• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Filosofi Perencanaan dalam Aplikas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Filosofi Perencanaan dalam Aplikas"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Peran Filosofi Perencanaan dalam Aplikasi Desain Arsitektur

Studi Kasus: Masjid UNDIP

Sujaning Suhalyani1)dan Eko Nursanty 2)

1)

Mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang 2)

Dosen Teknik Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang Email :1)janing27architec@gmail.com; 2)santy@untagsmg.ac.id

Abstrak

Desain dalam arsitektur merupakan serangkaian proses penetapan sasaran fungsi ruang. Hasil desain final bagaimanapun, tidak ditentukan sepenuhnya oleh maksud para arsitek yang merancang mereka, mereka mau tidak mau menga ndung ketidakpastian karakter yang melampaui maksud arsitek, dan mereka tidak dapat dipahami murni dari perspektif fungsional. Sehingga sebagian besar produk final dari desain mengalami pergeseran bentuk dan fungsi dari desain a wal. Dalam perkembangannya nanti, setelah produk desain digunakan olah pengguna, akan muncul perilaku pengguna yang yang berpengaruh terhadap pergeseran fungsi dan munculnya fungsi baru dalam ruang.

Tujuan penelitian ini, untuk mempelajari kesesuaian bentuk dan fungsi ruang dengan melihat lokasi dan tampilan eksternal ruang terha dap pengaruhnya pada prilaku pengguna ruang. Serta mempelajari penerimaan resiko yang timbul dari munculnya fungsi baru diluar maksud arsitek. Sehingga suatu resiko yang ditimbulkan oleh keberadaan suatu ruang dapat dianggap sebagai resiko yang wajar dan diterima. Hal ini merupakan suatu langkah untuk menjawa b kriteria desain arsitektur yang diteriama dalam konteks budaya dan sosial masyarakat setempat.

Metode penelitian yang digunakan mengguanakan metode induktif dengan melakukan observa si pada masjid UNDIP tembalang meliputi lingkungan tapak dan tampilan eksternal bangunan, pengamatan perilaku pengguna, serta wa wancara Arsitek untuk mengetahui tujuan a wal arsitek dan membandingkannya dengan kondisi yang ada di lapangan. Dengan mengguanakan metode analisa kualitatif.

Hasil penelitian yaitu memberikan gambaran tentang filosofi dari seorang arsitek dalam mendesain dan kesesuaiannya setelah hasil desain tersebut diterapkan pada study kasus diatas. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman dalam proses desain untuk mendapatkan hasil final desain yang yang sesuai dengan fungsinya.

Keywords: Desain arsitektur, filosofi, kesesuaian,.

1. Pendahuluan 1.1.Kata Pengantar

Karya arsitektur menjadi bermakna, tentu di dalamnya terdapat filosofi dalam desain tersebut. Dengan filosofi inilah arsitek menyampaikan pesan yang tercermin dalam berbagai makna yang terdapat di setiap karyanya, sehingga karya arsitektur menjadi sarana dan objek pembelajaran kepada masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak masyarakat hanya mengerti fungsi dan menyukai desainnya saja tanpa mengerti makna yang tersampaikan dalam karya tersebut. Padahal bentuk bangunan yang mencerminkan fungsi tidak harus seragam dengan bangunan lain yang memiliki fungsi sama. Dibutuhkan harmoni dalam bentuk arsitektur tersebut, melalui penyesuaian dengan keadaan lingkungan dan sosial sekitarnya.

(2)

2

manusia seperti disebutkan diatas, infrastruktur sosial yang berperan sebagai pembentuk perilaku manusia (Kroes, Light, Moore, & Vermaas, 2008).

Pergeseran cara pandang masyarakat saat ini, yang cenderung menempatkan segalanya dalam hal yang instan tanpa mempertimbangkan segala akibat yang akan terjadi, menjadikan masyarakat mudah menerima dan meniru sesuatu yang menjadi trend dunia. Tidak terkecuali dalam dunia arsitektur, sesuatu yang dianggap menarik akan segera ditiru tanpa mempertimbangkan kesesuaian dalam proses aplikasinya, dan jelas tanpa mengerti maknanya, hanya mengandalkan bangunan dengan fungsi serupa akan memiliki wujud yang serupa juga. Padahal hal ini belum sesuai dengan tempat bangunan tersebut akan diaplikasikan.

Sebagai contoh bangunan masjid yang jelas berfungsi sebagai tempat ibadah umat muslim. Dalam perkembangannya saat ini, arsitektur masjid yang menyebar di sebagian besar wilayah indonesia, merupakan hasil persamaan dengan bentuk dan langgam budaya islam dari budaya arab, cordoba dan persia yang indentik dengan kubah, minaret tinggi, dan berbagai ornamen lain seperti kaligrafi dan berbagai bentuk lainnya, sebagai contoh masjid agung semarang, penggabungan arsitektur lokal berupa atap tajug dan arsitektur arabberupa minaret, kubah dan payung . Jika kita melihat kembali dalam sejarah masuknya islam di indonesia, bangunan masjid pada masa itu disesuaikan dengan arsitektur lokal. Masjid di Sumatera Barat dan masjid agung demak yang memiliki atap tajug susun tiga, serta masjid kudus yang memiliki minaret dan gerbang menyerupai pura, mempunyai makna-makna tersendiri yang berhubungan dengan lingkungan dan budaya yang berkembang.

Gambar 1: Masjid Agung Semarang dan Masjid Agung Demak Sumber: www.indonesiakaya.com

Bentuk arsitektur lokal saat ini semakin jarang dijumpai seiring dengan masuknya arsitektur modern dan arsitektur lain yang dianggap populer. Arsitektur lokal yang menjadi karakter dan kekayaan budaya semakin tergeser, dan kehilangan makna. Ketidakmampuan masyarakat untuk mengerti dan memahami karya arsitektur menimbulkan pergeseran perilaku yang terkadang berpengaruh terhadap pergeseran fungsi bahkan bentuk bangunan. Dengan mengambil studi kasus Masjid UNDIP, makalah ini mencoba untuk memberikan gambaran tentang filosofi dari seorang arsitek dalam mendesain dan kesesuaiannya setelah hasil desain tersebut diterapkan.

Filosofi dan Arsitektur

Dari pendapat berbagai pakar, filosofi arsitektur, memiliki difinisi-difinisi yang berlainan, seperti yang dikemukakan sebagai berikut :

- Filosofi arsitektur dalam pengertian tradisional barat dipahami sebagai suatu pandangan yang di dalam dirinya sendiri dikembangkan refleksi, dan refleksi arsitektur itu sendiri dipandang sebagai suatu perma salahan filosofi yang terpisah dan umum (Šuvaković, 2012).

- Arsitektur dan filosofi merupakan Pemikiran tentang bangunan, meneliti bukan contoh produksi arsitektur kontemporer melainkan konstruksi intelektual dari mana mereka muncul. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kekayaan linguistik dan semantik kompleksitas bahasa yang digunakan dalam arsitektur (Breitschmid, 2008)

(3)

3 bertahan hidup di lingkungan tersebut untuk saat ini dan kedepannya (Kroes, Light, Moore, & Vermaas, 2008)

Untuk lebih mudah memahami, ketiga pendapat tersebut dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Pendapat tentang Arsitektur dan Filosofi

Penggagas Pendapat Arsitektur dan Filosofi Sasaran Waktu Šuvaković Refleksi arsitektur

(pemahaman dari arsitektur itu sendiri)

Saat ini

Breitschmid Makna dan kekayaan linguistik (arsitektur dan asal mulanya)

Masa lalu

Peter Kroes Ketahanan karya arsitektur terhadap lingkungan dan waktu

(arsitektur dan lingkungan berkelanjutan)

Masa depan

Gambar 2: Hubungan pendapat tiga pakar tentang Filosofi Arsitektur

Bila kita memahami filosofi Arsitektur hanya dengan memahami makna yang terrefleksi dalam tubuh karya arsitektur itu sendiri, terdapat keambiguan dalam memahami filosofi arsitektur dan estetika arsitektur, estetika arsitektur dalam pengertian tradisional dipandang sebagai suatu disiplin filosofis yang berhubungan dengan analisa, interpretasi dan menilai karya arsitektur dengan mengandalkan cita rasa atas suatu karya.

Dari pendapat Peter Kroes (2008), filosofi arsitektur dapat dipahami dari masa ke masa, Dengan menyadari hubungan Filosofi dan arsitektur tidak terlepas dari manusia dan lingkungan, maka makalah ini mengambil ruang lingkup Filosofi, Arsitektur, Manusia dan lingkungan.

Gambar 3: Ruang lingkup pembahasan

(4)

4

produk berupa ruang yang memenuhi fungsi dari manusia dalam lingkungnan. Bagaimana karya arsitektur dapat bertahan, tentu melibatkan peran manusia dalam hal ini masyarakat.

Pada dasarnya manusia mengerti fungsi suatu karya arsitektur, tetapi untuk mengerti makna, dibutuhkan proses pemahaman dan pembelajaran lebih lanjut. Makna dalam arsitektur yang tersampaikan sempurna kepada masyarakat akan semakin memperkaya nilai arsitektur. Karya tersebut akan dihargai, ditiru, diwariskan secara turun temurun dan dikembangkan menjadi budaya. Sebagaimana pendapat Verbeek (2008) Masalah inti dalam filsafat teknologi telah menjadi non-netralitas teknologi. Kebanyakan ahli di lapangan setuju bahwa teknologi secara aktif membantu membentuk budaya dan masyarakat, bukannya sarana netral untuk mewujudkan tujuan-tujuan manusia.

Gambar 4: Hubungan Arsitektur, Filosofi, Manusia dan Lingkungan

Arsitektur merupakan bagian dari teknologi, dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa filosofi, manusia dan lingkungan merupakan kesatuan yang membentuk arsitektur. Produk desain arsitektur yang berupa ruang, tidak terpisahkan dari makna, fungsi dan harmoni. Arsitektur dengan filosofi menimbulkan makna, arsitektur dengan manusia menimbulkan fungsi, dan arsitektur dan lingkungan menimbulkan harmoni.

Manusia dan Fungsi dalam Arsitektur

Hasil sebuah karya desain arsitektur dapat kita pandang sebagai bagian dari hasil karya desain teknologi. Sebagaimana hasil dari desain teknologi disebut dengan artefak teknologi. Hasil akhir artefak teknologi tidak sepenuhnya ditentukan oleh maksud tujuan desainer, mereka mau tidak mau mengandung ketidakpastian, yang berakibat pada pergeseran bentuk visual. Padahal sebelumnya telah dijelaskan, melalui tampilan visualnya, hasil sebuah desain menyampaikan makna filosofi, fungsi, serta harmoni dalam hubungan dengan manusia dan lingkungannya. Jika bentuk visual artefak tidak dipahami oleh manusia sebagai pengguna artefak, maka secara otomatis fungsi juga tidak akan dipahami. Selanjutnya yang terjadi adalah timbulnya fungsi baru, diluar fungsi tujuan awal artefak itu dirancang.

Keberadaan artefak didesain untuk suatu tujuan, ini berarti bahwa banyak artefak, termasuk jenis artefak, adalah diciptakan untuk beberapa tujuan, meskipun penggunaannya tidak akan melayani tujuan ini, atau penggunaannya, sebagai jenis atau sebagai tanda, ditujukan untuk beberapa tujuan yang benar-benar berbeda (Franssen, 2008).

Gambar 5: Hubungan antara benda-benda alam

Sumber : (Philosophy and Design from Engineering to Architecture, 2008)

(5)

5

manusia dengan tujuan x. Kedudukan objek sebagai artefak objek (artificial objek), didesain untuk fungsi x (design for purpose x). Tetapi dalam kedudukannya sebagai bagian objek alam (natural objek), objek tersebut digunakan untuk fungsi yang bebas (use for purpose x), bahkan diluar tujuan fungsi objek tersebut diciptakan.

Walaupun secara natural artefak bebas dalam pengguanaannya, faktor manusia menjadi kunci yang menentukan objek hasil desain tersebut digunakan untuk fungsi tertentu. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai desainer atau pencipta artefak, maka manusia dengan kedudukannya sebagai desainer menetapkan fungsi dari artefak ciptaannya. Untuk masalah, apakah artefak itu akan difungsikan sesuai maksud desainer atau tidak, adalah tergantung tingkat pemahaman manusia sebagai pengguna. Sebagai contoh bathup, yang berfungsi sebagai bak air untuk berendam saat mandi, peralatan ini sudah umum bagi masyarakat kota. Tetapi bagi masyarakat desa ini merupakan peralatan baru, bisa jadi bila penggunanya masyarakat desa beralih fungsi menjadi bak penampung air, bukan lagi bak untuk berendam. Dari contoh ini dapat dipahami bahwa, timbulnya fungsi artefak juga tergantung dari cara pandang, kebiasaan, dan budaya yang melekat pada diri manusia itu sendiri.

Lingkungan dan Harmony dalam Arsitektur

Harmony termasuk dalam kritera desain Arsitektur, pada tahun 1970-an oleh pekerjaan Venturi. Kriteria desain yang mengacu pada kriteria untuk mengevaluasi desain arsitektur dengan lingkungan. Sebagaimana dijelaskan oleh Pitt (2008), Harmony adalah penting, tetapi tidak harmonis ke titik kebosanan. Apabila terdapat bangunan yang mengabaikan harmony, dan hanya mengandalkan variasi untuk menunjukkan keberadaan dan perbedaan mereka, ini hanya akan merendahkan nilai arsitektur dari bangunan itu sendiri. Sebagai contoh Portland building di Oregon Amerika Serikat.

Gambar 6: Portland Building, Postmodern yang mengabaikan Harmoni Sumber: http://archinect.com

Harmony dalam desain arsitektur berusaha untuk membuat proyek arsitektur bekerja dalam konteks fungsi mereka dengan hubungannya dengan lingkungan. Singkatnya, adalah dengan mengembangkan tujuan desain yang disebut "Common Sense Design", sebagian didasarkan pada beberapa saran William James (1907). Pada bagian ini melibatkan pengembangan gagasan bahwa desain tertentu telah berhasil bertahan terhadap lingkungan di mana mereka dikembangkan. fokus tidak hanya pada lokalitas situs, melainkan pada wawasan, dan nilai yang dapat kita ambil dari budaya asli. Untuk lebih mudah memahami harmony, kita dapat melihat pada arsitektur lokal.

Tetapi bukan berarti untuk mencapai harmoni hanya mengandalkan lokalitas situs tanpa

(6)

6 Gambar 7: Halte Bus Jakarta, terkesan " eklektik yang memaksa"

Sumber: http://jakartainbox.blogspot.com

Dengan memperhatikan kaidah-kaidah arsitektur lokal, untuk mencapai harmoni, bukan sekedar pasang tempel, tetapi dikembangkan dengan memahami esensi linguistik dan wawasan budaya yang terkandung didalamnya. Sehingga akan sesuai jika dipadukan dengan elemen modern. Contoh bangunan yang berhasil mencapai harmoni dengan berpegang pada wawasan dan nilai budaya asli antara lain Notre dame de Haut di prancis.

Gambar 8: Notre Dame du Haut Praancis, Postmodernist yang harmonis Sumber: http://en.wikipedia.org/

Arsitektur, Makna, Fungsi dan Harmoni

Filosofi memberikan makna dan mengilhami karya arsitektur, melalui ekspresi fisualnya untuk dipahami oleh masyarakat. Pada dasarnya manusia mengerti fungsi suatu karya arsitektur, tetapi untuk mengerti makna, dibutuhkan proses pemahaman dan pembelajaran lebih lanjut. Makna dalam arsitektur yang tersampaikan sempurna kepada masyarakat akan semakin memperkaya nilai arsitektur(karya tersebut akan dihargai, ditiru, diwariskan secara turun temurun dan dikembangkan)

Gambar 9: Arsitektur membentuk siklus budaya

Siklus saling keterhubungan antara filosofi, lingkungan, dan manusia, sebagai berikut : 1. filosofi menjadi pandangan hidup manusia, Pandangan hidup yang dimilikai bersama oleh

sekelompok manusia kemuddian menjadi aturan/ nilai/ norma.

2. Sekelompok manusia yang hidup dalam satu lingkungan dan memiliki nilai /norma/aturan disebut masyarakat.

3. Segala bentuk aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, menjadi kebiasaan dan karakter dari suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi membentuk suatu budaya.

(7)

7

2. Obyek dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan mengguanakan metode induktif dengan melakukan observasi pada masjid UNDIP tembalang meliputi lingkungan tapak dan tampilan eksternal bangunan, survey persepsi masyarakat, pengamatan perilaku pengguna, serta wawancara Arsitek untuk mengetahui tujuan awal arsitek dan membandingkannya dengan kondisi yang ada di lapangan. Dengan mengguanakan metode analisa kualitatif.

Mengambil objek obsevasi di daerah Semarang kecamatan tembalang tepatnya di komplek kampus UNDIP, dimana terdapat bangunan masjid modern yeng memiliki tampilan visual berbeda dengan masjid pada umumnya.

Gambar 10: Peta lokasi masjid UNDIP

Gambar 11: Lokasi Masjid UNDIP Sumber :( Pengindraan Google Earth, 2014)

(8)

8 Gambar 12: Masjid UNDIP Tembalang

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil final sebuah desain teknologi selalu ambigu, melebihi maksud dan tujuan desainer. Fenomena yang desebut sebagai Designer Fallacy ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu designer fallacy negatif yang bersifat melemahkan hasil desain, dan designer fallacy positif yang bersifat memperkuat hasil desain. Untuk membuktikan pernyataan ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan data mengenai desain awal bangunan Masjid UNDIP yang didapatkan dari arsitek prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng dengan keadaan di lapangan. Data perbandingan disajikan sebagai berikut :

Tabel 2:

Tabel Perbandingan Analisa Kesesuaian

No Elemen

Pengamatan Analisa Penulis

Pernyataan Prof. Totok

Roesmanto Sebagai Arsitek Sesuai Tidak

Desaign Fallacy

Posi tif

Nega tif

1. Bentuk Tapak Bangunan / Siteplan

Bangunan masjid UNDIP, bila dilihat dari atas (dalam pengindraan)

Menyerupai mandala. Mandala merupakan seni geometri yang menggambarkan alam semesta, dengan titik pusat sebagi titik ke-Tuhanan.

Gambar 13: Tampak atas Masjid UNDIP

Pada awalnya arah sumbu bangunan masjid tidak sejajar dengan arah tapak.

merupakan bentuk eksplorasi geser loncat terhadap 4 sumbu (sumbu kiblat, arah timur barat, utara, selatan & sumbu widyapuraya)

: Eksplorasi 3 sumbu

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

e awal bentuk tapak

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

(9)

9 No Pengamatan Elemen ANALISA PENULIS Roesmanto Sebagai Arsitek Pernyataan Prof. Totok Sesuai Tidak

Desaign

Gambar 16: Kontur Tapak

Dibuat berundak dengan tiga trap tingkatan, memiliki makna tiga tingkatan langkah manusia mencapai kehidupan spiritual. Yang meliputi

Tahap 1, trap paling bawah. Ruang personal, manusia dengan dirinya sendiri.

Tahap 2, trap tengah. Ruang sosial, manusia dengan sesamanya

Tahap 3, trap paling atas. Ruang Spiritual, manusia dengan Tuhannya. Untuk mencapai trap ke 3, harus melalui anak tangga yang

Pada ide awal desain, kontur ini dimanfaatkan untuk recycle air wudlu, terdapat kolam yang mengalir ke trap bawah, dari penyesuaian ini, pelataran depan masjid akan lebih sejuk, yang merupakan pertimbangan konsep green architecture.

Gambar 17: Ide Awal tampak Potongan

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

Gambar 18: Denah Ruang

Lantai 1, terdapat serambi masjid berbentuk leter U, dengan mempertimbangkan :

 Mengatasi sinar matahari, agar bagian dalam masjid

Lantai 2, plat lantai berbentuk leter U, dengan

mempertimbangkan :

 agar jemaah dapat melihat langsung ke imam

 Memaksimalkan daya tampung jemaah

Gambar 19: Eksplorasi bentuk denah

(10)

10 No Pengamatan Elemen ANALISA PENULIS Roesmanto Sebagai Arsitek Pernyataan Prof. Totok Sesuai Tidak

Desaign

Gambar 20: Pembagian atap Atap susun tiga, perwujutan iman, islam, ikhsan. Selain itu, bisa juga berarti tiga tahap mencapai ma’rifat, manunggal dengan Sang Pencipta.

oTahap 1, desain yang rumit merupakan simbol, tahapan

oTahap 2, manusia mulai bisa menyeimbangkan nafsunya, bentuk lebih sederhana, melambangkan manusia pada tahap ini mulai mendekatkan diri pada Sang Pencipta, o Tahap 3, tahap pencapainan

spiritual tertinggi menyatu lokasi masjid yang berada di Semarang.

Gambar 21: Inspirasi bentuk atap

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

Gambar 22: Bentuk atap & eksplorasi geser loncat

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng pada tahap ini manusia masih dikuasai oleh nafsu

Nafsu Amarah, Nafsu

Mutmainah, Nafsu Lauamahi, Nafsu Sufiah,

Minaret dibuat hanya setinggi badan banguan sampai atap tahap 1, sebagai simbol empat nafsu manusia yang

Gambar 24: Rencana Awal Minaret

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

(11)

11 No Pengamatan Elemen ANALISA PENULIS Roesmanto Sebagai Arsitek Pernyataan Prof. Totok Sesuai Tidak

Desaign seni desain geometri dalam seni islam arabic. Bentuk ini juga diidentikan dengan bentuk

“islamic mandala” sebagai

simbol ke-Tuhanan. Sedangkan dalam hindu, octagram disebut sebagai “star of laksmi”

Simbol cakra sahasrara, pencapaian kehidupan Spiritual, menyatu dengan Sang Pencipta.

Gambar 26: Ornamen Masjid mantingan jepara

Sumber: Dokumen Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

tidak ada makna tertentu pada bentuk ornamen octagram

Dari data tabel kesesuaian diatas,hanaya terdapat satu point analisa penulis yang sesuai dengan pernyataan Prof. Totok Roesmanto, M.Eng tetapi bentuk bangunan Masjid Undip tembalang menimbulkan persepsi pemaknaan yang positif. Timbulnya maksud baru diluar maksud desainer/arsitek (Design fallacy) yang memberikan nilai positif pada ruang menjadi indikasi keberhasilan dalam dunia desain

.

Masjid UNDIP merupakan hasil transformasi bentuk dasar ornamen lokal menjadi konsep perencanaan yang tetap memakai esensi arsitektur lokal yang diaplikasikan dalam arsitektur modern. Walaupun dalam proses perencanaan dan pelaksanaan mengalami banyak perubahan dan ketidaksesuaian, namun hasil karya arsitektur Masjid UNDIP ini bisa dilakukan eksplorasi bentuk kembali dengan tetap berpegang dengan esensi konsep rancangan awal, sehingga tetap menghasilkan harmoni.

Saran

Sangat disayangkan, masyarakat sekitar dan pengguna masjid belum mengerti makna sebenarnya yang terkandung dalam masjid UNDIP, sehingga muncul prilaku pengguna yang menimbulkan pergeseran fungsi bangunan dan pergeseran bentuk bangunan dari tujuan awal arsitek. Memang untuk mengerti suatu makna membutuhkan proses, tetapi paling tidak masyarakat sekitar dan pengguna masjid UNDIP merasa nyaman dan menyukai bangunan masjid UNDIP. Ini merupakan langkah awal menuju proses pemahaman oleh masyarakat untuk memaknainya hingga mengerti makna yang sebenarnya.

(12)

12

Daftar Pustaka

Breitschmid, M. (2008). Architecture and Philoshophy Thoughts on Building . Journal Architecture of Virginia Polytechnic Institute & State University , 3.

Built environment. (2014, April 11). Dipetik April 14, 2014, dari wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Built_environment

Davis, H. (2008). Form and Process in the Transformation. Dalam P. Kroes, A. Light, S. A. Moore, & a. P. Vermaas, Philosophy and Design from Engineering to Architecture

(hal. 282). New York: Springer.

Franssen, M. (2008). Design, Use, and the Physical and Intentional Aspects of Technical Artifacts. Dalam A. L. Peter Kroes, Philosophy and Design from Engineering to

Architecture (hal. 27). New York: Springer.

James, W. (1907). Lectures on Pragmatisme. London: Oxford.

Kroes, P., Light, A., Moore, S. A., & Vermaas, P. E. (2008). Philosophy and Design from Engineering to Architecture. New York: Springer.

Kroes, P., Light, A., Moore, S. A., & Vermaas, P. E. (2008). Philosophy and Design from Engineering to Architecture. New York: springer.

Kroes, P., Light, A., Moore, S. A., & Vermaas, P. E. (2008). Philosophy and Design from Engineering to Architecture. New York: springer.

Naoe, K. (2008). Design Culture and Acceptable Risk. Dalam P. Kroes, A. Light, S. A. Moore, & P. E. Vermaas, Philosophy and Design from Engineering to Architecture (hal. 128). New York: Springer.

Peter-Paul, V. (2008). Morality in Design. Dalam P. Kroes, A. Light, S. A. Moore, & P. E. Vermaas, Philosophy and Design from Engineering to Architecture (hal. 90). New York: Springer.

Pitt, J. C. (2008). Design Criteria in Architecture. Dalam P. Kroes, A. Light, S. A. Moore, & P. E. Vermaas, Philosophy and Design from Engineering to Architecture (hal. 317). New York: Springer.

Rewes, P. (2007). Irigaray for Architecture. Milton Park, Abington: Routledge. Šuvaković, M. (2012). Architecture and Philosophy. Architecture Acientific Article , 2.

Gambar

Gambar  1: Masjid Agung Semarang dan Masjid Agung Demak Sumber: www.indonesiakaya.com
Gambar  3: Ruang lingkup pembahasan
Gambar  4: Hubungan Arsitektur, Filosofi, Manusia dan Lingkungan
Gambar  6: Portland Building, Postmodern yang mengabaikan Harmoni Sumber: http://archinect.com
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Pasar” ini sebenarnya merupakan kumpulan padagang kaki lima berjualan di area sekitar Masjid Salman ITB setiap hari Jumat. Pedagang ini memanfaatkan pengunjung salat

Makna lain yang terkandung dalam deretan ayat tersebut adalah bahwa dalam organisasi akan selalu muncul orang-orang yang hanya pandai berbicara tapi tidak pandai

Teori arsitektur yang muncul adalah teori tradisional yang bersifatkontemplatif, eksplanatif, mengandung kontrol namun belum dijiwai nilai – nilai etis

Keengganan peserta loka karya (sekitar 40% perempuan) melakukan protes atau keberatan mungkin saja karena mereka belum mengerti kepentingan peraturan tersebut bagi

Kearifan lokal yang terdapat dalambu- daya kalosara juga dapat menciptakan harmonisasi antara alam dengan masyara- kat karena nilai yang terkandung dalam budaya

luas, sesuai dengan makna dasarnya, ulama itu sebenarnya bukan hanya ahli agama, tetapi mereka adalah ilmuwan pada umumnya, ia berasal dari kata alim yang berarti ilmuwan yang

Akibatnya, dalam proses pembelajaran IPS masih sering dijumpai adanya siswa yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti tentang materi yang

Walaupun pada hakikatnya dari berdiri 2002 sampai 2017/2018 sebenarnya penanaman karakter ataupun pembelajaran melalui lingkungan sudah berjalan tetapi program itu belum di