• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Penerapan Pola Tanam System Of Rice Intensification (SRI) Pada Petani Padi, (Kasus : Desa Kramat Gajah Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Penerapan Pola Tanam System Of Rice Intensification (SRI) Pada Petani Padi, (Kasus : Desa Kramat Gajah Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Padi

Padi merupakan bahan makanan pokok sehari hari pada kebanyakan penduduk di negara Indonesia. Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat terutama pada bagian endosperma, bagian lain daripada padi umumnya dikenal dengan bahan baku industri, antara lain : minyak dari bagian kulit luar beras (katul), sekam sebagai bahan bakar atau bahan pembuat kertas dan pupuk. Padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat digantikan oleh bahan makanan yang lain, oleh sebab itu padi disebut juga makanan energi (AAK, 1990).

Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas tunas baru (Siregar, 1981).

(2)

konstan sepanjang tahun. Ketinggian tempat untuk tanaman padi adalah 0-65 m diatas permukaan laut (AAK, 1990).

Tanaman padi memerlukan sinar matahari. Hal ini sesuai dangan syarat tumbuh tanaman padi yang hanya dapat hidup didaerah berhawa panas. Angin juga memberi pengaruh positif dalam proses penyerbukan dan pembuahan. Musim berhubungan erat dengan hujan yang berperan dalam penyediaan air dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah sehingga sering terjadi bahwa penanaman padi pada musim kemarau mendapat hasil yang lebih tinggi daripada penanaman padi pada musim hujan dengan catatan apabila pengairan baik (AAK, 1990).

2.1.2 Perkembangan Budidaya Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI)

(3)

Dalam penelitian Richardson (2010), sejak menciptakan ICM tersebut, hasil ujian tersebut memberikan harapan. Daftar berikutnya adalah contoh-contoh dari berbagai tempat di Indonesia di mana SRI sudah dilaksanakan:

Timur Barat: Pada tahun 2002, LSM ADRA bekerja sama dengan tujuh petani padi yang memakai metode SRI. Rata-rata hasil panen 4,4 ton/ha di tahun itu, sewaktu petani tersebut memakai metode konvensional. Ketika mereka menukar metode SRI rata-rata hasil panen 7-11 ton/ha, hasilnya pun setinggi ini yang dapat mempengaruhi prinsip penyimpan air SRI.

Nusa Tenggara Timur: VECO Indonesia, “LSM pertanian berbasis di Bali, adalah salah satu lembaga internasional yang mengenalkan metode ini pada petani antara lain di Flores, Jawa, Sulawesi, Bima, dan Bali .” Menurut Hendrikus AM Gego, Field Coordinator VECO Indonesia di Nusa Tenggara Timur, “Produksi padi petani di masing-masing daerah yang menerapkan metode SRI meningkat hingga 78 persen.

Jawa Timur: Di Kecamatan Sukorejo Kabubaten Pasuruan, dari 1.450 KK yang hidup di desanya 50 persen masyarakat di sana menggunakan sistem SRI. SRI diperkenalkan PT HM Sampoerna Tbk pada 2007 lalu. Sejak memperkenalkan SRI itu hasil panen mencapai berat 9,3 ton/ha. Dibandingkan hasil panen dengan sistem konvensional yang dihasilkan 6-6,5 ton/ha, hasilnya meningkat. IR 64 dan hibrida terkenal di daerah itu.

(4)

satu lubang, ukuran 20x20 cm. Sekarang sejak pakai SRI, cuma satu (bibit), anakannya banyak dalam 1 lubang ukurannya 30 x 30 cm”.

Lampung, Sumatra: Rata-rata hasil panen jika memakai metode konvensional

seberat 3 ton/ha. Petani padi pernah mampu mencapai rata-rata hasil seberat 8,5 ton/ha ketika memakai SRI (Richardson, 2010).

Adapun tujuan pengembangan SRI (System of Rice Intensification) menurut Pedoman Teknis Pengembangan SRI TA 2015 adalah :

a) Memperbaiki tingkat kesuburan tanah/lahan sawah melalui pemberian asupan bahan organik/kompos/pupuk hayati

b) Meningkatkan produksi dan produktifitas serta hasil panen, efisiensi

penggunaan benih dan penggunaan air

c) Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan partisipasi petani dalam budidaya padi organik pola SRI

(Kementerian Pertanian, 2015).

Pemilihan metode budidaya padi organik secara SRI bisa menghasilkan produk akhir berupa beras organik yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat, dilihat dari beberapa aspek berikut:

a) Aspek lingkungan, dengan menghilangkan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dan manajemen penggunaan air yang terukur secara tidak langsung telah membantu mengkonservasi lingkungan.

b) Aspek kesehatan, bagi konsumen produk yang dihasilkan akan lebih sehat dan

(5)

c) Produktivitas tinggi, bagi produsen atau petani, penerapan metode ini bisa meningkatkan hasil panen yang pada giliranya menghasilkan keuntungan maksimal.

d) Kualitas yang tinggi, produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan produk konvensional, sehingga harganya pun tentunya akan lebih baik (Berkelaar, 2008).

2.1.3 Prinsip-Prinsip Budidaya Padi Organik Metode SRI

1) Pengolahan tanah sawah sehat adalah pengolahan tanah yang dilakukan secara konvensional, dengan memberikan asupan bahan organik seperti kotoran hewan, hijauan, limbah organik, jerami yang proses dekomposisinya dipercepat dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Selanjutnya untuk pengelolaan airnya dibuat parit keliling atau melintang petakan sawah dengan kedalaman 40 cm dan lebar 40 cm dan dibuat garis jarak tanam dengan menggunakan caplak.

2) Persemaian SRI, dilakukan dengan cara kering (tidak digenang) dan dilakukan penyiraman setiap hari. Persemaian bisa dilakukan dilahan sawah / darat, pekarangan dengan dilapisi plastik dan di nampan / yang dilapisi daun pisang supaya akar bibit padi tidak tembus ke tanah dan memudahkan pada saat pindah tanam dari persemaian. Sebagai media tumbuh persemaian berupa campuran tanah dengan bahan organik dengan perbandingan 1:1. Kebutuhan benih 10 kg per ha, sebelum benih disemai perlu dilakukan uji benih bermutu / bernas dengan menggunakan larutan garam.

(6)

berumur 5 - 7 hari. Jarak tanam longgar / lebar dengan alternatif antara lain : 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm.

a) Pengelolaan air SRI adalah pada umur padi vegetatif, air diberikan secara macak - macak (kapasitas lapang) kecuali pada saat penyiangan dilakukan Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 10 hari setelah tanam sebanyak 4 kali dan setiap selesai penyiangan dilakukan penyemprotan suplement Pupuk cair (POC) / Mikro Organisme Lokal (MOL) yang dibuat sendiri.

b) Penyulaman tanaman dilakukan bila ada gangguan belalang atau keong, bibit untuk menyulam adalah bibit yang diambil dari bibit cadangan yang secara sengaja ditanam dipinggir petakan sawah.

c) Pengendalian hama dilakukan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara utuh yaitu: melalui pendayagunaan fungsi musuh alami, pengamatan berkala, dan tidak menggunakan pestisida sintetis (Kementerian Pertanian, 2014).

4) Penggenangan ( 2 – 3 ) cm. Pada umur ± 45 hari sebaiknya lahan dikeringkan selama 10 hari untuk menghambat pertumbuhan anakan, kemudian air diberikan secara macak-macak kembali sampai masa pertumbuhan malai, pengisian bulir padi hingga bernas, selanjutnya pada umur tanaman ± 100 hari sawah dikeringkan sampai panen.

(7)

2.1.4 Teknik Budidaya Padi Organik System of Rice Intensificatoin (SRI)

Persiapan Benih

Dianjurkan menggunakan benih yang bermutu, yaitu yang telah bersertifikat dan berdaya tumbuh di atas 80%. Kebutuhan benih untuk metode konvensional biasanya 1 hektar lahan kurang lebih 25 -30 kg. Sedangkanuntuk metode SRI biasanya hanya membutuhkan benih sekitar 5 –7 kg untuk 1 hektarlahan.Benih yang baik memiliki banyak cadangan bahan makanan serta akantumbuh lebih cepat dan seragam. Adapun syarat-syarat benih bagus sebagai berikut :

a) Benih benar-benar tua dan kering. b) Butir harus bernas (tidak kopong).

c) Murni, tidak tercampur dengan jenis lain. d) Benih bebas dari hama dan penyakit (Kurniadiningsih, 2012)

(8)

Pengolahan Tanah

Dengan SRI, petani hanya memakai ½ dari kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Kondisi tidak tergenang yang dikombinasikan dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

Untuk menjamin agar bekas padi lama tidak tertinggal sehingga menjadi tempat persembunyian berbagai sumber hama atau penyakit maka perlu dilakukan penyemprotan dengan larutan MOL (mikro-organisme lokal)dekomposer ke tanah yang baru saja dibajak. Bisa digunakan misalnya larutan MOL asal nasi yang secara pengalaman lapangan dilaporkan juga mampu melindungi diri dari serangan hama tungro (Mubiar dan Sutaryat, 2014).

(9)

Pengolahan tanah untuk tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma.

Perlakuan Pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Pengelolaan tanah mengutamakan penggunaan bahan organik kompos dengan dosis 5 – 7 ton/ha atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah yang ada. Kompos adalah bahan organik yang telah lapuk yang merupakan tanah dengan struktur remah berasal dari berbagai jenis bahan organic (kotorsn hewan, hijauan, sisa-sisa tanaman, limbah organik)yang sengaja difermentasi dengan memanfaatkan peran mikroorganisme dan dilangsungkan pada suhu tertentu.

Kompos diberikan pada saat seminggu sebelum bibit padi ditanam dan pada pengolahan tanah kedua atau saat perataan (ketika kondisi air di petakan macak – macak/lembap). Dalam pertanian, kompos berfungsi sebagai berikut :

1) Memperbaiki kondisi fisik tanah.

2) Mendorong berbagai kehidupan di dalam tanah, seperti cacing, dan untuk berkembangnya mikroorganisme.

3) Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki pH (derajat keasaman) tanah dan mampu menyediakan nutrisi bagi tanaman

(10)

Pemeliharaan

Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi organik dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air ratarata 1 – 3 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang (Nurhadi, 2012).Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali sampai panen. Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik (Nurhadi, 2012).

(11)

Penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat meningkatkan produsi apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba (Nurhadi, 2012).

Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal (Nurhadi, 2012).

(12)

2.1.5 Manfaat Sistem SRI

Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :

1) Hemat air (tidak digenang), kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional.

2) Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan

ekologi tanah.

3) Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.

4) Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan

meningkatkan pendapatan keluarga petani.

5) Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia.

6) Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang (Nurhadi, 2012)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui

bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta

hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan

tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti

(13)

menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk

memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009).

Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan

keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur

pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau

kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat

kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti,

mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau

buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Dan penilaian bersifat

kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) bahwa

mengukur adalah ,membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif),

menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik

buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.

Pendapat lain mengenai evaluasi disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008), bahwa

evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,

yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang

tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah

menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk

menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

Menurut Djaali dan Pudji (2008), evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai

sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti

dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Sedangkan Ahmad

(14)

menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,

obyek,dll.) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.

Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria,

evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula

melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru

membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui

proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung

melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford

(2000), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji

apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan

tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.

2.2.2 Model Evaluasi CIPP

Menurut Mardikanto (1993) evaluasi sebagai suatu kegiatan, sebenarnya merupakan proses untuk mengetahui atau memahami dan memberikan penilaian terhadap suatu keadaan tertentu, melalui kegiatan pengumpulan data atau fakta dan membandingkannya dengan ukuran serta cara pengukuran tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu setiap pelaksanaan evaluasi harus selalu memperhatikan 3 (tiga) landasan evaluasi yang mencakup:

a) Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu.

(15)

c) Obyektif atau dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh kepercayaan dan keyakinannya dan bukan karena adanya suatu keinginan-keinginan tertentu atau disebabkan oleh adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu.

Menurut Rozak (2013) dalam proses pengimplementasian suatu program, tentu mempunyai perbedaan dalam evaluasi. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksud dan tujuan dari suatu program. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, muncul beberapa teknik evaluasi dalam pengimplementasian suatuprogram. Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).

Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University. Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi.

Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala

sekolah dan guru) didalam membuat keputusan. Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam Widoyoko (2009) mengungkapkan bahwa, “ the CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove

(16)

bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki (Widoyoko, 2009).

Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan: 1) Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan

tujuan khusus.

2) Keputusan pembentukan atau structuring. 3) Keputusan implementasi.

4) Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada (Rozak, 2013).

Evaluasi konteks (context evaluation) mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Evaluasi ini berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi peluang menilai kebutuhan. Syatu kebutuhan dirumuskan sebgai suatu kesenjangan (discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang diharapkan (ideality). Dengan kata lain, evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang berjalan.

(17)

desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi input bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan rancangan procedural. Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang ada. Pertanyaan yang mendasar adalah baggaimana rencana penggunaan sumber – sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang efektif dan efisien.

Evaluasi proses (process evaluation) merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktek implementasi kegiatan, termasuk mengidentifikasikan permasalahan prosedur baik tata laksana kejadian dan aktivitas. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk menetukan tindak lanjut penyempurnaan. Tujuan utama evaluasi proses seperti yang dikemukakan oleh Worthen dan Sanders, yaitu:

1) Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal – hal yang baik untuk dipertahankan.

2) Memperoleh informasi mengenai keputusan yang ditetapkan.

3) Memelihara catatan – catatan lapangan mengenai hal – hal yang penting saat implementasi dilaksanakan.

Evaluasi produk (product evaluation) merupakan kumpulan deskripsi dan judgement outcomes dalam hubungannya dengan konteks, input, proses kemudian

(18)

Pengukuran dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan teliti. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria – kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional. Analisis produk ini diperlukan pembanding antara tujuan, yang ditetapkan dalam rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai berupa skor tes, presentase, data observasi, diagram data, sosiometri, dan lain- lain, yang dapat ditelusuri kaitannya dengan tujuan penelitian ( Sanders,1984).

2.2.3 Kinerja

Menurut Rivai (2004) kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh seseorang sesuai dengan perannya dalam pekerjaannya.

Menurut Sulistiyani (2009) kinerja merupakan kombinasi kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Usaha tersebut merupakan kontribusi-kontribusi dari individu dalam suatu organisasi atau instansi menyangkut pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

(19)

keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja seseorang (Simamora, 2004).

Dalam menyusun indikator kinerja perlu untuk mempertimbangkan kriteria indikator kinerja SMART sebagai berikut:

a. Specific/Spesifik (S)

Terdefinisikan dengan jelas dan fokus sehingga tidak menimbulkan multitafsir. Hanya mengukur unsur indikator (output, outcome, atau dampak) yang memang ditujukan untuk mengukur dan tidak ada unsur-unsur lain dalam indikator tersebut.

b. Measurable/Terukur (M)

Dapat diukur dengan skala penilaian tertentu (kuantitas atau kualitas). Untuk jenis data dalam bentuk kualitas dapat dikuantitatifkan dengan persentase atau nominal. Terukur juga berarti dapat dibandingkan dengan data lain dan jelas mendefinisikan pengukuran, artinya data yang dikumpulkan oleh orang yang berbeda pada waktu yang berbeda adalah konsisten.

c. Attributable/Achievable/Accountable/Attainable (A)

(20)

d. Result-Oriented/Relevant (R)

Terkait secara logis dengan program/kegiatan yang diukur, tupoksi serta realisasi tujuan dan sasaran strategis organisasi.

e. Time-Bound (T)

Memperhitungkan rentang waktu pencapaian, untuk analisa perbandingan kinerja dengan masa-masa sebelumnya. Dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

2.2.4 Metode Penyuluhan Partisipatif

Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu dari sekian banyak variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku pada petani dan perubahan yang terjadi menjadi tujuan akhir dari penyuluhan pertanian (Mardikanto, 1993).

Penyuluhan partisipatif merupakan pendekatan penyuluhan dari bawah ke atas (bottom up) untuk memberikan kekuasaan kepada petani agar dapat mandiri, yaitu kekuasaan dalam peran, keahlian, dan sumberdaya untuk mengkaji desanya sehingga tergali potensi yang terkandung, yang dapat diaktualkan, termasuk permasalahan yang ditemukan (Suwandi, 2006).

(21)

dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha".

Dengan pelatihan metode penyuluhan pertanian partisipatif, para penyuluh pertanian akan termotivasi untuk menggali keberadaan sumber informasi pertanian setempat yang mudah diakses oleh yang memerlukan, baik penyuluh maupun petani. Pelatihan juga akan mendorong inisiatif positif para penyuluh pertanian dan petani, melalui pendekatan partisipatif untuk mendapatkan solusi permasalahan usahatani di lapangan (BBPP Lembang, 2009).

Untuk menyelenggarakan penyuluhan partisipatif, perlu terlebih dahulu disamakan persepsi atau interpretasi terhadap partisipasi. Persepsi dan interpretasi oleh berbagai pihak tentang pengertian partisipasi masih berbeda – beda. Partisipasi memungkinkan perubahan – perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir manusia. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan – perubahan ini tidak akan bertahan jika mereka menuruti saran – saran agen penyuluhan dengan patuh daripada bila mereka ikut bertanggung – jawab (Van den Baan dan Hawkins, 1999).

(22)

2.3 Penelitian Terdahulu

Dalam Riwanto Sihombing (2014) “Studi Pelaksanaan Program SRI(System Of Rice Intensification) Petani Pemula Dan Petani Berpengalaman” Di Desa Aras,

Kecamatan Airputih, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitian diperoleh : (1) Pelaksanaan program SRI oleh petani berhasil diterapkan . (2) Karakteristik petani pemula yang memiliki hubungan dengan pelaksanaan program SRI yaitu jumlah tanggungan dan karakteristik petani pemula yang tidak memiliki hubungan dengan pelaksanaan program SRI yaitu umur, lama berusaha tani, tingkat pendidikan dan frekuensi mengikuti penyuluhan; Karakteristik petani berpengalaman yang memiliki hubungan dengan pelaksanaan program SRI yaitu jumlah tanggungan dan karakteristik petani berpengalaman yang tidak memiliki hubungan dengan program penyuluhan yaitu umur, lama berusaha tani, tingkat pendidikan dan frekuensi mengikuti penyuluhan. (3) Petani pemula dan petani berpengalaman tidak terbiasa melakukan metode SRI yang menurut mereka terlalu kompleks dibanding dengan cara konvensional. (4) Upaya yang dilakukan oleh penyuluh dalam pelaksanaan program SRI adalah memberikan arahan petunjuk kepada petani untuk dapat menguasai teknik penanaman bibit padi SRI dan memberi motivasi kepada petani dengan melakukan ujicoba pada areal yang lebih kecil terlebih dahulu ; Upaya yang dilakukan oleh petani dalam pelaksanaan program SRI adalah menambah tenaga kerja yang berasal dari keluarga dan orang sewaan dan mengatur sistem irigasi secara tepat agar air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.

(23)

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang” menunjukkan bahwa penyuluh pertanian lapangan sangat berperan besar dalam membimbing dan mengarahkan para petani pada umumnya dan para pengurus Gapoktan. Gapoktan memiliki peran sentral dalam program PUAP, karena syarat utama desa penerima program adalah memiliki Gapoktan yang juga berperan dalam proses penyaluran dan pengembalian dana PUAP. Pelaksanaan program PUAP di daerah penelitian juga dikategorikan berhasil dengan nilai tingkat keberhasilan program sebesar 42,79 dengan persentase ketercapaian sebesar 89,16%.

Saidul Khudri (2016) dalam “Analisis Dampak Adopsi Metode Sistem of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan

Beringin Kabupaten Deli Serdang”, menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap metode SRI di Kecamatan Beringin adalah tinggi, dan terdapat dampak adopsi metode SRI terhadap pendapatan petani yang menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan petani sebelum dengan sesudah mengadopsi metode SRI terhadap pendapatan petani di daerah penelitian serta adanya hubungan tingkat adopsi metode SRI dengan naiknya pendapatan petani di Kecamatan Beringin.

2. 4 Kerangka Pemikiran

(24)

yang diajukan sebagai pendekatan untuk mengatasi masalah pangan tersebut adalah System of Rice Intensification (SRI).Melalui pendekatan partispatif, penyuluh juga menjalankan tugasnya sebagai fasilitator dalam perkembangan penerapan metode SRI melalui kelompok-kelompok tani maupun secara individual dengan melibatkan setiap unsur lembaga yang mendukung metode SRI tersebut.

Untuk menilai sampai sejauh mana metode SRI ini dapat diterima dan diterapkan oleh petani adalah dengan mengevaluasi kinerja petani dengan model evaluasi CIPP (context, input, process, product). Melalui model evaluasi ini akan terlihat sejauh mana pemahaman petani dan apakah teori penerapan metode SRI sudah sejalan pada di lapangan sehingga mencapai tujuan yang te;ah ditetapkan. Karena pada umumnya kenyataan di lapangan, belum semua petani mampu menerapkan metode SRI dengan baik.

(25)

Keterangan

: menyatakan hubungan

: menyatakan dievaluasi dengan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Pola System Of Rice Insentification (SRI) Pada Petani Padi Desa Kramat Gajah Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang PENYULUHAN

PARTISIPATIF

USAHA TANI PADI System Of Rice Insentification

(SRI)

PETANI

Cukup Baik

Baik Tidak

Baik MODEL EVALUASI CIPP :

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Pola System Of Rice Insentification (SRI) Pada Petani Padi Desa Kramat  Gajah Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Tahunan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) yang berakhir pada 31 Desember 2015 ini diterbitkan sesuai dengan kondisi keuangan Perusahaan tahun 2015 yang telah di-

Jika kedua benda tersebut dijatuhkan pada ketinggian yang sama maka benda yang terlebih dahulu sampai ke tanah adalaha. Peristiwa air hujan yang jatuh ke tanah dan benda yang

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1980 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya sebagaimana

[r]

KEENAM : Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 213 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Pengkajian Peningkatan Kapasitas dan Unit

bahwa dalam rangka pelaksanaan layanan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin di Kabupaten Bantul melalui program JAMKESOS yang diselenggarakan oleh Badan

Penyusunan Buku Inkesra merupakan salah satu bentuk publikasi statistik bidang sosial yang rutin dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Maksud dan tujuan

[r]