• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Pasien Karsinoma Nasofaring dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Pasien Karsinoma Nasofaring dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat individu mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) merupakan citra subjektif dari percampuran yang kompleks antara perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar, mencakup bagaimana individu mengetahui dirinya dan seluruh aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan spiritualnya serta memberikan kita pedoman dan acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.

(2)

2.1.2. Komponen Konsep Diri

Terdapat lima komponen konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1991) yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity).

a) Gambaran diri (body image)

Stuart dan Sundeen (1991) menyatakan bahwa gambaran diri merupakan sikap individu terhadap tubuhnya mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh saat ini, masa lalu, dan masa mendatang secara berkelanjutan dan dipengaruhi dengan pengalaman baru individu.

Gambaran diri merupakan persepsi, perasaan, sikap, dan pengalaman tentang tubuh individu termasuk pandangan tentang maskulinitas, dan feminimitas, kegagahan fisik, daya tahan, dan kapabilitas. Gambaran diri merupakan hal pokok dan dinamis karena tubuh individu sering berubah seiring dengan usia, persepsi, dan pengalaman-pengalaman baru yang diterima oleh individu dan dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada stimulus eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur, dan fungsi (Potter dan Perry, 2005).

Menurut Sunaryo (2004) gambaran diri merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi: performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan

(3)

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu :

1. Faktor internal

Pandangan pribadi tentang karakteristik mengenai kemampuan fisik, pertumbuhan kognitif, perkembangan hormonal, dan usia.

2. Faktor eksternal

Pandangan dan persepsi orang lain terhadap individu serta nilai kultural dan sosial.

Perubahan gambaran diri juga dipengaruhi oleh stresor yang dialami individu. Stresor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu:

1. Perubahan penampilan, struktur, atau fungsi bagian tubuh

Amputasi, perubahan penampilan wajah karena kecelakaan, mastektomi, kolostomi, ileostomi, hemiplegia, paraplegia, kelumpuhan, operasi plastik dan lain-lain dapat mengakibatkan stresor pada gambaran diri.

2. Penyakit kronis

(4)

3. Perubahan hormonal dan perkembangan fisik

Kehamilan, penuaan, dan menopause merupakan hal yang normal dialami individu. Namun, hal ini dapat mengakibatkan perubahan pada gambaran diri individu yang bergantung pada penerimaan individu. 4. Efek pengobatan dan terapi

Kemoterapi, terapi radiasi, dan hemodialisa yang pada umumnya menyebabkan perubahan pada penampilan seperti mengalami kerontokan rambut, kulit kusam, dan timbul bintik kehitaman dikulit mejadi stresor bagi gambaran diri individu.

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan gambaran diri positif menunjukkan sikap bersyukur dengan perubahan fisik yang terjadi, tetap menyukai, dan tidak menyalahkan Tuhan atas kondisi yang dialami. Individu dengan gambaran diri negatif menunjukkan penolakan untuk menyentuh bagian tubuh yang berubah, ketidak nyamanan yang terus menerus dirasakan akibat perubahan fisik yang terjadi, merasa tidak menarik akibat perubahan tubuh, sering mengeluh dan mengkritik diri sendiri, memiliki pandangan negatif, depersonalisasi, serta menolak menerima penjelasan perubahan tubuh.

b) Ideal diri (self ideal)

(5)

diri antara lain faktor spiritualitas, kecenderungan individu dalam menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor sosial, kultural, dan budaya yang mempengaruhi, ambisi dan keinginan yang kuat untuk bisa lebih dan mencapai keberhasilan yang menyangkut harga diri individu, serta perasaan cemas, kebutuhan yang realistis, dan keinginan untuk menghindari kegagalan.

Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai (Sunaryo, 2004).

Ideal diri mempermudah individu dan berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu saat mengahadapi konflik atau kondisi yang mengancam sehingga, tercapailah keseimbangan fisik dan mental. Ciri-ciri individu yang mempunyai ideal diri yang realistis menurut Stuart dan Sundeen (1991), antara lain:

1. Semangat untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan individu memiliki perasaan berharga.

2. Tidak ingin bergantung terhadap orang lain dan tidak menyalahkan orang lain maupun Tuhan terhadap perubahan yang terjadi walaupun tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

3. Giat dalam bekerja dan berusaha, serta tidak mudah menyerah.

(6)

dapat memenuhi ideal diri sesuai standar dan kriteria yang ditetapkan (tidak realistis) mengakibatkan harga diri rendah, merasa lebih buruk dari yang lain, dan menyebabkan individu tidak berdaya (Keliat, 2000).

c) Harga diri (self esteem),

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa harga diri adalah bentuk penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan mempertimbangkan dan menganalisa seberapa jauh perilaku individu sesuai dengan ideal diri. Apabila ideal diri berupa cita-cita harapan keinginan tercapai, akan langsung menghasilkan perasaan berharga didalam diri. Jika individu berhasil maka memiliki harga diri yang tinggi, namun apabila individu selalu gagal mengakibatkan individu memiliki harga diri yang rendah.

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Poter dan Perry (2005) yaitu:

1. Harga diri dipengaruhi oleh ideal diri.

(7)

2. Evaluasi diri.

Evaluasi diri pribadi maupun evaluasi dari orang lain mempengaruhi harga diri individu. Evaluasi diri yang baik mengakibatkan peningkatan harga diri dan individu akan mempertahankannya, namun evaluasi diri yang buruk menyebabkan penurunan harga diri.

3. Harga diri dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup.

Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri, yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua atau orang dicintai, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara, kekalahan berulang, ketidak berhasilan dalam pekerjaan, kegagalan dama berhubungan, penyakit, pembedahan, kecelakaan, perubahan lain dalam kesehatan mempengaruhi harga diri individu. Semakin besar kejadian yang menganggu individu semakin besar pula penurunan harga diri yang terjadi (Potter dan Perry, 2005).

(8)

d) Peran diri (Self role)

Menurut Stuart dan Sundeen (1991) peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran dibagi menjadi 2 yaitu peran yang telah ditetapkan dan peran yang diterima. Peran yang ditetapkan seperti peran menjadi orangtua, anak, ibu, ayah dan lain-lain, sementara itu, peran yang diterima (dipilih individu) seperti peran menjadi pelajar, peran menjadi pekerja swasta, atau pekerja negeri, dan lain-lain.

Potter dan Perry (2005) menjelaskan Peran diri yaitu mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas, dan kebiasaan yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Peran diri merupakan label individu yang mempunyai berbagai peranan didalam kehidupan yang terintegrasi dalam pola fungsi individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan menurut Stuart dan Sundeen (1991) yaitu:

1. Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2. Respon yang tetap dan konsisten terhadap peran yang dilakukan. 3. Kesesuaian dan keseimbangan antar semua peran.

4. Keselarasan budaya dan harapa terhadap peran.

5. Dukungan orang terdekat terhadap peran yang dilakukan.

(9)

Setiap individu memiliki lebih dari satu peran dan memungkinkan untuk mengalami gangguan peran diri. Gangguan peran diri atau stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dengan nilai dan keinginan individu, dan peran berlebih. Perilaku individu dengan gangguan peran atau peran yang tidak memuaskan menunjukkan ketidakpuasan individu terhadap peran yang sedang dilakukannya, mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran, kegagalan menjalankan peran yang baru, ketegangan menjalankan peran yang baru (Potter dan Perry, 2005).

Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan perilaku yang timbul apabila individu mengalami peran diri yang tidak memuaskan seperti perasaan tidak mampu, gagal, putus asa, apatis, dan kurang bertanggung jawab. Sementara itu, individu yang dapat beradaptasi dengan berbagai peran dan puas terhadap peran yang dilakukan akan lebih meningkatkan perasaan berharga, dihormati, mempunyai ambisi, semangat yang kuat, dan ingin terus meningkatkan kualitas dalam peran yang sedang dilakukan.

e) Identitas diri (self identity)

(10)

terintegrasi bukan terbelah. Menurut Sunaryo (2004) Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh.

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu dengan identitas diri yang jelas dilihat dari perilaku dan karakteristik seperti individu mengenal dirinya secara terpisah dan berbeda dengan orang lain, dan menyadari keunikan masing masing, tetap bangga menjadi diri sendiri, mengenali dan menyadari jenis seksualnya, sadar akan hubungannya masa lalu, saat ini, dan masa mendatang, tetap berkarya, mempunyai tujuan yang dapat dicapaidan direalisasikan, mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya, menghargai, mengakui, dan tetap percaya diri terhadap berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai, dan perilaku secara harmonis.

Identitas diri dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup, stresor tersebut adalah stresor kultural, stresor sosial, dan stresor personal. Individu yang tidak dapat mengatasi dan tidak mampu beradaptasi dengan stresor yang terjadi akan membuat individu mengalami gangguan identitas diri.

