1.1Latar Belakang
Di Indonesia, alih fungsi lahan pertanian merupakan masalah yang
krusial dan merupakan fenomena yang banyak terjadi pada saat ini dalam
pemanfaatan lahan. Perubahan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan
kelapa sawit ini antara lain disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan
peningkatan pembangunan sehingga mengakibatkan semakin tinggi dan
bertambahnya permintaan dan kebutuhan terhadap lahan yang dipergunakan
untuk menyelenggarakan kegiatan, baik yang bergerak dalam sektor pertanian dan
non pertanian, serta rendahnya nilai ekonomi lahan pertanian yang memicu para
petani untuk menjual lahan pertanian dan beralih menjadi perkebunan kelapa
sawit. Mereka merasa tidak mendapat keuntungan ekonomis dari lahan
pertaniannya, sehingga pergeseran lahan beralih ke aktivitas non pertanian yang
lebih menguntungkan seperti alih fungsi lahan pertanian yang beralih menjadi
tanaman kelapa sawit ( Saili dan Purwadio, 2012).
Perubahan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi aktivitas non pertanian
sudah banyak terjadi di daerah-daerah, khususnya di daerah Sumatera Utara.
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara selalu menunjukkan
pertumbuhan yang positif, dan menjadi pusat perkebunan kelapa sawit di
Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja. Perkebunan kelapa sawit yang ada
Dengan banyaknya perubahan alih fungsi lahan pertanian menjadi aktivitas non
pertanian seperti tanaman kelapa sawit, dan perkembangan perkebunan yang
berskala besar, serta penerapan teknologi yang semakin berkembang maka
alat-alat yang digunakan sudah semakin canggih dan serba modern, sehingga dapat
menimbulkan efek negatif bagi para pekerja jika tidak digunakan sesuai dengan
prosedur. Untuk menghindari efek negatif bagi tenaga kerja, maka diperlukan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi petani tersebut. Karena pertumbuhan
industri yang semakin pesat, harus diseimbangkan dengan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja dan pencegahan terhadap masalah – masalah keselamatan dan
kesehatan kerja yang mungkin terjadi terhadap petani kelapa sawit khususnya di
sektor informal yang masih kurang diperhatikan keselamatan dan kesehatan
kerjanya ( Sinaga dan Hendarto,2012).
UUD 1945 pasal 27 ayat 2 mencantumkan kewajiban Negara menyediakan
lapangan kerja bagi rakyatnya. Demikian juga sebagai anggota ILO, Indonesia
telah meratifikasi konvensi ILO yang substansinya adalah memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja yang karena posisinya cenderung berada di
pihak lemah. Indonesia memiliki seperangkat undang-undang, kepres, dan
keputusan menteri beserta aturan pelaksanaannya untuk maksud tersebut.
Tujuannya memberikan perlindungan agar pekerja terhindar dari
kesewenang-wenangan, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang di bidangnya tanpa
dihantui rasa ketakutan dan kekhawatiran dalam menjalankan tugasnya
Pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja ini juga
telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, yang menegaskan bahwa setiap
pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat (1). Upaya keselamatan dan
kesehatan yang dimaksud untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja atau
buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan
pengendalian bahaya di tempat kerja yang dimaksudkan dalam pasal 86 ayat 2 UU
No. 13 Tahun 2003.
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahkan dalam proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
mencakup segala tempat kerja, baik di darat, didalam tanah, di permukaan air,
didalam air, maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan sarana untuk
mencegah kecelakaan, cacat, dan kematian akibat dari kecelakaan kerja
(Suma’mur, 2009).
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu ekspor andalan bagi
Indonesia yang dapat menghasilkan keuntungan bagi Negara Indonesia, dan
merupakan salah satu sarana yang dijadikan oleh pemilik modal untuk
mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara melakukan sistem kerja buruh
harian lepas. Karena, sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang banyak
menyerap tenaga kerja. Di daerah Sumatera Utara, petani atau buruh- buruh
perkebunan kelapa sawit ini tidak mendapatkan perlindungan sosial dari
sedikit, dan resiko yang mereka hadapi dalam setiap proses pekerjaannya
ditanggung sendiri. Pekerja atau buruh perkebunan sangat rentan mengalami
kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga harus ada jaminan yang
diberikan pengusaha terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pekerja atau
buruhnya ( Riyanto,2012).
Di dalam Undang-undang No. 03 Tahun 1992 tentang jaminan sosial
tenaga kerja sudah dijelaskan bahwa pengusaha wajib melaporkan kecelakaan
kerja yang menimpa tenaga kerja kepada kantor Departemen Tenaga Kerja, tetapi
peraturan tersebut tidak diindahkan oleh para pengusaha khususnya yang bergerak
di sektor informal dimana para buruhnya sering menjadi korban kecelakaan kerja
(Suma’mur,2009).
Perkebunan kelapa sawit pada umumnya merupakan komoditi perkebunan
yang selalu dilakukan oleh perusahaan yang besar baik oleh pemerintah maupun
swasta. Karena, perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal yang tidak sedikit
untuk membangun perkebunan kelapa sawit. Kebutuhan teknologi yang canggih
juga diperlukan untuk pengolahan kebun dan pemeliharaan perkebunan kelapa
sawit yang membuat para petani tidak mampu menguasainya dan memilih untuk
menjadi buruh kelapa sawit ( Siti, 2011).
Mengingat kecelakaan kerja yang terjadi tidak hanya di sektor formal,
maka upaya keselamatan dan kesehatan kerja di sektor informal juga penting
untuk diperhatikan. Seperti halnya disektor kerja perkebunan, umumnya
kecelakaan kerja disebabkan oleh kesalahan sikap Sumber Daya Manusia (SDM)
Manusia (SDM) yang pendidikannya relatif rendah, kurang menyadari adanya
ancaman kecelakaan kerja yang mungkin terjadi akibat sikap kurang hati-hati,
merasa mampu dan tahu, bekerja di luar wewenang, suka mengambil jalan pintas,
bekerja dengan kurang peralatan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja yang dibahas khususnya pada petani kelapa
sawit sektor informal yang berhubungan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD) (Nurdin, 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khamdani (2009) terhadap 80
responden diperoleh bahwa hasil uji chi square diketahui nilai p value
pengetahuan yaitu sebesar 0,001 (p<0,05), sehingga dapat diartikan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian alat pelindung diri pestisida
semprot pada petani di Desa Angkatan Kidul Pati tahun 2009. Sikap p=0,001
(p<0,05), sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara sikap dengan
pemakaian alat pelindung diri pestisida semprot pada petani di Desa Angkatan
Kidul Pati tahun 2009.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan ke lapangan, kebun kelapa
sawit yang terletak di Dusun Binasari, Kec. Angkola Selatan, Kab. Tapanuli
Selatan. Masyarakat sekitar bekerja sebagai petani untuk mengurus tanaman
kelapa sawit tersebut, mulai dari merawat bibit kelapa sawit, menanam kelapa
sawit, membersihkan lahan sekitar pohon, pemeliharaan tanaman kelapa sawit,
pemupukan, penyemprotan hama, panen, mulai dari mendodos hasil panen,
kemudian mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS), dan memasukkannya
Dalam melakukan pekerjaannya hanya sebagian petani yang memakai Alat
Pelindung Diri (APD) seperti : ada sebagian petani yang memakai topi, sepatu
boot, pakaian pelindung, menggunakan masker dan sarung tangan. Seringkali
dalam melakukan pekerjaannya tidak sedikit para petani kelapa sawit mengalami
kecelakaan kerja seperti : kakinya terkena duri, kulitnya tergores akibat sering
tidak memakai pelindung badan, terkena jatuhan buah karena tidak memakai
pelindung kepala pada saat bekerja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan APD saat bekerja pada petani kelapa sawit di Dusun Binasari, Kec.
Angkola Selatan Kab. Tapanuli Selatan Tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan APD saat bekerja pada petani kelapa sawit di Dusun
Binasari, Kec. Angkola Selatan Kab. Tapanuli Selatan Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan petani kelapa sawit terhadap
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja.
2. Untuk mengetahui pengaruh sikap petani kelapa sawit terhadap
3. Untuk mengetahui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat
bekerja pada petani kelapa sawit.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi sektor informal tentang pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) pada petani khususnya dalam bidang perkebunan
kelapa sawit agar lebih peduli terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Sebagai bahan masukan untuk peneliti–peneliti lain yang berhubungan