• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Waria di Jalan Sisingamangaraja Medan, Kajian Sosiolingistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa Waria di Jalan Sisingamangaraja Medan, Kajian Sosiolingistik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Waria

Menurut Sumarsono (2015 : 130), Waria adalah (Singkatan dari wanita-pria) atau wadan (wanita-Adam atau Hawa-Adam) merujuk pada orang-orang yang secara biologis atau fisik kelamin laki-laki tetapi berpenampilan (berpakaian dan berdandan) serta berperilaku seperti atau mengidentifikasi diri sebagai perempuan. Menurut (KBBI, 2009 : 846) Waria adalah wanita-pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita : pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita. Menurut Oetomo (dalam Sumarsono, 2014 : 130), menyatakan biasanya waria merupakan kelas “bawah”, berasal dan beroperasi di kota kecil, sebagian masyarakat “melacurkan diri” di tempat-tempat tertentu sebagian lagi bekerja sebagai penata rambut dan sebagainya. Sebagian masyarakat tidak dapat menerima kehadiran waria di tengah lingkungan mereka, waria tersebut dianggap sebagai sampah masyarakat karena membawa pengaruh negatif di tempat mereka berinteraksi tetapi, tidak semua masyarakat berpandangan buruk tentang waria ada beberapa masyarakat yang menganggap waria adalah orang-orang yang sama dengan sebagaimana orang lainya, mereka dapat merasakan sedih, bahagia, cinta, kasih dan rasa saling menyayangi bahkan pada zaman sekarang kaum waria sudah memiliki HAM.

(2)

terkadang faktor ekonomi juga dapat membuat mereka menjadi seorang waria dan tidak banyak juga beberapa dari mereka bekerja dengan cara menjual diri pada tempat-tempat tertentu oleh sebab itu, kaum waria dianggap berperilaku negatif di tengah masyarakat.

2.1.2 Bahasa Waria

Menurut Oetomo ( dalam Sumarsono, 2004 : 130), bahasa waria termasuk “bahasa rahasia’. Bahasa ini digunkan oleh kaum waria itu sendiri dalam berkomunikasi sesama golongannya agar sebagian orang tidak mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.

Th.C. van der Meij pernah mengajukan analisis dalam skripsi doktoralnya ([Berbagai aspek bahasa Rahasia di Jakarta]. 1983) di Universitas Kerajaan Leiden, yang memandang bahasa khusus waria/gay di Jakarta maupun Medan / Tapanuli beliau mengatakan bahwa bahasa waria itu merupakan bahasa bermain. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahasa waria bukanlah bahasa yang resmi, melainkan bahasa tersebut diciptakan oleh pemakainya berdasarkan keinginanya sendiri.

(3)

Oetomo mengatakan dalam penelitianya pembentukan bahasa waria yaitu pemertahanan suku kata atau bagian suku kata awal kata dasar, sementara selebihnya diubah seakan-akan kata lain.

Contohnya : a. Sudah  su-  sutra b. Tidak  ti-  tinta

Mengubah suku kata terakhir sehingga berakhiran dengan –ong atau es dan mengubah bunyi/huruf vokal suku kata sebelumnya dengan e- (diucapkan [è]). Biasa juga dinamakan omong cong atau bahasa ong-ong, dan omong ces atau bahasa es-es.

Contohnya : a. Laki lekong [lèkong] atau [lèkes] b. Sakit sekong [sèkong] atau [sèkes]

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sosiolinguistik

Menurut Halliday (1970) (dalam sumarsono 2014:2), menyebut sosiolinguistik sebagai linguistik intitusional, berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu. Sedangkan Pride dan Holmes (1972) (dalam Sumarsono 2014:2) merumuskan sosiolinguistik secara sederhana yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari kebudyaan dan masyarakat. Di sini ada penegasan, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, bahasa bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri.

(4)

berikut: sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa.

2.2.2 Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “ menandai” atau “melambangkan”, dapat disimpulkan bahwasanya semantik adalah ilmu yang tentang makna atau tentang arti (Chaer, 1995:2). Penggunaan suatu bahasa adalah bagaimana suatu bahasa yang dimaksud tersebut digunakan atau bagaimana makna dari suatu kata. Mempelajari suatu makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pengguna bahasa dalam suatu kelompok masyarakat bahasa dapat saling mengerti. Makna sebagai penghubung dengan dunia luar harus sesuai dengan kesepakatan pemakainya.

Semantik juga merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik karena sering dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu makna dapat menandai identitas kelompok dalam masyarakat. Penyebutan kata masak dalam bahasa waria yaitu masako, jika di artikan dalam bahasa Indonesia kaum waria memaknai kata masako yaitu masak.

(5)

Penulis memakai teori Goeffrey Leecch sebagai alat untuk mengkaji makna semantik dalam pemaknaan kosa kata yang ada pada bahasa waria, pemaknaan yang di pakai dalam kajian ini yaitu pengkajian makna stilistika.

2.2.2.1 Makna Stilistika

Menurut Leech (2003 : 38), Makna Stilistika yaitu makna yang timbul akibat pemakaian bahasa, makna stilistika adalah makna berdasarkan pembagian dan tingkat pemakaian bahasa yang dari kata-katanya menunjukan kepada kita, lingkungan geografisnya, dialek dan asal usulnya.

Dimensi variasi stilistika dalam gaya bahasa Inggris yaitu : a. Stilistika yang berhubungan dengan gaya tetap :

1. Individualisasi (gaya berbahasa si A, ibu X dan sebagainya) 2. Dialek (pemakaian bahasa di daerah tertentu atau lingkungan

3. Waktu ( bahasa yang digunakan pada abad XIX, berbeda dari sebagainya)

b. Stilistika yang berhubungan dengan penyampaian gagasan: 1. Sarana (lisan, tulisan)

2. Cara berbahasa ( monolog, dialog)

c. Stilistika yang berhubungan dengan gaya bahasa yang dikaitkan dengan waktu :

1. Ragam bahasa (bahasa hukum, bahasa iklan, dan sebagainya) 2. Status ( bahasa sopan, slang, dan sebagainya)

(6)

2.2.3 Morfologi

Menurut Kridalaksana (2008:159), menyebutkan bahwa morfologi, yaitu (a) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; (b) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem.

Menurut Suhardi (2008: 23), morfologi sebagai salah satu cabang ilmu bahasa mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan struktur kata. Dalam buku-buku tata bahasa Indonesia butir-butir yang dibicarakan dalam morfologi adalah masalah pembentukan kata dalam rangka penjenisan kata atau kelas kata, masalah bentuk dan jenis afiks, dan masalah makna afiks.

Menurut Ramlan (2009: 21), morfologi adalah bagaian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.

Di dalam data penelitian ini (bahasa waria) tidak terdapat proses pembentukan kata berdasarkan penembahan imbuhan tetapi, setelah dilakukan penelitian terhadap data yang ada, di dalam data penelitian ini proses pembentukan kata yang terjadi yaitu berdasarkan penambahan fonem, penghilangan fonem, dan pertukaran fonem. Maka dari itu peneliti menggunkan gejala bahasa dalam proses pembentukan pada kosa kata bahasa waria di Jalan Sisingamangara Medan.

2.2.3.1 Gejala Bahasa

(7)

berupa penambahahan fonem( paragog ), pertukaran posisi fonem-fonemnya (sistematis), penghilangan fonem di akhir kata (apokop, penghilangan fonemdi tengah kata (sinkop).

2.2.4 Variasi Bahasa

Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 62-64),Variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu. Terjadinya kevariasian bahasa ini tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang dilakukan sangat beragam. Jika diliat dari segi penuturnya variasi dibagi menjadi idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna”suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif,yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Kronolek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial tertentu. Sosiolek atau dialek sosial, sosiolek adalah variasi yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya.

(8)

2.2.5 Jenis-jenis Variasi Bahasa

Adapun pendekatan pada variasi bahasa menurut Char dan Agustina (2004: 66-67), variasi bahasa yang berhubungan dengan tingkat golongan, status, dan kelas dari penuturnya biasanya, variasi tersebut dibagi atas :

1. akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari pada variasi sosial lainya.

2. basilek adalah variasi bahasa yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah.

3. vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan.

4. slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.

5. kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.

6. jargon adalah variasi sosial yang digunakan secata terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.

7. argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.

(9)

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai sosiolinguistik maupun penelitian tentang bahasa prokem bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut.

Menurut Manik (2004), dalam tesisnya yang berjudul Semantik pada Bahasa Gaul. Pada tesis ini penulis penulis melihat hahasa gaul dalam pemaknaan semantik, a. Bahasa gaul adalah bagian dari ragam bahasa yaitu ragam akrab yang terbagi dalam bahasa gaul khusus, b. Dari analisis data pemaknan diperoleh : 23,3% pemaknaan pada bahasa gaul memakai pemaknaan stilistika dan 20,3% pemaknaan bahasa gaul tematik 17,5% pemaknaan efektif 13,6%, pemaknaan konseptual 11, 7%, pemaknaan kolokatif 10,7% dan pemaknaan refleksi 2.9%., c. Dari penciptaan kosa kata pada bahasa gaul umum adalah penciptaan dari metafora dan kemudian penciptaan dari bahasa asing 29,1%, penciptaan kata dari bahasa daerah 18,3% penciptaan kosa kata 9,2%, dan penciptan kata yang anomali 4,2%, d. Dari analisis penciptaan kata, kata-kata dalam bahasa gaul khusus banyak diciptakan dari metafora 51%, penciptaan kata yang anomali 18,3% penciptaan kata dari singkatan 9,2% dan penciptaan kata dari kata singkatan 9,2%, dan penciptaan kata dari kata yang tidak jelas asal usulnta 4,2%, e. Bahasa gaul mempunyai funsi komunikatif yang efektif dipakai untuk mempererat hubungan pengujar dan pendemgar/lawan bicara.

(10)

gaul umum ( bahasa yang sering digunakan muda-mudi di perkotaan untuk bergaul), dan bahasa khusus ( bahasa yang sering dipakai para waria). Selanjutnya dia menyatakan bahwa bahasa yang terdapat di dalam Kamus Bahasa Gaul merupakan bahasa gaul khusus, sehingga pembentukan kata dan makna bahasa gaul lebih dikhususkan pada bahasa gaul khusus yang terdapat dalam kamus tersebut.

Menurut Novianty (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Bahasa gaul pada Tabloid Gaul”. Dia mendeskrifsikan penggunaan bahasa gaul dan proses pembentukan bahasa gaul yang ada pada tabloid dalam gaul edisi 9 November 2009- 10 Januari 2010. Bahasa gaul adalah bahasa yang digunakan untuk berteman dan bersahabat di tengah masyarakat. Bahasa gaul merupakan salah satu variasi bahasa yang digunakan masyarakat, terutama masyarakat di kalangan muda dan selebritis, sebagai ragam santai dalam komunikasi sehari-hari yang menambah rasa keakraban dan keintiman di antara mereka. Dari penelitian yang telah penulis lakukan terhadap tabloid Gaul (edisi 9 November 2009 - 10 Januari 2010), dapat disimpulkan bahwa:

(11)

posisinya selalu berada di belakang dari kata sifat tersebut. Kosa kata bahasa gaul juga terdiri dari beberapa partikel yang merupakan unsur dari bahasa Betawi atau dialek Jakarta. Seperti: Sih, Neh, Lho, Doang, Tuh, Deh, Dong, dan Kok.

2. Kosa kata bahasa gaul dibentuk dari kosa kata dasar bahasa Indonesia yang telah mengalami perubahan akibat adanya gejala bahasa, seperti : penghilangan fonem (aferesis, apokop, sinkop), penambahan fonem (epentetis dan paragog), gejala adaptasi, dan monoftongisasi. Bahasa gaul juga dapat dibentuk dari singkatan dan akronim.

3. Bahasa gaul bersifat terbuka dalam menerima istilah-istilah baru, oleh karena itu setiap istilah dalam bahasa gaul tidak bertahan lama, sewaktu-waktu dapat berganti dengan ukuran ketinggalan zaman atau tidak istilah tersebut di kalangan pemakainya.

(12)

Fenomena bahasa ragam bahasa waria menunjukan sipat kemanasukaan bahasa. Proses perubahan fonologi yang terjadi pada bahasa waria adalah dengan penggantian bunyi ujaran, perubahan bunyi ujaran, dan penghilangan atau pelesapan bunyi ujaran.

Proses pengujaran bunyi bahasa pada ragam bahasa waria cenderung ditandai dengan pengujaran bunyi-bunyi yang dihasilkan. Hampir keseluruhan bunyi ujaran keseluruhan bunyi vokal pada bahasa waria dilafalkan dengan bunyi nasal. Terdapat juga pelafalan bunyi vokal panjang untuk menandai sikap kemayuan si pembicara terhadap bahasa yang digunakannya. Modalitas mental yang terungkap oleh variasi berbicara tersebut sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara. Hal inilah yang menunjukan gangguan yang terjadi pada penderita. Sifat laki-laki yang menirukan wanita, tingkah laku yang kewanita-wanitaan, dan penampilan yang menirukan penampilan wanita. Bentuk gangguan yang terlihat dari sikap penutur juga terlihat dari nada bicara, intonasi, dan cara pelafalan bunyi-bunyi ujaran.

(13)

Sedangkan makna bahasa alay dilihat dari makna fonem, misalnya fonem Q bermakna aku, makna kata, misalnya indang bermakna ini, makna singkatan, misalnya PD bermakna percaya diri, dan makna akronim misalnya bermakna seneng betul. Selain itu tampilan bahasa Alay mengalami perubahan makna kata, yaitu perubahan makna kata dari bahasa Indonesia menjadi Alay. Misalnya kata garing dalam bahasa Indonesia yaitu kesas tetapi, dalam bahasa Alay bermakna nggak lucu.

Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki persamaan dengan penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian ini mengangkat tentang bahasa prokem, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam beberapa hal:

Pertama, jenis bahasa prokem yang dikaji, dalam penelitian ini peneliti mengkaji jenis bahasa waria.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hormat, Saya mahasiswa dari Program Studi Manajemen Keuangan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Isalam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sedang melakukan penelitian dengan

Penelitian ini menggunakan pendekatan spasial melalui pengolahan DEM yang diturunkan dari titik tinggi pada peta RBI Kota Padang skala 1:10000 dan pengamatan

ANALISIS BIT ERROR RATE (BER) UNTUK MODULASI BPSK DAN QPSK PADA KINERJA JARINGAN WIMAX 802.16e.. Diajukan untuk

Fungsi dari menu lihat daftar kaset pada client adalah untuk mengetahui kaset apa saja yang tersedia di rental lokal maupun cabang yang lain. Menu ini memiliki

Dari rumusan masalah tersebut dapat peneliti jabarkan ke dalam beberapa masalah khusus, yaitu sebagai berikut: (1)Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS menggunakan model

Keinginan seseorang dalam memilih maskapai muncul dengan adanya profil (motivasi, usia, pendidikan, pendapatan, pengalaman kerja). Keinginan tersebut mendorong

(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku untuk penyerahan Barang Kena Pajak ke KPBPB oleh pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean kepada

Untuk manual book dari mesin ini tidak ada karena dipinjam oleh mahasiswa UNPAD dan sampai pada saat ini belum dikembalikan pada pihak LIPI, dan untuk pemeliharaan tidak