BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Census Bureau (dalam DeGenova, 2008) menyatakan bahwa keluarga
adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling terikat
karena kelahiran, pernikahan, adopsi ataupun tinggal bersama. Mengacu pada
definisi di atas, keluarga memiliki dua karakteristik, yakni orang-orang saling
berhubungan karena ikatan darah ataupun hukum dan mereka harus tinggal
bersama di dalam satu rumah tangga. DeGenova (2008) mengkategorikan
beberapa bentuk keluarga berdasarkan struktur dan hubungan di antara
orang-orang yang berada dalam keluarga tersebut, salah satunya ialah keluarga inti.
Keluarga inti (nuclear family) terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan
anak-anak yang belum menikah (DeGenova, 2008). Semakin beragamnya anggota
keluarga, di mana mengikutsertakan orang lain di luar ayah, ibu dan anak-anak
untuk tinggal bersama dalam satu rumah, maka keluarga tersebut tidak lagi
merupakan keluarga inti.
Berns (dalam Lestari, 2012) menyebutkan ada lima fungsi dasar dari
keluarga, yaitu reproduksi, sosialisasi/edukasi, penugasan peran sosial, dukungan
ekonomi, dan dukungan emosi/pemeliharaan. Dengan reproduksi, keluarga
mempertahankan populasi yang ada di masyarakat. Dengan sosialisasi/edukasi,
keluarga menjadi sarana transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan teknik ke generasi selanjutnya. Dalam hal penugasan peran
gender pada anggotanya. Keluarga juga menyediakan tempat berlindung,
makanan dan jaminan kehidupan. Selain keempat hal di atas, keluarga juga
memberikan pengalaman interaksi sosial pertama bagi anak sehingga dapat
memberikan rasa aman bagi anak.
Mengacu pada penjelasan di atas, maka keluarga memiliki fungsi dan
peran yang utama di dalam masyarakat. Sebuah keluarga memiliki ikatan batin
yang kuat karena berasal dari suatu ikatan darah yang sama. Anak memiliki ikatan
darah yang kuat dengan orangtuanya terkhusus ibu yang mengandung dan
melahirkannya. Melalui ikatan darah yang kuat, tentu naluri ibu juga sangat kuat
dan jarang salah apabila ada sesuatu yang terjadi terhadap anaknya dan sudah
menjadi tanggung jawab bagi seorang ibu untuk merawat anaknya. Peran ayah
pun sangat besar dalam pembentukan karakteristik anak dan apabila anaknya
sudah besar dan beranjak dewasa, sudah menjadi tanggung jawab anaklah untuk
merawat kedua orangtuanya yang sudah tua dan lanjut usia. Bahwa pada
umumnya, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana masing-masing
anggota keluarga tersebut saling mempengaruhi, saling membutuhkan, semua
mengembangkan hubungan intensif antar anggota keluarga. Dalam hal ini,
merawat orangtua merupakan fungsi sosial anak dalam keluarga yang disesuaikan
dengan status, peranan, jenis kelamin, dan umur anggota-anggota keluarga. Anak
bersifat fungsional di dalam keluarga terhadap orangtuanya yang sudah lansia.
Bagi keluarga pada umumnya anak mempunyai peranan dan tanggung jawab
utama dalam merawat dan pemenuhan kebutuhan materiil maupun secara moriil
Adapun kewajiban seorang anak untuk merawat orangtuanya dapat
dilakukan sendiri di dalam rumah, namun adakalanya anak atau keluarga dan
sanak saudara memilih untuk memberikan perawatan khusus bagi orangtua lansia
yang kita kenal sebagai rumah atau panti jompo. Anak tidak mampu merawat
sendiri orangtua dapat dikarenakan faktor pekerjaan yang padat dan juga ada
diantara orangtua lansia yang tidak memiliki anak sehingga keluarga dan sanak
saudara yang berperan dalam merawat mereka juga tidak bersedia meluangkan
waktu dalam merawatnya.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010), secara umum jumlah
penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59
persen dari keseluruhan. Jumlah penduduk lanjut usia perempuan (9,75 juta
orang) lebih banyak dari jumlah penduduk lanjut usia laki-laki (8,29 juta orang)
Peningkatan usia harapan hidup penduduk menyebabkan jumlah penduduk lanjut
usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Ada kenaikan sebanyak 6 juta orang
dibanding tahun 1995 dimana lansia berjumlah lebih kurang 12 juta orang. Badan
Pusat Statistik memprediksikan persentase penduduk lanjut usia akan mencapai
9,77% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2010 dan menjadi 11,34% pada
tahun2020(http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com_docma
n&Itemid=114
Pada negara-negara berkembang dan maju yang di dalamnya terdapat
banyak kota-kota besar, banyak terjadi perubahan-perubahan pada aspek diakses pada hari Sabtu, 13 April 2013 pukul 09.10). Gejala
bertambahnya jumlah warga lansia dapat dikatakan bersifat universal, dan terjadi
kehidupan sosial. Tonnies (dalam Waluya, 2007) menyatakan bahwa masyarakat
berubah dari masyarakat sederhana yang memiliki hubungan erat dan kooperatif
menjadi masyarakat besar yang memiliki hubungan khusus dan impersonal.
Gejala ini tampak jelas pada masyarakat perkotaan di mana terjadi perpecahan
dalam masyarakat, keterasingan individu dan melemahnya ikatan sosial akibat
pencarian kekuasaan dan perubahan sosial budaya menuju individualisasi.
Perubahan ini semakin nyata dan terlihat jelas ketika seorang anak menitipkan
orang tuanya yang sudah berusia lanjut di panti jompo.
Panti jompo merupakan rumah tempat mengurus dan merawat orang
jompo (orang yang sudah berusia lanjut). Panti jompo sebagai wadah sosial yang
disediakan bagi orangtua lansia yang membutuhkan perhatian dan perawatan
secara khusus. Para lanjut usia dirawat dan diberi fasilitas serta pelayanan yang
memadai supaya tidak terlantar, bagi yang tidak punya sanak saudara atau mereka
ingin hidup tenang jauh dari keramaian.
Nilai budaya adalah wujud ideal dari kebudayaan yang merupakan konsep
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Secara
fungsional, nilai budaya berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan
orientasi kepada kehidupan manusia. Orientasi nilai budaya (cultural value
orientation) yang dikembangkan oleh Clyde Kluckhohn dan istrinya, Florence
Kluckhohn pada bukunya yang berjudul Culture: A Critical Review of Concepts
and Definitions (1952, dalam Pelly, 1994). Mereka beranggapan bahwa dalam
rangka sistem budaya dari tiap kebudayaan ada serangkaian konsep-konsep yang
abstrak dan luas ruang lingkupnya, yang hidup dalam alam pikiran dari sebagian
dalam hidup. Dengan demikian, maka sistem nilai budaya itu juga befungsi
sebagai suatu pedoman orientasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya.
Sejak kecil seorang individu telah diresapi dengan nilai-nilai budaya
masyarakatnya, konsep-konsep itu telah berakar di dalam mentalitasnya dan
kemudian sukar diganti dengan yang lain dalam waktu yang singkat.
Pada masyarakat etnis Tionghoa, menghormati orangtua menjadi nilai
budaya dan prinsip moral bagi kehidupan sosial dalam keluarga. Hal ini dapat
dilihat dengan perayaan hari raya Ceng Beng yang menjadi tradisi bagi
masyarakat Tionghoa. Perayaan ini dilaksanakan setiap tahun biasanya jatuh pada
tanggal 5 April dengan berziarah ke makam leluhur, orangtua ataupun sanak
saudara yang sudah meninggal. Perayaan ini sebagai bentuk penghormatan
terhadap bakti leluhurnya dan penghormatan bagi anggota keluarga yang sudah
meninggal. Masyarakat Tionghoa mengadakan upacara-upacara penghormatan
untuk memperingati kepergian nenek moyang leluhur mereka. Mereka sadar
bahwa dengan adanya leluhur mereka, mereka lahir ke dunia dan memiliki
keturunan. Mereka mempercayai bahwa leluhur mereka akan selalu mendoakan
mereka agar keturunan-keturunan mereka senantiasa diberkati oleh Sang Pencipta.
Masyarakat Tionghoa senantiasa memiliki sikap saling menghormati terhadap
orangtua, keluarga, bahkan nenek moyang leluhur. Seperti halnya pada tradisi
perayaan Ceng Beng ini yang masih tetap dibudayakan oleh masyarakat Tionghoa.
Hal itu menjadi suatu tanda bahwa mereka memiliki rasa hormat yang tinggi
terhadap orangtua walaupun sudah meninggal sekalipun.
Berdasarkan kebudayaannya, etnis Tionghoa berlandaskan pada ajaran
Konfusianisme merupakan ajaran moral yang menjadi suatu kepercayaan pada
masyarakat tradisional etnis Tionghoa, dimana dalam ajaran tersebut ditekankan
kepatuhan anak terhadap orangtua. Anak memiliki rasa hormat yang tinggi
terhadap kedua orangtuanya. Dan orangtua pun memiliki tanggung jawab untuk
mendidik dan membimbing anak-anaknya. Besar harapan orangtua terhadap
anaknya untuk mencapai kesuksesan kelak. Harapan tersebut dirasakan oleh anak
sehingga menjadi dorongan dan semangat dalam kehidupan dan diwujudkan
dengan berbakti kepada orang tua (filial piety), yaitu: rasa hormat dan patuh anak
kepada orangtuanya. Para leluhur yang sudah meninggal saja masih mereka
hormati apalagi di saat orangtua masih hidup. Mereka akan menyempatkan diri
untuk mewujudkan cinta kasih, rasa sayang dan rasa hormat mereka terhadap
orangtua dengan menjaga, merawat dan memenuhi kebutuhan orangtua di masa
tua.
Pada umumnya, bantuan-bantuan yang diberikan anak sebagai bentuk
perawatan terhadap orang tua mereka yang berusia lanjut diberikan oleh anak
perempuan karena anak perempuan dianggap memiliki sifat merawat dan
memiliki waktu yang lebih banyak untuk merawat orang tua dibandingkan dengan
laki-laki. Namun, kenyataan pada kebudayaan Tionghoa menunjukkan bahwa
anak laki-laki tertua dianggap memiliki tanggung jawab penuh terhadap orang
tuanya sebab mereka akan menetap dan kelak akan menggantikan posisi orang
tuanya. Sementara, anak perempuan akan pergi dan tinggal bersama suaminya
dikarenakan oleh kebudayaan Tionghoa yang menganut sistem partrilineal. Sistem
ayah (pihak laki-laki) sehingga garis keturunan diteruskan dengan membawa
marga ayah (pihak laki-laki).
Masyarakat Tionghoa sulit membangun rasa percaya terhadap orang lain
yang bukan keluarga dan juga kerabatnya apalagi yang berbeda etnis. Hal ini
dapat kita lihat bahwa masyarakat etnis Tionghoa hanya akan menjalin hubungan
bisnis dengan orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan saja dan tak
jarang mereka menjalin hubungan kerjasama dalam bidang pekerjaan hanya
dengan kaum etnisnya. Mereka menitipkan orangtua mereka sendiri di panti
jompo berarti mereka percaya bahwa panti jompo tersebut dapat menjamin rasa
aman dan nyaman bagi orangtuanya.
Panti jompo yang terdapat di kota Medan salah satunya adalah Panti
Jompo Karya Kasih yang terletak di jalan Mongonsidi Medan yang menjadi lokasi
penelitian ini. Adapun panti jompo yang berada di wilayah Medan antara lain
panti jompo Hisosu yang terletak di jalan Iman Bonjol, Dusun Kenanga-Brahrang
Medan Binjai, Panti Jompo Yayasan Guna Budi Bhakti yang terletak di jalan
Medan-Belawan km 16, Panti Jompo Yayasan Himpunan Sosial & Olahraga
Sumatera Utara yang terletak di jalan Linjum Brahrang dan Panti Jompo milik
Yayasan Harapan Jaya yang berada di jalan A.M.D Kompleks Graha Sultan,
Medan Marelan.
Di panti-panti jompo yang berada di Medan tersebut tak jarang dijumpai
orangtua lansia yang beretnis Tionghoa. Dalam keluarga etnis Tionghoa,
hubungan keluarga yang paling penting adalah hubungan antara orangtua dan
anak, terutama hubungan antara ayah dengan anak laki-lakinya. Walaupun
penghormatan dari sang anak, tetapi sebenarnya hubungan ini mengandung
ketergantungan satu sama lain yang sangat besar. Dalam diri seorang ayah,
terpendam semacam sindrom kekhawatiran akan masa tuanya kelak, tetapi disisi
lain ia tidak ingin kekhawatiran tersebut dapat terbaca oleh anaknya, karena
bagaimanapun posisi anak harus tetap inferior (inferior dimaksudkan bahwa anak
memiliki posisi yang lebih rendah atau berada di posisi lebih bawahan daripada
orangtua). Hal ini berkaitan dengan jaminan orangtua yang didapatkan dari
anaknya kelak jika orangtua tidak mampu lagi bekerja memenuhi kebutuhannya
(Wibowo, 2008).
Panti Jompo Karya Kasih merupakan salah satu panti jompo yang ada di
kota Medan yang mewadahi fasilitas dalam kegiatan jasmani para orangtua. Di
Panti Jompo Karya Kasih yang bertempat di jalan Mongonsidi Ujung No. 3 ini
menjadi sebuah wadah sosial bagi pelayanan orangtua lansia yang membutuhkan
uluran kasih dan perhatian khusus yang berada di sekitar kawasan kota Medan.
Panti Jompo Karya Kasih merupakan yayasan sosial dibawah naungan gereja
Katolik Medan. Dalam panti jompo ini mayoritas terdapat orangtua yang beretnis
Tionghoa dengan jumlah keseluruhan orangtua sekitar 106 orang dan 80% dari
keseluruhan orangtua yang menetap di Panti Jompo Karya Kasih ini beretnis
Tionghoa sedangkan selebihnya ada yang beretnis Batak, Jawa dan India.
Nilai kekeluargaan yang sangat dipegang erat oleh sebagian besar
masyarakat etnis Tionghoa yang menjadi salah satu alasan bagi sebagian orang
mengapa panti jompo bukan menjadi suatu pilihan dalam perawatan orangtua
lanjut usia. Menitipkan orangtua yang sudah berusia lanjut yang memerlukan
dan bertolak belakang apabila ditinjau dari akar kebudayaan masyarakat etnis
Tionghoa yang sangat menjunjung tinggi nilai penghormatan terhadap orangtua.
Hal inilah yang menarik untuk diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana orientasi nilai keluarga etnis Tionghoa yang menitipkan
orangtua di panti jompo?
2. Mengapa keluarga etnis Tionghoa memilih untuk menitipkan orangtuanya
di panti jompo?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan peneliti adalah:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana orientansi nilai
keluarga etnis Tionghoa yang menitipkan orangtua di panti jompo.
2. Untuk mengetahui adakah faktor perubahan nilai sosial yang terjadi dalam
kaitannya terhadap orangtua yang dititipkan di panti jompo khususnya dan
orangtua etnis Tionghoa Medan umumnya.
3. Untuk mengetahui seberapa besar bentuk perhatian dan kasih sayang
keluarga terhadap orangtuanya. Apakah bukan hanya ketidakmampuan
tetapi juga ketidakmauan dalam merawat orangtua mereka
(ketidakmampuan disini karena adanya faktor kesibukan).
4. Untuk menganalisis dalam bentuk apakah kebutuhan yang diinginkan oleh
orangtua lansia (moril atau materiil).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti dan kalangan
akademik untuk menambah pengetahuan dalam memahami permasalahan yang
berkaitan dengan hubungan keluarga antara anak dengan orangtua yang sudah
lanjut usia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini ialah :
1. Memberikan gambaran orientasi nilai sosial keluarga secara umum pada
masyarakat etnis Tionghoa di Medan.
2. Memberikan kesadaran bagi masyarakat mengenai peran anak atau
keluarga terhadap orangtua lansia yang seharusnya dijalankan.
3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan mengenai peran
sosial yayasan panti jompo sebagai sebuah wadah gerakan sosial dalam
upaya pelayanan dan penanganan orangtua lansia.
1.5 Definisi Konsep
Orientasi : peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan
sebagainya) yang tepat dan benar; pandangan yang mendasari
pikiran, perhatian atau kecenderungan.
Nilai : sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan; sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai
dengan hakikatnya. Menurut Soerjono Soekanto, nilai sebagai
konsepsi (pemikiran) abstrak dalam diri manusia mengenai apa
Orientasi nilai : bersifat komplek tetapi berpola pada prinsip yang
mengutamakan tatanan dan langsung pada tindakan dan pikiran
manusia yang berhubungan dengan solusi dalam memecahkan
masalah.
Nilai budaya : wujud ideal dari kebudayaan yang merupakan konsep yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat.
Nilai berdasarkan pada sistem, seperti sistem norma, hukum,
hukum adat, aturan etika, aturan moral, aturan sopan-santun,
dan sebagainya.
Panti jompo : rumah tempat mengurus dan merawat orang jompo (orang yang
sudah berusia lanjut).
Yayasan : badan hukum yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh
sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial.
Konfusianisme : suatu ajaran moral sebagai pandangan atau paham yang
menjadi dasar kepercayaan etnis Tionghoa dalam menjaga
hubungan sosial antar manusia terutama orangtua dengan anak.
Ajaran moral dan etika Konfusius ini bersifat humanis religius
untuk bertujuan menciptakan keharmonisan hubungan antar
umat manusia dan yang berakar kuat pada penekanan konsep
bakti; bentuk penghormatan anak terhadap orangtua.
Filial piety : berasal dari bahasa Inggris yang berarti bakti. Bakti yang
dimaksudkan ialah suatu rasa, bentuk dan tanda hormat anak
Patrilineal : mengenai hubungan keturunan melalui garis kerabat pria saja,
bapak. Patrilineal ini adalah sistem kekerabatan masyarakat
yang melalui garis keturunan laki-laki (ayah). Sistem
kekerabatan patrilineal ini terdapat pada masyarakat etnis
Tionghoa seperti dalam pembahasan ini dan secara umum pada
masyarakat etnis Batak.
Konsanguinal : menekankan pada pentingnya ikatan-ikatan darah, seperti
hubungan antara seseorang dengan orang tuanya dianggap lebih
penting daripada ikatan antara suami atau isterinya.
Konsanguinal merupakan suatu sistem keluarga yang