KEBIJAKAN PENANGANAN
ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Oleh : Aef S Pratama
MAHASISWA STRATA 1 PROGRAM STUDY ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Latar belakang
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak
mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap ABH;
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;
Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
Kondisi
Kondisi aawalwal
Penanganan ABH belum dilakukan secara terpadu Belum adanya persamaan persepsi dalam
penanganan ABH dengan pendekatan keadilan restoratif
Pemahaman APH dalam penanganan ABH masih bervariasi akibat kurangnya sosialisasi UU yang terkait dengan anak
ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
(ABH )
Perubahan paradigma penanganan ABH secara holistik dan terintegratif (integrated Criminal Justice System) Penanganan perkara ABH melalui diversi dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) untuk kepentingan terbaik bagi anak
Optimalisasi pelaksanaan Keputusan Bersama tahun 2009 antara Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Polri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri Negara PP dan PA tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
Optimalisasi Peraturan Menteri Negara PP dan PA No. 15 Tahun 2010 ttg Pedoman Umum Penanganan ABH Advokasi dan sosialisasi Peraturan
Perundang-undangan yang terkait dengan anak Menindaklanjuti amanat UU SPPA
Langkah
Langkah sstrategistrategis
Diterbitkannya SKB 6 K/L Tahun 2009 ttg Penanganan ABH
Diterbitkannya Permen PP dan PA No. 15 Tahun 2010 ttg
Pedoman Umum Penanganan ABH
Disahkannya UU No. 11 Tahun 2012 ttg Sistem Peradilan Pidana Anak, yang memuat prinsip
Diversi dan Keadilan Restoratif dalam penanganan ABH.
Peran KPP&PA dalam Ps. 94 UU SPPA utk melakukan Koordinbasi, Pemantauan, Evaluasi dan
Pelaporan SPPA
Capaian
ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK
RPJMN TAHUN 2010-2014
peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak;
peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan
FOKUS PRIORITAS PERLINDUNGAN ANAK
1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antaralain melalui:
• peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia dini;
• peningkatan kualitas kesehatan anak; dan
• peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain melalui:
• peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak; • peningkatan perlindungan bagi pekerja anak;
• penghapusan pekerja terburuk anak; dan
• peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain melalui:
• penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak;
• peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak;
• peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan
6
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK ?
Seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak yang
7
Perlindungan Anak ;
adalah segala kegiatan utk
menjamin & melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang &
berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat & martabat
kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan &
8
APA TUJUAN
PERLINDUNGAN ANAK ?
1. Terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
2. Terlindunginya anak dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak
PRIORITAS PERLINDUNGAN
UU No. 23 / 2002
PERLINDUNGAN KHUSUS
Anak dalam situasi darurat (pengungsi, korban kerusuhan,
korban bencana alam, dalam situasi konflik bersenjata)
Anak yang berhadapan dengan hukum Anak dari kelompok minoritas atau terisolasi Anak korban eksploitasi ekonomi dan/seksual Anak korban perdagangan
Anak korban penyalahgunaan narkoba Anak korban penculikan
Anak korban kekerasan fisik dan/mental-emosional, seksual
dan perlakuan salah lainnya
Anak yang mengalami kecacatan (disabilitas) Anak korban penelantaran
10
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK TANGGUNG JAWAB SIAPA?
ANAK SENDIRI
SEBAGAI SUBYEK ATAS HAK-HAKNYA
NEGARA BERKEPENTINGAN TERHADAP KUALITAS ANAK, DIBEBANI KEWAJIBAN UNTUK MENDAYAGUNAKAN
SELURUH SUMBERDAYANYA, TERMASUK HUKUM, UNTUK MELINDUNGI ANAK DAN HAK-HAKNYA
MASYARAKAT
HARUS IKUT BERPARTISIPASI
DALAM TANGGUNG JAWAB ORANGTUA DAN KEWAJIBAN NEGARA
ORANGTUA
DIBEBANI TANGGUNG JAWAB UNTUK HIDUP DAN TUMBUH KEMBANG
Pendekatan
Sistem Perlindungan Anak (SPA)
SPA fokus pada setiap elemen sistem
perlindungan anak yang saling
berinteraksi, meliputi:
1.Sistem Hukum dan kebijakan;
2.Sistem kesejahteraan sosial;
3.Sistem peradilan anak;
4.Sistem perubahan perilaku; dan
5.Sistem data dan informasi anak.
Elemen-elemen tersebut diarahkan
oleh tiga komponen sistem yaitu
1. Norma
(apa mandatnya)
2. Struktur
& pelayanan
(siapa yang
bertanggungjawab dan
bagaimana
kapasitasnya)
3. Proses
(bagaimana
prosedur/standarnya)
Upaya-upaya yang dilakukan
untuk melaksanakan sistem
perlindungan anak
dikembangkan melalui tiga jenis
layanan:
1.Pencegahan (layanan primer);
2.Pengurangan risiko kerentanan
(layanan sekunder);
3.Penanganan anak yang telah
menjadi korban (layanan tersier).
Pencegahan
Adalah segala upaya yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat untuk
memperkuat kemampuan masyarakat dalam
mengasuh anak dan melindungi anak secara
aman.
Hal itu termasuk di dalamnya segala aktivitas
yang ditujukan untuk melakukan perubahan
sikap dan perilaku sosial masyarakat melalui
advokasi, kampanye kesadaran, penguatan
keterampilan orang tua, promosi,
bentuk-bentuk alternative penegakan disiplin tanpa
kekerasan dan kesadaran tentang dampak
buruk kekerasan terhadap anak
Pengurangan resiko kerentanan
Adalah layanan yang secara langsung
ditujukan kepada masyarakat dan
keluarga yang teridentifikasi rentan
terjadinya kekerasan, ekploitasi,
perlakuan salah, dan penelantaran anak.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
Penanganan korban
Adalah langkah atau tanggapan
segera untuk menangani anak yang
secara serius telah mengalami
kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah, dan penelantaran.
(Hasil Penelitian Depsos dan Child Frontier)
KEBIJAKAN PENANGANAN ABH
PERUBAHAN PARADIGMA
PERUBAHAN PARADIGMA
Retributive
Justice
Retributive
Justice
Restitutive
Justice
Restitutive
Justice
Restorative
Justice
20
SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ABH?
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Ps. 28B (2) UUD 1945)
Pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum (Ps. 59 UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban
tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat (Ps. 64 (1) UUPA)
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, dilaksanakan melalui:
a.Perlakuan secara manusiawi;
b.Penyediaan petugas pendamping khusus anak; c.Penyediaan sarana & prasarana khusus;
d.Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e.Pemantauan & pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
f. Jaminan untuk tetap berhubungan dengan ortu dan keluarga;
g.Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban anak yang menjadi korban
tindak pidana
tindak pidana, dilaksanakan melalui:
a.Upaya rehabilitasi, baik di dalam dan diluar lembaga; b.Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan utk menghindari lebelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial; dan
Hak anak yang dirampas kemerdekaannya Mendapatkan perlakuan secara manusiawi.
Penempatan dipisah dari orang dewasa.
Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum (Ps.17 (1) UUPA)
Hak Anak dalam proses peradilan pidana:
a.diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b.dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d.melakukan kegiatan rekreasional;
e.bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m.memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
Pasal 19 UU SPPA
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
Pasal 97 UU SPPA
Setiap orang yang melanggar kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KEPUTUSAN BERSAMA
Ketua Mahkamah Agung R.I; Jaksa Agung R.I;
Kepala Kepolisian Negara R.I; Menteri Hukum dan HAM R.I; Menteri Sosial R.I; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak R.I.
No.166A/KMA/SKB/XII/2009 No.148A/A/JA/12/2009
No.B/45/XII/2009
No.M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009 No.10/PRS-2/KPTS/2009
No.02/Men.PP dan PA/XII/2009
TENTANG
Latar Belakang
Atas keinginan yang kuat dan kebutuhan yang
berkembang di kalangan penegak hukum untuk menerapkan wacana ”Restorative Justice” dalam penanganan ABH dengan mempertimbangkan tidak hanya legal justice tetapi juga social justice dan
moral justice.
Merupakan salah satu program yang dicanangkan
oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Meningkatkan citra positif Indonesia terhadap
Mewujudkan koordinasi dan keterpaduan
APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
Persamaan persepsi diantara jejaring kerja dalam penanganan ABH.
Meningkatkan efektifitas penanganan ABH secara sistematis, komprehensif, berkesinambungan dan terpadu.
Terjaminnya perlindungan khusus bagi anak melalui koordinasi dan kerjasama dalam penanganan ABH.
PELAKSANAAN PENANGANAN ABH
SKB
MA JAK.GUNG POLRI
Personil
Fasilitas pra/sarana Diskusi rutin&pelatihan Menerbitkan
Sema/Perma dan menyusun SOP
Membentuk Pokja Sosialisasi internal Efektifitas fungsi bimbingan dan pengawasan Ketua PT.
Personil
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan penuntutan Diskusi rutin&pelatihan Menerbitkan
SE/Perjakgung dan SOP
Membentuk Pokja Sosialisasi internal
Efektifitas fungsi
bimbingan dan
pengawasan Kajati.
Personil
Meningkatkan UPPA
dan RPK
Melakukan penyidikan
thd ABH
Fasilitas ruang
pemeriksaan
Melakukan Diklat MenerbitkanSE/ Perkapolri, dan SOP
SKB
KEMHUK HAM KEMSOS KEM PP&PA
Personil Bapas, Rutan,
Lapas
Menetapkan kebijakan,
progam, keg
Meningkatkan yan
Litmas, bimwas, dampingan thd ABH
Fasilitas pra/sarana Menerbitkan SOP Membentuk Pokja
Sosialisasi internal Tenaga psikolog,
pendidik dan medis.
Personil Pekerja
Sosial
Fasilitas PanSos
Marsudi Putra,
RPSA, Pusat Trauma
Menerbitkan SOP
Juklak/Juknis
Membentuk Pokja Sosialisasi internal
Mendorong peran
kel, masy dan orsos, LSM peduli thd
ABH.
Merumuskan kebijakan
ABH
Melakukan koord, sinkro
dengan K/L terkait
Melaksanakan pelatihan Menerbitkan Permen
SOP, Juklak/Juknis
Membentuk Pokja Sosialisasi internal, advokasi dan fasilitasi
Mendorong peran serta
masyarakat
Melakukan pemantauan,
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
Pertemuan koordinasi diadakan
sekurang-kurangnya 6 bulan sekali dengan
difasilitasi Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pertemuan dihadiri pimpinan instansi
terkait/wakil yang ditunjuk.
Dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Untuk mewujudkan penanganan ABH
perlu dibentuk jejaring dan kerjasama
lintas instansi, organisasi profesi,
PP DAN PERPRES AMANAT UU SPPA
PP mengenai:
1.Diversi (Ps. 15)
2.Syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan (Ps. 21)
3. Pedoman register perkara anak (Ps. 25)
4.Bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana (Ps. 71)
5.Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak (Ps. 82) 6.Tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan,
evaluasi dan pelaporan SPPA (Ps. 94)
Perpres mengenai:
Pasal 94 UU SPPA
(1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait;
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan
kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi
sosial;
(3) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh
kementerian dan komisi yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;