Disampaikan Oleh : SLAMET, AK.
BPKAD Provinsi Jawa Tengah
Hotel Swiss Belinn SOLO - Jumat, 29 September 2017.
STRATEGI
PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH
YANG BAIK
KONSEPSI DALAM ARTI SEMPIT
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan KEUANGAN DAERAH.
Keuangan Daerah adalah: semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
(Permendagri 13 Tahun 2006 tg. Pedoman Pengelolaan Keu Daerah).
Keuangan Daerah lebih ditujukan pada pengelolaan APBD
Memahami Konsep berdasarkan:
PP Nomor 58 Tahun 2005 tg. Pengelolaan Keuangan Daerah,
Permendagri 13 Tahun 2006 tg Pedoman Pengelolaan Keu Daerah Aturan lain yang merupakan turunan PP Nomor 58 Tahun 2005 dan
Permendagri 13 Tahun 2006.
KONSEPSI DALAM ARTI LUAS
Keuangan daerah sebagai bagian dari Keuangan Negara, sehingga harus berkesesuaian dan tidak bertentangan dengan filosofi Keuangan Negara, dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan Keuangan Negara.
Ketentuan terkait, diantaranya:
ICW = Indonesische Comptabiliteitswet
UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. No.20 Tahun 2001 Tentang TPK
UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan N0. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
UU Nomor 5 Tahun 1999 tg Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
UU No. 20 Tahun 2003 tg. Sisdiknas dan PP No. 48 Tahun 2008 Pendanaan Pendidikan UU Sistem Perencanaan Pembanguan Nasional
UU Perpajakan
UU Ketenagakerjaan
PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) PP tentang TP/TGR dan Penghapusan Piutang
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jo. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
Beberapa Konspesi dan ketentuan yg terkait
dengan Pengelolaan Keuangan Daerah Yang Baik
1. ICW:
a. APBD menganut Azas Bruto (Pendapatan dg Belanja).
b. Trio : Ordonator, Otorisator dan Comptable (PPKD, KPA dan BUD/ BendaharaPengeluaran.
c. Perusahaan ICW (BPAM, BLU, Kapitasi Puskesmas, Perguruan Tinggi, Sekolah).
d. Pemerintah tidak boleh utang kpd Pegawai
e. Bendahara uang dan Bendahara Barang
f. BPK = Raad van Rekenkame, BPK jaman Belanda yg bekerja berdasarkan ICW dan IAR (Indische Algemene Rekenkamer)
g. Kepemilikan Keuangan Negara = milik rakyat (sertifikat tanah bukan Hak Milik).
2. UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara
h. Lingkup Keuangan Negara dalam arti luas
i. Aset Pemerintah tidak boleh disita, dijaminkan, digadaikan
j. Pengeluran anggaran didukung dengan bukti yang Lengkap dan Sah.
lanjutan
3. UU Sistem Pendidikan Nasional dan PP Pendanaan Sekolah:
a. Pengelolaan dana sekolah : Manajemen Berbasisi Sekolah: Penerimaan sekolah vs peneriman SKPD
b. Tidak melalui mekanisme APBD
c. Tidak melalui trio Ordonator, Otorisator, dan comptabel
d. Akuntabilitasnya rendah
e. Solusi = Dana sekolah dicatat dan dilaporkan Laporan Operasional 4. TP/TGR:
f. Menghitung kerugian negara dengan adanya asuransi 5. UU TPK.
g. Lingkup Keuangan Negara diperluas
h. Penyalahgunaan wewenang
6. Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
a. Pembayaran Konsultan DED / Perencanaan 80% selesai gambar, 5% tahap lelang dan 15% pada saat Konstruksi selesai
lanjutan
7. UU No.13 Tahun 2003 tg Ketenagakerjaan, terkait dengan anggaran dan pembayaran Outsourching dan PHL/Honorer:
a. UMR
b. THR
c. Iuran BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek) wajib ditanggung pemberi kerja
d. Iuran BPJS Kesehatan (Askes) bersifat opsional 8. UU Perpajakan:
e. PPh atas penghasilan PNS yang bersifat tetap dan teratur ditanggung
Pemerintah (PP 80 Tahun 2010 pasal 3 ayat (1) jo. PMK No 262/PMK.03/2010 Pasal 10 ayat (1) jo PMK No 252/PMK.03/2008, pasal 20 ayat (1) dan (2) jo. Peraturan
Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016 pasal 20 ayat (1) dan (2)) f. Wajib Pungut Pajak Pusat
g. Tidak Wajib Pungut Pajak Daerah
lanjutan
9. UU Nomor 5 Tahun 1999 tg Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
a. Larangan membuat ketentuan lelang yang bersifat
barrier to entry
sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat10. Money Laundry:
b. PPATK mendeteksi transfer dg nilai tertentu 11. UU Perencanaan Pembangunan Nasional.
