• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KONSEP DASAR JUAL BELI HUKUM SAL (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KONSEP DASAR JUAL BELI HUKUM SAL (2)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KONSEP DASAR JUAL BELI HUKUM

SALAM

DAN

ISTISNA

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Kontemporer Perbankan yang diampu oleh Dosen Imam Mustofa, SHI., MSI.

Oleh: AMAR MAYSUR

NPM. 141278710

KELAS D

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

METRO

(2)

A.Jual Beli Salam

1. Definisi BaiSalam

Dalam pengertian yang sederhana, bai salam artinya pembelian barang yang barangnya diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka. Aplikasinya pada pembiayaan sektor pertanian dan manufakturing.1

Salam diperbolehkan oleh Rasulullah SAW dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi, tujuan utama dari bai salam yaitu untuk memenuhi kebutuha para petani kecil yang memerlukan modal untuk masa tanam dan untuk menghidupi keluarganya sampai masa panen tiba. Setelah pelarangan

riba mereka tidak dapat lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan sehingga di perbolehkan mereka untuk menjual produk pertaniannya dimuka.

Selain salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran dimuka, salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga pada akad salam lebuh murah dari pada harga pada akad tunai.2

2. Rukun Bai Salam

Pelaksanaan bai salam harus memenuhi beberapa rukun di bawah ini: a. Muslam/pembeli

b. Muslam ilaih/penjaul c. Modal atau uang

d. Sighat atau ucapan (ijab khabul)3

3. Syarat Bai Salam

Ketentuan syarat jual beli salam meliputi: a. Pelaku adalah cakap hukum dan baligh

b. Objek akad:

1 Veithzal Rivai dan Arvian Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori Konsep dan Aplikasi,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 68.

2 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Kahrisma Putra Utama Offset,

2007), h. 90.

3 Sunarto Zulkifli, Pandaun Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul

(3)

Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu: 1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.

2) Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.

3) Modal salam diserahkan pada saat akad berlangsung, tidak boleh utang atau pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekansme salam. 4

Ketentuan syariah yang terkait dengan barang salam, yaitu:

1) Barang tersebut harus dibedakan/didefinisikan mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya, sehingga tidak ada gharar. Misalnya, jenis IR 64, salak pondok berukuran sedang, jeruk medang yang ukuran kilogram sedang.

2) Barang tersebut harus dapat kualifikasi/ditakar/ditimbang

3) Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus dalam tanggal tertentu tapi boleh dengan kurun waktu tertentu. Misalnya, dalam kurun waktu 6 bulan atau musim panen disesuaikan dengan kemungkinan ketersediaan barang yang dipesan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian , harus ada pada waktu yang ditentuakan.

4) Barang tidak harus ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang telah ditentukan.

5) Apabila barang tidak ada pada waktu yang telah ditentukan akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang telah diterima. 5

(4)

6) Apabila barang yang diteriama cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak. Jika pembeli memilik menolak maka penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan mengembalikan dana atau menyerahkan produk sesuai dengan akad.

7) Apabila barang memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan dan hal ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan.

8) Apabila barang yang dikirim memiliki kualitans yang lebih rendah maka pembeli boleh memilih menolak atau menerima pengurangan harga.

9) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua belah pihak dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan tidak boleh menuntut penambahan harga. 10)Penjualan kembali barang yang dipesan tidak dibolehkan secara

syariah

11)Penggantian barang yang dipesan dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian spesifikasi barang yang dipesan dengan barang lain. Bila barang tersebut di ganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas barang yang sama, tetapi sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Misalnya, yangdi pesan beras IR 64 dari Cianjur diganti dengan beras IR 64 dari Kerawang.

12)Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun sebaiknya dijelaskan saat akad. Apabila di sebutkan maka harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.

c. Akad atau ijab khabul.6

(5)

4. Landasan Hukum Jual Beli Salam. a. Al-qur’an

Al-Baqarah ayat 282:

“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak

7

secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menulisnya

Ibnu abbas menjelaskan pengertian dari ayat di atas adalah ada kaitanya dengan bai salam, “aku bersaksi bahwa salam (salaf) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalakan oleh Allah dalam kitab-Nya dan

diiinkan-Nya”8

b. Hadis

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya sedang melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk menjaga waktu) satu, dua, dan tiga tahun beliau berkata:

Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,

untuk menjaga waktu yang diketahui9

c. Dasar hukum salam dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Di bawah ini adalah dasar hukum Salam dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:

1) BAB V Akibat Bai’ Bagian Kedua Bai’Salam

7Muhammad Syafi’i Antinio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,

2001), h. 108.

8 Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Garafika, 2008), h. 32.

9 Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 4, (Jakarta: Salemba Empat, 2015),

(6)

a) Pasal 100

(1) Akad bai’salam terikat dengan adanya ijab dan kabul seperti dalam penjualan biasa.

(2) Akad bai’ salam sebafai mana yang dimaksud pada ayat (1) dilakuan sesuai dengan kebiasaan dan kepatutan.

(3) Pasal 101

(4) Bai’ salam dapat dilakukan dengan syarat kuantitas dan kualitas barang sudah jelas.

(5) Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran atau timbangan dan/atau meteran.

(6) Spesifikasi barang harus diketahui secara sempurna oleh para pihak

b) Pasal 102

Bai’ salam harus memenuhi syarat bahwa barang yang dijual, waktu, dan tempat penyerahan di nyatakan dengan jelas. c) Pasal 103

Pembayaran barang dalam bai’salam dapat dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.10

(7)

B.Jual Beli Hukum Istisna

1. Definisi Jual Beli Istisna

Jual beli istisna menurut para ulama merupakan suatu jenis Khusus dari akad baya as-salam (jual beli Salam).11

Al-Istishna adalah akad jual beli pesanan antara dua pihak produsen/pengrajin/penerima pesanan (shani’) dengan pemesan (mustashni’) untuk mem buat suatu produk barang dengan spesifikasi tertentu (mashnu’) dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir.12

Pembayaran dimuka maksudnya adalah pembayaran dilakukan secara keseluruhan pada saat akad sebelum barang diserahkan oleh pihak penjual kepada pembeli. Pembayaran di tengah maksudnya adalah pembayaran dilakukan pada saat barang diterima oleh pembeli. Sementara pembayaran diakhir maksudnya adalah pembayaran yang dilakukan setelah barang pesanan diserahkan kepada pembeli.13

Pada dasarnya, istisna merupakan transaksi jual beli cicilan seperti transaksi murabahah muajjal. Namun berbeda dengan jual beli murabahah

di mana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, sementar dalam jual beli istisna barang diserahkan di muka, walaupun uangnya juga sama-sama dibayar cicilan tau boleh saja di awal pada saat akad, di tengah saat penyerahan barang atau di belakang setelah barang diserahkan.14 Contohnya seperti kredit motor.

Secara etimologi istisna berarti meminta kepada seseorang untuk di buat barang tertentu dengan spesifikasi tertentu. Istisna juga diartikan sebagai

11 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Islam dan Istisna, Jurnal Riset

akuntansi dan Bisnis, 2014 (202-216), h. 202.

12 Eni Puji Lestari, Resiko Pembiayaan Dalam Akad Istisna Pada Bank Umum Syariah,

Jurnal Adzkiya, 2014, (1-19), h. 4.

13 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 147.

14 Andiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Keuangan dan Keuangan, (Jakarta:

(8)

akad untuk membeli barang yang akan di buat oleh seseorang. Jadi dalam

istisna barang yang menjadi objek adalah barang-barang buatan atau hasil karya. Bahan dasar untuk membuat barang tersebut bersal dari orang yang membuatnya, apabila barang yang dibuat tersebut berasal dari orang yang dibuatkan atau yang memesan, makad akad tersebut adalah akad ijarah bukan akad istisna. Sebagai contoh si Andi meminta kepada Ahmad yang berprofesi sebagai pembuat furnitur untuk membuat satu set kursi. Semua bahan yang di buat berasal dari Ahmad sebagai penerima pesanan. Andi hanya menjelaskan spesifikasi tentag kursi yang dipesan tersebut tanpa memberikan uang mukadan tidak junga melunasinya pada saat terjadinya akad tersebut.

2. Rukun dan Syarat Hukum Istisna

a. Rukun istisna

1) pemesan(Mustasni)

2) Penjual atau pembuat barang (sani)

3) Hasil produksi atau barang yang diserahkan (masnu) 4) Ijab khabul (sighat) 15

b. Syarat istisna

Ketentuan syariah dalam istisna yaitu sebagai berikut: 1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh

2) Objek akad:

Ketentuan tentang pembayaran

a) Alat bayar harus diketahui jumlahnya dan bentuknya, baik berupa uanag, barang atau manfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.

b) Harga yang telah ditetapkan diakad tidak bolek diubah. Akantetapi setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi barang yang dipesan maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.

