BAB II
PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA
2.1Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976
Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang
mengubahnya, yang merupakan hasil dari United Nations Conference for Adoption of a Single Convention on Narcotic Drug, selanjutnya Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor ( Tahun
1976 tentang Narkotika, Lembaran Negara RI Tahun 1976 No. 3747
a. bahan-bahan yang disebut pada angka 2 sampai dengan angka 13 (yaitu Tanaman Papaver, Opium Mentah, Opium Masak, Candu, Opium Obat, Morfinna, Tanaman Koka, Daun Koka, Kokaina Mentah, Kokaina, Ekgonina, Tanaman Ganja, dan Damar Ganja);
.
UU Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika, dalam Bab I diatur beberapa
ketentuan, disamping ketentuan umum, yang membahas tentang etimologi dan
terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam
Undang-Undang tersebut.
Dalam undang-undang ini tidak membeikan definisi narkotika tetapi hanya
menyebut bahan-bahan narkotika yang diatur dalam Pasal 1 yaitu:
Narkotika adalah:
b. garam-garam dan turunan-turunan dari Morfina dan Kokaina;
c. bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan seperti Morfina atau Kokaina;
47
d. campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang tersebut dalam huruf a, b, dan c.
Dalam Pasal 3 ayat (1) undang-undang ini, ditetapkan bahwa narkotika
hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan.
Undang-undang ini mengatur delik di dalam pasal-pasal yang terpisah
antara perbuatan yang dilarang atau rumusan delik di dalam Pasal 23, sedangkan
ancaman pidananya di dalam Pasal 3648
a. Dilarang secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai dalam
persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai tanaman papaver,
tanaman koka, atau tanaman ganja;
. Pengaturan mengenai
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1)
sampai (7) yang meliputi:
b. Dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi,
mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika.
c. Dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk memiliki atau
untuk persediaan atau menguasai narkotika.
d. Dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut atau
mentransito narkotika.
e. Dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk
dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli atau menukar narkotika.
48
f. Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain
atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain.
g. Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika bagi dirinya sendiri.
Dalam Bab V diatur tentang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
depan pengadilan. Dalam Pasal 25 ayat (1) undang-undang ini disebutkan bahwa
perkara narkotika termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain, untuk
diajukan ke pengadilan guna mendapatkan pemeriksaan dan penyelesaian dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Selanjutnya dalam Pasal 28 undang-undang ini,
disebutkan bahwa pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan
perkara yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebut nama atau alamat
atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
Undang-undang ini juga menganut sistem ganjaran (premi), diatur dalam Bab VI
Pasal 31 yang menyebutkan bahwa kepada mereka yang telah berjasa dalam
mengungkapkan kejahatan yang menyangkut narkotika, diberi ganjaran yang akan
diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Bab VII diatur tentang ketentuan
pengobatan, dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dan usaha
penanggulangannya.49
Ketentuan pidana dalam undang-undang ini diatur dalam Bab VIII, dimana
barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 23 ayat (1) sampai dengan ayat (7)
dipidana dengan pidana penjara dan denda, pidana seumur hidup, pidana mati,
terhadap pelanggaran pada perbuatan-perbuatan yang dilarang. Lalu ditambah lagi
dengan delik culpa, yaitu karena kelalaiannya menyebabkan ditanamnya,
49
dipelihara dan seterusnya, papaver, tanaman koka atau ganja di atas tanah atau
tempat milik atau yang dikuasainya, diancam dengan pidana kurungan dan denda.
Karena delik narkotika dipandang sebagai delik serius maka percobaan
dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (7) dipidana penjara yang sama
dengan pidana penjara bagi tindak pidananya. Jadi sama dengan tindak pidana
korupsi.50
Ketentuan mengenai recidive dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal
39, yaitu jika terpidana ketika melakukan kejahatan belum lewat 2 (dua) tahun
sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan
padanya, maka pidana penjara tersebut dapat ditambah dengan sepertiga. Dalam
ketentuan pidana ini juga ditetapkan bahwa terhadap pelanggaran pidana dapat
dikenakan pidana tambahan yang berupa pencabutan hak seperti yang diatur
dalam Pasal 35 KUHP ayat (1) angka ke 1 dan ke 6
Ketentuan tentang pemberatan hukuman, diatur dalam Pasal 38, diancam
dengan pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat
(7) dan ditambah dengan sepertiganya. Pemberatan hukuman ini diberikan kepada
tindak pidana pembujukan anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak
pidana.
KUHP Pasal 35: (1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
.
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
Disamping itu, bagi barangsiapa dengan sengaja menghalangi atau
mempersulit penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan pengadilan
perkara tindak pidana yang menyangkut narkotika, dipidana dengan pidana
penjara. Demikian pula dalam Pasal 46 bahwa setiap saksi yang dengan sengaja
tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan tidak benar kepada
penyidik, dalam tindak pidana yang menyangkut narkotika dipidana dengan
pidana penjara. Ketentuan pidana dalam undang-undang ini mengatur ketentuan
bahwa semua perbuatan yang diancam dengan pidana tersebut digolongkan ke
dalam kejahatan dan pelanggaran52
Undang-undang ini juga mengatur tentang tindak pidana korporasi yang
diatur dalam Pasal 49 yakni jika suatu tindak pidana mengenai narkotika
dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
periksaan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan
dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan. .
53
2.2Pengaturan hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 menggantikan Undang-Undang
sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976. Dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ini diatur beberapa ketentuan, tentang
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
52
H. Siswanto S., opcit, Halaman 12
53
etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam
undang-undang narkotika tersebut, serta ruang lingkup dan tujuan pengaturan
narkotika dalam undang-undang54
1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan; .
Pengertian narkotika dalam Undang-Undang ini berbeda dari
undang-undang sebelumnya, yaitu “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan”.
Sedangkan tujuan pengaturan Narkotika untuk:
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan
3. Memberantas peredaran gelap narkotika
Dalam Undang-undang ini, narkotika digolongkan sebagai berikut:55
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
54
Ibid. 13
55
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Kebijakan kriminal tentang ketentuan Pidana yang mengatur mengenai
perbuatan-perbuatan tanpa hak dan melawan hukum dalam undang-undang ini,
yakni56
1. Melakukan perbuatan menyediakan narkotika yang melawan hukum, meliputi
kegiatan: :
a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,
menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman
atau narkotika golongan I bukan tanaman, narkotika Golongan II, dan
narkotika Golongan III; (Pasal 78 dan Pasal 79)
b. Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau
menyediakan narkotika Golongan I, Golongan II, dan Golongan III (Pasal
80)
c. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan
I, Golongan II, dan Golongan III (Pasal 81)
d. Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan,
menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual
56
beli, alat menukar narkotika Golongan I, Golongan II, dan Golongan III
(Pasal 82)
e. Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
narkotika diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal-pasal tersebut. (Pasal 83)
2. Menggunakan narkotika terhadap orang lain, atau memberikan narkotika
Golongan I, Golongan II dan Golongan III untuk digunakan orang lain atau
untuk diri sendiri; (Pasal 84 dan Pasal 85)
3. Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak
melapor dan juga pecandu narkotika yang telah cukup umur dan keluarga
pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan; (Pasal 86 dan
Pasal 88)
4. Melakukan tindak pidana narkotika dengan melibatkan anak yang belum
cukup umur, dengan cara memaksa, memaksa dengan ancaman, memaksa
dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk. (Pasal 87)
5. Pabrik obat yang tidak melaksanakan kewajiban untuk pelaporan. (Pasal 89)
Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan
pengadilan, maka narkotika yang diperoleh dari tindak pidana narkotika serta
barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
narkotika dirampas untuk negara. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 90.
Dalam undang-undang ini diatur juga mengenai pidana tambahan, yaitu
dalam Pasal 91. Dalam hal ini, Hakim dalam pemeriksaan perkara dapat
perundang-undangan yang berlaku bagi penjatuhan pidana terhadap segala tindak
pidana narkotika dalam undang-undang ini kecuali yang dijatuhi pidana kurungan
atau pidana denda tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Ketentuan mengenai orang atau saksi yang menghalang-halangi atau
mempersulit penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan perkara tindak pidana
narkotika di muka sidang peradilan serta saksi yang memberikan keterangan tidak
benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dalam undang-undang
ini sama dengan undang-undang sebelumnya yaitu dipidana dengan pidana
penjara.
Tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh pejabat yang tidak
melaksanakan ketentuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
meliputi:
1. Nakhoda atau kapten penerbang yang tanpa hak dan melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 24 atau Pasal 25;
2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan Pasal 69 dan Pasal 71, dan Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia yang secara melawan hukum tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 69 dan Pasal 71;
3. Pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, sarana penyimpanan
sediaan farmasi milik pemerintah, apotek dan dokter yang mengedarkan
narkotika golongan II dan golongan III bukan untuk kepentingan pelayanan
4. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan,
atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan;
Selain itu terdapat juga ketentuan yang menyangkut pengulangan
perbuatan atau residivis, tindakan terhadap Warga Negara Asing yang melakukan
atau sesudah melakukan tindak pidana narkotika diatur sebagai berikut:
1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melakukan pengulangan tindak pidana
narkotika maka pidananya dapat ditambah dengan sepertiga dari pidana
pokok, kecuali yang dipidana dengan pidana mati, seumur hidup atau pidana
penjara 20 (dua puluh) tahun;
2. Bagi Warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah
Negara Republik Indonesia, diberlakukan ketentuan undang-undang ini;
3. Bagi Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan telah
menjalani pidananya, dilakukan pengusiran ke luar wilayah Negara Republik
Indonesia, dan dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik
Indonesia, dan Warga Negara Asing yang pernah melakukan tindak pidana
narkotika di luar negeri, dilarang memasuki eilayh Negara Republik
Indonesia.
Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh pimpinan pabrik obat
pimpinan pedagang besar farmasi tertentu, yakni:
1. Memproduksi narkotika golongan I yang bukan untuk kepentingan
2. Mengedarkan narkotika golongan I yang bukan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan narkotika golongan II
dan golongan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kekhususan dalam undang-undang ini dalam hukum materiilnya antara
lain adalah sebagai berikut57
1. Ada ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum dalam
beberapa pasalnya; :
2. Putusan pidana denda apabila tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana
narkotika, dijatuhkan pidana kurungan pengganti denda;
3. Pidana pokok yaitu pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan
bersama-sama (kumulatif) dalam beberapa pasal;
4. Pelaku percobaan dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
narkotika tertentu, diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal tersebut (Pasal 83);
5. Ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan terorganisasi
atau yang dilakukan oleh korporasi, lebih berat;
6. Ada pemberatan pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan tertentu dan
membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana
narkotika tertentu (Pasal 87);
7. Bagi pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri diancam pidana, demikian juga terhadap keluarga pecandu
57
narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu juga diancam
pidana (Pasal 88);
8. Bagi orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak
melaporkan diri diancam pidana sedangkan pecandu narkotika yang belum
cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya tidak dituntut
pidana (Pasal 86);
9. Ada ketentuan khusus yang mengatur tentang Residive (Pasal 96).
Kekhususan dalam undang-undang ini terhadap hukum formalnya antara
lain58
1. Perkara tindak pidana narkotika termasuk perkara yang didahulukan
penyelesaiannya; :
2. Penyidik mempunyai wewenang tambahan dan prosedur yang menyimpang
dari KUHAP;
3. Pemerintah wajib memberikan jaminan dan keamanan perlindungan kepada
pelapor (Pasal 57 ayat (3));
4. Di dalam persidangan pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan
dengan perkara tindak pidana narkotika, dilarang menyebut nama dan alamat
pelapor (Pasal 76 ayat (1));
5. Ada prosedur khusus pemusnahan barang bukti narkotika (Pasal 60, 61 dan
62)
58
2.3Pengaturan hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini,
diatur beberapa ketentuan, yang membahas tentang etimologi dan terminologi
sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika
tersebut.
Pengertian Narkotika menurut undang-undang ini diatur dalam Pasal 1
angka 159
1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; , disebutkan bahwa:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
Tujuan undang-undang narkotika disebutkan dalam Pasal 4, yaitu:
2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, dan
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah
guna dan pecandu narkotika.
59
Ruang lingkup undang-undang narkotika mancakup pengaturan narkotika
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika.60 Hal yang baru diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 adalah pengaturan mengenai prekursor narkotika.
Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika. Tujuan pengaturan Prekursor narkotika
ini adalah61
1. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika; :
2. Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika; dan
3. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor narkotika.
Hal baru yang juga tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya adalah
mengenai lembaga BNN. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan
Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya
disingkat BNN.
Kedudukan BNN merupakan lembaga pemerintah nonkementrian yang
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN yang mana dalam ketentuan
undang-undang ini Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden,
sedangkan tugas dan wewenang BNN adalah untuk melakukan penyelidikan dan
60
H. Siswanto S., opcit. Halaman 22
61
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika yang dilaksanakan oleh penyidik BNN.62
1. Penyidik dari Badan Narkotika Nasional yang diatur mulai Pasal 75 sampai
dengan Pasal 81 undang-undang ini;
Pengaturan Penyidik dalam undang-undang ini diatur sebagai berikut:
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diatur mulai Pasal 82 sampai
dengan Pasal 86 undang-undang ini;
3. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur mulai Pasal 87 sampai
dengan Pasal 95 undang-undang ini
. Di dalam undang-undang ini terdapat 4 (empat) kategorisasi tindakan
melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan
sanksi pidana, yakni63
1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika; :
2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekursor
narkotika;
3. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika;
4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika.
