II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitianAstuti, etal
Aspek ekomis terdiri atas : (1) harga jual tanaman pangan rendah
khususnya pada saat panen (23,1% ), (2) panen sawit dilakukan kontiniu
setiapdua minggu ( 13,3 %), (3) keuntungan berkebun kelapa sawit lebih tinggi
(10,2 % ), (4) harga sawit lebih terjamin/stabil (9,9%), dan (5) biaya pemeliharaan
tanaman sawit lebih rendah (1,9%). Aspek lingkungan terdiri atas : (1)
kecocokan lahan untuk kebun kelapa sawit (6,9 %), ancaman hama dan penyakit
pada tanaman pangan (6,7%), (3) kondisi irigasi tidak mendukung (4,9% ), (4)
posisi tawar petani sawit lebih tinggi (2,7%), dan (5) tenaga kerja kebun sawit
lebih sedikit (1,0 %), sedangkan aspek teknis terdiri atas (1) tanaman sawit
berumur panjang (13,3%), (2) proses pascapanen tanaman pangan lebih sulit
(2,4%), (3) teknik budidaya sawit lebih muda (2,2%), dan (4) kesulitan pengadaan
pupuk untuk tanaman pangan (1,5%).
(2011) di Desa Kunkai Baru Propinsi Bengkulu,
dengan analisis data menggunakan metodeAHP(Analytical Hierarchy Process)
menunjukkan bahwa keputusan petani melakukan konversi lahan pangan menjadi
kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh aspek ekonomis, lingkungan dan aspek
teknis.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugandi,et al (2012) di Bengkulu
dengan menggunakan model regresi logistik dimana faktor- faktor
yangsignifikan mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan sawah menjadi
kebun kelapa sawit adalah: resikousaha tani padi dengan nilai signifikan (0,009),
kelolah lahan (0,017), dan kendala ketersediaan air irigasi(0,002) dan nilai land
rent dengan rasio 1,08. Sedangkan faktor-faktor yang tidak signifikan adalah:
jumlah tanggungan dengan nilai signifikan (0,141), luas kepemilikan lahan
(0,145), dan pengalaman usahatani (0,665).
HasilPenelitian yang dilakukan oleh Hanizar (2012) di Kecamatan Padang Jaya
Kabupaten Bengkulu Utara dengan menggunakan model regresi logit
menunjukkan bahwa faktor –faktor yang signifikan mempengaruhi keputusan
petani untuk melakukan alih fungsi lahan sawah irigasi ke tanaman perkebunan
adalah pendidikan formal, luas lahan dan respon petani terhadap dinamika pasar,
sedangkan faktor –faktor yang tidak signifikan adalah pengalaman usahatani
dan pendapatan.
Penelitian yang dilakukan Gargaran(2011) tentang analisis alih fungsi lahan
tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhan Batu dengan
menggunakan model persamaan Cobb- Douglas faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani mengalih fungsikan lahannya adalah faktor
pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja
Hasil penelitian Dinarianti (2014) dalam skripsinya tentang faktor-faktor yang
signifikan memepengaruhi alih fungsi lahan pertanian di daerah sepanjang irigasi
Bendung Colo Kabupaten Sukaharjo dengan menggunakan metode persamaan
Regresi Berganda adalah:faktor ekonomi, faktor sosasl, faktor kondisi lahan dan
faktor peraturan pemerintah / UU .
Dari hasi penelitian terdahulu tersebut,diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan petani dalam mengalihfungsikan lahan sawah ke lahan tanaman
masih rendahnya produktivitas padi sawah yang diusahakan petani, resikousaha
tani yang tinggi, proporsi pendapatan, nilai land rent,intensitas penyuluhan yang
rendah dan minimnya implementasi Peraturan Pemerintah yang tentang tataguna
dan tatakelolah lahan, harga jual lahan, luas kepemilikan lahan, status lahan,
kondisi lahan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman berusahatani.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Keputusan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menggunakan
lahan pertanian yaitu : (1) faktor fisik ( iklim, topografi, tanah, air), dan (2)
Faktor manusia (budaya dan sejarah, faktor ekonomi, faktor politik). Dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani tersebut, selain dipengaruhi
oleh aspek fisik dan manusia juga dipengaruhi oleh sikap manusia
( behavioral element) dan kesempatan lain dari petani (chance element) yang akan
berpengaruh langsung terhadap pola usahatani.
