• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allah Sebuah Kehadiran dan Keterlibatan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Allah Sebuah Kehadiran dan Keterlibatan (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Allah: Sebuah Kehadiran dan Keterlibatan dalam Dunia

I. Pendahuluan

Dari Plato, Aristoteles, dan Philo sampai Spinoza, Leibniz, dan Schleiermacher,

raksasa-raksasa metafisika dan teologi sampai pada abad duapuluh mencoba

menemukan sebuah penjelasan yang rasional mengenai ide tentang Allah. Allah

dalam pemikiran filsafat kerapkali menjadi sesuatu hal yang cukup penting untuk

diperhatikan. Sejarah kehidupan manusia tidak dapat lepas dari hakikat akan Allah

atau setidaknya sebuah model kesempurnaan dalam setiap tradisi. Pemahaman akan

Allah dalam tradisi-tradisi sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemahaman

akan Allah ini tidak dapat dilepaskan dari konteks dan latar belakang serta

kebudayaan yang merumuskannya. Secara umum dan dalam arti luas, teologi adalah

refleksi ilmiah atas pengalaman iman manusia tidak dapat dilepas dari model-model

pemahaman akan Allah itu. Lewat model-model pemahaman akan Allah inilah yang

akan menunjukkan kekhasan filsafat yang ditawarkan oleh Alfred N. Whitehead.

Filsafat yang ditawarkan oleh Whitehead tidak berusaha menyingkirkan tradisi

tradisional yang telah ada sebelumnya melainkan pemikiran filsafatnya berusaha

mentransformasikan tradisi filsafat barat yang telah ada sebelumnya. Transformasi

yang ditawarkan oleh Whitehead dalam filsafat barat adalah membentuk sebuah

kerangka filsafat yang sistematis sekaligus hidup dan selalu berkembang sesuai

dengan konteks perubahan jaman. Meskipun filsafat Whitehead mempunyai kerangka

yang sistematis tetapi filsafatnya tidak jatuh dalam klaim totalitas melainkan menuju

pada keteraturan dan keharmonisan.

Filsafat inilah yang menjadi kekhasan bagi filsafat proses Whitehead. Model

pemahaman akan Allah dalam filsafat proses tidak semata-mata menyingkirkan

model-model pemahaman akan Allah sebelumnya melainkan berusaha

mentransformasikan dalam konteks jaman yang selalu berkembang dan berubah.

Keharmonisan antara "pencipta" dan yang "dicipta" ditunjukkan oleh Whitehead lewat

kehadiran dan keterlibatan-Nya dalam dunia. Filsafat Whitehead tidak menghilangkan

ke-Allah-an Allah seperti yang dipahami filsafat barat pada umumnya dan terutama

tradisi Kristiani pada khususnya serta tidak juga menghilangkan kebebasan manusia

yang menjadi kekhasan jaman pencerahan. Oleh sebab itu untuk menunjukkan

kekhasan model pemahaman tentang Allah dalam filsafat proses kita tidak bisa

terlepas dari berbagai kajian mengenai model-model Allah terutama dalam tradisi

Kristiani. Sebelum masuk dalam pemahaman filsafat proses tentang Allah, ada

baiknya kita melihat dahulu model-model pemahaman tentang Allah yang

ditunjukkan oleh tradisi Kristiani sebelumnya. Kemudian setelah melihat model-model

pemahaman akan Allah, baru kita masuk dan melihat kekhasan model pemahaman

tentang Allah dalam filsafat proses.

II. Model-Model Pemahaman tentang Allah

(2)

maka kita dapat menemukan adanya empat model tentang Allah, yakni model

monarkhial, model deistis, model dialogal, dan model pelaku tindakan

[1]

.

A. Model Monarkhial

Model monarkhial mempunyai gambaran tentang Allah sebagai seorang raja

yang berkuasa mutlak atas seluruh wilayah kekuasaannya. Gambaran Allah yang

seperti raja ini dikembangkan oleh tradisi bangsa Yahudi, dalam pemikiran Kristiani

pada abad pertengahan. Selain itu model ini juga diadopsi oleh Kristen Reformasi

yang menggambarkan Allah dengan kemahakuasaan yang tidak terbatas atas alam

semesta dan mempunyai hak dan kemauan penuh atas alam semesta yang ia

ciptakan. Tindakan-tindakan yang penuh dengan kemahakuasaan Allah kerapkali

mendasari dan mewarnai ajaran klasik tentang keilahian. Allah dikatakan sebagai

sosok yang memerintah dengan kekuasaanya dan dengan kebijaksanaannya lewat

penyelenggaraan Ilahi. Allah sepenuhnya bebas mengatur segala hal yang ada di

alam semesta dan semuanya ditentukan olehnya. Hubungan Allah dan dunia bersifat

asimetris atau satu arah saja. Maksudnya adalah dunia sepenuhnya tergantung atas

kehendak Allah sedangkan Allah tidak tergantung pada dunia. Ia sudah cukup untuk

diri-Nya sendiri.

Kesulitan yang muncul dalam model ini adalah sulitnya menyelaraskan antara

hubungan Allah dan manusia pada umumnya dan kebebasan yang dimiliki manusia

pada khususnya. Jika seandainya Allah sudah menentukan sebelumnya dan

segala-galanya berarti segala upaya dan jerih payah manusia adalah sia-sia. Jika pada

akhirnya segala tindakan manusia sudah diatur lalu tindakan manusia tidak lagi

memiliki implikasi dan nilai moral. Masalah keselarasan antara tindakan manusia dan

kehendak Allah inilah yang menjadi masalah pelik dalam model seperti ini. Masalah

lain yang muncul adalah bagaimana menyelaraskan kemahakuasaan dan

kemahabaikan Allah dengan permasalahan penderitaan. Jika Allah mahabaik dan

mengatur segala kehidupan manusia, untuk apa penderitaan itu ada?

B. Model Deistis

Dalam model deistis, Allah digambarkan sebagai seorang tukang arloji dan

dunia yang Ia ciptakan sebagai arloji yang secara otomatis bekerja begitu saja

setelah arloji tersebut diaktifkan. Model deistis ini banyak diilhami pada abad-17.

Pada abad ini alam dipandang sebagai mesin yang berjalan secara mekanis dan

mempunyai hukum-hukumnya sendiri. Peran Allah hanya terjadi pada permulaan-saat

penciptaan-sedangkan proses selanjutnya adalah membiarkan alam itu berjalan

dengan sendirinya. Tidak ada campur tangan Allah dalam proses alam itu. Allah

hanya sebagai perancang dan pembangun yang sudah memperhitungkan kemana

alam itu kemudian membiarkannya berjalan sendiri. Dalam model ini, alam dipahami

sebagai sebuah sistem yang tertutup dimana unsur-unsurnya dapat dijelaskan secara

tuntas berdasarkan hukum sebab-akibat dan sepenuhnya ilmiah.

(3)

perasaan dan pengalaman religius umat manusia. Selain itu, masalah kebebasan

manusia juga tidak mendapat tempat karena segala tindakan yang terjadi di alam

semesta sudah ditentukan pada awal penciptaan. Model ini tidak dapat membuka

kreativitas dan inovasi baru melainkan sudah terpatok sejak awal penciptaan.

C. Model Dialogal

Model dialogal menggambarkan hubungan Allah dengan manusia sebagai

hubungan personal. Dalam model ini, kebebasan manusia yang tidak mendapat

pengakuan dari model monarkhial dan deistik, mendapat pengakuan. Hubungan yang

dialogal serta penuh kasih kerapkali memberi ruang kebebasan bagi partner

dialognya. Dalam model ini yang mencolok adalah adanya pemisahan yang jelas dan

tegas antara manusia dan alam lingkungannya. Pemisahan ini tentunya pada saat ini

sudah tidak begitu lagi populer. Dalam teori evolusi tentu pemisahan seperti ini tidak

diakui karena mau tidak mau antara manusia dan alam saling berkesinambungan.

Alam membentuk manusia dan sebaliknya manusia membentuk alam.

Model dialogal ini secara jelas memisahkan antara manusia dengan alam dan

akibatnya adalah alam semata-mata hanya dipandang sebagai objek yang dapat di

eksploitasi dan dijarah. Secara jelas juga alam yang menjadi salah satu karya Allah

kemudian tidak mendapat tempat. Kini dengan semakin mendesaknya

masalah-masalah ekologis yang muncul akibat penggunaan teknologi modern, model ini tidak

lagi mendapat tempat sehingga dibutuhkan sebuah model yang sekaligus

mengikutsertakan alam yang menjadi karya Allah sendiri.

D. Model Pelaku Tindakan

Model pelaku tindakan adalah sebuah model pemahaman yang memberikan

tempat pada hubungan Allah dengan alam tanpa jatuh ke sebuah sikap yang

merusak dan mengeksploitasi seperti yang terjadi pada model monarkhial, deistis

dan dialogal. Model ini tidak dapat dilepas dari pengaruh filsafat bahasa yang

membuat analisis bahasa mengenai tindakan manusia. Suatu tindakan adalah suatu

rangkaian kegiatan-kegiatan yang ditata ke arah pencapaian suatu tujuan

[2]

. Suatu

tindakan tidak dapat diartikan semata-mata lewat gerakan badaniah melainkan

terletak pada maksud si pelaku. Apa yang berlaku untuk tindakan manusia secara

tidak langsung juga dapat dipakai untuk menjelaskan tindakan Allah dalam dunia.

Kalau tindakan Allah dalam dunia dimengerti atas dasar maksud-Nya, maka

kejadian-kejadian di alam semesta ini dipahami sebagai ungkapan dan maksud Allah. Allah

dipahami sebagai pelaku tindakan yang bertindak dalam dan melalui struktur serta

gerakan alam dan sejarah.

(4)

merupakan maksud ilahi. Jika semua yang terjadi di dunia ini merupakan tindakan

Allah, tentu akan sulit untuk menjelaskan adanya kejahatan dan penderitaan.

III. Model Pemahaman tentang Allah dalam Filsafat Proses

Memikirkan Allah dalam proses awali dan akhiri merupakan sebuah gagasan

yang khas dan baru. Teori tentang prehensi yang dikembangkan Whitehead bertujuan

untuk menjelaskan relasi antara berbagai satuan aktual, bagaimana satuan aktual

menjalin relasinya dengan dunia dan dengan demikian menjadi dirinya sendiri.

"Actuality is through and through togetherness-togetherness of

otherwise isolated eternal objects, and togetherness of all actual

occasions." [3]

Setiap satuan aktual menjadi dirinya karena kemampuannya mem

prehensi-mencerap informasi yang diberikan kepadanya dari berbagai pihak. Menjadi berarti

memprehensi-mencerap dan mentransformasikan data luar ke dalam diri

[4]

.

Meskipun demikian tidak semua data dicerap dan diterima masuk untuk

membentuk satuan aktual yang baru. Informasi yang diintegrasikan ke dalam diri

disebut sebagai yang positif dan pencerapannya dinamakan feeling

(perasaan)-peristiwa diterimanya data yang diwariskan dari lingkungan karena data ini

mempunyai relevansi bagi perwujudan diri satuan aktual yang bersangkutan. Data

yang tidak relevan ditolak (negatif), namun penolakan ini meninggalkan bekas

tertentu di dalam satuan aktual. Jadi baik yang positif dan negatif berpengaruh

terhadap perwujudan diri setiap satuan aktual.

Whitehead membedakan informasi yang diwariskan ke dalam dua kategori.

Kategori yang pertama adalah prehensi objek-objek abadi-disebut prehensi

konseptual. Kategori yang kedua disebut prehensi fisis. Di dalam proses perwujudan

diri terjadilah interaksi antara kedua kategori tersebut. Konseptual memberikan

kerangka jati diri sedangkan kategori fisisnya memenuhi dengan isi yang konkret.

Walaupun Allah adalah salah satu satuan aktual seperti berbagai satuan aktual

lainnya di dunia, namun filsafat proses mengenal sebuah perbedaan antara Allah dan

dunia, karena pada Allah pencerapan pertama adalah pencerapan konseptual,

sementara pada satuan aktual lainnya yang pertama adalah pencerapan fisis. Pada

satuan aktual lainnya, pencerapan konseptual terjadi setelah pencerapan fisis

sedangkan pada Allah peran ini sudah terjadi sejak awal karena Allah tidak

mempunyai masa lalu. Sebelum Allah tidak ada sesuatu yang membatasinya jika ada

berarti ia bukanlah Allah. Keberadaan-Nya sebelum segala sesuatu inilah yang

menjadi dasar bagi kekuasaan Allah yang universal.

(5)

suatu wujud aktual dan bersama wujud aktual yang lain. Meskipun Allah secara

langsung mempunyai status yang lebih menonjol dari status aktual yang lain tetapi

Allah bukanlah satu-satunya pelaku tindakan dalam seluruh proses di alam semesta.

Allah juga bisa dikatakan sebagai salah satu partisipan di alam semesta. Allah adalah

salah satu partisipan kreatif yang sangat menentukan tetapi juga sekaligus salah satu

partisipannya

[6]

.

"but God, as well as being primordial, is also consequent. He is the

beginning and the end. He is not the beginning in the sense of

being in the past of all members." [7]

Menurut skema pemikiran Whitehead, Allah memiliki dua aspek sekaligus, yaitu

aspek awali ( the primordial nature of god) dan aspek akhiri (the consequent nature

of god). Aspek awali memuat dua peran sekaligus yaitu dasar awali untuk adanya

tatanan ( the primordial ground of order) dan dasar munculnya kebaruan (the

primordial ground of novelty) dalam proses mewujudnya suatu peristiwa atau wujud

aktual. Kedua peran itu berpadu dalam prinsip konkresi ( the principle of

concrescence), yakni prinsip yang memungkinkan terjadinya proses lahirnya wujud

aktual baru dari wujud aktual lama yang sudah mencapai kepenuhan diri. Aspek

akhiri memuat peran yang ketiga, yakni sebagai penyerta dan penyelamat yang

tanggap terhadap setiap peristiwa yang terjadi di dunia.

A. Hakikat Awali Allah

Allah pada mulanya mempunyai visi tentang diri-Nya, visi tentang apa yang

akan menjadi diri-Nya. Karena cita-cita-Nya itulah Allah tidak menjadi tenang dan

tinggal di dalam kepuasan diri-Nya sendiri. Cita-cita konseptual-rencana yang belum

terealisir-itulah yang mendorong Allah untuk keluar dari diri-Nya. Oleh sebab itu, Allah

di dalam hakikat awali-Nya sudah terarah kepada dunia untuk menjadi nyata di

dalam dunia. Relasi antara Allah dan dunia dijembatani oleh objek-objek

abadi

[8]

yang menjadi cita-cita diri setiap satuan aktual.

(6)

"He shares with every new creation its actual world; and the concrescent

creature is objectified in God is a novel element in God's objectification of

that actual world." [10]

B. Hakikat Akhiri Allah

Aspek akhiri merupakan sebuah moment kejutan dan keterpesonaan Allah akan

dunia, sebuah moment turut bergembiranya dan turut menderitanya Allah dalam

dunia. Allah dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia. Ikut menderita

adalah salah satu bagian dari Allah untuk memperoleh kesempurnaan Allah sebagai

satuan aktual. Bagi Whitehead, cinta yang sejati tidak hanya memberi tetapi juga

menerima, ditentukan oleh dan menderita bersama penderitaan dunia.

Dalam aspek akhiri, pengisian secara konkret dari kerangka umum sangat

tergantung oleh pelaksanaan kebebasan setiap entitas individual dalam mewujudkan

diri, oleh sebab itu apapun yang dilakukan oleh entitas tersebut akan diperhitungkan

oleh Allah dalam aspek akhirinya. Aspek akhiri ini merupakan sebuah pengadilan

sekaligus sebuah penyelamatan. Disebut sebagai pengadilan karena yang telah

terjadi tetap terjadi tetapi Ia juga tidak mengabaikan begitu saja. Pengadilan diartikan

sebagai Allah akan memperhitungkan apa yang telah terjadi pada akhirnya nanti. Ia

menyelamatkan apa yang masih dapat diselamatkan karena kasihnya.

"The consequent nature of God is his judgmenton the world. He

saves the world as it passes into the immediacy of his own life. It is

the judgment of a tenderness which loses nothing that can be save.

It is also the judgment of a wisdom which uses what in the

temporal world is mere wreckage"..."He does not create the world,

he saves it or, more accurately, he is the poet of world, with tender

patience leading**it by his vision of truth, beauty, and

goodnes." [11]

Antara Allah dan dunia terdapat hubungan timbal balik dan saling

ketergantungan. Allah memang dipengaruhi oleh dunia tetapi hanya Allah yang

bersifat kekal dan tidak punah. Allah terlibat dalam waktu dan sejarah, tetapi tidak

sepenuhnya total tenggelam dalam temporalitas karena Ia dapat mengatasi hal itu.

Model proses memang lebih menekankan imanensi daripada transendensi Allah,

tetapi kebebasan dan kemandirian relatif Allah tetap dipertahankan bersamaan

dengan prioritas status ontologis-Nya. Alasannya adalah karena dalam pemikiran

proses tidak ada sesuatu pun yang terjadi lepas dari Allah. Allah mempunyai

hubungan yang khas dan langsung dengan setiap anggotanya

[12]

.

(7)

Whitehead menawarkan Allah yang penuh kasih seperti orang tua terhadap

anaknya yang tidak menakutkan dan penuh dengan aturan yang ketat, tetapi

berusaha membangkitkan sebuah semangat yang luhur dalam diri anak-anaknya

agar mengejar cita-cita tersebut. Daya kekuatan kasih adalah kemampuannya untuk

mengundang tanggapan orang yang dikasihinya seraya tetap menghormati integritas

pribadi yang lain. Allah tidak mempegaruhi secara langsung setiap tindakan individu

tetapi Allah mempegaruh sekaligus mengundang ciptaannya untuk bertindak.

Berbeda dengan model monarkhial, Allah sangat menghormati kebebasan

ciptaan-Nya sehingga ia membatasi diri-ciptaan-Nya untuk tidak mengetahui di masa depan sampai

keputusan-keputusan yang secara konkret telah diambil oleh ciptaannya. Kebebasan

yang dimiliki setiap orang, bagi Whitehead tidak benar-benar mutlak karena individu

juga perlu mengindahkan dan menanggapi cita-cita diri yang ditawarkan oleh Allah

selain itu ia juga tidak dapat mengabaikan tradisi dan budaya yang diwarisi olehnya.

VI. Penutup

Filsafat proses pada akhirnya mencoba memberikan pemikiran baru mengenai

model ke-Allah-an. Whitehead mencoba melihat Allah tidak hanya sebagai

seorang creator tetapi juga ikut serta dan terlibat di dalam dunia sekaligus menderita

bersama dunia. Penderitaan tidak dilihat sebagai kelemahan Allah melainkan

penderitaan adalah proses menjadi untuk memperoleh kesempurnaan Allah. Allah

tidak dipandang sebagai sebuah entitas yang sempurna dan cukup bagi dirinya tetapi

Allah yang sempurna juga turut berproses atau menjadi.

Model proses ini menghargai dan mempertahankan aspek personal dalam

hubungan Allah dengan manusia sebagaimana mau dipahami dalam model dialogal,

tetapi menolak pembatasan hubungan Allah hanya dalam lingkup pengalaman batin.

Keterlibatan Allah dalam dunia tidak terbatas pada keterlibatan dalam sejarah, tetapi

juga dalam alam.

DAFTAR PUSTAKA

Kleden, Paulus Budi. 2002. Dialog Antaragama dalam Terang Filsafat Proses Alfred

North Whitehead. Ledalero: Maumere.

Sudarminta, J. 1992. Model Pemahaman tentang Allah dalam Filsafat Proses Alfred N.

Whitehead. Forum diskusi teologi Kolsani: Jogjakarta.

Whitehead, Alfred North. 1925. Science and the Modern World. The New American

Library: USA.

Whitehead, Alfred North. 1979. Process and Reality. The Free Press: New York.

Arthur Francis B. W.

(8)

Catatan Kaki

[1]

Sudarminta, J. 1992. Model Pemahaman tentang Allah dalam Filsafat Proses

Alfred N. Whitehead . Forum diskusi teologi Kolsani: Jogjakarta, hal 130.

[2]

Ibid, hal 134.

[3]

Whitehead, Alfred North. 1925. Science and the Modern World. The New American

Library: USA, hal. 174-175.

[4]

Kleden, Paulus Budi. 2002. Dialog Antaragama dalam Terang Filsafat Proses Alfred

North Whitehead. Ledalero: Maumere, hal. 37-38.

[5]

J. Sudarminta. op.cit., hal 136

[6]

ibid hal. 137

[7]

Whitehead, Alfred North. 1979. Process and Reality. The Free Press: New York, hal

345.

[8]

Paulus Budi Kleden. Op cit., hal 51: Whitehead membedakan konsep objek abadi

dengan konsep Plato mengenai dunia ide. Dunia ide Plato membentuk sebuah kutub

di dalam kosmologi yang dualistis. Bagi Plato, dunia ide inilah yang disebut sebagai

dunia yang benar, satu-satunya yang objektif dan berlaku universal. Dunia ide bagi

Plato dan objek-objek abadi Whitehead memang bersifat kekal, objektif dan

ditemukan di dalam semua hal yang nyata. Bagi Plato, penemuan ini adalah ide yang

sebenarnya sudah dibawa sejak lahir sedangkan bagi Whitehead pegenalan ini

adalah pencerapan ke dalam diri sendiri. Dunia ide Plato sudah sempurna di dalam

dirinya sendiri dan bersifat tetap, sementara bagi Whitehead objek-objek abadi

memang lengkap sebagai konsep tetapi tidak sempurna karena belum menjadi nyata.

Yang nyata bagi Whitehead adalah yang menjadi, bukan yang bersifat tetap.

[9]

J. Sudarminta, hal 137

[10]

Alfred North Whitehead. op cit., hal 345

[11]

ibid, hal 346

[12]

J. Sudarminta, hal 139.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas dan berdasarkan para peneliti terdahulu yang masih terdapat inkonsistensi pada penelitian tersebut, maka peneliti

Akan tetapi yang terjadi didalamnya adalah masih banyak perilaku yang ditunjukkan oleh anak didik yang kurang baik, di antara sikap yang kurang baik adalah: tidur di

Ghair Ahmadi yang melakukan penganiayaan terhadap para Ahmadi-pun, Hadhrat Masih Mau’ud as telah mengajar kita, ”Kalian tidak boleh bertengkar atau konfrontasi dengan mereka

Communication Objective Dari riset penyelenggara pasca event yang dilakukan melalui 60 responden yang mengetahui Klub sepatu roda kota Semarang, sebanyak 43, yang berminat gabung

Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat fenotipe tanaman maupun hasil studi variasi genetik menggunakan penanda isoenzim pada populasi- populasi yang diuji

Kondisi setiap parameter fisika kimia dan biologi perairan di setiap kecamatan pesisir umumnya bervariasi baik yang berada dalam kisaran nilai optimum maupun

Content knowledge pada penelitian ini mengukur tiga indikator yang meliputi Knowledge of disciplinary content (K1) (pengetahuan terhadap konten materi), knowledge that alternative

tempat kerja yang aman, bersih dan sehat Sebagian besar Rumah Sakit kurang menggalang kemitraan untuk meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat Preventif dan Promotif Isu