BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di
dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan di Indonesia
memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran
nelayan sebagai pahlawan protein bangsa. Maka nelayan di Indonesia memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, nelayan
juga memiliki peran dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Sehingga, kesejahteraan nelayan harus ditingkatkan agar dapat menjadi dongkrak
dalam meningkatkan pertumbuhan di Indonesia.
Dalam Undang-Undang tentang Perikanan, Bab I Pasal 1 dikatakan
“Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan mengelola dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan”.
Menurut www.detiknews.com pada tanggal 18 Mei 2015, kepala BPS
Suryamin mengungkapkan, dalam sektor perikanan ada penurunan drastis jumlah
nelayan tradisional. Menurut survei BPS hasil 2003-2013 jumlah nelayan
tradisional menurun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu rumah tangga. Sementara
nelayan budidaya justru naik, dari 985 ribu menjadi 1,2 juta rumah tangga. Tidak
ada 115 perusahaan pengolahan ikan yang tutup. Menteri Perikanan dan Kelautan
Susi Pudjiastuti mengungkapkan hal ini dikarenakan adanya praktek illegal
fishing sehingga banyak nelayan yang meninggalkan profesinya.
Adanya penurunan jumlah nelayan tradisional menjadi fenomena dalam
kemaritiman Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari penurunan
tersebut adalah distribusi BBM subsidi, permodalan, sarana/prasarana, SDM dan
kelembagaan nelayan, akses pasar, keamanan, perzinan dan regulasi. Dan tentu
saja dengan semakin naiknya harga dolar di Indonesia memperparah kondisi
perikanan di Indonesia. Ditambah dengan semakin naiknya juga harga minyak
BBM di Indonesia.
Potensi perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton/tahun dan 57,7 juta ton
merupakan potensi perikanan budi daya. Potensi perikanan penangkapan di laut
dan perairan umum (air tawar) sebesar 7,3 juta ton, yang terdiri dari 6,4 juta ton
potensi penangkapan laut dan 0,9 juta ton potensi penangkapan perikanan perairan
umum (M. Ghufran H Kordi K, 2015 : 2). Dengan melihat potensi tersebut, para
nelayan memiliki peluang untuk menangkap ikan dibawah 6,4 juta ton. Dengan
potensi tersebut, para nelayan seharusnya mampu mencapai kesejahteraannya
karena begitu luasnyanya garis pantai di Indonesia, yaitu 95.181 km. Sekitar tiga
perempat (5,8 juta km2) wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari
laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah perairan laut
teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2. Potensi wilayah perairan laut dan garis
pantai yang begitu luas menyimpan sumber daya alam yang cukup besar, baik
Data statistik menunjukkan hampir 65 persen penduduk di Indonesia hidup
dikawasan pesisir dan laut, hal ini menjadikan negara maritim terbesar di dunia.
sehingga seharusnya nelayan di Indonesia memiliki kehidupan yang layak bahkan
sejahtera. Namun hal ini tidak diimbangi dengan kemampuan baik dari segi modal
maupun infrastruktur khususnya harga BBM. Terbatasnya sumber daya manusia,
infrastruktur sosial, ekonomi dan komunikasi serta ketimpangan perekonomian
masyarakat lokal dengan negara tetangga menyebabkan kesejahteraan nelayan
sulit untuk ditingkatkan.
Kenaikan harga BBM di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2015
mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana terjadi kenaikan dan penurunan.
Setiap tahunnya, jumlah nelayan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
semakin tingginya privatisasi perairan pesisir di berbagai wilayah tempat nelayan
mencari ikan yang diperuntukkan sebagai tempat wisata, dan semakin tingginya
biaya produksi melaut yang harus ditanggung oleh nelayan, seperti biaya untuk
membeli BBM semakin tinggi tiap tahunnya. Sedangkan pendapatan nelayan
tidak mengalami peningkatan secara signifikan karena harga ikan relatif tidak ada
perubahan. Akibatnya nelayan kesulitan mendapatkan uang untuk memenuhi
keperluan rumah tangganya masing-masing. Sedangkan biaya untuk membeli
makanan sehari-hari harus dipenuhi. Bahkan tidak sedikit nelayan meminjam
uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Pembatasan bahan bakar minyak jenis solar, telah membuat banyak
nelayan mengeluh dan sebagian diantaranya meninggalkan profesinya sebagai
sayur, jual bubur ayam, kuli bangunan, supir dan lain sebagainya. Hal ini
menyebabkan semakin banyak nelayan-nelayan yang hidup dibawah garis
kemiskinan, karena harga bahan pokok yang pasti ikut naik.
Berikut adalah tabel kenaikan harga BBM dari tahun 2006-2015 :
Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa mulai dari tahun 2008 sampai 2015
harga BBM mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuatif). Hal ini tentu sangat
berpengaruh terhadap pendapatan dan produktifitas nelayan. Dampak langsung
yang dirasakan oleh nelayan yaitu peningkatan biaya bahan bakar untuk melaut.
Selain harga bahan bakar untuk pengoperasian kapal semakin tidak terjangkau,
kenaikan harga bbm juga berdampak pada biaya kenaikan operasional lain seperti
bahan kebutuhan pokok selama melaut yang mencapai 20 hingga 30 persen dari
biaya produksi, serta penyediaan es balok.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di Sumatera Utara, jumlah
masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pada tahun 2008 adalah sebesar
170.925 orang. Pada tahun 2009 menurun menjadi 162.650 orang. Lalu terus
meningkat pada tahun 2010 sampai tahun 2012 sebesar 183.751 orang. Bila
dibandingkan dengan provinsi lain, Sumatera Utara memiliki nelayan terbanyak
kedua setelah Jawa Timur, yaitu sebesar 226.303 orang (2012). Sehingga
Sumatera Utara khususnya perikanan berkontribusi terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Presentase Kontribusi Perikanan Terhadap PDRB Sumatera Utara 2009-2013
Sumber: BPS 2013 Tahun PDRB %
Dari tabel diatas dapat kita lihat, bahwa kontribusi perikanan terhadap
PDRB tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan jumlah nelayan di Sumatera
Utara, bahkan cenderung konstan. Padahal apabila dilihat dari jumlah nelayan
yang ada di Aceh dari tahun 2008-2012 adalah sebesar 81.861 (2008) dan sebesar
64.968 (2012), Aceh memiliki presentase kontribusi perikanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Sumatera Utara, yaitu antara 4.85 sampai 5.38 dengan
jumlah nelayan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Sumatera Utara. Dalam
hal ini perlu dicari tahu apa sebenarnya penyebab kontribusi PDRB nelayan Aceh
lebih besar daripada Sumatera Utara.
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara
tahun 2005 produksi penangkapan di laut terbesar di Provinsi Sumatera Utara
terdapat di kota Medan dengan total produksi sebesar 66.759,3 ton/tahun. Kota
Medan memiliki wilayah pesisir meliputi tiga kecamatan, yakni: Kecamatan
Medan Marelan, Medan Labuhan dan Medan Belawan.
Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota
Medan, Sumatera Utara. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini didiami oleh
masyarakat sebagai nelayan karena berbatasan langsung dengan pesisir. Tentunya
nelayan di kawasan Medan Belawan ikut berkontribusi dalam meningkatkan
PDRB Sumatera Utara. Kondisi umum nelayan di Medan Belawan belum bisa
sepenuhnya dikatakan sejahtera, bahkan secara umum masyarakat nelayan berada
pada tingkat ekonomi lemah. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang
tidak dibarengi dengan kemampuan nelayan untuk membeli minyak (solar)
menagkap ikan. Dalam hal ini banyak nelayan yang bertukar pofesi dari yang
sebelumnya seorang nelayan akan beralih ke profesi lainnya seperti pedagang
ataupun sopir.
Dibawah ini adalah tabel data Jumlah Rumah Tangga Perikanan /
Perusahaan Perikanan di Sumatera Utara :
Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) / Perusahaan Perikanan (PP) Tahun 2005-2013
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara 2013
Dari tabel diatas, dapat kita lihat jumlah Rumah Tangga Perikanan di
Sumatera Utara dari tahun 2005-2013. Dari tahun 2005-2013 kita lihat adanya
peningkatan jumlah rumah tangga perikanan dan perusahaan perikanan di
berbagai lokasi penangkapan ikan. Secara khusus, dilihat pada penangkapan di
laut, rumah tangga perikanan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
walaupun ada penurunan pada tahun 2012, namun meningkat kembali pada tahun
2013. Hal ini berarti sektor perikanan memiliki pengaruh atau peran yang sangat
diminati banyak masyarakat dan juga secara otomoatis berkontribusi dalam
(BBM) sangat dibutuhkan dalam menunjang perusahaan perikanan / rumah tangga
perikanan di Sumatera Utara.
Berikut adalah tabel jumlah perahu / kapal perikanan tangkap menurut
kategori perahu :
Tabel 1.4 Jumlah Perahu / Kapal Perikanan Tangkap menurut Kategori Perahu / Kapal dan Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2005-2013 Tahun Perahu Tanpa
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, jumlah alat transportasi yang
digunakan nelayan untuk melaut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
walaupun ada penurunan pada tahun 2009 dan tahun 2013, namun tidak
signifikan. Dan dapat dilihat jumlah perahu tanpa motor mengalami penurunan,
sehingga dapat diketahui bahwa banyak nelayan yang menggunakan perahu motor
tempel ataupun kapal motor yang tentu saja lebih cepat dan efektif dan sudah pasti
menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM)
Menururt hasil penelitian Labora Pasaribu (2008), terdapat perbedaan hasil
tangkapan yang diperoleh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Pada tahun
penurunan menjadi 13.536,67 kg/bulan. Bahkan, walaupun nelayan sudah
menambah lama melautnya, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sesudah
kenaikan harga BBM tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Selain kenikan harga BBM, banyak faktor yang menjadi penyebab
menurunnya hasil tangkapan nelayan karena penuh dengan risiko ketidakpastian.
Risiko produksi yang terberat, yaitu karena hasil tangkapan berasal dari perairan
umum harus tunduk dengan general proverty rights, dimana setiap orang
Indonesia berhak atas laut tersebut maka timbul persaingan antar sesama nelayan
(Labora Pasaribu : 2008).
Selama tahun 2009 sampai 2015 terjadi kenaikan dan penurunan harga
BBM, hal ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di kecamatan
Medan Belawan, karena dalam operasionalnya sebagian besar menggunakan
Solar. Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Dampak Kenaikan BBM Terhadap Tingkat Penddapatan Nelayan di Kecamatan
Medan Belawan”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis
mengajukan rumusan masalah sebagai acuan dalam mengkaji penelitiann ini.
Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah:
1. Apakah ada perbedaan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan
harga BBM (solar)?
2. Apakah ada perbedaan kuantitas hasil tangkapan yang didapat nelayan
3. Apakah ada perbedaan lama nelayan melaut yang dilakukan nelayan
sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar)?
4. Apakah ada perbedaaan frekuensi melaut yang dilakukan nelayan sebelum
dan sesudah kenaikan BBM (solar)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pendapatan nelayan sebelum dan
sesudah kenaikan harga BBM (solar)
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah hasil tangkapan nelayan
sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar)
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan lama nelayan melaut dan
frekuensi melaut yang dilakukan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan
BBM (solar).
4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan frekuensi nelayan melaut antara
sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar)
1.4.Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka manfaat yang akan diperoleh
dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dalam
menetapkan harga BBM (solar) terhadap usaha perikanan dan penangkapan
2. Sebagai bahan pertimbangan dan gambaran bagi para nelayan untuk
mengelola usahanya, khususnya penangkapan ikan pasca kenaikan harga
BBM (solar).
3. Sebagai bahan referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh mahasiswa.
4. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang dampak kenaikan harga