• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN CONTOH PENERAP (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN CONTOH PENERAP (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya serta nikmat kesehatan yang tak terhingga sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini dengan baik.

Ucapan terima kasih kami hantarkan kepada dosen mata kuliah PPP, serta kepada teman-teman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi sehingga pembuatan paper ini akhirnya terselesaikan.

Tujuan penulisan paper ini adalah agar kita semua lebih mendalami pendekatan scientific dan contoh penerapannya di lapangan. Kami menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan paper ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan paper kami.

Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih dan paper ini dapat bermanfaat, Amin.

Surabaya, September 2014

(2)

ABSTRAK

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan pergantian kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah atau

scientific aproach pada pelaksanaan pembelajaran menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik akhir-akhir ini. Yang menjadi latar belakang pentingnya materi ini karena produk pendidikan dasar dan menengah belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain.

Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Tantangan ini memerlukan peningkatan keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Skenario untuk memacu keterampilan guru menerapkan strategi ini di Indonesia telah melalui sejarah yang panjang, namun hingga saat ini harapan baik ini belum terwujudkan juga. Balitbang Depdiknas sejak tahun 1979 telah merintis pengembangan program prestisius ini dalam Proyek Supervisi dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) di Cianjur, Jawa Barat. Hasil-hasil proyek ini kemudian direplikasi di sejumlah daerah dan dikembangkan melalui penataran guru ke seluruh Indonesia. Upaya yang dimulai pada tingkat sekolah dasar ini kemudian mendorong penerapan pendekatan belajar aktif di tingkat sekolah menengah. Hasil-hasil upaya ini secara bertahap kemudian diintegrasikan ke dalam Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004, yang dilanjutkan dengan Standar Isi yang lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006.

Dalam kurikulum baru, Kemendikbud masih menggunakan latar belakang pemikiran yang menyatakan bahwa secara faktual guru-guru belum melaksanakan cara belajar siswa aktif. Kondisi ideal yang diharapkan masih lebih sering menjadi slogan daripada fakta dalam kelas. Produktivitas pembelalaran untuk menghasilkan siswa yang terampil berpikir pada level tinggi dalam kondisi madek alias kolep. Deskripsi ini merujuk pada hasil tes anak bangsa kita yang dikompetisikan pada tingkat internasional dinyatakan tidak berkembang sejak tujuh tahun lalu. Memang, ini kondisi yang sangat memprihatinkan.

(4)

mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta didik yang ketika lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.

Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian (Sudrajat, 2013). Peserta didik dilatih untuk mampu berpikir logis, runut, dan sistematis.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Scientific

2.1.1 Pengertian Pendekatan scientific

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode. Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.

Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004 sebagaimana dikutip Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengindentifikasi perbedaan kemampuan siswa. Pada penerbitan berikutnya pada tahun 2007 dinyatakan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran harus memenuhi tiga prinsip utama; yaitu:

1. Belajar siswa aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok, dan belajar berpusat pada siswa.

2. Assessment berarti pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar.

3. Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa konsekuensi siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks.

Metode Ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan percobaan. Dalam penerapan metode ilmiah terdapat aktivitas yang dapat diobservasi seperti mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Pelaksanaan metode ilmiah tersusun dalam tujuh langkah berikut:

(6)

2. Merumuskan latar belakang penelitian. 3. Merumuskan hipotesis.

4. Menguji hipotesis melalui percobaan.

5. Menganalisis hasil penelitian dan merumuskan kesimpulan.

6. Jika hipotesis terbukti benar maka dapat dilanjutkan dengan laporan.

7. Jika Hipotesis terbukti tidak benar atau benar sebagian maka lakukan pengujian kembali.

Penerapan metode ilmiah merupakan proses berpikir logis berdasarkan fakta dan teori. Pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasai. Karena itu kemampuan bertanya merupakan kemampuan dasar dalam mengembangkan berpikir ilmiah. Informasi baru digali untuk menjawab pertanyaan.Oleh karena itu, penguasaan teori dalam sebagai dasar untuk menerapkan metode ilmiah. Dengan menguasi teori maka siswa dapat menyederhanakan penjelasan tentang suatu gejala, memprediksi, memandu perumusan kerangka pemikiran untuk memahami masalah. Bersamaan dengan itu, teori menyediakan konsep yang relevan sehingga teori menjadi dasar dan mengarahkan perumusan pertanyaan penelitian.

2.1.2 Kriteria Pendekatan

Scientific

(Pendekatan Ilmiah)

Lalu bagaimanakah kriteria sebuah pendekatan pembelajaran sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah atau pendekatan scientific? Berikut ini tujuh (7) kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran scientific, yaitu:

1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam

mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,

kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7)

Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).

Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Perhatikan diagram berikut.

Adapun penjelasan dari diagram pendekatan pembelajaran scientific (pendekatan ilmiah) dengan menyentuh ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”.

2. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.

3. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

(8)

sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.

2.1.3

Langkah-langkah pembelajaran

scientific

beserta contoh penerapannya

1. Mengamati fakta

Mengamati fakta yang ada dapat dibagi dalam dua keadaan: a. pengamatan nyata fenomena alam atau lingkungan b. pengamatan obyek langsung.

Pengamatan nyata fenomena alam atau lingkungan.

Pengamatan seperti ini cocok untuk anak sekolah menengah pada kelas rendah dimana karakter penalarannya masih bertaraf induktif. Pengamatan langsung fenomena alam akan membantu siswa menuangkan apa yang di lihat atau amati ke dalam pengetahuan sederhana menjadi bakal pengetahuan secara lisan ataupun tertulis. Hasil tuangan dalam bahasa pengetahuan sederhana tersebut dengan mudah dapat dipahami. Misal; fakta tentang “pengetahuan kontekstual”, yang menggambarkan tentang pola pemukiman penduduk, seperti gambar berikut:

(9)

Fenomena/fakta seperti yang tampak pada gambar di atas diamati, kemudian dibahasakan secara konseptual dalam bentuk penjelasan sederhana. Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dijelaskan tentang pola pemukiman penduduk yaitu pola pemukiman penduduk secara memanjang. Maksudnya, pola pemukiman seperti ini memiliki ciri berupa pemukiman penduduk berderet memanjang mengikuti alur jalan, sungai, rel kereta api atau pantai. Jika dihubungkan dengan tema manusia sebagai makhluk sosial, fenomena tersebut tentu saja mengarah pada kesimpulan bahwa dalam memenuhi kebutuhannya, manusia tidak dapat hidup sendiri bahkan selalu berkelompok dan membutuhkan orang lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut menyesuaikan dengan kondisi alam sekitar yang ada. Jika seseorang suka tinggal di tempat yang dekat dengan air, dia dapat memilih lokasi rumah di pinggiran atau menyusuri sungai, tetapi bagi yang suka dengan keramaian, dia memilih lokasi untuk membangun rumahnya mengikuti jalan, dsb. Kegiatan sederhana seperti yang dijelaskan di atas dapat membantu siswa mengembangkan kreativitas berpikir secara analitis, bukan sekedar menghafalkan fakta-fakta. Proses sebelum tercapai kesimpulan pada hakekatnya hampir sama dengan penjelasan berikut :

1. Pengamatan objek IPS

Pengamatan obyek sangat cocok untuk siswa yang mulai menerima kebenaran logis, sehingga mereka tidak mempermasalahkan suatu rangkaian kebenaran sebelumnya yang didapatkan dari penalaran yang benar, walaupun objeknya tidak nyata. Pengamatan seperti ini lebih tepat dikatakan sebagai pengumpulan dan pemahaman kebenaran pengetahuan. Fakta yang didapatkan dapat berupa definisi, grafik dan lain sebagainya. Misal; siswa diminta membayangkan kegiatan petani di sawah, kemudian diminta menjelaskan atau bercerita tentang kegiatan petani berikutnya sampai dengan hasil beras menjadi nasi dihubungkan dengan tema manusia sebagai makhluk sosial. Satu persatu siswa menyebutkan hasil pengamatannya seperti;

1. ada 6 orang di sawah sedang bekerja menanam padi, 2. orang-orang bekerja di sawah membetulkan saluran irigasi, 3. orang-orang sedang bekerja melakukan panen padi.

Dari hasil pengamatan obyek tersebut dapat disimpulkan tentang mahkluk sosial; Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri. Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang disebut kebutuhan sosial (social needs). Hasil pengamatan obyek secara sederhana tersebut jika dilanjutkan dapat berupa analisis dan menghasilkan kajian yang saling kait mengkait. Kegiatan petani dalam menggarap sawahnya untuk menanam padi sampai dengan panen adalah;

1. memerlukan pedagang benih,

(10)

4. pekerja untuk penyiangan gulma, 5. pekerja untuk penyemprotan hama, 6. buruh panen

7. Setelah itu agar padi tersebut dapat diuangkan, petani perlu pembeli.

Kegiatan mungkin dapat berhenti sampai di sini. Tetapi jika ingin menganalisis sampai dengan berupa beras dan sampai di meja berupa hidangan nasi, tentu kegiatan petani dapat dilanjutkan,

1. mereka masih memerlukan jasa orang lain lagi untuk melakukan penyelepan padi menjadi beras,

2. dan petani memerlukan pembeli beras, 3. individu mengubah beras menjadi nasi.

Jadi, kegiatan pengamatan, bertanya dan mencoba sangat bagus untuk menuntun siswa membangun pengetahuan sendiri dan diharapkan mereka mampu menemukan sesuatu sampai dengan memahami nilai dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Dengan begitu dapat terjalin sinergi proses belajar yang sangat komunikatif dan aplikatif dengan cara memberikan pancingan-pancingan pada siswa untuk mengembangkan cara berpikir tingkat tinggi ilmiah,aktif, kreatif. Observation based learning, questioning menjadi dasar proses pembelajaaran, sehingga semua pertanyaan selalu terbuka dan mengarah pada multi jawaban.

2. Menanya

Kecenderungan yang ada sekarang adalah siswa gagal menyelesaikan suatu masalah yang ada hubungannya dengan pengetahuan sosial, jika konteksnya diubah sedikit saja. Ini terjadi karena siswa cenderung menghafal fakta, konsep atau prosedur tertentu. Tidak terbangun suatu pemikiran yang divergen. Pemikiran yang divergen ini dapat dibangkitkan dari suatu pertanyaan. Untuk menggalinya dapat dilakukan dengan memanfaatkan solusi yang mereka hasilkan, dengan menanyakan alternatif-alternatif yang mungkin dari solusi itu. Dalam hal ini guru tidak boleh memberi tahu, tetapi hanya memberikan pertanyaan pancingan, sampai siswa sendiri yang menyelesaikan dan mencari alternatif yang lain. Misalnya dari analisis yang dijelaskan di atas, siswa diarahkan pada pertanyaan

1. mengapa petani perlu bekerja di sawah?

2. apa yang akan terjadi seandainya petani tidak bekerja? 3. mengapa para petani memerlukan orang lain untuk

4. mengerjakan semua pekerjaan yang mengarah pada pekerjaan menggarap sawah? 5. bagaimana seandainya tidak ada yang membantu menggarap sawah?

(11)

8. berapa penghasilan bersih petani setelah dipotong biaya operasional?

Alternatif-alternatif seperti itu perlu dibangun sehingga memunculkan kreativitas dan tingkatan berpikir dari yang mudah ke yang sukar. Pertanyaan dapat ditingkatkan ke hal yang lebih sulit lagi seperti;

1. apakah sawah yang digarap petani tersebut miliknya sendiri ataukah menyewa ke orang lain? 2. bagaimana petani tersebut mengatur perekonomian keluarganya?

3. bagaimana cara petani tersebut menjual hasil panen?

4. menggunakan transportasi jenis apakah petani tersebut mengangkut hasil panenya? dst.

3. Menalar

Pertanyaan seperti di atas memerlukan adanya solusi (jawaban) melalui suatu penalaran. Dalam IPS permasalahan seperti ini dapat dijawab dengan mengaitkan teorema lain atau pendefinisian baru terutama bagi siswa yang sudah dapat menerima kebenaran logis. Penalaran secara umum adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Disini penalaran dapat bermakna penyerupaan (associating) dan juga dapat bermakna akibat (reasoning). Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.

1. Penalaran induktif

Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada pengamatan inderawi atau pengalaman empirik. Misalkan pengalaman hidup siswa sebagai makhluk sosial baik di rumah, di sekolah dan di masyarakat, mereka memiliki pengalaman hidup dengan orang lain. Jika di rumah, mereka hidup dengan keluarga (ayah, ibu, adik,kakak, dll), di sekolah ada Kepala Sekolah, Guru, teman sejawat, dll, di masyarakat tentu saja bergaul dengan orangorang dari berbagai kalangan.

2. Penalaran deduktif

(12)

4. Mencoba

Pengertian mencoba disini dapat diartikan secara sempit seperti menunjukkan dan dapat diartikan secara luas yaitu membuktikan. Pembuktian dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara membayangkan atau dengan mempraktekkan langsung. Sebagai contoh masih berhubungan dengan tema “manusia sebagai mahkluk sosial”, menunjukkan sekelompok manusia di dalam kelas memiliki arti bahwa manusia selalu hidup bergerombol atau berkelompok atau memerlukan orang lain. Pembuktian melalui praktek dapat dilakukan dengan durasi waktu tertentu, missal selama 5 menit, siswa yang ada dalam kelas diperintahkan untuk duduk sendiri-sendiri, dan dilarang berbicara atau berkomunikasi dengan yang lain. Pengalaman seperti apa yang di dapat mereka? Contoh ini bukan merupakan pembuktian dalam IPS secara sempurna, hanya sekedar contoh tahapan/langkah dalam pendekatan ilmiah dengan tema manusia sebagai mahkluk sosial.

5. Menyimpulkan (mengaitkan dengan konsep dan aplikasi lain).

(13)

BAB III

KESIMPULAN

Pendekatan scientific dalam proses pembelajaran untuk siswa dinilai sangat perlu dilakukan dalam rangka membantu guru untuk lebih menerapkan CSBA, selain itu tujuan lain dari pendekatan scientific adalah mengubah budaya pendidikan Indonesia yang mengajarkan anak hanya untuk menghafal materi dan menjadikan otak sebagai penyimpanan saja. Otak tidak seharusnya digunakan untuk menyimpan melainkan untuk mengolah informasi. Dengan diterapkannya pendekatan scientifik ini diharapkan murid bukan hanya lagi mengetahui secara teoritis lalu menyimpanya ke dalam otak dan mengaplikasikan sebuah teori untuk memecahkan sebuah konteks tertentu saja, tetapi mereka memahami sepenuhnya tentang apa yang diajarkan kepada mereka, kemudian dapat menghubungkan antara teori dan fakta di lapangan untuk bisa memecahkan masalah dengan berbagai konteks yang berbeda bahkan kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. 2013. Konsep Pendekatan Scientfic Rev Final(ppt). Disajikan dalam mata kuliah PPP. Universitas Negeri Surabaya, 8 April 2014

Noviyanti, Fuzi. 2013. Pendekatan Pembelajaran Scientific dan Kontekstual. www.fuzinoviyanti.wordpress.com. Diunduh pada 28 September 2014.

Fitrayati, Dhiah. 2013. Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific dan Penyusunan RPP(ppt). Disajikan dalam mata kuliah PPP. Universitas Negeri Surabaya, 15 April 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan tugas o r ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S-1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 201I tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi Guruu?engawas dalam Binaan Kementerian

Daya Dukung Lahan Pertanian Hortikultura Di Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya

[r]

Ini menyimpulkan teori limit yang diusung Muhammad Syahrur lebih bersifat elastis-kontekstual, berbeda dengan konsep yang dipahami selama ini dan ia tidak hanya

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk kekuatan otot dan fleksibilitas sendi tetapi

Apakah kesadaran merek , asosiasi merek , loyalitas merek , citra merek dan persepsi kualitas secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek pada smartphone