c. Alokasi anggaran yang tidak produktif berpotensi pemborosan
d. DPA siluman 12. Dana Bergulir.
e. Dana bergulir tidak boleh dikelola oleh SKPD 13. Standar Akuntansi Pemerintah
f. Pemanfaatan Aset sendiri bukan merupakan Pendapatan Daerah
g. Kapitalisasi dan batasan Belanja Modal/Aset
lanjutan
14. Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: terkait dengan penganggaran, pelaksanaan, pembayaran dan pertanggungjawaban
a. Swakelola oleh SKPD, Instansi, Kelompok Masyarakat, Perguruan Tinggi.
b. Jasa Lainnya
c. Pemaketan (pemecahan dan penggabungan paket)
d. Tidak selesai pekerjaan pada akhir tahun anggaran
e. Pemutusan Kontrak 15. Hibah/Bansos:
f. Tidak boleh terus menerus
g. Alternatif dg skema Swakelola oleh Penerima Hibah. 16. Tambahan Penghasilan kepada PNS:
h. Pengertian penghasilan berbeda dg pendapatan, penerimaan, tax home pay.
i. Peghasilan adalah konsep Well Offness : setiap tambahan kemampuan ekonomis PNS.
TERWUJUDNYA AKUNTABILITA
S
PENGELOLAAN KEUANGAN
DAN ASET DAERAH DEMI
TERWUJUDNYA JAKARTA BARU YANG SEJAHTERA PENERAPAN SISITEM INFORMASI MANAJEMEN PENGELOLA AN KEUANGAN DAN ASET BERBASIS AKRUAL YANG TERINTEGRA SI DIDUKUN G REGULA SI YANG
MEMAD AI 2 PENINGKAT AN KAPASITAS SDM MEMADAI JUMLAH ASET SANGAT MATERIAL MASIH BANYAK
ASET DALAM SENGKETA ASET DIMANFAATKAN SECARA TIDAK SAH PENCATATAN ASET BELUM MEMADAI APBD TERUS MENINGKAT INDIKASI BELANJA BELUM OPTIMAL INDIKASI PENERIMAAN BELUM OPTIMAL PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH YANG MEMBERIKAN
KELELUASAAN BAGI DAERAH UNTUK MENGOPTIMALKAN SUMBER DAYA DALAM
RANGKA
PEMBANGUNAN DEMI KESEJAHTERAAN SEMANGAT REFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN DENGAN TERBITNYA TIGA PAKET UNDANG
UNDANG KEUANGAN NEGARA
SEMAKIN MENINGKATNYA
TUNTUTAN MASYARAKAT ATAS
AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN SEMAKIN MENINGKATNYA TUNTUTAN MASYARAKAT ATAS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TUNTUTAN PENERAPAN
AKRUAL BASIS SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN REFORMASI KEUANGAN
TUNTUTAN
PERUBAHAN PERMASALAHAN
PENYELES AI AN MASALAH HASIL YANG DIHARAPKA N PENYELESAI AN MASALAH
OPINI BPK KURANG BAIK TEMUAN PEMERIKSAAN BPK CATATAN KEUANGAN BELUM REAL TIME
SEBAGIAN PENCATATAN MASIH
MANUAL
BANYAK SUB SISTEM TIDAK TERINTEGRASI
MANFAAT TRANSAKSI NON TUNAI
1.
Aliran dana seluruh transaksi dapat ditelusuri sehingga
lebih akuntabel
2.
Seluruh transaksi didukung dengan bukti yang sah
3.
Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan kas
4.
Pengendalian internal pengelolaan kas meningkat
5.
Menghasilkan posisi kas harian secara
real time
6.
Mendukung implementasi
accrual basis
7.
Proses tutup buku akhir tahun dan pelaporan keuangan
lebih cepat dan handal
8.
Membangun kedisiplinan pengelola keungan dalam
melakukan pencatatan dengan minimal kesalahan
9.
Belanja Lebih Efektif dan Efisien
10.
Pola penyerapan anggaran lebih teratur dan terukur
PENDAPAT AN
BU D
BELANJ A
IMPLEMENTASI NON CASH DARI SISI BELANJA
BELAN
JA
DAER
AH
IMPLEMENTA SI LS
PELAKSANAAN UP/GU/TU NON CASH
PENETAPAN BESARAN UP SKPD
DIEVALUASI SETIAP TAHUN
PERSYARAT AN
Tidakada uang tunai UP di
brankas bendahara
melal ui Pembayaran atas tagihan UP
dilakukan transfer ke
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
BELANJA LANGSUNG
1.Sebagai Belanja Langsung di SKPD, metode
pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan: a. Melalui Penyedia Barang/Jasa
b. Swakelola:
- Swakelola oleh SKPD;
- Swakelola oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy.;
- Swakelola Campuran antara SKPD dan
Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy.
2. Metode pelaksanaan kegiatan seyogyanya sudah mulai tergambar dari desain RKA-DPA, yaitu:
c. Anggaran dalam bentuk Paket belanja barang/jasa atau belanja modal untuk metode melalui
penyedia barang/jasa;
d. Terinci menurut jenis, obyek, dan rincian obyek belanja untuk swakelola oleh SKPD;
e. Terinci atau paket pada belanja barang/jasa : Swakelola oleh Instansi/Perguruan
Tinggi/Kelompok Masy.
SWAKELOLA OLEH SKPD
1.Direncanakan, dilaksanakan, dipertanggungjawabkan oleh SKPD
2.Inisiasi dan inisiatif aktivitas harus dari SKPD. Aktivitas yang diinisiasi atau inisiatif dari
Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. tidak boleh dibiayai atas beban anggaran SKPD
3.Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. sebagai pihak ketiga
4.Pencairan anggaran melalui mekanisme UP, GU, TU, LS
5.Tanggung jawab formal dan material atas pengeluaran anggaran mutlak pada SKPD
6.Pemberian uang kepada pihak ketiga harus bersifat ”Pembayaran” yang mutlak harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
7.Tidak diperkenankan memberikan uang kepada pihak ketiga termasuk KONI apabila masih berstatus
Panjar/Persekot/ Uang Muka. Harus bersifat mutlak pembayaran.
8.Pembayaran dilakukan oleh BP/BPP dengan persetujuan PA/KPA, sehingga Bendahara Pengeluaran menyandang selaku
Pemungut/Pemotong Pajak.
9.Hasil ektivitas yang bersifat ASET TETAP harus menjadi milik SKPD.
SWAKELOLA OLEH
INSTANSI/PERGURUAN
TINGGI/KELOMPOK MASY
.
dan
SWAKELOLA CAMPURAN SKPD dan KONI
1.Swakelola oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. :
a. Direncanakan oleh SKPD
b. Dilaksanakan oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy.
c. Pertanggungjawaban material oleh
Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. dan formal oleh SKPD
2.Campuran:
a. Aktivitas yang dapat dilakukan oleh
Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. dapat diswakelolakan ke Instansi/Perguruan
Tinggi/Kelompok Masy.– berbasis memiliki kemampuan/kapasitas
b. Yang tidak dapat dilakukan oleh
Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. maka
PROSEDUR SWAKELOLA OLEH
INSTANSI/PERGURUAN TINGGI/KELOMPOK
MASY.
1.Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. sebagai calon pelaksana Swakelola perlu dibentuk organisasi pelaksana swakelola, terdiri dari:
a. Penanggung jawab swakelola;
b. Bendahara Swakelola;
c. Pejabat lainnya : Pejabat pelaksana kegiatan, pejabat pengadaan, pembuat SPJ, dll sesuai kebutuhan
2.Perncanaan Swakelola oleh SKPD:
a. Dokumen KAK/TOR/Spesifikasi;
b. RAB;
3.Prosedur penunjukan swakelola oleh SKPD dilakukan oleh Pejabat Pengadaan dan PPKom SKPD:
a. Permintaan kpd Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok
Masy. untuk membuat proposal rencana kegiatan
beserta RAB, (dikirimi KAK/TOR/Spesifikasi dan fromat RAB SKPD
b. Proposal rencana kegiatan dan RAB Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. diklarifikasi dan negosiasi
c. Ditandatangi Surat Perjanjian Kerjasama Swakelola antara Penanggung jawab pelaksana swakelola di Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. dengan PPKom SKPD.
d. KAK dan RAB setelah klarifikasi/negoasiasi bagian dari SP Swakelola.
HAL-HAL Yg Perlu Diperhatikan dalam
SWAKELOLA OLEH INSTANSI/PERGURUAN TINGGI/KELOMPOK MASY.
1.Sistem pemeberian uang: melaui uang muka dan terminj 2.Yang melakukan pembayaran atas pelaksanaan aktivitas
dilakukan oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy.;
3.SPJ dari Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. dikirim ke SKPD
4.Tanggung jawab kebenaran materiil berada di Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy.
5.Tanggung jawab formal: ketersediaan anggaran,
kesesuaian pengeluaran dengan RAB, kelengkapan SPJ sesuai KAK, keabsahan SPJ sesuai KAK menjadi tanggung jawab SKPD.
6.Pengadaan brg/jasa dilakukan oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy., karena pelaksana swakelola tidak berlaku Perpres pengadaan barang/jasa, maka supaya terjaga akuntabilitas pengelolaan KEUANGAN NEGARA, maka tata cara pengadaan diatur dalam KAK. 7.Definisi SPJ yang lengkap & sah ditegaskan dan
didefinisikan dalam KAK.
8.Sisa uang di Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy. yang berasal dari hibah tahun lalu diperhitungkan secara patut dan memadai.
9.Hasil kegiatan/aktivitas swakelola yang berupa ASET TETAP:
Menjadi milik SKPD, dilaporkan oleh KONI kepada SKPD Aset Tetap dapat diserahkan ke SKPD atau dipinjam
pakai oleh Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy..
HAL-HAL Yg Perlu Diperhatikan dalam
SWAKELOLA OLEH INSTANSI/PERGURUAN TINGGI/KELOMPOK MASY
10. Bunga/jasa giro diserahkan kepada SKPD
11.Sisa uang pada akhir tahun disetor ke SKPD
12.Bendahara pelaksana swakelola Kelompok Masy bukan Bendahara Pemerintah. Bendahara
Pemerintah sesuai KMK No: 563/KMK.03/2003 Pasal 1 ayat (1) : Bendaharawan atau Pejabat yang
melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi,
Kabupaten, atau Kota.
13.Bukan Bendahara Pemerintah berarti bukan pemungut/pemotong PPN dan PPh pasal 22.
14.Instansi/Perguruan Tinggi/Kelompok Masy sebagai pelaksana swakelola tetap sebagai pemungut PPh 21, PPh 23, dan PPh pasal 4 (2).
KEWAJIBAN BENDAHARA PEMERINTAH DI BIDANG PERPAJAKAN
1.Bendahara Pemerintah sesuai KMK No: 563/KMK.03/2003 Pasal 1 ayat (1) : Bendaharawan atau Pejabat yang
melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota
2.Bendahara Pemerintah ditetapkan sebagai
Pemungut/Pemotong Pajak (d.h. Wapu/Waba),
berkewajiban: Menghitung; Memungut/ Memotong; Menyetor; dan Melaporkan.
2,Melaporkan:
SPT Masa PPN : KMK No 563/KMK.03/2003 Pasal 6.
SPT Masa PPh 22 : PMK No: 154/PMK.03/2010.Pasal 7. SPT Masa PPh 21 Form 1721-A.2 dan Form 1721 – I :
Peraturan DJP No: PER-31/PJ/2012 tgl 27-12 -2012 pada Pasal 22 ayat (4).
SPT Masa PPh 21 dan 26 bentuk E-SPT dan e-Filling :
Peraturan DJP No Per- 14/PJ/2013.
DTH dan RTH : PMK Nomor 64/PMK.05/2013.
Data dan Informasi Perpajakan SKPD, sesuai SE
Mendagri No: 973/3289/SJ tanggal 26 Juni 2014 tentang Penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan Perpajakan sesuai PP No.31 Tahun 2012 jo. PMK Nomor: 16/PMK.03/2013
PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)
1. Bendahara Pemerintah memungut/memotong PPN jika:
A. Uang APBN/APBD: KMK: 563/KMK.03/2003 Psl 1 ayat(1) dan Psl 2 ayat (2).
B. Bendahara Pemerintah: Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.:KMK No. 563/KMK.03/2003 Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2).
C. Penjualnya PKP (Pengusaha Kena Pajak):
KMK No. 563/KMK.03/2003 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (2).
PMK No : 197/PMK.03/2013 : Omzet Rp4,8 Milyar/setahun atau
dikukuhkan sbg PKP
D. Barang/Jasa Kena Pajak:
KMK No: 563/KMK.03/2003 pasal 2 ayat (2)
UU 42 TH2009 dg pengecualian pasal 4.A ayat (2) dan ayat (3).
E. Nilainya di atas Rp 1 juta.:KMK No: 563/KMK.03/2003 pasal 4 ayat (1). a.
2. Aturan pendukung:
a. Kep. Dirjen Pajak Nomor KEP-382/PJ/2002 Lampiran II huruf D, butir 6: Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP.
b. Surat Dirjen Pajak Nomor: S-887/PJ.52/2002 Tanggal 2 September 2002, pada: Butir 6.a.: Atas pembelian BKP /JKP dari Perorangan atau Badan (pengusaha) yang tidak mempunyai NPWP atau mempunyai NPWP namun bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak dikenakan PPN.
PPH PASAL 21
Variasi Penerima Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21:
1. PNS
a. Bersifat Tetap dan Teratur
b. Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur 2. Non PNS
c. Pegawai tidak tetap
d. Bukan Pegawai
e. Peserta Kegiatan
1. PNS
a. Bersifat Tetap dan Teratur: Gaji, Tunjangan, Tambahan Penghasilan, Gaji-13, Gaji susulan, Rapel Gaji.
PPh 21 = (PB – Pengurang Ph – PTKP) x Tarif
Pengurang = By Jabatan dan iuran Pensiun PTKP th 2016 = PMK No.101/PMK.010/2016
Tarif = Pasal 17 ayat (1) huruf a UU 36 Tahun 2008
Jika tidak ber-NPWP = Tarif 20% lebih tinggi (PP Nomor 80 Tahun 2010
pasal 3 ayat (1) jo. PMK Nomor 262/PMK.03/2010 Pasal 10 ayat (1) jo PMK Nomor 252/PMK.03/2008, pasal 20 ayat (1) dan (2) jo. Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016 pasal 20 ayat (1) dan (2).
LANJUTAN PPH 21
b. PNS Bersifat Tidak Tetap dan Tidak teratur: Honorarium, Uang Lelah, Uang Saku, hadiah, dan imbalan lain yang bersifat insidensial tidak termasuk Biaya Perjalanan Dinas: Tarif x Ph Bruto
Tarif : Gol I dan II = 0%
Gol III = 5% Gol IV = 15%
Tidak ber-NPWP = Tidak dikenakan tarif lebih tinggi (PMK Nomor
252/PMK.03/2008, pasal 20 ayat (3) jo. Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016 pasal 20 ayat (3).
2, Non PNS:
a.Pegawai Tidak Tetap (Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016) :
(1) Pegawai Tidak Tetap/Pemagang/Pegawai Honorer, yang menerima honor/upah/gaji bulanan
PPh 21 : (Gaji/Upah/Honor sebulan – PTKP) x tarif 5%
PTKP = PMK No.101/PMK.010/2016 = TK (Tidak Kawin) Rp. 4.500.000/bulan.
(2) Pegawai/Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, mingguan, upah satuan, upah borongan
PPh 21 = (Upah sehari – Rp.450.000) x 5%
Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016 pasal 9 ayat (1).b.
LANJUTAN PPH 21
b. Bukan Pegawai (Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016.
Bukan Pegawai: bekerja secara bebas (bukan kontrak jasa konsultansi)
meliputi
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/wati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
olahragawan
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
petugas penjaja barang dagangan; petugas dinas luar asuransi;
PPh 21 Bukan Pegawai (Peraturan Dirjen Pajak PER - 16/PJ/2016.
a). Berkesinambungan: bukan pegawai dibayar lebih dari satu kali dalam satu tahun sehubungan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Punya NPWP dan bekerja di satu tempat (tidak bekerja di
tempat lain): [(50% x bruto) – PTKP] x tarif 5%
Tidak punya NPWP atau bekerja juga di tempat lain: (50% x bruto) x tarif 5%.
b). Tidak berkesinambungan:
Punya NPWP : (50% x bruto) x tarif 5%.
Tidak Punya NPWP : (50% x bruto) x tarif 6%.
c. Peserta Kegiatan :
Non PNS mengikuti kegiatan:
peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
Peserta/anggota suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
peserta kegiatan lainnya.
Imbalan dalam bentuk: berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan sejenis lainnya.
PPH PASAL 22
Ketentuan:
UU 36 Tahun 2008 pasal 22 ayat (1) huruf a. PMK No: 154/PMK.03/2010
Peraturan DJP No: 57/PJ/2010
Bendahara Pemerintah memungut/memotong PPh pasal 22
atas pembelian barang di atas Rp2.000.000,-, kecuali:
Pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos (PMK No:
154/PMK.03/2010 psl 3 huruf e.
Dana BOS (PMK No: 154/PMK.03/2010 psl 3 huruf h.
Penjual menunjukan SKB -Surat Keterangan Bebas (PP No. 46 Tahun 2013)
Tarif
1,5 % x Bruto jika ber-NPWP
3% x Bruto jika tidak ber-NPWP.
PPH PASAL 23
1). Obyek PPh pasal 23 adalah:
a. Pasal 23 ayat (1) huruf c. UU Nomor 36 Tahun 2008:
- Sewa atas penggunaan harta : segala jenis sewa kecuali sewa tanah dan bangunan krn sudah dikenai PPh pasal 4 ayat (2). Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan
(kecuali jasa konstruksi, konsultan perencana/pengawas konstruksi – dikenai PPh pasal 4 ayat (2)), dan
b. Jasa lain (PMK Nomor : 244/PMK.03/2008), terdiri dari: 1. Jasa penilai (appraisal); 2. Jasa aktuaris;
3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; 4. Jasa perancang (design);
5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
7. Jasa penambangan & jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
10. Jasa pengolahan limbah; 11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) 12. Jasa perantara dan/atau keagenan;
13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
14. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; 15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
16. Jasa mixing film;
17. Jasa software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
19. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
20. Jasa maklon; 21. Jasa penyelidikan dan keamanan;
22. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; 23. Jasa pengepakan;
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
25. Jasa pembasmian hama; 26. Jasa kebersihan atau cleaning service; 27. Jasa catering atau tata boga.
2). Tarifnya adalah 2 % untuk yang ber-NPWP dan 4% untuk yang belum ber-NPWP. 3). Tidak mengenal batasan nilai seperti PPN (Rp. 1.000.000,-) PPh 22 (Rp.2.000.000).
4). Dikecualikan rekanan yang memiliki SKB (Surat Ket. Bebas) ( PP No. 46 Tahun 2013 )
PPH PASAL 4 ayat (1) dan PPh 26
A. PPh pasal 4 ayat (1):
a. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009, pasal 10 huruf d:
- Jasa Konstruksi: 2% dari bruto.
Jasa Perencanaan/Pengawasan Konstruksi : 4% dari bruto.
Pengusaha Kecil s.d. Rp.1 Milyar bersifat FINAL, Pengusaha Non Kecil di atas Rp.1 Milyar bersifat NON FINAL.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, pasal 3:
Pembayaran sewa Gedung dan/atau Tanah = 10% FINAL. c. NPWP maupun tidak NPWP tarifnya tetap sama
B. PPh pasal 26 (Untuk orang asing)
UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 26.
Peraturan Dirjen Pajak No: PER - 31/PJ/2012 pasal 19.
Honorarium, imbalan, upah yang dibayarkan kepada orang
asing dengan tarif 20% dari penghasilan bruto dan bersifat final.
Pajak atas produk HOTEL dan
Makan dan Minum
UU No. 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42 Tahun 2009 tg
PPN khususnya Pasal 4.A. Ayat (2) dan (3)
PMK No 18/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa
Boga Atau Katering Yang Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. PAJAK:
A. Produk HOTEL : akomodasi kamar, sewa ruang rapat/pertemuan, makan dan minum, dan produk barang atau jasa lainnya
1. SKPD dg Nota/Kuitansi/SPK/Kontrak,
melakukan pembelian/ pengadaan produk hotel langsung dengan PIHAK HOTEL:
Tidak dipungut PPN
Jika ada sewa ruang rapat/pertemuan, maka
dikenakan PPh 23 (UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c ), dengan tarif 2 % ber-NPWP dan 4% tidak NPWP, kecuali ada SKB (PP No. 46 Tahun 2013).
2.
SKPD dg Nota/Kuitansi/SPK/Kontrak,
melakukan pembelian/ pengadaan produk
hotel melalui pihak ketiga (CV.,PT, EO, Biro
Perjalanan), baru pihak ketiga memesan
ke Hotel:
Dikenakan/dipungut PPN dari rekanan
(CV.,PT, Biro Perjalanan) sebesar 10%
apabila nilainya ≥ Rp.1 juta,.
Dikenakan/dipungut PPh 23 (PMK
Nomor : 244/PMK.03/2008), dengan
tarif 2 % untuk rekanan (CV.,PT, Biro
Perjalanan) yang ber-NPWP dan 4%
untuk yang belum ber-NPWP karena
rekanan (CV.,PT, Biro Perjalanan)
menjual jasa penyelenggaraan kegiatan
atau event organizer. Apabila pihak
rekanan (CV.,PT, Biro Perjalanan) dapat
menunjukan Surat Keterangan Bebas
maka tidak dipungut/dikenakan PPh 23
(PP No. 46 Tahun 2013).
B. SKPD dg Nota/Kuitansi/SPK/Kontrak,
pembelian/pengadaan makan – minum Makan dan Minum - Non Hotel:
1. Langsung dengan pihak restoran, rumah
makan, warung, jasa boga, catering:
Tidak dikenakan/dipungut PPN karena bukan
merupakan obyek PPN (UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4.A ayat (2) butir c.)
Dikenakan/dipungut PPh 22 apabila nilainya >
Rp.2 juta (PMK Nomor : : 154/PMK.03/2010 ), dengan tarif 1,5 % ber-NPWP dan 3% belum ber-NPWP, kecuali ada SKB (PP No. 46 Tahun 2013).
2. Dengan Toko/Kios:
Dikenakan/dipungut PPN dari Toko atau Kios
sebesar 10% apabila nilainya ≥ Rp.1 juta dan PKP (PMK Nomor: 18/PMK.010/2015 Pasal 2).
Dikenakan/dipungut PPh 22 apabila nilainya >
Rp.2 juta (PMK Nomor : : 154/PMK.03/2010 ), dengan tarif 1,5 % ber-NPWP dan 3% belum ber-NPWP, kecuali ada SKB (PP No. 46 Tahun 2013).
3.
Dengan pihak ketiga (CV.,PT, Biro
Perjalanan) yang kemudian pihak ketiga
(CV,PT, Biro Perjalanan) tersebut kemudian
memesan dengan pihak restoran, rumah
makan, warung atau Perusahaan Jasa Boga
atau Catering, Toko, Kios
Dikenakan/dipungut PPN dari pihak III
(CV,PT, Biro Perjalanan) sebesar 10%
apabila nilainya ≥ Rp.1 juta dan PKP (PMK
Nomor: 18/PMK.010/2015 Pasal 2).
Dikenakan/dipungut PPh 23 (PMK Nomor :
244/PMK.03/2008), dengan tarif 2 %
ber-NPWP dan 4% belum ber-ber-NPWP karena
rekanan (CV.,PT, Biro Perjalanan) menjual
jasa penyelenggaraan kegiatan atau event
organizer, kecuali SKB (PP No. 46 Tahun
2013).
PAJAK
OUTSOURCING
UU No. 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42 Tahun 2009 tg
PPN.
PMK No 83/PMK.03/2012 tentang Kriteria
dan/atau Rincian Tenaga Kerja Yang JTidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
PMK Nomor : 244/PMK.03/2008 tentang Jasa lain
yang dikenakan PPh 23. Komponen Outsourcing:
36 A. Biaya Yg diterima Pegawai
Outsourcing
- Gaji (UMR)
- Tunjangan
- THR ( 1 x gaji)
- Tunjangan jabatan (Satpam)
- Seragam
- Jamsostek / BPJS Ketenagakerjaan - Askes / BPJS Kesehatan
B Bahan-bahan: sapu/pewangi dll
PAJAK
OUTSOURCING
PPN = 10% dan PPh 23 (2% NPWP atau 4% non
NPWP) dari Management Fee ditambah bahan, dengan ketentuan:
a. SPK/Kontrak dirinci komponennya:
b. Invoice/tagihan dirinci
dalam Faktur Pajak
dengan memisahkan antara tagihan atas
penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja yang diterima oleh pengusaha jasa
dan imbalan yang diterima oleh tenaga
kerja.
(
PMK Nomor No 83/PMK.03/2012 Pasal 4
ayat (4) dan (5)
).
Terima