• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Publikasi Jurnal PENGENDALIAN PER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Naskah Publikasi Jurnal PENGENDALIAN PER"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah Publikasi Jurnal

PENGENDALIAN PERSEDIAAN PUPUK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis)

Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group, Kalimantan Tengah

FERTILIZER INVENTORY CONTROL IN OIL PALM PLANTATION (Elaeis guinensis)

Case Study at Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group, Central Kalimantan

Oleh :

KUKUH NIAM ANSORI PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN MALANG

(2)

Lembar Persetujuan Publikasi Naskah Jurnal

PENGENDALIAN PERSEDIAAN PUPUK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis)

Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group, Kalimantan Tengah

FERTILIZER INVENTORY CONTROL IN OIL PALM PLANTATION (Elaeis guinensis)

Case Study at Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group, Central Kalimantan

Nama : Kukuh Niam Ansori

NIM : 105040101111081

Program Studi : Agribisnis

Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian Menyetujui : Dosen Pembimbing

Tanggal Persetujuan:...

Mengetahui

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Syafrial, MS

NIP. 19580529 198303 1 001

Pembimbing Utama,

Prof. Dr. Ir. Djoko Koestiono, SU.

NIP .19530715 198103 1 006

Pembimbing Pendamping,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Maret 2014

(4)

Pengendalian Persediaan Pupuk Di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis) Studi Kasus Di Selucing Agro Estate, Pt. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group,

Kalimantan Tengah

Fertilizer Inventory Control In Oil Palm Plantation (Elaeis Guinensis) Case Study At Selucing Agro Estate, Pt. Windu Nabatindo Lestari, Bga Group,

Central Kalimantan

Kukuh Niam Ansori1, Prof.Dr.Ir. Djoko Koestiono, SU2, Wisynu Ari Gutama, SP.MMA2 1

Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya 2

Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

ABSTRACT

Fresh Fruit Bunch (TBS) is fruit that produced by oil palm plantation. TBS productivity was high may cause Crude Palm Oil and Kernel Palm Oil productivity was high, which both is refined product of oil palm mill. One of important factors that affect of TBS productivity is fertilizer. Inventory is one important problem that must be solved by oil palm plantation to fulfil fertilizer requirement. If fertilizer inventory was shortage, may cause TBS productivity was inhibited, while, if fertilizer inventory was exceed, may cause inventory cost was increased. Beside that, fertilizer can’t be kept too long, because can make it to be stone. Phenomenon in field, usually, fertilizer inventory higher than it’s requirement. That is also happened in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group. Fertilizer inventory problem can be solved with fertilizer inventory control to fulfil it’s requirement with low cost. This research have purpose to describe of the fertilizer inventory control in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group. The second purpose is analysis of fertilizer inventory control did by Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group was eficient or not. The method, that used in this research is describe of fertilizer inventory control in corporate and analysis of inventory volume to find the rasio between inventory volume and it’s requirement. Other methode, that used is analysis inventory control with Part Period Balancing (PPB) technique. This analysis utilized to find the economic ordering frequency, that can make inventory cost was minimum. The result, that acquired to answer first purpose is fertilizer inventory control in SAGE comprise of planning and procurement, inventory management, and also fertilizer monitoring and administration. The result from that fertilizer inventory eficiency anlysis indicate of inventory control for all fertilizer type in Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group at 2012 was inefficient. That can be seen from fertilizer inventory volume higher than it’s requirement and inventory cost was not efficient. So, need more attention, evaluation, and alternative solution for controling fertilizer inventory to be more efficient, especially for policy about ordering quantity and ordering frequency of fertilizer.

(5)

ABSTRAK

Tandan Buah Segar (TBS) merupakan buah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Semakin tinggi produktifitas TBS semakin tinggi pula produktivitas minyak sawit dan inti sawit sebagai produk olahannya. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktifitas (TBS) adalah pupuk. Persediaan merupakan masalah penting yang harus dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pupuk untuk tanaman kelapa sawit. Jika pupuk mengalami kekurangan maka aplikasi pemupukan akan terganggu, sebaliknya jika persediaan pupuk mengalami kelebihan dapat menyebabkan biaya persediaan tinggi. Selain itu, pupuk tidak bisa disimpan terlalu lama karena dapat membatu dan akan memerlukan biaya lebih untuk menghancurkannya. Fenomena di lapang, yaitu sering terjadinya kelebihan persediaan pupuk. Begitu juga yang terjadi di Selucing Agro Estate yang terletak di Wilayah 4 dan di bawah naungan salah satu anak perusahaan BGA Group, yaitu PT. Windu Nabatindo Lestari. Permasalahan persediaan pupuk dapat diatasi dengan melakukan pengendalian persediaan pupuk agar dapat mencukupi kebutuhan pupuk dengan biaya yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendiskripsikan manajemen pengendalian persediaan pupuk di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group. Serta (2) Menganalisis pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh Selucing Agro Estat, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group sudah efisien atau belum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh perusahaan dan analisis tingkat persediaan dengan cara mencari rasio antara persediaan pupuk dengan kebutuhannya. Metode lain yang digunakan adalah Part Period Balancing (PPB), dimana metode ini ditujukan untuk mencari frekuensi pemesanan yang mampu meminimalkan biaya persediaan. Hasil yang diperoleh untuk menjawab tujuan pertama adalah pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh SAGE terdiri dari perencanaan dan pengadaan, pengelolaan persediaan, serta monitoring dan administrasi persediaan pupuk. Tujuan kedua dijawab dengan melakukan analisis efisiensi pengendalian persediaan pupuk di SAGE. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa pengendalian persediaan pupuk untuk semua jenis pupuk yang diaplikasikan di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 adalah belum efisien. Hal tersebut terlihat dari tingkat persediaan pupuk yang masih lebih besar dari kebutuhannya dan biaya persediaannya yang masih belum efisien. Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian lebih, evaluasi, dan solusi alternatif yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam mengendalikan persediaan pupuk agar lebih efisien, terutama untuk kebijakan dalam penentuan kuantitas dan frekuensi pemesanan pupuk.

(6)

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistika (2012), sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 985.470,50 di tahun 2010, Rp 1.091.447,30 di tahun 2011, dan Rp 1.190.412,40 di tahun 2012. Sektor pertanian sendiri, memiliki banyak sub sektor yang salah satunya adalah sub sektor perkebunan. Berdasarkan keseluruhan data PDB tersebut, sub sektor perkebunan mampu menyumbang PDB pada tahun 2010, 2011, dan 2012 secara berturut-turut sebesar 13,80; 14,08; dan 13,42%.

Kelapa sawit sebagai penghasil minyak kelapa sawit atau CPO (Crude palm oil) dan inti kelapa sawit atau KPO (Kernel Palm Oil) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas dalam jumlah besar bagi Indonesia. Kelapa sawit sendiri memiliki prospek yang sangat menjanjikan. Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010) menyebutkan, Indonesia menguasai 44,5% pasar sawit dunia dengan volume produksi mencapai 19,1 juta ton pada 2010.

Agar tetap menguasai pasar, Indonesia harus mampu meningkatkan produktifitas Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan buah dari kelapa sawit. Salah satu faktor produksi penting yang menunjang produktivitas TBS adalah pupuk. Menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2012), pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk dibutuhkan oleh perkebunan kelapa sawit untuk menunjang percepatan produksi dan peningkatan kualitas minyak kelapa sawit.

Pengadaan persediaan dalam suatu perusahaan sangatlah penting, hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku merupakan hal yang penting untuk memperlancar proses produksi (Yamit, 2003). Aplikasi pemupukan kelapa sawit

dapat terganggu jika ketersediaan pupuk mengalami kekurangan, sehingga dapat menghambat produktivitas TBS, sebaliknya, jika persediaan pupuk terlalu berlebih dapat menyebabkan biaya persediaan pupuk meningkat. Kendati demikian, persediaan pupuk cenderung lebih besar daripada kebutuhannya yang sering menyebabkan semakin besarnya biaya persediaan pupuk.

Karakteristik pupuk yang tidak dapat tersimpan terlalu lama dan kebutuhannya yang secara aktual dan tidak kontinyu dalam setiap bulannya menjadi masalah tersendiri dalam persediaan pupuk. Pupuk yang tersimpan terlalu lama dapat membatu, sehingga memerlukan biaya tambahan dalam proses penghancurannya.

Ketersediaan pupuk juga dipengaruhi oleh ketidakpastian tenggang waktu antara pemesanan sampai pupuk tiba, oleh karena itu diperlukan pengendalian persediaan pupuk agar proses pemenuhan nutrisi kelapa sawit dapat berjalan dengan lancar dengan biaya persediaan pupuk yang rendah. Handoko (2008) menjelaskan bahwa pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang dianggap penting karena melibatkan investasi biaya yang cukup besar. Penanaman biaya yang terlalu besar pada persediaan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan biaya, sebaliknya kekurangan persediaan dapat menimbulkan biaya kekurangan bahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan manajemen pengendalian persediaan pupuk di perkebunan kelapa sawit Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group. (2) Menganalisis pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group sudah efisien atau belum.

METODE PENELITIAN Jenis dan sumber data

(7)

yang diperoleh dari Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group. Selain itu juga menggunakan data primer dari wawancara dan FGD sebagai data pendukung.

Metode analisis

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan sistem pengendalian persediaan pupuk yang telah dilakukan oleh Selucing Agro. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan pupuk perusahaan sudah efisien atau belum.

Teknik part period balancing (PPB) Teknik PBB didasarkan pada pendekatan frekuensi pemesanan yang optimum. Penentuan jumlah periode pemesanan dalam teknik PBB dilakukan dengan cara mencari rasio yang mampu mendekati nilai Economic Part Period (EPP). Penentuan EPP dapat dilakukan dengan cara penggabungan atau pengurangan periode dimana dapat menghasilkan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan yang mendekati nilai satu. Sifatnya yang tidak terdapat rumus pasti, menuntut dilakukannya trial and eror dalam penentuan jumlah periode yang mampu mencapai nilai EPP.

Total biaya persediaan pupuk (TC) Perhitungan total biaya persediaan pupuk dilakukan berdasarkan manajemen pengendalian pupuk yang dilakukan oleh perusahaan dengan teknik PPB.

Total biaya persediaan pupuk dirumuskan sebagai berikut.

= +

2 Keterangan :

TC = total biaya persediaan (Rp) Q = kuantitas pembelian (kg)

Analisis efisiensi manajemen pengendalian persediaan pupuk perusahaan

Warisman et al (2012) mengatakan bahwa Perusahaan dapat dikatakan efisiensi dalam persediaan jika mampu mengoptimalkan persediaan, dalam artian jumlah pesediaan di perusahaan tersebut

tidak berlebihan tetapi juga tidak sampai kehabisan persediaan. Dengan demikian, persediaan pupuk dapat dikatakan optimum jika sama dengan kebutuhan pupuk.

Analisis efisiensi manajemen pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan menganalisis jumlah persediaan pupuk sudah memenuhi kebutuhan pupuk perusahaan atau belum. Analisis dapat dilakukan dengan mencari rasio antara pemesanan pupuk dengan kebutuhan pupuk.

Analisis efisiensi manajemen pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan perusahaan juga dapat dilakukan dengan membandingkan biaya persediaan menggunakan metode perusahaan dengan biaya persediaan menggunakan teknik PPB. Penggunaan teknik PPB mampu mencapai jumlah periode yang mampu mencapai nilai ekonomis untuk biaya persediaannya.

Analisis di atas dapat digunakan untuk menentukan syarat yang harus terpenuhi agar manajemen pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan oleh perusahaan dapat dikatakan efisien atau tidak. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan dua syarat yang harus terpenuhi agar manajemen pengendalian persedian pupuk oleh perusahaan dapat dikatakan efisien, yaitu:

1. Rasio perbandingan antara kuantitas pupuk yang dipesan dengan kuantitas kebutuhan pupuk sama dengan satu. Hal tersebut dapat diartikan persediaan pupuk optimum dalam mencukupi kebutuhan pupuk (tidak kurang dan tidak lebih) {Persediaan pupuk rata-rata per periode = kebutuhan pupuk rata-rata per periode}

2. Total biaya persediaan pupuk oleh perusahaan lebih kecil atau sama dengan total biaya dengan menggunakan teknik PPB

(8)

dapat ditolak jika kedua syarat tersebut terpenuhi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum SAGE

Selucing Agro Estate (SAGE) merupakan salah satu estate perkebunan yang dimiliki oleh BGA Group. Estate Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

SAGE terletak di Kalimantan Tengah yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia, dimana mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir (2008-2012) di SAGE adalah 3743,88 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 135 hari/tahun.

Kondisi lahan di SAGE mayoritas adalah relatif datar dengan tingkat kemiringan 0 – 8% dan sedikit daerah bergelombang dengan kemiringan 9 – 15%. SAGE memiliki luas lahan sekitar 3.634,3 Ha dengan jenis tanah yang berbeda-beda yaitu tanah mineral, kaolin, pasir, dan gambut. Jenis tanah tersebut terdiri atas tanah Ultisol, Inseptisol, Histosol, dan Entisol.

Tingkat persediaan pupuk

Tingkat persediaan pupuk berbeda-beda antar jenis pupuk yang ada di Selucing Agro Estate.

Tabel 1. Biaya Persediaan Pupuk

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2014

Hal tersebut disebabkan tingkat pemesanan dan pemakaian yang berbeda pula. Rasio tingkat persediaannya adalah sebesar 1,0038. Tidak jauh berbeda dengan Kieserite, NPK 12 juga mengalami kelebihan persediaan. Rasio tingkat persediaannya adalah sebesar 1,004.

Tingkat persediaan pupuk Urea adalah sebesar 27.593,75 Kg dengan rasio tingkat persediaan sebesar 1,048. Tingkat persediaan pupuk HGFB sebesar 3.882,3 Kg dengan rasio tingkat persediaan sebesar 1,046. Tingkat persediaan pupuk KCL (MOP) tanpa saldo awal sebesar 158,3 Kg dengan rasio tingkat persediaan sebesar 1,0001. Tingkat persediaan pupuk Rock Phosphate adalah sebesar 13.838,3 Kg dengan rasio tingkat persediaan sebesar 1,0155. Jumlah persediaan awal yang hanya sebesar 2,85 Kg tidak terlalu mempengaruhi rasio tingkat persediaan pupuk Rock Phosphate.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat persediaan pupuk di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 lebih besar dari kebutuhan atau pupuk yang diaplikasikannya. Kelebihan tingkat persediaan tersebut dapat menyebabkan biaya persediaan berlebih terutama biaya penyimpanan pupuk. Biaya persediaan

Biaya persediaan merupakan biaya yang timbul karena adanya persediaan pupuk, baik itu yang timbul karena ada pemesanan pupuk maupun yang timbul karena adanya penyimpanan pupuk. Biaya persediaan pupuk di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis Pupuk Biaya

(9)

Tabel di atas menjelaskan bahwa total biaya persediaan pupuk terbesar dimiliki oleh pupuk KCL (MOP), yaitu sebesar Rp 15.705.332,77; sebaliknya biaya persediaan pupuk yang terkecil terdapat pada pupuk NPK 12, yaitu sebesar Rp 3.012.616,99. Perbedaan biaya persediaan yang signifikan antara yang terbesar dan terkecil dikarenakan persediaan rata-rata pupuk yang jauh berbeda dan frekuensi pemesanan pupuk yang juga jauh berbeda. Perbedaan kuantitas persediaan dapat mempengaruhi besarnya biaya penyimpanan pupuk, sedangkan perbedaan frekuensi pemesanan dapat mempengaruhi biaya pemesanan pupuk.

Analisis pengendalian persediaan pupuk dengan metode Part Period Balancing (PPB)

Analisis pengendalian persediaan pupuk dengan metode PPB pada pupuk Kieserite menghasilkan jumlah periode ekonomis sebesar 12 kali pemesanan dimana kuantitas pemesanannya sebesar 25.769,50 Kg. Rasio antara total biaya penyimpanan dengan total biaya pemesanan adalah sebesar 0,923 yang menimbulkan biaya persediaan sebesar Rp 4.932.237,31.

Hasil yang diperoleh dari analisis dengan metode PPB pada pupuk NPK 12 adalah periode ekonomis terkecil diantara periode ekonomis pupuk jenis lainnya. Periode ekonomisnya yaitu sebesar 6 kali pemesanan dengan kuantitas pemesanan sebesar 9.307,167 Kg. Hasil tersebut memperoleh rasio antara biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan sebesar 1,04 dan menimbulkan biaya persediaan sebesar Rp 2.927.458,69.

Hasil analisis pengendalian persediaan dengan metode PPB pada pupuk Urea memperoleh hasil periode pemesanan yang ekonomis sebesar 21 kali dengan kuantitas pemesanan sebesar 26.983,02 Kg. Rasio antara biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan sebesar 1,01 dengan biaya persediaan yang ditimbulkan sebesar Rp 8.476.688,11.

Analisis metode PPB pada pupuk HGFB memperoleh periode pemesanan yang ekonomis sebesar 10 kali pemesanan

dengan kuantitas pemesanan untuk tiap kali pemesanan sebesar 8.426,469 Kg. Berdasarkan periode ekonomis tersebut diperoleh rasio antara biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan sebesar 0,963 dan total biaya persediaan sebesar Rp 4.295.311,35.

Hasil yang diperoleh pada pupuk KCL (MOP) menggunakan metode PPB adalah periode pemesanan yang ekonomis sebesar 29 kali pemesanan, periode tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan jenis pupuk lainnya. Hasil analisis metode PPB pada pupuk KCL (MOP) juga menghasilkan kuantitas pemesanan untuk setiap kali pemesanan sebesar 36.015,05 Kg. Total biaya persediaan yang ditimbulkan sebesar Rp 11.433.010,30 dengan rasio antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan sebesar 1,006.

Hasil yang diperoleh pada pupuk Rock Phosphate menggunakan metode PPB adalah periode pemesanan yang ekonomis sebesar 16 kali pemesanan dengan kuantitas pemesanan untuk setiap kali pemesanan sebesar 55.694,03 Kg. Total biaya persediaan yang ditimbulkan sebesar Rp 6.758.408,51 dengan rasio antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan sebesar 1,05.

Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis pengendalian persediaan menggunakan metode PPB menunjukkan adanya frekuensi pemesanan yang ekonomis. Pengaplikasian frekuensi pemesanan ini akan sesuai jika dilakukan secara fleksibel, dengan cara menyesuaikan kebutuhan aktual pupuk di Selucing Agro Estate. Penyesuaian kebutuhan pupuk dimaksudkan untuk tidak melakukan pemesanan pada setiap bulan selama satu tahun, melainkan melakukan pemesanan pada bulan yang terdapat kebutuhan aktual. Sebagai contoh, frekuensi pemesanan yang ekonomis pada pupuk Kieserite adalah 12 kali. Pemesanan pupuk Kieserite tidak dilakukan pada setiap bulan, melainkan hanya pada bulan Juni sampai Desember yang terdapat kebutuhan untuk pengaplikasian pupuk.

(10)

Analisis efisiensi pengendalian persediaan di SAGE

Tingkat persediaan pupuk Kieserite melebihi kebutuhan pupuk Kieserite di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 dengan rasio sebesar 1,0038. Berdasarkan perbandingan biaya manajemen perusahaan dengan dengan biaya menggunakan metode PPB adalah sebesar Rp 545.619,40; dimana menunjukkan bahwa biaya dengan menggunakan manajemen perusahaan lebih besar dari biaya dengan metode PPB. Hasil tersebut menunjukkan bahwa manajemen pengendalian persediaan pupuk Kieserite di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 belum efisien.

Manajemen pengendalian persediaan pupuk NPK 12 di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 belum efisien. Hal tersebut dikarenakan belum memenuhi tiga syarat yang telah ditetapkan. Rasio tingkat persediaan sebesar 1,004 yang menunjukkan persediaan pupuk masih berlebih dibandingkan kebutuhannya. Biaya persediaan pupuk menggunakan manajemen pengendalian persediaan pupuk oleh Selucing Agro Estate lebih besar dari biaya persediaan dengan metode PPB dengan kelebihan sebesar Rp 85.157,30.

Persediaan pupuk Urea lebih besar dari kebutuhan pupuk Urea di Selucing Agro Estate dengan rasio sebesar 1,048. Biaya persediaan dengan manajemen pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan perusahaan juga lebih besar dari biaya persediaan menggunakan metode PPB. Kelebihan biaya pada metode PPB sebesar Rp 2.579.879,39. Tidak terpenuhinya kedua syarat yang telah ditetapkan menjelaskan manajemen pengendalian persediaan pupuk Urea di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 belum efisien.

Manajemen pengendalian persediaan pupuk HGFB di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 dinyatakan belum efisien. Hal tersebut dikarenakan belum memenuhi tiga syarat yang telah ditetapkan. Rasio tingkat persediaan sebesar 1,046 yang menunjukkan persediaan pupuk HGFB masih lebih besar dibandingkan kebutuhannya. Biaya persediaan pupuk HGFB menggunakan manajemen

pengendalian persediaan pupuk oleh Selucing Agro Estate lebih besar dari metode PPB dengan kelebihan sebesar Rp 82.159,78.

Tingkat persediaan pupuk KCL (MOP) melebihi kebutuhan pupuk KCL (MOP) di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 dengan rasio sebesar 1,0001. Berdasarkan perbandingan biaya manajemen perusahaan dengan metode PPB, diperoleh selisih biaya persediaan sebesar Rp 4.272.322,46; dimana menunjukkan bahwa biaya persediaan pupuk KCL (MOP) dengan menggunakan manajemen perusahaan lebih besar dari biaya persediaan dengan metode PPB. Hasil tersebut menunjukkan bahwa belum efisiennya manajemen pengendalian persediaan pupuk KCL (MOP) di Selucing Agro Estate pada tahun 2012.

Persediaan pupuk Rock Phosphate lebih besar dari kebutuhan pupuk Rock Phosphate di Selucing Agro Estate dengan rasio sebesar 1,015. Biaya persediaan pupuk Rock Phosphate dengan manajemen pengendalian persediaan pupuk yang dilakukan perusahaan juga lebih besar dari biaya persediaan menggunakan metode PPB. Kelebihan biaya persediaan pupuk Rock Phosphate pada metode PPB sebesar Rp 5.347.944,98. Tidak terpenuhinya kedua syarat yang telah ditetapkan menjelaskan manajemen pengendalian persediaan pupuk Rock Phosphate di Selucing Agro Estate pada tahun 2012 belum efisien.

Beberapa uraian di atas menjelaskan bahwa manajemen pengendalian persediaan pupuk di Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group belum efisien. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Selucing Agro Estate telah melakukan manajemen pengendalian persediaan pupuk sesuai alur prosedur yang dimiliki BGA Group, baik itu dari alur perencanaan kebutuhannya, pengadaannya, sampai monitoring dan administrasinya.

(11)

dan frekuensi pemesanan yang optimal. Hal tersebut terlihat dari kuantitas pemesanan yang sering melebihi kebutuhan aktual dan frekuensi pemesanan yang terlalu banyak.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Manajemen pengendalian persediaan pupuk yang ada di Selucing Agro Estate meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan persediaan pupuk, monitoring, dan administrasi persediaan pupuk. Perencanaan dilakukan berdasarkan rekomendasi Departemen Riset di awal tahun dan disesuaikan dengan kondisi aktual di lapang oleh Estate Manager dan Asisten Kepala. Pengadaan dilakukan melalui tahap reservasi, dan pengelolaan dilakukan sesuai dengan SOP yang diterapkan oleh Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group. Administrasi melalui stock opname dan good issues digunakan untuk mendukung monitoring persediaan pupuk.

2. Berdasarkan hasil analisis efisiensi manajemen pengendalian persediaan pupuk perusahaan perkebunan kelapa sawit, diperoleh hasil bahwa manajemen pengendalian persediaan pupuk di Selucing Agro Estate tahun 2012 belum efisien. Permasalahan yang menyebabkan manajemen pengendalian persediaan belum efisien adalah belum adanya kebijakan untuk penentuan kuantitas dan frekuensi pemesanan yang optimal.

Saran

1. Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, khususnya Selucing Agro Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, BGA Group harus mengevaluasi kembali manajemen pengendalian persediaan pupuk yang telah diterapkan agar bisa lebih efisien. Kebijakan yang paling perlu diperhatikan adalah mengenai pemesanan atau pengadaan pupuk, terutama tentang kebijakan penentuan kuantitas pupuk yang dipesan dan berapa kali frekuensi pemesanannya yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Produksi Kelapa Sawit Dunia Tahun 2010. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga

Berlaku di Indonesia.

http://www.bps.go.id/. Diakses tanggah 15 Oktober 2013.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012.

Pedoman Teknis Pengembangan

Pupuk

Organik

Tingkat

Kabupaten

/

Kota

Tahun

Anggaran 2012. Direktorat Pupuk

dan Pestisida. Jakarta.

Handoko, T. Hani. 2008. Dasar-Dasar

Manajemen

Produksi

dan

Operasi.

Edisi

1.

BPFE.

Yogyakarta.

Warisman, Reny, Nengah Sudjana, dan M.G. Wi Endang NP. 2012. Penggunaan Teknik EOQ (Eqonomic Order Quantity) dan ROP (Repeat Order) Dalam Upaya Pengendalian Efisiensi Persediaan (Studi Kasus

Pada CV. Subur Abadi

Tulungagung). Jurnal Penelitian. Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Malang. Yamit, Zulian. 2003. Manajemen Produksi

Referensi

Dokumen terkait

Strategi surat kabar Riau Pos dalam membuat lead berita kriminal adalah menguasai isi pokok permasalahan, menentukan kearah mana berita kriminal akan dibuat,

Patton (1998) juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung

Dinas Pendidikan Kabupaten memilih dan menetapkan satu orang guru laki-laki dan satu orang guru perempuan sebagai calon penerima penghargan guru sekolah dasar berdedikasi di

Seterusnya, menurut Hashim dan Yaakub (2003) dalam penerbitan mereka mengenai mengenali personaliti dan psikologi, ada menyatakan bahawa pembelajaran dan personaliti tidak

Kurikulum yang diterapkan di SMP Negeri 1 Belitang Hilir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan alokasi waktu untuk pelajaran Seni Budaya yaitu

Respons ngengat jantan tertinggi terhadap feromon seks diperoleh dari ekstrak kelenjar feromon asal betina dara umur 4 hari sebesar 20,33% dan berbeda nyata bila dibandingkan

Salah satunya adalah paduan AlMgSi yang mempunyai sifat metalurgi dan laju korosi lebih baik dari kelongsong AlMg 2 , sehingga paduan tersebut dipandang baik untuk menjadi

Pokok Permasalahan yang ditekankan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perkembangan paguyuban jathilan Kudho Mataram yang berada di Kecamatan Sewon.. Berangkat dari