62
Ibid. Halaman 23
63
Ketentuan Pidana dan Pemidanaan dalam undang-undang ini diatur mulai
Pasal 111 sampai dengan Pasal 148, yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan
tanpa hak dan melawan hukum, yakni64
1. Tindak Pidana yang berkaitan dengan penggolongan narkotika, dan
prekursor narkotika, meliputi :
a. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dan bukan tanaman, dan
narkotika golongan II;
b. Pengadaan dan peredaran narkotika Golongan I, II, dan III yang tidak
menaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti:
1) Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika
golongan I, narkotika golongan II, atau narkotika golongan III;
2) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
golongan I, narkotika golongan II, atau narkotika golongan III;
3) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika
golongan I, narkotika golongan II, atau narkotika golongan III;
4) Menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain, atau
memberikan narkotika untuk digunakan orang lain, narkotika
golongan I, golongan II atau golongan III;
5) Setiap penyalahgunaan narkotika golongan I, golongan II atau
golongan III bagi diri sendiri;
64
2. Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang sengaja
tidak melaporkan atau setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan
adanya tindak pidana dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 129;
3. Dalam hal tindak pidana dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 126, dan
Pasal 129 yang dilakukan oleh korporasi, atau dilakukan secara
terorganisasi;
4. Membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana
dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 dan Pasal 129;
5. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri atau keluarga dari pecandu narkotika yang dengan sengaja
tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut;
6. Tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh para pejabat yang berkaitan
dengan narkotika, meliputi:
a. Pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban dalam
Pasal 45;
b. Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,
sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang
mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan;
c. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli,
menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan
d. Pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi narkotika
golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika
golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan;
g. Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 28;
h. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 88 dan Pasal 89;
i. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik BNN
yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90,
Pasal 91 ayat (2) dan ayata (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4);
j. Kepala Kejaksaan Negeri yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 91 ayat (1);
k. Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara
melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil
pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum;
7. Ketentuan lain dalam rangka pemeriksaan terhadap tindak pidana Narkotika
a. Percobaan dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
narkotika dan prekursor narkotika dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal
126 dan Pasal 129;
b. Pemberatan pidana tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 20
tahun;
c. Menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan
pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana
prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan;
d. Narkotika dan prekursor narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari
tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika, baik
berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak,
berwujud atau tida berwujud serta barang-barang atau peralatan yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika dan tindak pidana
prekursor narkotika dirampas untuk negara;
e. Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara
tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika di muka pengadilan;
f. Setiap orang yang dalam jangka waktu tiga tahun melakukan
pengulangan tindak pidana narkotika dalam Pasal 111 sampai dengan
Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah sepertiga.
a. Menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan,
menukarkan, menyembunyikan, atau menyamarkan, menginvetasikan,
menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang,
harta dan benda, atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun
tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, yang berasal dari tindak
pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika;
b. Menerima penempatan, pembayaran, atau pembelanjaan, penitipan,
penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau
transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset, baik dalam
bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud, yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika
dan/atau tindak pidana prekursor narkotika;
9. Terhadap Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana narkotika
dan/atau tindak pidana prekursor narkotika dan telah menjalani pidananya,
dilakukan pengusiran ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dan
dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia
Ketentuan mengenai sanksi dalam undang-undang ini yaitu menganut
sanksi pidana dan sanksi tindakan (maatregel), Sanksi pidana dalam undang-undang ini meliputi pidana pokok, yang berupa pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, pidana penjara dengan batasan waktu tertentu, pidana kurungan,
pidana denda serta pidana tambahan yang berupa pencabutan hak tertentu
terhadap korporasi berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status
rehabilitasi medis dan sosial serta pengusiran dan pelarangan memasuki wilayah
Indonesia bagi warga negara asing yang melakukan tindak pidana di Indonesia.
Lama/jumlah sanksi pidana dalam undang-undang ini:
1. Pidana penjara: berkisar dari 1 (satu) tahun sampai dengan 20 (dua puluh)
tahun serta penjara seumur hidup.
2. Pidana denda: berkisar dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai
dengan Rp 20.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Kejahatan yang
dilakukan oleh korporasi dapat dikenakan pemberatan 3 (tiga) kali lipat dari
pidana denda yang diancamkan.
3. Pidana kurungan: berkisar dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun.
Bentuk perumusan sanksi pidana dalam undang-undang ini dapat
dikelompokkan sebagai berikut65
1. Dalam bentuk tunggal (penjara atau denda saja); :
2. Dalam bentuk alternatif (pilihan antara penjara atau denda);
3. Dalam bentuk kumulatif (penjara dan denda);
4. Dalam bentuk kombinas/campuran (penjara dan/atau denda).
Pemberatan terhadap tindak pidana diberlakukan berdasarkan jumlah
narkotika, akibat yang ditimbulkan, apabila dilakukan secara terorganisasi,
dilakukan oleh korporasi, dilakukan dengan anak yang belum cukup umur, dan
dalam hal pengulangan tindak pidana (recidive) dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pemberatan pidana ini tidak diberlakukan terhadap pidana mati, pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
65
Ketentuan pidana dalam hal percobaan dan permufakatan jahat dipidana
sama dengan sanksi pidana dalam tindak pidana aslinya. Dan apabila pidana
denda tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana
Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun