• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN IMF INTERNATIONAL MONETER FOUND DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN IMF INTERNATIONAL MONETER FOUND DA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

SAIDUS SYUHUR 1503101010131

HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN IMF DALAM MENGATASI KRISIS MONETER DI INDONESIA PADA TAHUN PADA TAHUN 1997 DAN 1998

A. PROFIL IMF (Internasional Monetary Fund)

IMF (International Monetary Fund) terbentuk secara resmi sejak tahun 1944. Dalam pertemuan pertama pada tanggal 27 Desember 1945 baru 29 negara yang menghadirinya, dan baru setelah itu jumlah anggotanya bertambah hingga pada tahun 200 mencapai 182 negara. Peran yang dilakukan oleh IMF dalam kancah perekonomian dunia dalam menangani negara-negara yang mengalami krisis adalah dengan cara membantu memulihkan dan memperkuat sistem keuangan negara-negara tersebut secepat mungkin. Tujuan utama IMF dalam hal ini adalah untuk memperbaiki keadaan sesegera mungkin untuk menciptakan stabilitas moneter dunia, sebagaimana dinyatakan di dalam Statuta IMF, bahwa: “IMF dibentuk untuk mempromosikan kerja sama moneter internasional; untuk memfasilitasi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional; mempromosikan stabilitas nilai tukar mata uang; memfasilitasi pembentukan sistem pembayaran multilateral; menyediakan dana taktis untuk disalurkan kepada negara-negara yang sedang mengalami krisis neraca pembayaran dengan syarat-syarat tertentu; dan untuk mengurangi kecenderungan disequilibrium neraca pembayaran negara-negara anggotanya. ”

Terlihat bahwa IMF merupakan sebuah organisasi multilateral yang sengaja dibentuk untuk menjaga stabilitas moneter dan perdagangan dunia melalui penyediaan paket-paket bantuan lunak kepada negara-negara yang sedang mengalami krisis neraca pembayaran pada tingkat yang dapat membahayakan perekonomian regional dan global. IMF memusatkan diri pada tiga macam kegiatan, yaitu:

1. Surveillance (monitoring): suatu proses dimana IMF melakukan penilaian secara reguler terhadap kinerja dan kerangka kebijakan nilai tukar mata uang masing-masing anggotanya yang hasilnya diterbitkan dua kali setahun di dalam World Economic Outlook.

(2)

3. Technical Assistance (bantuan teknis): penyediaan tenaga ahli dan pelbagai dukungan lainnya bagi negara-negara yang melakukan pembenahan kebijakan moneter dan fiskal, pengumpulan data statistik, pengembangan lembaga keuangan, penyempurnaan auditing neraca pembayaran, dan lain-lain.

Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai dengan isi dari Konsensus Washington, IMF menyarankan negara-negara tersebut mengimplementasikan 10 elemen sebagai berikut: (1) disiplin fiskal; (2) prioritas pengeluaran publik; (3) reformasi pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5) kebijakan luar negeri yang mendorong persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7) mendorong kompetisi antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim deregulasi; (10) pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual. Jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah, liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Dan ketiga syarat tersebut harus dilakukkan bagi negara yang ingin dibantu oleh IMF. Nama programnya adalah Structural Adjustment Program (SAP)

B. KRISIS MONETER DI INDONESIA

Krisis multidimensi yang terjadi di Asia pada tahun 1997 merupakan kejadian yang sangat memberi dampak bagi negara di kawasan tersebut. Nilai mata uang negara-negara di kawasan Asia ini turun dengan cepat dan drastis. Sebut saja Thailand (baht), Malaysia (ringgit), Singapura (dolar Singapura), Indonesia (rupiah), dan Korea Selatan (won). Indonesia merupakan negara yang terkena dampak paling parah, nilai rupiah yang biasanya ada di kisaran Rp 2.600,00 pada waktu itu bisa mencapai Rp 17.000,00 Penurunan nilai rupiah ini berakibat pada penggelembungan hutang luar negeri yang berdampak pada kebangkrutan perusahaan-perusahaan yang tidak sanggup membayar hutang dalam bentuk mata uang asing karena jumlahnya yang meningkat menjadi 4 – 7 kali lipat. Jadi dapat dikatakan krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998 berdampak sistemik.

(3)

Akibat dari krisis ini, Indonesia yang harus berusaha mengeluarkan diri dari krisis akhirnya bergantung pada bantuan IMF dan lembaga keuangan dunia lainnya untuk memulihkan keadaan ekonomi mereka. Namun, sebagai konsekuensi dari ketergantungan pada bantuan tersebut, pemerintah harus rela untuk melakukan syarat-syarat yang diberikan oleh IMF.

Bob Sugeng Hadiwinata di dalam bukunya mengutip dari pendapat para pakar ekonomi mengidentifikasi ada 3 hal yang menyebabkan krisis ekonomi, yakni :

1. Fenomena Productivity Gap (Kesenjangan Produkitivitas).

Negara Asia mengalami kesenjangan produktivitas dikarenakan lemahnya pengalokasian aset-aset akibat mekanisme pasar yang tidak berfungsi dengan baik. Di dalam kompetisi internasional negara-negara Asia terlalu bertumpu pada “pengontrolan harga” produk dan mengabaikan pentingnya penguasaan teknologi untuk memobilisasi perpindahan ke sektor yang berteknologi tinggi. Kecenderungan negara-negara Asia untuk menganut prinsip economies of scale (skala ekonomi), yakni peningkatan produksi dan daya ekspor untuk menguasai pasar dunia, telah membawa mereka ke suatu “jebakan”, yakni tingkat kompetisi sesama negara Asia yang super ketat sehingga mendorong terjadinya perang harga. Akibat lain dari praktek economies of scale ini adalah jenuhnya permintaan pasar intenasional yang menyebabkan penurunan ekspor pada hambatan setiap negara Asia.

2. Fenomena Disequilibrium Trap (Jebakan Ketidakseimbangan)

(4)

3. Fenomena Loan Addiction (Ketergantungan Kepada Hutang Luar Negeri)

Faktor lain yang ikut mendorong terjadinya Krisis Asia 1997 adalah kecenderungan para pelaku bisnis di beberapa negara Asia untuk meminjam dalam bentuk valuta asing kepada lembaga-lembaga keuangan asing. Dalam keadaan nilai tukar mata uang lokal yang sangat fluktuatif, peminjaman besar-besaran dalam bentuk valuta asing oleh para ekonom disebut sebagai suatu tindakan yang “surealis” (sangat tidak masuk akal). Risiko dari sikap loan addiction dalam bentuk valuta asing ini bagi perekonomian nasional cukup tinggi. Pertama, kecenderungan loan addiction akan memunculkan fenomena non-performing loan (yakni, pinjaman yang tidak digunakan untuk kegiatan produktif). Kedua, ketika mata uang lokal mengalami krisis nilai tukar, maka beban hutang valuta asing perusahaan menjadi membengkak. Dalam keadaan seperti ini perusahaan menghadapi dua pukulan: (1) kecenderungan terjadinya non-performing loan akibat penurunan skala aktivitas perusahaan, dan (2) lonjakan beban hutang akibat perbedaan nilai tukar mata uang.

C. PERAN IMF DALAM MENGHILANGKAN KRISIS MONETER DI INDONESIA

Ketika Indonesia ditimpa krisis, IMF menyarankan untuk menaikkan tingkat suku bunga hingga 70% yang katanya untuk mencegah pelarian modal ke luar negeri. Resep IMF untuk menaikkan suku bunga tinggi ini memang berhasil meredam inflasi, tetapi untuk tidak daoat menyehatkan secara keseluruhan, malah kebijakan ini membuat sektor riil semakin tertekan. Pada saat Indonesia ingin mengambil inisiatif dengan CBS (Currency Board System) atau kebijakan kurs tetap, secara politik IMF menghalang-halanginya dengan menganncam akan memblokir bantuan dan mengajak seluruh anggota IMF untuk memboikot Indonesia jika menerapkan sistem tersebut.

(5)

Selain deregulasi dan liberalisasi, IMF juga menyarankan Indonesia agar melakukan privatisasi. Tetapi privatisasi yang diterapkan di Indonesia atas dorongan IMF malah membuat perusahaan-perusahaan milik pemerintah dikuasai oleh orang-orang asing karena daya belinya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang Indonesia. Hal ini semakin membuat Indonesia dicabik-cabik oleh IMF.

Kegagalan IMF dalam membantu negara-negara yang terkena krisis sebenarnya sudah dapat dianalisis oleh Paul Krugman sejak tahun 1994. Krugman sudah memperingatkan bahwa ada dua keterbatasan IMF untuk dimintai pertolongan, yaitu keterbatasan modal dana dan keterbatasan modal politik. Keterbatasan dana terbukti pada tahun 1998, di mana untuk membanyu Brazil, Argentina, dan Rusia, IMF hanya mampu membantu antara $350 hingga $400 tiao 3-4 bulan. Selama kontrak 5 tahun untuk membanytu krisis Indonesia, IMF hanya membantu sekitar $5 miliar, sangat jauh dari kebutuhan.Sedangkan keterbatasan politik juga dapat dilihat dari tingkah IMF untuk menekan Indonesia. LOI (letters of Intent) merupakan salah satu produk politik IMF dalam menekan Indonesia.Hal ini karena IMF jauh lebih mengutamakan kepentingan negara kreditor, daripada “kesehatan” negara-negara yang sedang diobati/mengalami krisis.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu negara Indonesia saat ini sedang dilanda krisis moneter semenjak pertengahan tahun 1997 yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar Rupiah serta

perhatian yang besar terhadap para stakeholder perlu dilakukan supaya perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan dukungan (sumber daya) dalam mewujudkan

Berdasarkan hasil analisis ini, dapat diterka bahwa tidak lagi terdapat attack yang efisien terhadap twofish selain brute force., yaitu attack yang paling efisien

Safety pillar untuk penahanan air adalah pilar batu bara yang disisakan sebagai batar dua blok penambangan yang saling berdekatan, dengan maksud memutuskan peredaran air. Misalkan

[r]

Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI yang berbasis internet yang dapat digunakan sebagai sarana yang menunjang proses belajar mengajar serta tidak hanya mengimplementasikan materi

Bedanya dengan gerhana bulan penumbral adalah bahwa saat bodi bulan masuk dalam bayangan semu bumi (penumbra) piringan bulan terlihat dari muka bumi utuh dan bulat, hanya saja

Dividen yang tinggi pada suatu perusahaan akan menunjukan dividend payout ratio juga semakin tinggi, maka perusahaan mampu memperoleh laba dan membagikan kepada