(11)

interpersonal, mempunyai perasaan yang hampa (mengambang), kerancuan gender, tingkat ansietas yang tinggi, dan ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991).

2.1.3. Jenis-jenis konsep diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1995), konsep diri terbagi atas dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

a) Konsep diri positif

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan dan bukan suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang mempunyai konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realita, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

b) Konsep diri negatif

Konsep diri negatif ini dibagi atas dua tipe, yaitu:

(12)

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu di didik dengan cara yang sangat keras sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditunjukkan melalui citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realistis dan semangat untuk menggapainya, harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan, dan rasa identitas yang jelas.

(13)

2.1.4. Gangguan konsep diri a) Gangguan gambaran diri

Gambaran pada gambaran diri seseorang lebih ditujukan pada perubahan fisiologi tubuh yang juga akan dimanifestasikan kepada perubahan psikologinya dalam bentuk prilaku baik secara adaptif maupun maladaptif. Faktor-faktor yang mengganggu gambaran diri apabila: kehilangan atau kekerasan bagian tubuh baik (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk, penamppilan tubuh akibat penyakit, dan proses pengobatan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk tidak fungsi tubuh (Suliswati, 2005).

b) Gangguan ideal diri

Faktor yang mempengaruhi gangguan ideal diri, yaitu kebudayaan yang akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, jika semua ini terpenuhi akan memperlihatkan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.

c) Gangguan harga diri

(14)

mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri maupun orang lain, dan gagal dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri maupun orang lain. Manifestasi perilaku dari seseorang dengan perasaan harga diri yang rendah adalah suka mengkritik diri sendiri atau orang lain, menyangkal kesenangan atau kepuasan diri, gangguan hubungan interpersonal (menarik diri), membesar-besarkan diri sebagai orang penting, rasa bersalah yang tinggi dan tindakan merusak dan penyalahgunaan obat-obatan.

d) Gangguan penampilan peran

Konflik yang timbul apabila orang yang mempunyai ketegangan peran menjadi frustasi karena mereka merasa atau dibuat merasa tidak cukup baik atau tidak cocok untuk menjalankan suatu peran yang diberikan kepadanya. Hal ini diukur berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan dan disepakati bersama didalam suatu kelompok atau masyarakat (Kozier, 2004).

Taylor (1993) sumber-sumber stress yang dapat mempengaruhi peran dan menyebabkan terjadinya gangguan penampilan peran pada seseorang antara lain: transisi peran yang terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat sakit dan ketegangan peran (role strain):

a. Konflik peran, yaitu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan secara terus menerus tidak dapat dipenuhi

(15)

Manifestasi yang ditunjukkan akibat adanya gangguan penampilan peran dapat berupa tingkat kecemasan yang tinggi, ketidakpastian dalam merasakan diri, konflik dengan orang lain disekitarnya, memaksakan diri menjalankan peran yang diberikan dan dalam keadaan yang kronis dapat timbul waham kebesaran.

e) Gangguan identitas personal

Sumber stress yang dapat mengganggu identitas personal seseorang antara lain: proses menjadi tua, perubahan struktur sosial (Suliswati, 2005).

Manifestasi yang ditunjukkan seseorang yang mengalami gangguan identitas personal adalah depersonalisasi yaitu:

- Afek, berupa kehilangan identitas diri, merasa tidak aman, takut dan malu dan merasa sangat terisolasi

- Persepsi, berupa halusinasi auditorik dan visual, sukar membedakan diri sendiri dengan orang lain dan menjalani kehidupan seperti mimpi - Cara berpikir, berupa bingung sehingga disorientasi, cara berpikir

menyimpang, gangguan daya ingat dan gangguan daya menilai

- Tingkah laku, yaitu tidak responsif, tidak spontan dan tidak

(16)

2.2. Karsinoma Nasofaring (KNF) 2.2.1. Pengertian Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2.2. Epidemiologi

KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2.3. Etiologi

Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:

(17)

kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009)

b. Infeksi Virus Eipstein-Barr

Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non- keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalamlimfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009). c. Faktor Lingkungan

(18)

2.2.4. Klasifikasi & Histopatologi

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

2.2.5. Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring 2.2.5.1. Gejala Dini

(19)

akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).

Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).

2.2.5.2. Gejala Lanjut

(20)

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009).

Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

2.2.6. Penanggulangan 2.2.6.1. Radioterapi

(21)

2.2.6.2. Brakiterapi

Brakiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis tinggi terhadap jaringan dengan volume kecil. Pemberian brakiterapi terhadap tumor primer KNF, dapat dibagi berdasarkan beberapa indikasi. Indikasi tersebut adalah tumor persisten lokal setelah empat bulan pemberian radioterapi primer, sebagai adjuvant setelah radioterapi eksternal dan untuk tumor persisten regional dimana brakiterapi diberikan pada penderita yang akan menjalani diseksi leher.

2.2.6.3. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF recurrent atau yang telah mengalami metastasis. Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat pembelahan sel pada semua siklus sel (Cell Cycle non Spesific) baik dalam siklus pertumbuhan sel maupun dalam keadaan istrahat.

2.2.6.4. Pembedahan

Pembedahan tidak hanya berperan pada penanggulangan KNF. Tindakan bedah terbatas pada reseksi sisa masa tumor yang kambuh atau tidak terkontrol di nasofasofaring dan leher setelah radioterapi.

2.2.6.5. Imunoterapi

(22)

2.3. Kemoterapi

2.3.1. Definisi Kemoterapi

Menurut Sukardja (2002), kemoterapi adalah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut dengan sitostatika. Sedangkan menurut Brunner (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu: kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi paliatif dan kemoterapi investigatif.

2.3.2. Efek Samping Kemoterapi

Obat sitotoksik menyerang sel – sel kanker yang sifatnya cepat membelah.Namun, terkadang obat ini memiliki efek pada sel – sel tubuh normal yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa ( selaput lendir ), sum – sum tulang, kulit dan sperma. Beberapa efek samping yang sering ditemui pada pasien adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009) :

a. Supresi sum–sum tulang

Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah efek samping yang terjadi akibat kemoterapi.

b. Mukositis

(23)

c. Mual dan Muntah

Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara akut, dalam 0-24 jam setelah kemoterapi, atau tertunda 24 – 96 jam setelah kemoterapi.

d. Diare

Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit sering menimbulkan diare.Pasien dianjurkan untuk makan rendah serat, tinggi protein dan minum cairan yang banyak.

e. Alopesia

Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah pengobatan dihentikan.

f. Infertilitas

Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang kemoterapi seringkali produksi spermanya menurun.Kemoterapi seringkali menyebabkan perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau menetap dan timbul gejala-gejala menopause.

g. Kulit

(24)

2.3.3. Faktor – Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Kemoterapi

Menurut Sudoyo (2009), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kemoterapi adalah sebagai berikut:

1. Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah: pilihan rejimen pengobatan, dosis, cara pemberian, dan jadwal pemberian. 2. Faktor yang harus diperhatikan pada pasien adalah: Usia, jenis kelamin,

status sosial ekonomi, status gizi, status penampilan, cadangan sumsum tulang, serta fungsi hati, paru, ginjal, jantung, dan penyakit penyerta

Referensi

Dokumen terkait

Apabila nilai signifikansi kurang dari nilai alfa (α) 0,05 maka variabel tersebut dinyatakan positif mempengaruhi variabel dependennya. Berdasarkan hasil uji t, peneliti

Dari asuhan kebidanan yang dilakukan penulis di dapat hasil sebagai berikut: selama kehamilan trimester III pada UK 28 minggu ibu dengan Kekurangan Energi Kronis

33,3% dari responden menjawab bahwa tidak adanya pembinaan yang dilakukan oleh pengelola untuk melakukan identifikasi keragaman dan kearifan lokal masyarakat dan 66,6%

Di dalam penelitian ini, di bahas tentang tata cara pelaksanaan kesenian bordah dan fungsi yang terdapat pada adat perkawinan Melayu di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Kualuh

Pada penulisan ilmiah ini, penulis mencoba menerapkan suatu aplikasi forum komunikasi pelajar secara online pada sekolah yang dapat digunakan oleh murid, guru serta alumni sekolah

Maka berdasarkan Surat Panitia Barang/Jasa BBLKI Surakarta Nomor : B.957/BBLKI-SKA/IX/2013 tanggal 04 September 2013 Perihal Penetapan Pemenang pekerjaan tersebut diatas,

Tenaga Kerja Dalam Negeri yang dibentuk dengan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktur. Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Nomor

Dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas tentang pembuatan situs anime dengan menggunakan MySQL sebagai database dan PHP4 sebagai programnya. Penggunaan MySQL dan PHP4 dalam