Pada dasarnya hasil dari usahatani adalah pendapatan yang diterima petani, maka
jika hasil usahatani mampu meningkatkan pendapatan petani, petani sejahtera dan
ini merupakan dampak yang positif. Sebaliknya jika hasil usahatani bersifat
stagnasi atau tidak dapat meningkatkan pendapatan, maka dampakhasil usahatani
bersifat negatif. Dalam membuat suatu keputusan, terhadap penggunaan suatu
lahan, harus lebih dahulu mengetahui elemen fisik lahan tersebut dan elemen
manusia yang ada di tambah dengan inovasi yang ada seperti teknologi yang
tersedia. Pendapatan yang ada, juga mempengaruhi pola pertanian yang akan
diterapkan, dimana dengan pendapatan yang tinggi akan menentukan pola
inovasi, sementara kalau pendapatan yang rendah, akan menghambat kemampuan
untuk menerapkan inovasi pada usahatani, yang berdampak pada kemiskinan
petani sebagai dampaknegatif dari stagnasi( Sukartawi, 1988).
2.2.2. Konsep Alih Fungsi Lahan
Lahan sebagai komoditas mempunyai nilai atau harga tersendiri yang ditentukan
berdasarkan parameter, yaitu (1) tingkat produktivitas lahan itu sendiri,(2)
lokasi/letak lahan, (3) kegiatan yang berada diatasnya (Sutarto,1993, dalan
Nasution, etal, 2000). Penentuan nilai berdasarkan parameter tersebut dapat
menjadi salah satu alasan terjadinya alih fungsi lahan, sebab dengan terjadinya
tingkat produktivitas suatu kegiatan yang dilakukan di atas lahan, akan
menyebabkan kecenderungan untuk melakukan alih fungsi lahan ke bentuk lain
agar produktivitasnya bertambah yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai
lahan tersebut. Disamping itu, nilai /harga suatu lahan juga ditentukan oleh jarak
lahan tersebut dari pusat ekonomi yang ditunjukkan oleh garis horizontal,
sedangkan nilai ekonomis ditunjukkan oleh garis vertikal. Penggunaan lahan
untuk komersial dan industri memberikan nilai yang lebih tinggi, menyusul
daerah pemukiman, dan kemudian daerah pertanian, sedangkan daerah padang
pengembalaan dan hutan memiliki nilai lahan yang lebih rendah dari yang lainnya
Gambar 4. Nilai Tawar Sewa Hipotetik berbagai jenis penggunaan lahan. Sumber : Suparmoko (1989)
Nasution, etal
2.2.3. Penawaran dan Permintaan lahan
( 2000) memaparkan beberapa faktor yang berperan penting
menyebabkan proses konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu: (1)
perkembangan standar tuntutan hidup (hal ini berhubungan dengan nilai landrent
yang mampu memberikan perkembangan standar tuntutan hidup petani), (2)
fluktuasi harga pertanian, (3) struktur biaya produksi pertanian, (4) teknologi, (5)
aksesibilitas dan (6) resiko dan ketidak pastian.
Dari sudut pandang ekonomi, kurva penawaran lahan seperti kurva penawaran
barang lainnya mempunyai slove yang positip karena perkaitan dengan
konsep produktivitas marjinal dari lahan. Berarti dengan naiknya harga, semakin
banyak unit (luas) lahan yang mau dijual oleh produsen atau pemilik lahan.
Naiknya penawaran lahan bisa berasal dari lahan yang tadinya kurang sesuai
untuk sebuah penggunaan tertentu, atau alih fungsi lahan dari suatu penggunaan
lahan ke penggunaan lainnya. Dalam bidang pertanian misalnya, ketika
permintaan terhadap lahan pertanian naik, berarti harga per unit lahan naik,
karena tidak menguntungkan sekarang menjadi menguntungkan digunakan
sebagai lahan pertanian. Dari sudut pandang ekonomi, alokasi lahan yang efisien
untuk suatu jenis penggunaan tertentu tercapai ketika kurva permintaan dan dan
penawaran berpotongan dimana terjadinya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran.
Penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 5, dimana pada awalnya sumberdaya
lahan belum merupakan sumberdaya yang langka, maka harga lahan masih
sebatas q0, seiring dengan perjalanan waktu, jumlah penduduk telah bertambah,
sementara kebutuhan akan lahan semakin bertambah juga, maka terjadi
pergeseran kurva demand mengarah ke kanan (D1), sehingga mengakibatkan q1
yang menunjukkan peningkatan harga lahan tersebut.
Pergeseran kurva demand terus bergeser kekanan yang ditunjukkan oleh kurva
D2, D3 yang diikuti dengan kurva suplai yang mengarah ke vertikal, sehingga
harga lahan terus meningkat seperti yang ditunjukkan q2 dan q3.
Gambar5. Kurva Penawaran dan permintaan terhadap lahan pertanian
2.2.4. Pendapatan
Menurut Reksoprayitno (2004), pendapatan (revenue) dapat diartikan
sebagai total penerimaan / jumlah penghasilan yang diterima sebagai balas jasa
atau faktor- faktor produksi yang telah disumbangkan. Soekartawi (1995)
menyatakan bahwa pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara
jumlah produksi dengan harga produk tersebut, sedangkan biaya produksi
merupakan hasil perkalian antara jumlah faktor produksi dengan harga faktor
produksi tersebut.
2.2.5. Sewa Lahan/Land Rent sebagai surplus ekonomi
Sewa lahan dari sudut pandang ekonomi, adalah selisi dari total penerimaan
setelah dikurangi total biaya yang meliputi semua faktor produksi termasuk
managemen. Nilai ini yang semata-mata dapat dianggap berasal dari faktor
produksi lahan saja. David Ricardo memberikan perhatian pada kesuburan lahan
sebagai faktor yang membedakan nilai sewa sebidang lahan. Lahan yang lebih
subur akan menghasilkan produksi lebih tinggi dari pada lahan yang kurang subur
jika faktor produksi lainnya yang digunakan sama ( Gambar 6a). Dari sisi lain,
untuk menghasilkan tingkat produksi yang sama, lahan yang subur memerlukan
input lainnya yang lebih sedikit dibanding dengan lahan yang kurang subur.
Dengan kata lain, bahwa lahan yang kurang subur akan membutuhkan biaya
produksi yang lebih besar dibanding lahan subur (Gambar 6 b), sehingga akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan/keuntungan. Terlebih lagi bila lahan
tersebut merupakan lahan marjinal, dimana biaya produksi sama dengan
besarnya land rent digambarkan oleh Berlowe (1972) dalam Suparmoko, (2003)
sebagai berikut.
Gambar 6.Kurva ilustrasi Perbedaan Kesuburan Tanah pada besarnya Land rent menurut Barlowe(1987)dalam Suparmoko, (2003).
Di lain pihak, Johann Heinrich von Thunen lebih memfokuskan pada jarak
terhadap pendapatan bersih yang akan diterima oleh petani yang menghasilkan
produk pertanian. Petani yang jauh dari pasar akan menerima harga yang lebih
rendah dari pada petani yang dekat dengan pasar karena perbedaan biaya
transportasi untuk membawa produk tersebut ke pasar. Jika diasumsikan
kesuburan lahan sama, maka lahan yang jauh dari pasar akan memperoleh sewa
yang lebih kecil dari pada lahan yang dekat dengan pasar. Konsep Von Thunen
ini menjadi diperluas,bukan hanya jarak saja yang mempengaruhi sewa sebidang
jalan, mempunyai nilai sewa yang lebih tinggi dari pada lahan yang di sebelahnya
yang tidak mempunyai akses langsung ke jalan.
2.3.6. Inplementasi kebijakan undang-undang /peraturan tentang tata ruang dan tata guna lahan
Menurut Undang - undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, tujuan dari perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah : (1) melindungi kawasan dan lahan
pertanian pangan secara berkelanjutan, (2) menjamin ketersesdiaan lahan
pertanian pangan secara berkelanjutan, (3) mewujudkan kemandirian, ketahanan
dan kedaulatan pangan, (4) melindungi kepemilikan lahan pangan milik petani,
(5) meningkatkan kemakmuran serta kesehjahteraan petani dan masyarakat, (6)
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, (7) meningkatkan
penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, (8) mempertahankan
keseimbangan ekologis, dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian.
Sebagai tindak lanjut Undang-undang No 41 Tahun 2009, pemerintah
mengeluarkan PP No.1 Tahun 2011 tentang penetapan alih fungsi lahan pertanian
pangan berkelanjutan, bertujuan untuk: (1) mewujudkan dan menjamin
tersedianya lahan pertanian pangan berkelanjutan, (2) mengendalikan alih fungsi
lahan pertanian pangan berkelanjutan, (3) mewujudkan kemandirian, ketahanan
dan kedaulatan pangan nasional, (4) meningkatkan pemberdayaan pendapatan
dan kesejahteraan bagi petani,(5) memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha
tani, (6) mewujudkan keseimbangan ekologis, dan (7) mencegah pemubaziran
investasi infrastrukturpertanian.
Modal adalah hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut.
Dalam perkembangannya, kemudian modal ditekankan pada nilai, daya beli atau
kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang
modal, (Riyanto, 1997). Menurut Riyanto (1997), pengertian modal usaha
sebagai ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggunakan modal kongkrit
(modal aktif) dan modal abstrak (modal pasif).
Modal berhubungan dengan pembiayaan perusahaan agribisnis atau yang
disebut juga dengan keuangan pertanian yang berhubungan dengan permintaan,
penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan
pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan
pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai status perusahaan
/kegiatan di sektor pertanian. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang
disalurkan, dikelolah dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor
pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang
disediakan , diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahaan agribisnis
maupun suatau usahatani yang masih sederhana.
Modal yang digunakan suatu perusahaan, berasal dari dua sumber yaitu: internal
dan eksternal dimana sumber modal internal adalah modal yang berasal dari
dalam perusahaan sepeti: (1) depresiasi yaitu modal yang berguna sebagai dana
sementara untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, untuk membeli aktiva baru,
serta menggantikan aktiva lama yang rusak, (2) laba ditahan/Retained Earning
yang berasal dari pihak ketiga diluar perusahaan seperti bank, pasar modal dan
suplier.
2.3.8. Kebijakan irigasi
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan
usaha, untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian (Mawardi,
2007).Kebijakan irigasi adalah tengtang peran negara dalam mempromosikan dan
memberikan fasilitas. Ini juga berkaitan tentang pilihan-piliihan kebijakan yang
ada sehubungan dengan teknologi alternatif irigasi, pengelolahan skema irigasi
skla besar dan metode alternatif untuk pembiayaan dari petani untuk
pengembangan usahataninya melalalui irigasi.Pengembangan jaringan irigasi,
merupakan faktor penting dalam proses usahatani yang berdampak langsung
terhadap kualitas dan kuantitas tanaman padi. Pengelolahan air irigasi dari hulu
(upstream) sampai dengan hilir(downstream) memerlukan sarana dan prasarana
irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa : (1)
bendungan, (2) saluran primer dan sekunder, (3) kotak bagi, (4) saluran tersier,
dan (5) saluran tingkat usahatani (TUT).
2.3.9. Regresi Logistik
Analisa Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk
menentukan hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel
yang lain. Variabel ‘’penyebab’’ disebut dengan bermacam-macam istilah ,
diantaranya seperti variabel penjelas, variabel eksplanatorik, variabel independen,
atau secara bebas, variabel X (karena seringkali digambarkan dalam grafik
variabel yang dipengaruhi, variabel devenden, variavel terkait, atau variabel Y.
Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak (random), namun variabel
yang dipengaruhi harus selalu variabel acak. Analisa Regresi adalah salah satu
analisis yang paling populer dan luas pemakaiannya.
Adapun Regresi Logistik (kadang disebut model logistik atau model logit)
merupakan salah satu bagian dari Analisa Regresi, yang digunakan untuk
memprediksi probalitas kejadian suatu pristiwa, dengan mencocokkan data pada
fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang
digunakan untuk regresi binomial. Seperti analisa regresi pada umumnya, metode
ini menggunakan beberapa variabel bebas, baik numerik maupun kategori.
Regresi Logistik ini tidak memerlukan asumsi normalitas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi, dikarenakan variabel terikat yang terdapat
pada Regresi Logistik merupakan variabel dummy( 0 dan 1 ), sehingga
residualnya, tidak memerlukan ketiga pengujian tersebut. Untuk asumsi
multikolinieritas, karena hanya melibatkan variabel-variabel bebas, maka masih
perlu untuk dilakukan pengujian. Untuk pengujian mulitikolinearitas ini dapat
digunakan uji kebaikan suai (goodness of fit test), yang kemudian dilajutkan
dengan pengujian hipotesis ( uji �2 ), guna melihat variabel-variabel bebas mana
saja yang signifikan, sehingga dapat tetap digunakan dalam penelitian.
Selanjutnya, diantara variabei-variabel bebas yang signifikan, dapat dibentuk
suatu matriks korelasi, dan apabila tidak terdapat variabel-variabel bebas yang
saling memiliki korelasi yang tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat ganguan multikolinieritas pada model penelitian (Widarjono, 2013).
g(x)=�0+�1�1 +�2�2+�3�3...(2.1)
Persamaan untuk menentukan nilai peluang dari persamaan logit:
π (x) = 1+���(��()�) ...(2.2)
Keterangan :
π (x) adalah peluang,
g(x) adalah nilai estimasi logit
�0,�1,�2,����3 berturut-turut adalah nilai koefisien untuk variabel-variabel
konstan.
Statistik W untuk uji signifikansi parameter Regresi Logistik :
��= ����
�...(2.3)
Wilayah kritis :
��>��2,�...(2.4)
Keterangan :
�1 adalah nilai koefisien regresi logitstik untuk variabel ke-1
��1 adalah nilai standard error untuk variabel ke-1
k adalah bayaknya variabel bebas yang digunakan
α adalah taraf nyata.
Rumus untuk menentukan odds ratio :
�1/(1−�1)
�2/(1−�2)
...(2.5)
2.4. Kerangka pemikiran
Saat ini terjadi penurunan produksi padi salah satu penyebabnya adalah alih
fungsi lahan. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit
rakyat berkaitan dengan keputusan petani itu sendiri. Keputusan alih fungsi lahan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu tingkat pendidikan, luas lahan, ketersediaan
air, ketersediaan modal, pendapatan usahatani, frekwensi panen dan pengetahuan
tentang Undang-undang /peraturan pemerintah tentang tataguna dan tata kelolah
lahan.
Gambar 7. Skema Kerangka Pemikiran
Dimana : Menyatakan Pengaruh
Pendidikan, luas lahan, ketersediaan air, ketersediaan modal, pendapatan
usahatani, frekwensi panen dan pengetahuan tentang UU/Peraturan pemerintah
tentang tata guna dan tata kelola lahan mempengaruhi keputusan petani dalam