecepatan disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut daripada obat berbentuk asam maupun basa bebasnya. Obat dapat membentuk suatu polimorfik. Polimorfik merupakan terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda walaupun memiliki struktur kimia yang identik. Pada umumnya obat pada bentuk kristal lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorfnya, hal ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal.
b. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi juga menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat. Semakin cepat pengadukan, akan menyebabkan gerakan medium akan semakin cepat sehingga kecepatan pelarutan meningkat. Temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.
c. Faktor formulasi
Bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat juga dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat, yaitu mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat atau bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat meningkatkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan mempengaruhi jumlah obat yang dapat diabsorpsi (Martin et al, 1990).
a. Faktor intrinsik obat
Adapun faktor intrinsik obat meliputi luas permukaan spesifik partikel, distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, polimorfi serta bentuk asam, basa, garam.
b. Faktor lingkungan medium
Adapun faktor intrinsik obat meliputi temperature, viskositas cairan, konsentrasi partikel yang terdisolusi, kecepatan mengalirnya cairan, komposisi medium disolusi (pH, kekuatan ionisasi, tegangan permukaan). c. Faktor teknologi
Perbedaan metode yang digunakan dalam produksi juga mempengaruhi disolusi obat. Begitu juga pada pengunaan bahan-bahan tambahan dalam produksi. Contoh bahan tambahan yang sering digunakan adalah pensuspensi, yang mengakibatkan turunnya laju disolusi karena naiknya kekentalan. Contoh lain adalah bahan pelicin yang bersifat hidrofob karena menolak air sehingga menurunkan laju disolusi obat (Prasetya dkk., 2012).
Penentuan kecepatan disolusi suatu zat dapat dilakukan melalui metode : 1.Metode Suspensi
Metode ini dilakukan dengan serbuk zat padat yang ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2.Metode Permukaan Konstan
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia