• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN DAN MOTIVASI SISWA PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI

TINGKAT SMA

Oleh RUDIANSYAH NPM : 11.87201.058

PROPOSAL RENCANA PENELITIAN

Untuk melengkapi syarat Ujian Akhir Semester ganjil (V) tahun 2014 Program Studi Pendidikan Sejarah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALANGKARAYA

(2)

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN DAN MOTIVASI SISWA PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI

TINGKAT SMA

Oleh RUDIANSYAH NPM : 11.87201.058

PROPOSAL RENCANA PENELITIAN

Untuk melengkapi syarat Ujian Akhir Semester ganjil (V) tahun 2014 Program Studi Pendidikan Sejarah

Sampit, 2014

Disetujui dan Disahkan Oleh:

Dosen Pembimbing

ANJAR SUBIANTORO, M.Pd NIP.

Mengetahui :

Pengelola Program S1 FKIP Universitas PGRI Palangkaraya

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN DAN MOTIVASI SISWA PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI

TINGKAT SMA

RUDIANSYAH NPM. 11.87201.058

Dipertahankan di depan Penguji Proposal Program Perkuliahan Sarjana Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Palangkaraya Kampus III Sampit

Tanggal :...Januari 2014

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang tela h memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Proposal ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul "PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN DAN MOTIVASI SISWA PADA PEMBELAJARAN ILMU SEJARAH DI TINGKATAN SMA”. Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian metode inkuiri atau yang lebih khususnya membahas penerapannya. Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi kepada kita semua

tentang metode inkuiri.

Kami menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan proposal ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Sampit, Desember 2013

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan... i

Lembar Pengesahan... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Massalah... 8

1.3. Pembatasan Maslah... 9

1.4. Rumusan Masalah... 9

1.5. Tujuan Penelitian... 10

1.6. Manfaat Penelitian... 10

1.6.1. Manfaat Teoritis... 10

1.6.2. Manfaat Praktis... 10

1.7. Keaslian Penelitian... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kajian Teori... 11

1.2. Kerangka Pemikiran... 22

1.3. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 25

3.2. Bahan dan Alat... 25

3.3. Desain Penelitian... 25

3.4. Variabel Penelitian... 26

3.5. Metode Penarikan Sampel... 26

3.6. Prosedur Pengumpulan Data... 26

3.7. Metode Analisis Data... 26

3.8. Definisi Operasional... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28 Halaman

(6)

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PENINGKATAN DAN MOTIVASI SISWA PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI TINGKAT

SMA

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pembentuk identitas nasional suatu bangsa tiada lain adalah sejarah. Bahkan dikatakan bahwa pengetahuan sejarah selain sangat fundamental dalam pembentukan identitas nasional juga sumber inpirasi yang sarat makna dalam pengembangan kesadaran sejarah para generasi muda, Collingwood ( 1956). Soedjatmoko ( 1995) mengatakan bahwa kesadaran sejarah merupakan orentasi intelektual dan sikap jiwa yang perlu untuk memahami secara tepat faham kepribadian nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesadaran sejarah akan mampu membimbing manusia kepada pengertian mengenai diri sendiri sebagai bangsa. Memahami betapa pentingnya kesadaran sejarah, maka pengembangan pendidikan sejarah merupakan tuntutan untuk melahirkan generasi bijaksana yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa dengan bijaksana.

(7)

Mempelajari sejarah tidak ada artinya bila tidak disertai pemahaman akan nilai yang terkandung, fungsi dan manfaatnya. Menurut Ismaun (2005 ) melalui berbagai kajian yang dalam terhadap berbagai pendapat dan pengalaman orang – orang bijak di masa lalu, sekalipun nilai – nilai dalam sejarah itu hanya berupa pengalaman – pengalaman manusia, tapi tidak bisa dibantah bahwasanya manusia itu pada umumnya gemar menggunakan pengalaman – pengalaman itu sebagai pedoman atau contoh untuk memperbaiki kehidupannya. Sedangkan fungsi sejarah pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman yang mendalam dan lebih baik tentang masa lampau dan juga masa sekarang dalam inter relasinya dengan masa datang. Sedangkan kegunaan atau manfaat sejarah ada empat yakni yang bersifat edukatif yakni bahwa pelajaran sejarah membawa kebijaksanaan dan kearifan ; kedua, yang bersifat inspiratif artinya memberi ilham; ketiga, bersifat instruktif, yaitu membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan atau ketrampilan, dan keempat, bersifat rekreatif, yakni memberikan kesenangan estetis berupa kisah – kisah nyata yang di alami manusia.

Pendidikan sejarah di era global dewasa ini menghadapi tantangan dan dituntut kontribusinya untuk lebih menumbuhkan kesadaran sejarah, baik pada posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga negara, serta mempertebal semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air tanpa mengabaikan rasa kebersamaan dalam kehidupan antar bangsa di dunia. Pendidikan sejarah dapat meningkatkan kesadaran sejarah guna membangun kepribadian dan sikap mental peserta didik, serta membangkitkan kesadaran akan suatu dimensi yang paling mendasar dari keberadaan manusia, yakni kontinuitas. Kontinuitas pada dasarnya adalah gerakan peralihan secara terus menerus dari masa lampu ke masa kini dan masa depan. Selain itu pendidikan sejarah di tuntut pula untuk memperhatikan pengembangan ketrampilan berfikir dalam proses pembelajarannya. Melalui pendidikan sejarah peserta didik diajak menelaah keterkaitan kehidupan yang di alami diri, masyarakat dan bangsanya, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi muda yang memiliki kesadaran sejarah, mendapatkan inspirasi ataupun hikmah dari kisah – kisah pahlawan, maupun tragedi nasional, yang pada akhirnya memdorong terbentuknya pola berfikir ke arah berfikir secara rasional – kritis –empiris, dan yang tidak kalah pentingnya ialah pembelajaran sejarah yang mengembangkan sikap mau menghargai nilai – nilai kemanusiaan.

(8)

(5) memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang negara dan budaya bangsa lain di berbagai belahan dunia, (6) melatih berinkuiri dan memecahkan masalah, (7) memperkenalkan pola berfikir ilmiah dari para ilmuwan sejarah sejarah, dan (8) mempersiapkan peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Pokok – pokok pemikiran tentang tujuan pendidikan sejarah tersebut di atas juga terkandung di dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia. Hal senada dikemukakan juga dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia, yang menyatakan bahwa pendidikan sejarah bertujuan untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu, dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan ditengah – tengah perubahan dunia ( Depdiknas,2003).

Selama ini pendidikan sejarah di identikan sebagai pembelajaran yang membosankan di kelas. Baik strategi, metode maupun teknik pembelajaran lebih banyak bertumpu pada pendekatan berbasis guru yang monoton, dan meminimalkan partisipasi peserta didik. Guru di posisikan sebagai satu – satunya dan pokok sumber informasi, peserta didik tertinggal sebagai objek penderita manakala guru sebagai segala sumber dan pengelola informasi hanya mengajar dengan metode ceramah dan tanya jawab yang konvensional. Sehingga pembelajaran sejarah disamping membosankan, juga hanya menjadi wahana pengembangan ketrampilan berfikir tingkat rendah dan tidak memberi peluang kemampuan berinkuiri maupun memecahkan masalah. Memahami kenyataan umum pembelajaran sejarah di lapangan tersebut, yang menjadi penyebab utama adalah guru. Untuk itu para guru sejarah di lapangan di tantang untuk memiliki motivasi, keinginan, antusiasme dan kreatifitas mengembangkan dan meningkatkan kompetensi mengajar melalui pengayaan dan penguasaan berbagai model dan strategi pembelajaran sejarah.

(9)

Dengan kata lain proses tersebut harus dijalani dan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sekalipun demikian langkah awal harus segera di mulai, tak ada langkah seribu jika tak ada langkah pertama! Dan untuk itu mari kita mulai dengan memahami berbagai model - model pembelajaran sejarah, dan pilihan model mana yang akan di gunakan di dalam kelas Anda, terserah kepada Anda sebagai guru sejarah yang arif, kreatif, inovatif dan bijaksana.

Paradigma baru dalam pendidikan saat ini menekankan pada keaktifan siswa dan pencapaian kompetensi melalui pendekatan pelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam proses pembelajaran guru harus menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang dapat mencari, menemukan dan merancang pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalaman belajar yang dilakukannya. Pengukuran hasil belajar pada kurikulum sekarang ini mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga dalam pembelajaran tidak hanya dinilai dari nilai tes semata tetapi juga dinilai dari sikap, minat dan keterampilan siswa. Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran di SMAN-1 Kota Besi pembelajaran Sejarah di sekolah hingga saat ini masih banyak dilakukan dengan cara konvensional yaitu menggunakan pendekatan ekspositori (strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada siswa dengan maksud agar siswa mampu menerima secara optimal) dengan menerapkan metode ceramah dan alokasi waktu belajar yang yang telah ditentukan guru dapat menyelesaikan pembelajaran sesuai program kurikulum. Metode pembelajaran yang didominasi metode ceramah ini membuat siswa cepat merasa jenuh dan fasif di dalam proses belajar Sejarah.

Rendahnya pengetahuan serta kemampuan guru dalam mengembangkan dan menerapkan model-model pembelajaran menyebabkan kegiatan pembalajaran serasa monoton dan kurang efektif. Guru semakin kurang peka terhadap pentingnya meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik menjadi cepat bosan karena suasana belajar yang kurang variatif. Motivasi belajar peserta didik tidak terbangun secara optimal, apabila pembelajaran seperti ini terus menerus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidaktercapai secara maksimal, yang mengakibatkan rendahnya tingkat penguasaan konsep dan kemampuan berpikir nalar siswa (Depdiknas, 2005).

(10)

Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya. Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring). Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. Anak bukanlah orang dewasa kecil, melainkan organisme yang sedang berada pada tahap-tahap perkembangan.

Sanjaya (2005:162) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual dapatmemotivasi siswa dalam proses pembelajaran.karena modelkontekstual Memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghapal ,mengingat fakta-fakta,mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Guru diharapkan dapat memilih, menerapkan dan menyesuaikan pendekatan serta metode pembelajaran dengan materi yang akan disampaikan. Tugas guru mengelola kelas sedemikian rupa agar siswa dapat belajar dengan aktif sehingga materi yang disampaikan tidak hanya sebatas dari guru saja. Pendekatan yang digunakan ditekankan pada kegiatan belajar yang dapat memacu keaktifan siswa. Pembelajaran dititikberatkan pada bagaimana siswa dapat memperoleh dan memahami konsep tersebut dengan melakukan berbagai aktivitas belajar seperti mengamati, mengelompokan, meneliti, mengkomunikasikan dan sebagainya.

Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang bertujuan membantu siswa supaya menjadi aktif, membangkitkan pemahaman tidak verbalistis dan mengerti makna dari mata pelajaran yang mereka pelajari dengan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Belajar bisa lebih bermakna apabila siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, bukan menghafalkannya.

(11)

Agar pencapaian hasil belajar dapat lebih mantap guru dapat memberikan tugas kepada siswa. Tugas yang diberikan dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Melalui pemberian tugas diharapkan siswa aktif belajar dan merasa terangsang untuk belajar dengan lebih baik, memupuk inisiatif, berani bertanggung jawab dan diharapkan mampu menyandarkan siswa untuk memanfaatkan waktu tenggang untuk hal-hal yang lebih baik. Tugas yang diberikan bisa sangat beragam disesuikan dengan materi yang sedang dipelajari siswa pada saat itu. Pemberian tugas biasanya dilakukan oleh guru hanya sebatas mengejakan LKS saja atau tugas akhir menjelang pelaksanaan tes semester. Hal itu dinilai kurang efektif karena pengalaman siswa menjadi kurang tergali sehingga pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan kurang mantap.

Melalui latar belakang diatas maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan judul : “Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) disertai Pemberian Tugas Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Kelas XI.

Motivasi

Pengertian motivasi

(12)

Lebih lanjut motivasi belajar terdiri dari kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk pemenuhan diri, dan kebutuhan untuk mandiri. Individu yang memiliki keinginan untuk berprestasi atau ingin mengaktualisasikan dirinya serta ingin mandiri maka ia akan memiliki motivasi belajar yang kuat, karena hanya dengan belajar kebutuhan- kebutuhan tersebut dipenuhi. Jadi motivasi akan tumbuh, dan timbul dari dalam diri sendiri apabila ada dorongan , sehingga akan tercapai tujuan yang inginkan.

Ciri-ciri motivasi

Sardiman (2006) motivasi terbagi menjadi : 1. Tekun menghadapi tugas

2. Ulet menghadapi kesulitan

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah 4. Mempunyai orientasi masa depan

5. Lebih senang kerja mandiri

6. Cepat bosan terhadap tugas-tugas rutin 7. Dapat mempertahankan pendapat

8. Senang mencari dan memecahkan masalah

Tehnik Menumbuhkan Motivasi

Cara-cara menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah menurut Sardiman, (2011) : a). Memberi angka, b). Hadiah (reward), c). Saingan/kompetisi. d). Memberi ulangan. e). Mengetahui hasil. f). Pujian. g). Hukuman hasrat untuk belajar. h). Minat tujuan yang diakui.

Fungsi Motivasi dalam Belajar

Menurut Sardiman ( 2000) motivasi berfungsi :

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy.

2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.

(13)

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Menurut Wlodkowski dan Jaynes, (2004) yang mempengaruhi motiavasi belajar antara lain :

1. Budaya, Sistim nilai yang dianut orang tua akan mempengaruhi keterlibatan orang tua secara mendalam dalam menanamkan energy pada anak.

2. Keluarga, keterlibatan orang tua dalam belajar anak, dorongan orang tua merupakan hal yang penting dalam mengarahkan dan membina anak.

Sekolah, peran guru sangat diperlukan dalam memotivasi anak antara lain : 1). Guru menegur yang baik. 2). Guru menginginkan siswanya menjadi siswa yang sukses. 3). Guru memberikan materi ajar sesuai kapasitas siswanya. 4). Guru memberikan umpan balik pada siswanya. 5). Guru memberikan test yang adil bagi siswa-siswanya

Berdasar latar belakang masalah tersebut maka pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Sejarah bagi Pelajar Sekolah Menengah Atas, diangkat menjadi permasalahan penelitian ini.

Sehingga penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai Efektivitas Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Sejarah pada Siswa SMA Kelas XI.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang timbul dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Hasil belajar siswa yang kurang optimal dikarenakan oleh penggunaan pendekatan pembelajaran sebelumnya yang kurang sesuai.

2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat kepada guru.

(14)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembahasan masalah diatas serta untuk memperjelas masalah maka dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah hasil belajar sejarah di ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa kelas XI semester genap dengan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dibanding dengan pendekatan pembelajaran ceramah di SMA Negeri 1 Kota Besi Tahun Ajaran 2012/2013”.

2. Seberapa besar efektivitas proses belajar mengajar Sejarah dengan pendekatan CTL untuk mengatasi kesulitan belajar Sejarah?

3. Bagaimanakah metode pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning ) dalam mata pelajaran Sejarah efektif meningkatkan motivasi belajar dan perilaku prososial siswa SMAN 1 Kota Besi?

1.4. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka terdapat berbagai macam masalah, karena itu dibatasi guna memperoleh kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini meliputi :

1. Subjek Penelitian

Subyek penelitian dibatasi pada semua siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kota Besi Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dibatasi pada :

2.a. Pendekatan pembelajaran CTL yaitu proses pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan membantu siswa agar mengerti makna dari materi pelajaran yang mereka pelajari dengan mengaitkankan antara pokok bahasan dengan konteks kehidupan sehari–hari disertai dengan tugas.

2.b. Metode pembelajaranceramah , yaitu metode pembelajaran yang umum atau biasa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 1 Kota Besi.

(15)

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1.5.1 Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Sejarah kelompok yang telah menggunakan pendekatan kontekstual dengan kelompok yang belum menggunakan pendekatan kontekstual.

1.5.2. Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas penggunaan pendekatan kontekstual yang diberikan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran Sejarah.

1.6. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dapat diperoleh manfaat atau pentingnya penelitian. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, selain itu juga dapat memberi pemahaman psikologis terhadap guru-guru dalam penggunaan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) khususnya mata pelajaran Sejarah.

1.6.2. Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan berbagai sarana untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah terhadap masalah nyata yang dihadapi oleh dunia pendidikan.

2) Bagi Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pihak sekolah, yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memacu belajar siswa.

(16)

1.7. Keaslian Penelitian

Proposal penelitian ini beserta seluruh isinya adalah susunan saya sendiri dan saya tidak melakukan penciplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyakrakat keilmuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI

2.1.1. Hakikat Pembelajaran

(17)

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi , metode . Jika model pembelajaran diartikan sebagai suatu pedoman ataupun kerangka acuan berfirkir , maka strategi di maknai sebagai pola kegiatan pembelajaran yang berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu yang di arahkan untuk mencapai suatu hasil belajar peserta didik yang diinginkan . Model pembelajaran menurut Dahlan ( 1990) memiliki empat ciri khusus yakni :

Tujuan pembelajaran tersebut bisa optimal dicapai dalam pola urutan yang dirancang berlandaskan pemahaman bahwa peserta didik akan mampu mencapai tujuan tersebut secara mandiri , jika di beri ruang yang seluas luasnya dalam membangun / mengkonstruk ketrampilan tersebut. Pada model pembelajaran tersebut guru bertugas memandu peserta didik menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap – tahap kegiatan ; guru memberi contoh mengenai penggunaan ketrampilan dan stategi yang dibutuhkan agar tugas- tugas tersebut dapat di selesaikan . Guru berkewajiban menciptakan iklim kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh peserta didik.

Vigotsky (1978) sependapat dengan Piaget , bahwa peserta didik membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan mereka sendiri melalui bahasa. Vigotsky percaya bahwa aspek sosial dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi perkembangan proses mental , pengembangan konsep , penalaran logis dan pengambilan keputusan . Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika peserta didik bekerja atau menangani tugas – tugas yang belum dipelajari , namun masih dalam jangkauan mereka atau masih dalam zone of personal development. Selain itu Vigotsky juga menganjurkan perlunya guru memberikan batuan kepada peserta didik selama tahap – tahap ( scafffolding ) awal perkembangan dan mengurangi bantuan tersebut , dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah mereka dapat melakukannya.

(18)

2.1.2 Kriteria Model Pembelajaran Inovatif dan Konstruktif

Menurut Nieven ( 1999) ciri – ciri suatu model pembelajaran yang baik adalah sahih ( valid ) , praktis dan efektif . Merujuk pada pemikiran tersebut di atas maka kesahihan model pembelajaran sejarah berkaitan dengan pertanyaan apakah model yang dikembangkan di dasarkan pada rasional teoritik yang kuat , dan apakah terdapat konsistensi internal.

Menurut Trianto ( 2007) untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran di lihat dari aspek kesahihan di perlukan seorang ahli untuk menguji kesahihannya . Sedangkan hal praktis dan efektivitas berkaitan dengan pertanyaan apakah model pembelejaran sejarah yang dikembangkan dapat di terapkan ; apakah kenyataan menunjukan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan, dan apakah operasional model pembelajaran yang dikembangkan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Dan untuk menguji kelayakan aspek kepraktisan dan efektivitas tersebut diperlukan suatu perangkat pembelajaran dengan topik tertentu untuk melaksanakannya . Dan tentu saja diperlukan instrumen penelitian yang sesuai dengan tujuan yang di harapkan.

2.1.3 Model Dan Strategi Pembelajaran Sejarah

Pemilihlan model pembelajaran disamping mempertimbangkan hal – hal yang bersifat metodik , juga harus memperhatikan karakter dari ilmu maupun kajian yang menjadi sumber materi pembelajaran . Sumber materi pembelajaran sejarah adalah sejarah baik pada kedudukannya sebagai ilmu , peristiwa maupun kisah . Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik sejarah adalah pembelajaran yang mengandung kemampuan sebagai berikut :

a. Mengajak peserta didik berfikir kesejarahan dengan cara berfikir imajinatif yakni membayangkan sesuatu peristiwa yang pernah ada dan benar – benar terjadi .

b. Melatih intelektual peserta didik sehingga mampu menarik generalisasi – generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar inkuiri dan belajar kooperatif .

c. Membimbing peserta memahami konsep – konsep secara induktif maupun deduktif . d. Menunjukan realita – realita yang hidup di masyarakat dengan menanamkan kesadaran kesejarahan dan perspektif.

(19)

Berdasarkan pengkajian terhadap karakter dari pembelajaran sejarah tersebut maka model – model pembelajaran yang sudah di bahas di bagian sebelumnya , pada prinsispnya bisa di gunakan . Dalam memutuskan pilihan yang akan di ambil para guru harus memahami karakter dari masing – masing model pembelajaran , serta mempertimbangkan, utamanya , fokus tujuan dan materi pembelajaran sejarah yang akan di laksanakan . Jika model pembelajaran sudah di pilih maka tahap berikutnya guru harus menentukan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan.

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis – garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan . Dikaitkan dengan pembelajaran , strategi bisa diartikan sebagai pola –pola umum kegiatan guru – peserta didik termasuk perencanaan , cara dan taktik yang digunakan dalam wujud pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan sebelumnya . Dengan demikian strategi pembelajaran sejarah merupakan keseluruhan rangkaian upaya guru sejarah yang di rancang secara sistematis agar peserta didik belajar atau meraih tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya . Merujuk kepada pemikiran Djamarah dan Zain ( 2002) dan Hamalik ( 2004) ada lima kegiatan utama dalam merancang strategi pembelajaran sejarah , yakni : 1. mengidentifikasi kemampuan kondisi awal peserta didik , serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik sebagaimana diharapkan .

2. memilih sistem pendekatan pembelajaran sejarah berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat .

3. memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik mengajar sejarah yang dianggap paling cocok dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam memunaikan tugasnya .

4. menetapkan norma – norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan agar dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan

5. evaluasi baik proses maupun hasil belajar sejarah , yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem pembelajaran secara keseluruhan .

(20)

Selanjutnya di katakan pula bahwa kelima aspek tersebut bisa menimbulkan perbedaan dalam efektivitas pelaksanaan suatu strategi pembelajaran . Oleh karena itu Anda sebelum memutuskan memilih amati terlebih dahulu lima aspek tersebut .

Dari berbagai strategi pembelajaran yang pernah di kemukakan oleh para pakar , ada beberapa bentuk yang perlu diperhatikan oleh para guru sejarah , antara lain

1. Strategi Pembelajaran sejarah yang bersifat direktif/ekspositori/ langsung ( metode ceramah , tanya jawab, curah pendapat dll )

2. Strategi Pembelajaran sejarah yang bersifat diskoveri/mediatf/inkuiri ( metode inkuiri,diskusi , pemecahan masalah , penelitian , kajian gambar , kajian dokumen , kajian buku teks , kajian peta , analogi dll)

3. Strategi Pembelajaran sejarah kolaboratif/kooperatif ( metode diskusi kelompok , bermain peran , sosiodrama, simulasi )

4. Strategi Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan Contextual Teaching Learning bisa digunakan dalam metode pembelajaran apapun yang menurut guru cocok dengan kebutuhan peserta didik , tujuan , materi dan media pembelajaran yang telah dirancang.

2.1.4. Strategi Pembelajaran Sejarah Bersifat Ekspositori

1. Strategi Pembelajaran sejarah yang bersifat direktif/ekspositori/ langsung ciri utamanya adalah guru sangat dominan karena harus berperan sebagai sumber informasi yang pokok , dimana guru harus mengemukakan evidensi – evidensi , konsep – konsep dan generalisasi , sementara peserta didik cukup menerima informasi tersebut tanpa dilibatkan secara aktif . Sekalipun pembelajaran di kembangkan dengan metode tanya – jawab , tetapi pada umumnya tanya jawab yang di gunakan adalah dengan pendekatan komunikasi dua arah yang bertitik tumpu pada arahan yang ketat dari guru.

(21)

dikembangkan tampak yang menjadi tujuan pokok dari strategi tersebut adalah melatih dan memberikan pengalaman bagaimana melakukan kerjasama dan merasakan manfaat kebersamaan terutama pada saat memecahkan masalah bersama. Dan dari strategi tersebut diharapkan peserta didik mampu dan biasa melakukan kerjasama dalam hal – hal positif dalam kehidupan sehari – hari. Bahkan menurut Bourdillon ( 1999 ) penerapan strategi tersebut dalam pembelajaran sejarah tidak sebatas sebagai wahana pembelajaran kerjasama , tapi juga memiliki manfaat mendidik warga negara yang bertanggung jawab , rasional , partisipatif dalam pengambilan keputusan baik sebagai warga masyarakat maupun warga bangsa.

2.1.5. Strategi Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Sejarah .

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam implementasinya antara lain mengandung sinyal adanya penggunaan strategi pembelajaran dengan menekankan pada aspek kinerja peserta didik yang dikenal dengan CTL ( Contextual Teaching and Learning ) atau pembelajaran kontekstual . Mata pelajaran Sejarah sebagai bagian dari KTSP memiliki kewajiban untuk menjadi wahana bagi pengembangan strategi pembelajaran kontekstual tersebut . Dan untuk kepentingan pemahaman , pengkajian dan penerapan strategi pembelajaran tersebut , maka pada bagian berikut akan dibahas tentang selintas epistimologis CTL ( bagaimana pengetahuan tentang CTL di bangun ) dan implemantasi strategi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Sejarah.

Kata konteks berasal dari kata kerja Latin contexere yang berarti ” menjalin bersama ”. Kata ” konteks ” merujuk pada ” keseluruhan situasi , latar belakang , atau lingkungan ” yang berhubungan dengan diri , yang terjalin bersamanya ( Webster’s New World Dictionary , 1968) . Jadi pembelajaran kontektual sebagai suatu sistem adalah sebuah proses pembelajaran yang bertujuan membimbing peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek – subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka secara utuh menyeluruh , baik dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

(22)

hilangnya industri – industri rumah , yaitu pekerjaan yang ikut membentuk watak manusia. Oleh karena itu dia menamakan sekolahnya sekolah kerja ” Do- School” (Said dan Affan,1987).

Sekolah – sekolah yang mengembangkan dasar –dasar pendidikan Dewey tidak mempergunakan pemikiran tradisional . Jika dasar pemikiran pendidikan tradisional adalah mendidik otak - ibarat sisi abstrak dari pengetahuan , kumpulan informasi - maka Dewey mendidik tubuh – ibarat kenyataan hidup , masalah – masalah realita . Dewey ( 1966) mengatakan bahwa pemisahan gagasan dari tindakan dan pikiran dari tubuh menyalahi kesaling –terkaitan antara segala sesuatu . Dia memberi contoh bahwa sebuah dokar tidaklah terlihat sebagai dokar sebelum semua bagiannya terpasang ; hubungan khas antara bagian – bagiannya itulah menjadikannya sebuah dokar . Demikian pula di sekolah – sekolah yang mempraktekan dasar – dasar pemikiranya tidak menggunakan alat – alat tradisional , tetapi mereka bertukang , di ajari memasak atau menpraktekan jenis – jenis pekerjaan yang kelak di butuhkan peserta didik untuk hidup di masyarakatnya. Sehingga di menganjurkan sekolah hendaknya mencerminkan keadaan kenyataan masyarakatnya. Yang paling utama dari prinsip pendidikan Dewey adalah kegiatan pembelajaran di lakukan secara mandiri /individu dan memperhatikan hubungan atau konteks pembelajaran dengan realita di masyarakat .

Pemikiran Dewey tersebut sangat jelas merujuk kepada filsafat pendidikan holistis-pragmatis , dan itu pula yang sedang trend di Amerika saat itu . Nilai sesuatu pengetahuan berdasar kepada guna pengetahuan tersebut dalam masyarakat . Karena itu yang hendaknya di ajarkan di sekolah adalah yang segera dapat dipakai dalam masyarakat dan penghidupan sehari – hari . Jadi dari paparan tersebut pentingnya konteks antara pembelajaran dengan kenyataan di masyarakat sudah menjadi perhatian pakar pendidikan di Amerika sejak awal abad ke-20.

(23)

memberi tahu bahwa justru hubungan antara bagian – bagian tersebutlah yaitu konteksnya – yang memberikan makna . Makna yang berasal dari hubungan – hubungan tersebut membuat gabungan dari semua bagian itu melampaui sekedar jumlah dari bagian – bagiannya. Misalnya air yang mendukung kehidupan manusia , mempunyai makna yang melebihi gabungan bagian – bagiannya , yaitu oksigen dan hidrogen ( Johnson , 2007) . Seperti halnya makna memahami hubungan/ koteks antara suku – suku bangsa di Indonesia - yang mendukung kehidupan bangsa Indonesia-mempunyai makna yang melebihi sekedar memahami jumlah /gabungan suku – suku bangsa yang ada di Indonesia. Dengan kata lain memahami konteks jauh lebih bermakna dari pada mempelajari sesuatu yang banyak secara terpisah- pisah tanpa ada kaitannya . Dipengaruhi oleh esensi pandangan tersebut - bahwa kenyataan ada dalam hubungan ; kesatuan melibihi jumlah dari bagian – bagian ; dan makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya sehingga konteks memberi makna kepada isi , maka munculah keyakinan para pakar pendidikan bahwa semakin banyak keterkaitan yang ditemukan peserta didik dalam suatu konteks yang luas , semakin bermaknalah isinya bagi mereka . Dan keyakinan tersebut di dukung oleh temuan – temuan empiris melahirka gagasan tentang pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual atau CTL dapat dimaknai sebagai sebuah strategi pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan melibatkan para peserta didik dalam aktivitas penting dengan kehidupan nyata yang hadapi oleh para peserta didik . Dengan mangaitkan keduanya , peserta didik melihat makna di dalam tugas sekolahnya . Yang dimaksud tugas sekolah misalnya menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik , ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab , mencari informasi dan menarik kesimpulan ; ketika mereka secara aktif memilih , menyusun , mengatur , menyentuh , merencanakan , menyelidiki , mempertanyakan , dan membuat keputusan , mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan , dan dengan cara itu mereka menemukan makan. Penemuan makna adalah ciri utama dari pembelajaran kontekstual ( Johnson, 2007).

Jika pembelajaran kontekstual sebagai suatu strategi , maka tentu bisa di kembangkan untuk berbagai mata pelajaran termasuk pembelajaran sejarah . Untuk melihat bagaimana implementasi strategi kontekstual dalam pembelajaran sejarah , Anda di persilahkan menyimak paparan berikut ini .

(24)

dalam keberadaan , otonomi , dan pertahanan diri . Membuat keterkaitan – keterkaitan yang bermakna . Tiga prinsip itulah yang menjadi payung bagi komponen /unsur dalam pembelajaran kontekstual . Adapun komponen yang di maksud menurut Johnson ( 2007 ) adalah seperti yang teruang dalam paparan berikut ini :

1. Melakukan kegiatan yang berarti

2. Melakukan pembelajaran yang di atur sendiri 3. Melakukan kerja sama

4. Berfikir kritis dan kreatif

5. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang 6. Mencampai standar akademik yang tinggi

7. Menggunakan penilaian autentik .

Sementara menurut rujukan yang di rancang oleh Depdiknas ( 2002) , komponen CTL terdiri dari :

1. Konstruktivis 2. Inkuiri 3. Bertanya

4. Masyarakat belajar 5. Permodelan 6. Refleksi

7. Penilaian autentik

Namun demikian jika kedua pendapat di simak lebih dalam , maka pada dasarnya tidak ada perbedaan. Persamaan yang mendasar yang dapat disimpulkan adalah keduanya bertujuan membangun atau mengkonstruk ( ingat bukan menerima !) makna yang berkualitas dan dengan menghubungkan pembelajaran dengan lingkungan personal dan sosial siswa . Selain itu keduanyapun menempatkan pembelajaran berbasis masalah , menggunakan konteks yang bermakna, mempertimbangkan kebinekaan peserta didik , memberdayakan peserta didik untuk belajar sendiri dan bekerjasama ( kolaborasi , koperatif) , menggunakan penilaian autentik , dan mengejar standar unggul .

Jadi ketika Anda berencana mengembangkan pembelajaran sejarah dengan strategi CTL , prinsip dan unsur – unsur tersebut di atas harus benar - benar di pahami dan harus muncul secara jelas baik pada tahap rencana maupun pengembangan dalam pembelajaran di kelas

(25)

Contoh prosedur atau langkah - langkah yang harus di lakukan dalam pembelajaran sejarah dengan perpaduan model pembelajaran berbasis masalah dan kooperatif , strategi CTL , metode diskusi dengan tekhnik Jigsaw . Adapun garis besar dari langkah – langkah pengembangannya dapat di simak dalam tabel berikut ini :

” Ingat bahwa Anak Akan belajar Lebih bermakna dengan cara bekerja mandiri , menemukan sendiri , dan merekonstruksi sendiri pengetahuan dan ketranpilan sendiri melalui bentuk kegiatan belajar bersama !”

Pokok Bahasan : Revolusi Perancis Tujuan Pembelajaran :

Peserta didik menemukan makna nilai kerjasama dan toleransi melalui kaji banding antara peristiwa Revolusi Perancis dan Kejatuhan Pemerintah Orde Baru TAHAP

KEGIATAN GURU KEGIATAN PESERTA DIDIK

1.Menyampaikan tujuan dan mengatur peserta didik

(Pada pertemuan sebelumnya sudah dibagikan teks tentang Revolusi Perancis dan Kejatuhan Pemerintahan Orde Baru )

1. Menyampaikan pendahuluan ( motivasi , menyampaikan tujuan dasar diskusi , apersepsi ) 2. membuat kesepakatan pembagian materi ajar 3. mengarahkan pembagian kelompok

-Membagi diri dalam kelompok

- Menentukan nomor anggota pada setiap kelompok ( sesuai dengan sub topik bahasan – sesuai dengan kesepakatan )

- Setiap anggota kelompok sudah memiliki dan menyimak isi teks sebelumnya .

2.Mengarahkan diskusi Mengarahkan diskusi melalui modeling Jigsaw dengan masalah pokok : Apa makna kerjasama dari peristiwa Revolusi

(26)

Pemerintahan Orde Baru 3Melaksanakan diskusi

kelompok asal dan diskusi kelompok ahli

Menfasilitasi dan memberi penguatan bila diperlukan dan mengikuti diskusi setiap kelompok secara bergilir baik pada kelompok awal maupun pada kelompok ahli

1.Diskusi kelompok untuk berbagi hasil pemahaman dari setiap anggota terhadap teks . 2.Membagi diri dalam kelompok ahli sesuai dengan nomor anggota dan sub topik bahasan untuk berdiskusi

3. kembali ke kelompok awal , masing masing anggota melaporkan hasil diskusi di kelompok ahli . 4. Mengakhiri diskusi Menutup diskusi Tetap duduk dalam

kelompok awal untuk mengikutidan proses tanya jawab singkat

5. Melakukan Tanya jawab singkat tentang proses dan hasil kesimpulan diskusi

- Membimbing kelas untuk menemukan kesimpulan pemecahan masalah - memberi penghargaan

Merespon Tanya jawab kelas dalam mencari kesepakatan pemecahan masalah dan mengambil keputusan berupa kesimpulan bersama

2.2. Kerangka Pemikiran

Mempelajari sejarah tidak ada artinya bila tidak disertai pemahaman akan nilai yang terkandung , fungsi dan manfaatnya . Menurut Ismaun (2005 ) melalui berbagai kajian yang dalam terhadap berbagai pendapat dan pengalaman orang – orang bijak di masa lalu , sekalipun nilai – nilai dalam sejarah itu hanya berupa pengalaman – pengalaman manusia, tapi tidak bisa dibantah bahwasanya manusia itu pada umumnya gemar menggunakan pengalaman – pengalaman itu sebagai pedoman atau contoh untuk memperbaiki kehidupannya . Sedangkan fungsi sejarah pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman yang mendalam dan lebih baik tentang masa lampau dan juga masa sekarang dalam inter relasinya dengan masa datang . Sedangkan kegunaan atau

(27)

membawa kebijaksanaan dan kearifan ; kedua , yang bersifat inspiratif artinya memberi ilham ; ketiga, bersifat instruktif, yaitu membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan atau ketrampilan , dan keempat , bersifat rekreatif , yakni memberikan kesenangan estetis berupa kisah – kisah nyata yang di alami manusia .

Pendidikan sejarah di era global dewasa ini menghadapi tantangan dan dituntut kontribusinya untuk lebih menumbuhkan kesadaran sejarah , baik pada posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga negara, serta mempertebal semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air tanpa mengabaikan rasa kebersamaan dalam kehidupan antar bangsa di dunia . Pendidikan sejarah dapat meningkatkan kesadaran sejarah guna membangun kepribadian dan sikap mental peserta didik , serta membangkitkan kesadaran akan suatu dimensi yang paling mendasar dari keberadaan manusia , yakni kontinuitas . Kontinuitas pada dasarnya adalah gerakan peralihan secara terus menerus dari masa lampu ke masa kini dan masa depan . Selain itu pendidikan sejarah di tuntut pula untuk memperhatikan pengembangan ketrampilan berfikir dalam proses pembelajarannya . Melalui pendidikan sejarah peserta didik diajak menelaah keterkaitan kehidupan yang di alami diri, masyarakat dan bangsanya , sehingga mereka tumbuh menjadi generasi muda yang memiliki kesadaran sejarah , mendapatkan inspirasi ataupun hikmah dari kisah – kisah pahlawan , maupun tragedi nasional , yang pada akhirnya memdorong terbentuknya pola berfikir ke arah berfikir secara rasional – kritis –empiris , dan yang tidak kalah pentingnya ialah pembelajaran sejarah yang mengembangkan sikap mau menghargai nilai – nilai kemanusiaan.

Tujuan pendidikan sejarah menurut Bourdillon ( 1994) idealnya adalah membantu peserta didik meraih kemampuan sebagai berikut : (1) memahami masa lalu dalam konteks masa kini, (2) membangkitkan minat terhadap masa lalu yang bermakna, (3) membantu memahami identitas diri, keluarga, masyarakat dan bangsanya, (4) membantu memahami akar budaya dan inter relasinya dengan berbagai aspek kehidupan nyata, (5) memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang negara dan budaya bangsa lain di berbagai belahan dunia, (6) melatih berinkuiri dan memecahkan masalah, (7) memperkenalkan pola berfikir ilmiah dari para ilmuwan sejarah sejarah , dan (8) mempersiapkan peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi .Pokok – pokok pemikiran tentang tujuan pendidikan sejarah tersebut di atas juga terkandung di dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia. Hal senada dikemukakan juga dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia , yang menyatakan bahwa pendidikan sejarah bertujuan untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu, dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu , masa kini , dan masa depan ditengah – tengah perubahan dunia ( Depdiknas,2003).

(28)

Selama ini pendidikan sejarah di identikan sebagai pembelajaran yang membosankan di kelas. Baik strategi, metode maupun teknik pembelajaran lebih banyak bertumpu pada pendekatan berbasis guru yang monoton, dan meminimalkan partisipasi peserta didik. Guru di posisikan sebagai satu – satunya dan pokok sumber informasi, peserta didik tertinggal sebagai objek penderita manakala guru sebagai segala sumber dan pengelola informasi hanya mengajar dengan metode ceramah dan tanya jawab yang konvensional. Sehingga pembelajaran sejarah disamping membosankan, juga hanya menjadi wahana pengembangan ketrampilan berfikir tingkat rendah dan tidak memberi peluang kemampuan berinkuiri maupun memecahkan masalah. Memahami kenyataan umum pembelajaran sejarah di lapangan tersebut, yang menjadi penyebab utama adalah guru . Untuk itu para guru sejarah di lapangan di tantang untuk memiliki motivasi, keinginan, antusiasme dan kreatifitas mengembangkan dan meningkatkan kompetensi mengajar melalui pengayaan dan penguasaan berbagai model dan strategi pembelajaran sejarah. Berdasarkan pemahaman akan pengertian, nilai, fungsi dan tujuan sejarah serta kondisi pendidikan sejarah di lapangan tersebut di atas, maka diperlukan pengkajian dan latihan penguasaan model – model pembelajaran bagi para guru sejarah.

Model – model pembelajaran yang di kembangkan idealnya adalah yang bisa meningkatkankan minat belajar dan menumbuhkan kesadaran sejarah peserta didik dan sekaligus merasakan manfaat belajar sejarah. Oleh karena itu model pembelajaran yang dikembangkan di arahkan untuk menumbuhkan motivasi, minat, kreativitas melalui partisipasi aktif yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya kemampuan yang bersifat inovatif dari para peserta didik .

Proses penguasaan berbagai model pembelajaran sejarah oleh para guru harus melalui latihan, pengalaman dan uji coba yang terus menerus dengan semangat dan tulus. Dengan kata lain proses tersebut harus dijalani dan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sekalipun demikian langkah awal harus segera di mulai , tak ada langkah seribu jika tak ada langkah pertama ! Dan untuk itu mari kita mulai dengan memahami berbagai model - model pembelajaran sejarah, dan pilihan model mana yang akan di gunakan di dalam kelas Anda , terserah kepada Anda sebagai guru sejarah yang arif, kreatif, inovatif dan bijaksana.

(29)

1) Penerapan model Contextual Learning Teacher (CTL) berpengaruh terhadap kemampuan konsep, berpikir ilmiah dan mental siswa.

2) Tidak akan terjadi korelasi antara kemampuan penguasaan konsep siswa dengan kemampuan berpikir nalar siswa melalui penerapan model Contextual Teaching Learning ini. Maksudnya akan seimbang bila seorang siswa mampu menguasai konsep materi yang akan diajarkannya maka kemampuan nalar siswa juga akan berkembang dengan sendirinya mengikuti cara dia menyampaikan materi.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada kelas XII IPA di SMA N 1 Kota Besi Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringintimur, Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Maret 2014.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah materi perang dunia II, RPP (rencana persiapan pembelajaran) dan perangkat instrumen penelitian yaitu soal tes penguasaan konsep dan kemampuan nalar siswa.

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer untuk proses pengolahan data, alat tulis dan kamera.

3.3. Desain Penelitian

Sebelumnya siswa diperkenalkan dan dibimbing tentang model pembelajaran CTL secara menyeluruh hingga seluruh siswa paham, selanjutnya siswa diberi tugas rumah untuk belajar memahami isi materi karena pada pertemuan yang akan datang siswa dituntut untuk maju didepan kelas untuk menyajikan sekaligus menjelaskan kepada teman-temannya tentang isi materi yang disampaikan sekaligus menjadi pusat kontrol kelas layaknya sebagai seorang guru, dengan dibekali beberapa metode dasar seperti ceramah, metode diskusi dan metode tanya jawab.

Guru yang sesungguuhnya hanya ikut duduk dan mendengarkan sambil menilai kemampuan siswa dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor.

(30)

Data tentang penguasaan konsep dan kemampuan berpikir nalar siswa dapat diperoleh pada saat siswa menyampaikan materi selama pembelajaran, gaya bahasa, ekspresi wajah, ketahanan mental didepan banyak orang itu yang akan selalu diperhatikan.

Jadi, dengan metode Contextual Teaching Learning siswa memang akan benar-benar dilatih untuk berperan aktif serta melatih mental yang kuat dengan berekplorasi didepan teman-temannya sendiri, tidak hanya itu siswa juga dituntut harus menguasai materi yang akan disampaikannya.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1) Variabel bebas berupa penerapan model pembelajaran Contextual Teaching Learning.

2) Variabel terikat berupa penguasaan konsep, kemampuan berpikir nalar siswa SMA pada materi perang dunia ke II.

3.5. Metode Penarikan Sampel

Sampel penelitian diambil secara spontanitas dilapangan karena guru juga ikut didalamnya.

3.6. Prosedur Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Data hasil belajar untuk mengatur pengaruh signifikansi penerapan model Contextual

Teaching Learning terhadap penguasaan konsep siswa diproleh melalui kegiatan pretes sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada pembelajaran.

2) Data keterampilan berpikir nalar, kreatif, dan imajinatif siswa diproleh dengan cara mengukur keterampilan berbicara di depan umum dengan memperhatikan gaya bahasa dan pola penyampaiannya.

(31)

Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran, berikut ini akan dikemukakan definisi operasioanal :

1. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah konsep mengajar dan

belajar yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi nyata dan yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai

anggota keluarga dan masyarakat. Definisi ringkas tetapi padat menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning adalah proses belajar pengajar yang erat dengan pengalaman nyata.

2. Penguasan konsep yang dimaksud dalam penelitian adalah mampu menyampaikann materi dengan baik dan tidak ada halangan karena alasan diganggu oleh teman atau semacamnya.

3. Kemampuan berpikir nalar, kreatif dan imajinatif dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa meliputi : merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menafsirkan data, berbicara lugas, aktif mengembangkan materi yang akan dismapaikan serta menguasai materi secara menyeluruh.

(32)

Akdon 2005. Aplikasi Statistik Metode penelitian,Bandung: Dewa Ruci

Asri, Budiningsih. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya : Rineka Cipta

BSE. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD dan MI Kelas IV.Jakarta:Depdiknas

Dimyati,mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.

Djamarah, S.B. 2006, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Ma’mur jamal 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Yogjakarta:Diva press

Hana, Pebriana Putri. Penerapan model pembelajaran Kontekstualuntuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS di Kelas IV SDN 030 Tampan Pekanbaru. Tidak diterbitkan.

KTSP. 2007. Panduan lengkap KTSP .Yogyakarta : Pustaka Yudhistira

Kunandar. 2008. Guru Profesional implementasi KTSP . Jakarta : PT Raja Saylor, J.G. 1981. Curriculum Planning for Better Teaching and Learning, Fourth Edition. Japan: Holt.

Soedjatmoko. 1976. Kesadaaran Sejarah dalam Pembangunan. Prisma No. 7. Jakarta. Soewarso. 2000. Cara-cara Penyampaian Pendidikan sejarah Untuk Membangkitkan Minat Peserta Dikid Mempelajari sejarah Bangsanya. Jakarta: Dirjen dikti Depdiknas. Spradley, J.P. 1980. Participant Observation. New York, N.Y.: holt, Rinehart,and Winston. Surakhmad, Winarno. 2000. Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta: UHAMKA.

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh perputaran piutang, perputaran modal kerja, dan rasio utang terhadap tingkat likuiditas perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia1. Adapun

[r]

[r]

penyelenggaraan CEAPAD II merupakan penegasan komitmen dan dukungan.. Pemerintah Indonesia terhadap Palestina, serta memperjelas posisi Indonesia Indonesia

1. Beberapa dari para ahli ekonomi Eropa tahun 1870-an yang dikelompokkan dalam Mashab Austria, mengemukakan teori tentang perilaku konsumen dan teori itu dikenal sebagai

CONTOH KASUS UJI DUNCAN PADA RAK..

BAGIAN HUKUM SETDA KOTA SEMARANG...

Jadi karena harga atau nilai tanah merupakan suatu gejala ruang, maka faktor-faktor. yang mempengaruhinya juga akan lebih banyak berkaitan dengan