• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar dan Komponen Manajemen Berb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Dasar dan Komponen Manajemen Berb"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DASAR DAN KOMPONEN

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Makalah Ini Disajikan Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Praktek Penelitian Pendidikan

Disusun Oleh :

R.M. Ismul Adham Alkabir (14290092)

Dosen Pengampu : Afriantoni, M. Pd.I

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/ prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan. Namun, sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan langkah peningkatan kualitas pendidikan melalui pendelegasian pengambilan keputusan dari pemerintah ke sekolah. Redistribusi otoritas pengambilan keputusan mengandung pemahaman desentralisasi kewenanga yang biberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Dengan manajemen berbasis sekolah, penyelenggaraan pendidikan di Madrasah akan menjadi lebih fokus dan terencana dengan baik.

(3)

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari

school based management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru bagi pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Kebijakan nasional tersebut yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.1

Manajemen berbasis madrasah adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni madrasah. Pemberdayaan madrasah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga merupakan sarana peningkatan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.2

M. Samsul Hadi, dkk., menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah mengandung pengertian pemberian otonomi kepada madrasah, dalam hal ini kepala madrasah, untuk mengatur pendidikan dan penyelenggaraan di madrasah. Dalam konteks ini, penyelenggaraan di sekolah/ madrasah bertumpu pada kemampuan kepala sekolah/ madrasah karena padanya diberi kewenangan dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan menilai hasil pendidikan di sekolah/ madrasah bersangkutan. Terpatri makna juga bahwa kepala sekolah/ madrasah dalam mengatur sekolah/ madrasah harus pula memperhatikan penekanan kepada pendidikan yang berbasis masyarakat yang sedang dikembangkan pemerintah, dan juga perlu mengambil bentuk pendekatan

1 Umaedi, dkk, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 5

(4)

manajerial yang sedang dikembangkan dalam peningkatan kualitas pendidikan madrasah, yaitu pendekatan total quality management.3

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian, dan demokratis, berikut penjelasannya:

1. Otonomi merupakan kewenangan sekolah dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.

2. Kemandirian merupakan langkah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metode dalam memecahkan persoalan tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik sehingga mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

3. Demokratif merupakan keseluruhan elemen-elemen sekolah yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah demi tercapainya mutu pendidikan yang akan memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.4

Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untu mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang dimaksud tentu harus didukung oleh sejumlah kemampuan berdemokrasi/ menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilitasi sumber daya, memilih cara pelaksanaan yang terbaik, mengomunikasikan sesuatu dengan cara yang efektif, memecah persoalan-persoalan sekolah, adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri. Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.5

3 M. Samsul Hadi, dkk, Manajemen Madrasah (Jakarta:Depag RI., 2001), hlm. 11

4 Umaedi, dkk. Op. Cit., hlm. 12

(5)

Tentu pengertian MBS di atas merupakan tawaran model manajemen pendidikan yang lebih dekat dengan usaha dan kemandirian sekolah/ madrasah atau secara otonom menyelenggarakan fungsi, tugas dan peranannya sebagai lembaga pendidikan dengan tujuan meningkatnya mutu pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan untuk kemajuan dunia pendidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah/ Madrasah adalah otonomi sekolah dalam hal ini kepala sekolah/madrasah menyelenggarakan dan mengelola sekolah/ madrasah dengan pelibatan masyarakat serta dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan sekolah/ madrasah yang dipimpinnya melalui perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan.

B. Komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional.6 Hal yang paling

penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen sekolah itu sendiri, berikut mengenai komponen-komponennya:

1. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran

Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum, perencanaan, dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah di lakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Untuk menjamin fektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah selaku manajer diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan

(6)

dalam pelaksanaannya. Kepala sekolah bersama guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, catur wulan, dan bulanan.

Penjabaran tersebut harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan , makin mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.

b. Program tersebut harus sederhana dan feksibel.

c. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai kegiatan yang erat kaitannya dengan tugas guru dan kegiatan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar. Jadwal pelajaran merupakan penjabaran dari seluruh program pengajaran di sekolah. Penyusunan jadwal pelajaran berguan untuk mengetahui apa yang akan diajarkan pada suatu waktu dalam suatu kelas.

Penyelenggaraan evaluasi hasil belajar merupakan salah satu kegiatan menajemen kurikulum, yang bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi guru tentang sejauh mana tujuan instruksional telah tercapai. Ini berguna untuk memperbaiki langkah-langkah yang telah ditempuh dalam kegiatan mengajar. Laporan hasil evaluasi, pertama ditujukan kepada kepala sekolah dengan maksud untuk kepentingan laporan kepada pihak atasan (Depdikbud), sehingga akan bermanfaat bagi pembinaan pendidikan serta tugas-tugas supervise menuju kepada peningkatan efisiensi dan kutu pendidikan. Kedua, laporan yang ditujukan kepada orang tua atau wali siswa.7

(7)

2. Manajamen Tenaga Kependidikan

Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Penyusunan rencana personalia yang baik dan tepat memerlukan informasi yang lengkap dan jelas tentang pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan organisasi. Untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan, dilakukan kegiatan rekrutmen, yaitu usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-calon pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk kemudia dipilih calon terbaik.

Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada pegawai, yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan yang diberikan secara tetap. Penilaian tenaga kependidikan difokuskan kepada prestasi individu dan peran sertanya dalam kegiatan sekolah. Bagi pegawai, penilaian berguna sebagai umpa balik berbagai hal, seperti kemampuan, keletihan, kekuranganb, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karier. Bagi sekolah, hasil penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan sangat penting dalam pengambilan keputusan berbagai hal, sperti identifikasi kebutuhan program sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan promosi, sistem imbalan, dan aspek lain dari keseluruhan proses efektif sumber daya manusia.8

3. Manajemen Kesiswaan

Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen bukan hanyak berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat

(8)

membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.

Keberhasilan, kemajuan, dan prestasi belajar para siswa memerlukan data yang otentik, dapat di percaya, dan memiliki keabsahan. Data ini di perlukan untuk mengetahui dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di sekolahnya. Kemajuan belajar siswa ini secara periodik harus dilaporkan kepada orang tua, sebagai masukan untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan dan membimbing anaknya belajar, baik di rumah maupun di sekolah.

Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak, tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek sosial emosional, disamping keterampilan-keterampilan lain. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab memeberikan berbagai ilmu pengetahuan tetapi memberi bimbingan dan bantuan terhadap anak-anak yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing.9

4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan

Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menntukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen lain. Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga sumber, yaitu pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berkaitan penerimaan keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,

(9)

masyarakat, dan orang tua. Adapun dimensi meliputi biaya rutin dan biaya pembangunan. Komponen utama manajemen keuangan meliputi:

a. Prosedur anggaran

5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah. Keberhasilan program pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh kondisi sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah dan oleh optimalisasi pengelolaan dn pemanfaataannya.11

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan.12

6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Maka sekolah berkewajiban untuk memberikan penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya sekolah juga harus harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat

10 Ibid,, hlm. 47-49

11 Matin dan Nurhattati Fuad, Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2016), hlm. 1

(10)

terutama terhadap sekolah. Dengan kata lain, sekolah dan masyarakat harus di bina seuatu hubungan yang harmonis. Hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. 13

7. Manajemen Layanan Khusus

Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik memungkinkan peserta didik untuk lebih mengembangkan dan mendalami pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui belajar mandiri, baik pada waktu – waktu kosong di sekolah maupun di rumah. Adapun dalam UUSPN, bab II pasar 4 yaitu manusia yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Maka untuk kepentingan tersebut di sekolah dikembangkan program pendidikan jasmani dan kesehatan , menyediakan pelayanan kesehatan sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) dan berusaha meningkatkan program pelayanan melalui kerja sama dengan unit-unit dinas kesehatan setempat. 14

13 Ibid., hlm. 50-52

(11)

KESIMPULAN

Seiring dengan bergulirnya era dtonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah penedekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah. Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.

Dasar hukum yang melandasi adanya Managemen Berbasis Sekolah meliputi landasan secara filosofis dan landasan yuridis. Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.

Berikut Komponen-komponen MBS yang harus di kelola: 1. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran 2. Manajamen Tenaga Kependidikan

3. Manajemen Kesiswaan

4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan 5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan 6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 7. Manajemen Layanan Khusus

(12)

Hadi, M. Samsul Hadi, dkk. 2001. Manajemen Madrasah. Jakarta: Depag RI Mulyasa, E. 2003. Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta: Depag RI __________. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Nurhattati Fuad dan Matin. 2016. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan.

Jakarta: PT Raja grafindo Persada

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama

Oviyanti, Fitri, dkk. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi lingkungan seperti ini memiliki pengaruh positif terhadap banyaknya jenis kupu-kupu yang datang, dan akibatnya berpengaruh terhadap kekayaan spesies (Hamer et

Gajah Tunggal, Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2015 dengan menggunakan analisis rasio keuangan dan metode Economic Value Added (EVA).

initiate the teacher talk in the classroom during teaching learning process.. 1.4

Adanya pengaruh intervening pada variabel in- deks pembangunan manusia, mengandung arti bahwa pengeluaran pemerintah sektor publik tidak akan ser- ta merta langsung

Sedangkan dalam segi waktu eksekusi dapat disimpulkan bahwa pertama, penggunaan blockfull pada HDFS memberikan waktu eksekusi yang lebih baik, kedua, tidak ada

Kompresi citra adalah proses pemampatan citra yang bertujuan untuk mengurangi duplikasi data pada citra sehingga memory yang digunakan untuk merepresentasikan citra

Oleh karenanya, sebelum lembaga litbang menganalisis kebutuhan jumlah formasi pejabat fungsional peneliti, perlu adanya penyelarasan IKK yang ada dimasing-masing

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi nilai, emotional branding , dan kepercayaan merek berpengaruh kepada loyalitas pengguna sepeda