(9)

c) Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan.

d) Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang. Ketentuan tentang barang

a) Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu) sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisihan dapat dihindari. b) Barang pesanan diserahkan kemudian.

c) Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

d) Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.

e) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis berdasarkan kesepakatan.

f) Jika barang cacat atau tidak sesuai spesifikasi, maka pembeli memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjurkan atau membatalkan akad.

g) Jika barang sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan , hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak rugi karena ia telah menjalankan kewajiban sesuai kesepakatan.

c. Akad/ijab khabul.16

3. Hukum Jual Beli Istisna

a. Para ahlifiqih Maliki, Syia’ah dan Hambali, mengqiaskan bai Al-istisna

dengan bai Al-salam karena dalam keduanya barang yang di pesan belum berada di tangan penjual manakala kontrak ditandatangani.

b. Hanifiah membuat legitimasi istisna secara istihsan (menganggap baik dan perlu), karena pentingnya umat terhadapnya. Hal ini menurutnya

(10)

telah dilakukan sepanjang waktu dimana-mana dan tidak seorangpun menyanggahnya. 17

c. Istisna dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Di bawah ini adalah dasar hukum istisna dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yaitu:

1) BAB V Akibat Bai’ Bagian Ketiga Bai’istishna’ a) Pasal 104

Bai’istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang yang dipesan.

b) Pasal 105

Bai’istishna’ dapat dilakukan pada barang yang dipesan. c) Pasal 106

Dalam Bai’istishna, identitas dan deskrifsi barang yang dijual harus sesuai permintaan pemesan.

d) Pasal 107

Pembayaran dalam Bai’istishna’ dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.

e) Pasal 108

(1) Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satu pihak pun boleh tawar-menawar kembali terhadap isi akad yang sudah di sepakati.

(2) Apa bila objek dari barang yang dipesan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka pemesan dapat menggunakan hakpilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan pesanan. 18

17 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah (Yogyakarta: UII Press,

2000), h. 32.

(11)

C. Kesimpulan

Bai salam artinya pembelian barang yang barangnya diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka. Pelaksanaan

bai salam harus memenuhi beberapa rukun di bawah ini: 1. Muslam/pembeli

2. Muslam ilaih/ penjaul 3. Modal atau uang

4. Sighat atau ucapan (ijab khabul)

Dasar hukum bai salam terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 282 dan hadis.

Al-Istishna adalah akad jual beli pesanan antara dua pihak produsen/pengrajin/penerima pesanan (shani’) dengan pemesan (mustashni’) untuk membuat suatu produk barang dengan spesifikasi tertentu (mashnu’) dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun istisna yai tu:

1. pemesan(Mustasni)

2. Penjual atau pembuat barang (sani)

3. Hasil produksi atau barang yang diserahkan (masnu) 4. Ijab khabul (sighat)

Dasar hukum istisna yaitu:

1. Para ahlifiqih Maliki, Syia’ah dan Hambali, mengqiaskan bai Al-istisna

dengan bai Al-salam karena dalam keduanya barang yang di pesan belum berada di tangan penjual manakala kontrak ditandatangani.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Garafika, 2008.

Antinio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Kahrisma Putra Utama Offset, 2007.

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.

Karim, Andiwarman A., Bank Islam Analisis Keuangan dan Keuangan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab V Pasal 104-108 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab V Pasal 100-103 Lestari, Eni Puji “Resiko Pembiayaan Dalam Akad Istisna Pada Bank Umum

Syariah”,Jurnal Azkiya, 2014.

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2000.

Mujiatun, Siti, “Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Islam dan Istisna”. Jurnal Riset akuntansi dan Bisnis, 2014.

Mustofa, Imam, Fiqih Mualmalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. Nurhayati, Sri , Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2008. Nurhayati, Sri, Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 4, Jakarta: Salemba Empat,

2015.

Rivai,Veithzal dan Arifin, Arvian, Islamic Banking Sebuah Teori Konsep dan Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik kompetensi penyedia layanan asuransi maka semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk melakukan pembelian asuransi sehingga

tersebut tidak mustahil menimbulkan konflik konflik. Berdasarkan perspektif kurikuler ini, pengembangan pendidikan berwawasan global memiliki implikasi ke arah

Jika masih ada tempat parkir yang kosong, maka petugas loket akan mengentri data mobil yang masuk, dan mengirim request ke server untuk meng-generate tempat parkir yang kosong

2.1 Graduan dinasihatkan supaya tidak membawa barang-barang persendirian seperti beg, kamera, telefon bimbit, alat kelui (pager) atau sebagainya ke dalam dewan. 2.2

Metodologi yang digunakan dalam penulisan tesis adalah studi litratur, Model SDOF non-linier dari persamaan getaran akan digantikan dengan Model getaran SDOF linier

Pembagian tikus ke dalam perlakuan dilakukan dengan mengelompokkan tikus berdasarkan berat badan (BB), kemudian secara acak dikelompokkan kedalam masing-masing perlakuan

Dalam penelitian ini perangkat perkuliahan yang dikembangkan yaitu Silabus, Satuan Acara Perkuliahan (SAP), Kontrak Perkuliahan, Media Pembelajaran, Bahan Ajar, Tes UTS dan UAS

Nyeri memiliki beberapa sifat, antara lain (Mahon, 1994; dalam Potter & Perry, 2005) yaitu subjektif, sangat individual, stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang