BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Periklanan ( Advertising) 2.1.1.1 Pengertian Periklanan
Periklanan adalah semua bentuk terbayar dari presentasi non pribadi dan
promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu (Kotler dan Amstrong, 2008:
101). Dalam kegiatan iklan diperlukan adanya strategi. Strategi periklanan adalah
strategi dimana perusahaan mencapai tujuan iklannya. Strategi iklan terdiri dari dua
elemen utama yakni menciptakan pesan periklanan dan memilih media iklannya
(Kotler dan Amstrong , 2008 :109).
Menurut Suhandang (2010 : 14), periklanan adalah kegiatan yang terkait pada
dua bidang kehidupan manusia sehari –hari, yakni ekonomi dan komunikasi. Dalam
bidang ekonomi periklanan bertindak sebagai salah satu upaya marketing yang strategis, yakni upaya memperkenalkan barang baru atau jasa untuk dapat meraih
keuntungan sebanyak mungkin. Dalam hal ini periklanan merupakan suatu kekuatan
menarik yang ditujukan kepada sejumlah pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan
oleh produsen atau pedagang agar dapat mempengaruhi penjualan barang atau jasa
Jelasnya periklanan merupakan salah satu jenis teknik komunikasi massa
dengan membayar ruangan atau waktu yang disediakan media massa tersebut untuk
menyiarkan informasi tentang barang atau jasa yang ditawarkan oleh si pemasang
iklan ( produsen atau penjual barang maupun jasa). Pendek kata periklanan adalah
salah satu metode untuk memperkenalkan barang, jasa, atau gagasan kepada publik.
Sudah tentu memperkenalkan dalam arti menawarkan agar publik berminat untuk
menikmatinya.
2.1.1.2 Ragam Iklan
Suhandang ( 2010: 45) mengatakan bahwa pada hakikatnya periklanan dapat
dilakukan untuk berbagai tujuan yang berbeda, namun tetap didasari oleh dua tipe
subjek, yaitu produk dan institusi. Berfokus pada penjualan barang dan jasa, iklan
tipe produk ada tiga bentuk : Pioneering (perintisan), Competitive (persaingan), dan
reminder (pengingatan kembali).
Iklan berbentuk pioneering biasanya digunakan untuk memperkenalkan produk baru dengan menceritakan tentang produknya, dari apa produk itu dibuat, dan
di mana dapat diperoleh. Kunci utama dari sasaran iklan pioneering adalah memberitahukan target pasar secara informatif. Iklan ini bersifat informatif demikian
ditemukan untuk menarik perhatian, meyakinkan, di mana efektifitasnya tergantung
pada keputusan konsumen. Bentuk iklan competitive adalah mempromosikan ciri- ciri khusus dan keuntungan penggunaannya dari barang atau jasa yang ditawarkan.
suatu perusahaan tertentu dibandingkan barang atau jasa perusahaan lainnya. Bentuk
iklan competitive yang lebih efektif adalah bersifat komparatif, dimana memperlihatkan nilai lebih suatu barang atau jasa hasil produksinya dibandingkan
dengan produksi perusahaan pesaing. Iklan berbentuk reminder digunakan untuk memperkuat pengetahuan sebelumnya akan suatu produk. Iklan demikian tepat untuk
menawarkan produk- produk atau jasa yang telah mencapai posisi terkenal dan
berada dalam tahap pemantapan keberadaannya.
Dilihat dari segi penampilannya, ketiga bentuk iklan produk tersebut
diwujudkan dalam macam iklan yang dikenal dengan sebutan :
1. Price advertising, yaitu iklan yang tampil dengan lebih menonjolkan harga barang atau jasa yang ditawarkan.
2. Quality advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan mutu dari barang atau jasa yang ditawarkan.
3. Brand Advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan merek atau logo dari barang atau jasa yang ditawarkan.
2.1.1.3 Proses Pembuatan Iklan
Sejalan dengan srategi marketing, penyusunan pariwara hendaknya dilakukan petugas Public Relations melalui tahap –tahap kerja : (1) Developing (perencanaan dan pemekaran), (2) Executing (pelaksanaan), (3) Evaluating (penilaian) (Berkowitz, 1996 : 461).
Dalam hal ini perencanaan dan pemekarannya disodorkan Berkowitz dalam
bentuk rumus 4-W, yaitu :
1. Who, siapa saja khalayak sasarannya?
2. What, apakah : a. tujuan pemasangan iklan dimaksud?
b. ada dana yang bisa dianggarkan untuk
membiayainya?
c. bentuk naskah iklan yang akan digunakan?
3. When, kapan iklan yang dimaksud akan diturunkan atau dipasang (dikampanyekan)?
4. Where, di mana iklan tersebut akan diturunkan atau dipasang?
Namun agar iklan yang dimaksud tepat mengenai sasarannya dan berhasil
meraih tujuannya, maka perlu pula dipertimbangkan pemikiran Why (mengapa) dan
How ( bagaimana) untuk melengkapinya. Dengan demikian rumus penentuan program perencanaan menjadi 5W + 1H. Bahkan ada baiknya apabila ditambah lagi
pembuatan iklan menjadi 5W + 1H + 1S, sehingga pemasangan iklan kelak terjamin
keamanannya dalam arti aman bagi semua pihak terkait.
2.1.1.4 Tujuan Pemasangan Iklan
Aspek terpenting dalam setiap upaya manajemen adalah mengembangkan
tujuan yang berarti. Tanpa tujuan yang baik, sungguh sangat mustahil pengambilan
keputusan dapat terarah dan terkendali. Tantangan masa kini adalah membawa
manajemen yang efektif dalam proses periklanan sehingga bisa memberikan
dorongan dan arahan menuju upaya periklanan yang lebih efektif. Kuncinya adalah
upaya pengembangan tujuan penyajian iklan yang bermakna.
Dalam manajemen modern, tujuan dapat mengarahkan beberapa fungsi.
Pertama, berfungsi sebagai alat komunikasi. Ia memberitahu pengambilan keputusan
tingkat bawah bagaimana cara melaksanakan tugasnya dengan tepat. Ide- ide baru
yang berasal dari tingkat bawah bisa diterjemahkan dan dikomunikasikan dalam
konteks tujuan. Dengan cara demikian, tujuan dapat direkayasa sebagai alternative
yang bisa dikemukakan.
Kedua, menentukan standar (patokan) bagi para pengambil keputusan,
terutama dalam pemilihan salah satu dari sekian banyak alternative kampanye iklan
yang ada. Dalam hal ini, berdasarkan tujuan yang dirumuskan bisa mengambil
keputusan yang tepat guna pencapaian tujuan akhir usaha organisasi yang telah
ditentukan semula. Ketiga, menilai hasil yang diperoleh. Jadi melalui uji cara kerja
iklannya. Fungsi tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa hasil kampanye
dimaksud bisa diukur oleh tujuan dengan cara menghubungkan jenis- jenis
kegiatannya dengan tujuan yang telah ditentukan .
2.1.1.5 Pemilihan Media yang Tepat
Setiap pemasang iklan harus bisa memutuskan dimana iklannya akan
ditempatkan. Keputusan dimaksud berhubungan erat dengan khalayak sasarannya,
jenis produk, persediaan dana dan tujuan kampanye. Dalam menentukan dimana
menempatkan iklannya suatu perusahaan harus memilih beberapa media yang bisa
digunakan secara tunggal atau bersama- sama (dipadukan) untuk memperoleh hasil (
pengaruh) yang maksimal.
Untuk memperluas khalayak sasaran, media yang perlu digunakan adalah
media massa. Berbeda dengan media personal communication, media massa terbagi atas tiga golongan menurut sifatnya, yaitu yang bersifat auditif ( lisan), atau juga disebut the spoken word ; yang bersifat visual ( tertulis ) atau the printed word ; dan yang bersifat audio visual ( perpaduan gambar atau tulisan dengan suara). Namun kini orang banyak mengenalnya sebagai media cetak (seperti surat kabar, majalah
dan barang- barang cetakan lainnya) dan media elektronik ( seperti radio, televisi,
film dan internet).
Memilih media yang tepat sangat sulit dan tergantung pada beberapa faktor.
Pertama, pengetahuan tentang kebiasaan khalayak sasaran memilih media yang
digunakannya media tertentu (khusus). Contohnya, kalau warna menjadi aspek
utama dalam penampilan produknya, maka radio tidak bisa digunakan. Dalam hal
kecepatan penyampaian pesan, surat kabar bisa mempercepat penyampaian iklan
untuk menghadapi saingan, sedangkan majalah lebih cocok untuk menyampaikan
pesan yang lebih lengkap, sepanjang pembacanya memiliki banyak waktu luang
untuk membacanya.
Faktor akhir dalam memilih medium yang tepat adalah ongkos. Dalam hal
ini, Berkowitz (1996 : 477) mengemukakan dua formula untuk memilih medium
yang sepadan melalui perhitungan ongkos secara aritmatik.
1. CPM (Cost Per Medium), rumus berikut menghasilkan taksiran terhadap ongkos penggunaan medium untuk menjangkau seribu orang khalayak.
CPM =tarif medium bagi pemasangan iklan ×1000 sirkulasi atau jumlah khalayak yang dikenal
Formula ini digunakan untuk membandingkan media yang berbeda. Istilah
khalayak yang dikenai mencakup mereka yang berlangganan yang mungkin
membaca majalah terkait, atau beberapa sanak familinya yang ikut menonton siaran
televisi.
2. MR (Milline Rates). Rumus berikut digunakan untuk membandingkan surat kabar yang berbeda dengan tarifnya.
MR =1.000.000
Harga ruangan yang terpakai iklan, baik dalam surat kabar maupun majalah,
ditentukan dengan tarif tiap baris wacana atau ( umumnya di Indonesia ) tarif tiap
milimeter per kolom. Adapun sirkulasinya dapat diganti dengan khalayak yang
dikenainya apabila jumlahnya bisa diperoleh.
2.1.1.6Strategi dan Teknik Periklanan
Dalam kegiatan komunikasi dikenal ada empat teknik komunikasi, yaitu
teknik informatif, instruktif, persuasif, dan human relations. Untuk memenangkan pengaruh di kalangan khalayak, teknik informative saja jelas kurang bisa diandalkan,
sebab walaupun khalayak sudah menerima informasi tentang barang atau jasa yang
ditawarkan, belum tentu hatinya atau pikirannya terdorong untuk membeli atau
memilikinya.
Persuasi adalah kegiatan psikologis dalam upaya mempengaruhi sikap, sifat,
pendapat, dan perilaku seseorang atau orang banyak. Untuk mempengaruhi sikap,
sifat, pendapat dan perilaku dapat dilakukan dengan beberapa cara. Teror, boikot,
pemerasann, penyuapan, dan sebagainya dapat juga memaksa orang lain bersikap
atau berperilaku seperti yang diharapkan. Namun persuasi tidak melakukan caara
demikian untuk mencapai tujuan yang diharapkan, melainkan dengan cara
berkomunikasi.
Pada hakikatnya, semua orang selalu bergumul dalam usaha memenuhi
kebutuhan- kebutuhan pokoknya dalam hal kesehatan, keamanan, pengaruh,
(Allen, 1991 : 386). Hal tersebut merupakan dasar bagi seseorang untuk berpikir,
berbuat, dan bertingkah laku di samping factor keinginan (wants and desire) serta dorongan jiwa (drive).
Noise Factor adalah hambatan berupa suara- suara yang mengganggu sehingga proses komunikasi tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Hambatan
demikian bisa terjadi terhadap siaran radio atau televisi, seperti gangguan cuaca
ataupun fading ( hilangnya suara atau gambar).
Semantic factor adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah yang dapat menimbulkan salah paham atau salah pengertian. Hambatan demikian tidak
jarang bisa menimbulkan kegagalan besar dalam upaya persuasi ataupun
komunikasi.
Untuk menghindari hambatan- hambatan tersebut, maka dalam upaya
periklanan melalui persuasi hendaknya dipertimbangkan penggunaan teori- teori
persuasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar pengembangan teknik- teknik
periklanan yang efektif (Suhandang, 2010 :110). Teori- teori yang dimaksud adalah :
1. Metode Partisipasi, yaitu cara persuasi dengan jalan mengikutsertakan
seseorang atau orang banyak dalam suatu kegiatan atau usaha dengan maksud
untuk menumbuhkan perhatian
2. Metode asosiasi, yaitu penyajian sesuatu hal atau gagasan dengan jalan
menempelkan pada suatu proyek yang tengah menarik perhatian khalayak
3. Metode pay off idea, yaitu upaya persuasi dengan jalan rewarding ( member harapan- harapan baik atau iming- iming yang menggiurkan).
4. Metode fear arousing, kebalikan dari metode pay off idea. Metode ini justru menggunakan cara punishment (menakut- nakuti atau menggambarkan konsekuensi buruk).
5. Metode cognitive dissonance, yaitu kegiatan persuasi dengan menggunakan gejala- gejala hidup manusia yang tidak ada penyesuaian antara pendapat
serta sikap dengan perilakunya.
6. Metode icing device, yaitu cara persuasi dengan menggu nakan emotional appeal. Kita semua tentu mengetahui bahwa barang yang sama kualitasnya kadang- kadang bisa lebih menarik apabila diberi bungkus yang lebih indah,
etiket yang lebih baik, dan disajikan pada pajangan yang lebih menawan.
7. Red Hearing Technique, yaitu cara persuasi dengan jalan mengelakkan argumentasi bagian- bagian yang lemah untuk kemudian dialihkan sedikit
demi sedikit pada bagian yang kita kuasai atau bagian mana kita berada dalam
posisi kuat.
2.1.2 Branding
Saat ini produk yang fungsinya sama bisa berbeda harga karena merek.
Karena produk bisa saja ditiru oleh yang lain. Itulah sebabnya pada era persaingan
makna psikologis dan simbolis yang istimewa di mata konsumen. Pada saat suatu
brand equity sudah terbentuk maka ia menjadi milik perusahaan yang sangat berharga yang jauh lebih berharga dari asset perusahaan lainnya. Sebuah brand bisa menjadi sumber arus kas dari suatu perusahaan.
Kartajaya (2007: 44) mengilustrasikan merek atau brand adalah sebagai suatu indikator value yang anda atau perusahaan tawarkan kepada pelanggan atau konsumen. Dengan merek, suatu perusahaan atau produk mampu lepas dari
perangkap komoditasi.
Sumber : Situmorang ( 2011: 194)
Gambar 2.1 Gambar indikator merek
Menurut Tjiptono (2005: 155) sebuah merek memiliki beberapa elemen atau
identitas, baik yang bersifat tangible maupun yang bersifat intangible. Elemen- elemen tersebut dijabarkan menjadi nama merek (brand names), URL (Uniform Resources Locators) , logo, symbol, karakter, juru bicara (spokespeople), slogan,
jingles, kemasan dan signage, di antaranya:
1. Nama orang, misalnya pendiri, manajer, mitra bisnis, atau orang lain yang
diasosiasikan dengan produk.
Product of Service Specification
Brand
Perceptions
Perceptions
2. Nama tempat (geographic brand names), baik tempat asal ditemukannya, dikembangkannya, maupun tempat dijualnya produk atau jasa yang
bersangkutan.
3. Nama ilmiah yang diciptakan (Invented scientific names), biasanya dari bahasa Yunani atau Latin.
4. Nama “status”(status names).
5. Artificial names, yang bisa tidak mengandung makna khusus.
6. Descriptive names, yaitu nama merek yang menggambarkan manfaat atau aspek kunci produk.
7. Alpha- numeric names, yaitu nama merek yang mengandung unsure angka, baik dalam bentuk digit maupun tertulis
Keller (2002: 220) mengajukan sebuah model pengembangan merek yang
disebut sebagai customer- based brand equity (CBBE). Model ini didasarkan pada empat pertanyaan utama.
1. Seberapa jauh perusahaan dapat secara jelas merumuskan identitas merek
(who are you?)
2. Seberapa jauh perusahaan mengembangkan asosiasi yang mempunyai arti
tertentu bagi konsumennya (what are you?)
3. Bagaimana tanggapan konsumen terhadap asosiasi yang ditawarkan oleh
4. Seberapa jauh interaksi yang terjadi antara konsumen dan merek
menyebabkan ikatan antara keduanya menjadi lebih kuat (what about you and me?)
Sumber: Keller ( 2002: 228)
Gambar 2.2
Customer Based- Brand Equity Model 2.1.2.1 Membangun Brand Equity
Brand Equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai
yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik bagi perusahaan maupun pada
1. Brand Awareness (kesadaran merek) yaitu menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Brand Association (asosiasi merek) mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain- lain.
3. Perceived Equity (persepsi kualitas) mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4. Brand loyalty (loyalitas merek)mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
5. Other propierity brand assets ( aset- aset merek lainnya).
2.1.2.1.1 Brand Awareness
Brand Awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori
Sumber: Situmorang (2011: 73)
Gambar 2.3
Piramida Brand Awareness
Puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen
atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak
konsumen. Pengenalan kembali terhadap merek yang dimaksud adalah pengingatan
kembali merek secara spontan tanpa adanya bantuan . Pengenalan merek adalah
tingkat minimal dari kesadaran merek dimana pengenalan suatu merek muncul lagi
setalh dilakukan pengingatan kembali dengan adanya bantuan. Tidak menyadari
merek adalah tingkatan paling rendah dimana konsumen tidak menyadari adanya
suatu merek walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali dengan bantuan. Puncak pikiran
pengingatan kembali merek
pengenalan merek
Tingkat kesadaran merek dapat ditingkatkan dengan beberapa cara berikut: 1. Suatu merek harus dapat menyampaikan pesan yang mudah diingat.
2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dengan merek lainnya. Selain itu, pesan
yang disampaikan harus memiliki hubungan dengan merek dan kategori
produknya.
3. Perusahaan disarankan memakai jingle lagu atau slogan yang menarik agar merek lebih mudah diingat oleh konsumen.
4. Simbol yang digunakan berhubungan dengan merek.
Menurut Agus W Soehadi, dari Prasetya Mulya Business School, Awareness
dikatakan tinggi jika konsumen dapat mengingat merek, baik sebelum proses
pembelian, ketika dalam proses pembelian, maupun ketika konsumen mengkonsumsi
produk pesaing. Asosiasi dikatakan tinggi jika tertanam kuat dalam benak konsumen,
disukai dan unik dalam pengertian tidak dimiliki oleh pesaing. Pemilihan asosiasi
yang yang ingin ditampilkan menjadi kunci keberhasilan merek.
2.1.2.1.2 Brand association
Brand association (asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu
1. Help process / retrieve information (membantu penyusunan informasi)
2. Differrentiate (membedakan)
3. Reason to buy (alasan pembelian)
4. Create positive attitude / feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif)
5. Basis for extensions (landasan untuk perluasan
2.1.2.1.3 Perceived Equity
Perceived equity dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Dimensi perceived equity dibagi menjadi tujuh yaitu:
1. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama
2. Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan kepada
produk tersebut
3. Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut
4. Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari
pembelian berikutnya
5. Karakteristik produk : bagian- bagian tambahan dari produk (feature) 6. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai
2.1.2.1.4 Brand Loyalty
Brand Loyalty dapat menjadi aset strategi bagi perusahaan jika diolah dengan benar (Situmorang, 2011 : 202). Berikut adalah beberapa potensi yang dapat
diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan:
• Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) yang artinya lebih mudah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk
mendapatkan pelanggan baru.
• Trade leverage (meningkatkan perdagangan), loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat
keyakinan perantara pemasaran.
• Attracting new customers (menarik minat pelanggan baru). Dengan banyaknya pelanggan suatu merek mereka akan puas dan suka pada merek
tersebut dan akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan
mengandung resiko yang tinggi.
• Provide time to respond competitive threaths (member waktu untuk merespon ancaman persaingan). Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Pelanggan yang loyal akan
memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui
Tingkatan Brand Loyalty
1. Switcher (berpindah –pindah): semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek yang lain maka
mengidentifikasi mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidal loyal atau
tidak tertarik pada merek tersebut.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) : pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan
merek produk yang dikonsumsinya dan setidaknya mereka tidak mengalami
ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek tersebut.
3. Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) : untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini makan
para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh
pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawari berbagai manfaat
yang cukup besar sebagai kompensasinya.
4. Likes the Brands (menyukai merek) : Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan symbol, rangkaian pengalaman, dan
penggunaan sebelumnya yang baik dialami pribadi maupun oleh kerabatnya
ataupun yang disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.
5. Committed Buyer ( pembeli yang komit) : Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan
2.1.3 Keputusan Pembelian Konsumen 2.1.3.1 Definisi Konsumen
Definisi konsumen memberi pandangan mendalam yang terpenting untuk
memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan
bukan hanya menarik pembeli. Definisi ini berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa”dan
“mempraktekkan kebiasaan”.
Konsumen menurut Griffin (2003:31) adalah seseorang yang menjadi
terbiasa untuk membeli dari anda. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan
interaksi yang sering dilakukan selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian yang berulang, orang tersebut bukanlah konsumen anda, Konsumen yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
2.1.3.2 Pembuatan Keputusan sebagai Pemecahan masalah
Memutuskan berarti memilih satu atau dua atau lebih alternatif. Meskipun
pemasar sering merujuk tentang pemilihan antar objek (barang, merek, toko atau
tempat berbelanja), konsumen sebenarnya memilih antara alternative perilaku
berkenaan dengan objek tersebut. Pemasar tertarik pada perilaku pembelian
Sumber: Peter & Olson, 2005 :51
Gambar 2.4
A cognitive Processing Model of Consumer Decision Making
Pembuatan keputusan konsumen sebenarnya merupakan suatu aliran interaksi
(stream interaction) antara proses factor lingkungan, kognitif dan afektif dan tindakan perilaku. Peneliti dapat membagi aliran (stream) ini menjadi tahapan dan sub proses yang terpisah untuk menyederhanakan analisis dan memudahkan
Sumber: Peter & Olson : 169
Gambar 2.5
Model Pemecahan Masalah
2.1.3.3Proses Pemecahan Masalah dalam Keputusan Membeli
Upaya pemecahan masalah bevariasi dari “virtually none”( suatu rencana keputusan digerakkan dari memori atau ingatan yang dilaksanakan secara otomatis)
ke “very extensive”. Pemasar telah membagi “continuum”(garis lurus) ini menjadi tiga tingkatan kegiatan pemecahan masalah: “extensive”, “limited”, dan “routinized or habitual”.
Secara relatif, sedikit sekali pilihan masalah konsumen memerlukan pembuatan
keputusan yang ekstensif. Pembuatan keputusan yang ekstensif biasanya melibatkan
sejumlah perilaku pencarian yang substansial untuk mengenali alternatif pilihan dan
Problem recognation
Search for alternative solutions
Evaluations alternative
Purchase
Post purchase use and reevaluation of chosen
mempelajari kriteria pilihan yang tepat dengan mana evaluasi dilakukan. Pembuatan
keputusan ekstensif juga meliputi beberapa keputusan pilihan, kognitif yang
substansial dan upaya perilaku, memerlukan waktu yang lama.
Pilihan meliputi pembuatan keputusan yang terbatas, biasanya dilaksanakan
secara tepat dengan tingkatan kognitif dan upaya perilaku yang moderat. Sejumlah
upaya yang digunakan oleh konsumen didalam pemecahan masalah cenderung
menurun melalui perjalanan waktu setelah konsumen belajar lebih banyak mengenai
produk dan memperoleh pengalaman dalam membuat keputusan.
Pada dasarnya “routinized choice behavior”adalah perilaku pilihan yang rutin, tidak memerlukan pemikiran yang mendalam seperti membeli bensin di pompa
bensin, membeli sabun cuci di warung bisa dilakukan dengan cepat.
2.1.3.4Pengaruh pada Kegiatan Pemecahan Masalah Konsumen
Tingkat upaya pemecahan masalah konsumen di dalam membuat keputusan
pembelian merek selain dipengaruhi oleh faktor- faktor lingkungan juga dipengaruhi
oleh respon kognitif dan afektif yang digerakkan, selama proses pembuatan
keputusan. Tiga aspek pengetahuan yang mempunyai pengaruh langsung pada
pemecahan masalah (Supranto, 2007 : 221), yaitu :
1. Tujuan konsumen (customer’s goal).
2. Pengetahuan mereka tentang alternatif pilihan dan kriteria pilihan.
Berikut ini merupakan pembahasan factor kognitif dan afektif, selain dari
pada itu mengkaji beberapa pengaruh lingkungan pada pemecahan masalah
konsumen.
2.1.3.5 Pengaruh Tujuan Akhir ( Effects of End Goals)
Tujuan akhir yang akan dicapai mempunyai pengaruh yang kuat pada proses
pembuatan keputusan. Konsumen yang mempunyai tujuan akhir yang harus
optimum, kemungkinan memperluas upaya pencarian yang substansial untuk
mendapatkan kemungkinan alternatif yang paling baik. Sebaliknya, konsumen yang
tujuan akhirnya untuk memberikan kepuasan atau hanya untuk mempertahankan,
kemungkinan hanya berurusan dengan perilaku pencarian yang minimal.
2.1.3.6 Pengaruh dari Tujuan Hierarki
Tujuan Hirearki konsumen untuk suatu masalah mempunyai pengaruh yang
kuat pada proses pengambilan keputusan. Kalau konsumen mempunyai tujuan
hirearki yang didefinisikan secara baik, disimpan di memori, mungkin digerakkan
dari rencana keputusan yang terkait dapat dijalankan secara otomatis. Bahkan kalau
suatu rencana keputusan yang lengkap tidak tersedia suatu tujuan berhirearki yang
umum, menyediakan suatu struktur yang berguna untuk mengembangkan suatu
rencana keputusan yang efektif tanpa memperhatikan upaya pemecahan masalah
2.1.3.7 Pengaruh dari Keterlibatan dan Pengetahuan
Proses pemecahan masalah konsumen sangat dipengaruhi oleh sejumlah
pengetahuan produk yang mereka dapatkan melalui pengalaman waktu lampau
mereka dan dengan tingkat keterlibatan mereka dengan produk dan proses pilihan.
Pengetahuan yang digerakkan tentang tujuan, alternatif pilhan dan kriteria pilihan
dan “heuristics”mempengaruhi kemampuan konsumen untuk menciptakan suatu rencana keputusan yang efektif.
2.1.3.8 Pengaruh Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi pembuatan keputusan konsumen
dengan mengganggu arus proses pemecahan masalah yang sedang berjalan. Ada
empat jenis kejadian yang mengganggu atau menyela (interrupts) yang sudah dikenali :
1. Penyelaan atau interupsi terjadi ketika informasi yang tidak diharapkan (tidak
konsisten dengan struktur pengetahuan yang telah ditentukan) dijumpai di
lingkungan.
2. Stimulasi lingkungan yang menonjol dapat mengganggu proses pemecahan
masalah. Banyak strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk menginterupsi
pemecahan masalah konsumen yang terus menerus.
3. “Affective states”seperti suasana hati dan kejadian fisiologis (merasa lapar, ngantuk, merasa haus) dapat mengganggu suatu proses pemecahan masalah
4. Konflik atau pertentangan yang timbul selama pengambilan keputusan
pembelian dapat menginterupsi proses pemecahan masalah. Goal conflict
mungkin terjadi ketika konsumen mengenali adanya tujuan yang bertentangan
(incompatible).
2.2Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah telaah pustaka yang berasal dari
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian-penelitian terdahulu ini
diuraikan secara sistematis mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti
terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Pada bagian ini
dijelaskan tentang objek yang diteliti oleh peneliti terdahulu, model yang digunakan,
hasil penelitian, serta hubungan antara penelitian yang dilakukan ini dengan
penelitian terdahulu. Fakta-fakta atau data yang dikemukakan diambil
dari sumber aslinya. Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti Judul Penelitian penelitian Model Hasil Penelitian
Halim (2009)
Pengaruh Faktor Pribadi Terhadap Keputusan Pembelian pada Starbucks
Coffee shop Sun Plaza Medan
Analisis Iklan dan Endorser
Sutopo (2011)
Pengaruh Pemakaian
Endorser dalam Iklan Televisi Melalui Merek dan Citra Merek
Sumber: Penelitian-penelitian terdahulu
2.3 Kerangka Teoritis
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor- faktor penting yang telah diketahui dalam suatu
masalah tertentu.
Menurut Suhandang (2010 : 14), periklanan adalah kegiatan yang terkait pada
dua bidang kehidupan manusia sehari –hari, yakni ekonomi dan komunikasi. Dalam
bidang ekonomi periklanan bertindak sebagai salah satu upaya marketing yang strategis, yakni upaya memperkenalkan barang baru atau jasa untuk dapat meraih
keuntungan sebanyak mungkin. Dalam hal ini periklanan merupakan suatu kekuatan
menarik yang ditujukan kepada sejumlah pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan
oleh produsen atau pedagang agar dapat mempengaruhi penjualan barang atau jasa
dengan cara menguntungkan. Setelah perusahaan memperkenalkan produk dan
jasanya melalui iklan, maka langkah selanjutnya adalah brand awareness, yaitu adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali
Kemudian setelah brand awareness terbentuk, maka keputusan pembeliana
dalah tujuan dan harapan perusahaan kepada konsumen. Memutuskan berarti
memilih satu atau dua atau lebih alternatif. Meskipun pemasar sering merujuk
tentang pemilihan antar objek (barang, merek, toko atau tempat berbelanja),
konsumen sebenarnya memilih antara alternative perilaku berkenaan dengan objek
tersebut.
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai
berikut, bahwa advertising mempengaruhi brand awareness dan keputusan pembelian seperti pada gambar 2.6 berikut ini.
Sumber : Tjiptono 2005 (diolah)
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan atau jawaban sementara tentang hubungan
antar variabel- variabel dalam penelitian, dan merupakan pernyataan paling spesifik.
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka peneliti menetapkan
hipotesis di dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran merekpada Starbucks Coffee Shop di Sun Plaza Medan.
Advertising (X1)
Brand Awareness (Y)
2. Iklanberpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pada Starbucks Coffee Shop di Sun Plaza Medan.