BAB II DASAR TEORI
2.1 Radiosonde
Radiosonde adalah alat untuk mengukur tekanan, suhu, arah, kecepatan
angin dan kelembaban udara diberbagai lapisan udara. Alat tersebut berfungsi
sebagai alat ukur untuk mengetahui karakteristik keadaan cuaca dari lapisan
permukaan sampai lapisan tingkat atas. Pada tahun 1924, Kolonel William Blaire
dari U.S.Signal Corp melakukan eksperimen pertama mengenai pengukuran
temperatur udara-atas menggunakan balon. Radiosonde seperti Gambar 2.1,
ditemukan oleh seorang berkewarganegaraan Perancis bernama Robert Bureau.
Radiosonde ini diterbangkan pertama kali pada tanggal 7 Januari 1929. Tanggal
30 Januari 1930, Pavel Molchanov menerbangkan radiosonde dengan standar
pengiriman data yang baru, yaitu: mengkonversi hasil pembacaan sensor ke dalam
bentuk kode Morse. Tanggal 1 April 1935, Sergey Vernov menerbangkan hasil
modifikasi radiosonde temuan Pavel Molchanov untuk mengukur sinar
kosmik pada high altitude. Pada tahun 1985, Uni-Soviet menjatuhkan radiosonde
yang bernama Vega 1 dan Vega 2 ke atmosfer planet Venus. Pengukuran cuaca
ini berlangsung hingga dua hari.
Radiosonde diterbangkan ke atmosfer menggunakan sebuah balon yang
terbuat dari karet dan diisi dengan gas helium atau hidrogen. Ukuran balon
berkisar antara 150 – 3000 gram. Dengan bertambahnya ketinggian balon dari
permukaan tanah (tekanan udara berkurang), maka balon akan pecah karena
tekanan udara didalam lebih tinggi.
Pada Gambar 2.2 menjelaskan sistem operasional dari radiosonde.
Transmitter diterbangkan bersama balon udara, kemudian antena diarahkan pada
target (transmitter), balon tersebut akan bergerak mengikuti arah dan kecepatan
angin oleh karena itu pengamatan harus lebih dahulu mengetahui arah dan
kecepatan angin permukaan.
Gambar 2.2 Sistem Operasional Radiosonde
Setelah transmitter terbang di udara, maka antena penerima akan bergerak
mengikuti transmitter tersebut. Selanjutnya transmitter akan memancarkan signal
sesuai dengan sensor masing-masing dan signal tersebut dipancarkan ke bumi
yang diterima oleh antenna penerima dan signal itu diteruskan ke recorder/buffer,
sebelum diteruskan ke alat pemroses maka signal tersebut mendapat seleksi atau
masing-masing. Dari recorder signal yang terseleksi tersebut diteruskan ke
komputer, signal-signal diubah menjadi bentuk angka yang dapat dibaca pada
layar monitor. Operasional radiosonde ini dapat mencapai ketinggian 10 km
tergantung pada kekuatan baterai atau balon membawanya.
Untuk menghasilkan sebuah sistem radiosonde yang baik, maka
dibutuhkan sebuah perhitungan link budget yang digunakan di daerah kota besar
atau metropolitan dengan anggapan bahwa daya gangguan yang diterima kecil
seperti yang ada pada Tabel 2.1 [4].
Tabel 2.1 Link BudgetRadiosonde
Pada Tabel 2.1 terdapat nilai gain untuk aplikasi radiosonde. Gain antena
pengirim 1.76 dBi dan gain antena penerima sebesar 10 dBi. Perbaikan gain atau
pun parameter entena yang lain hanya bisa dilakukan pada penerima di stasiun
bumi karena sangat sulit untuk memperbaiki parameter antena di sisi pengirim.
Transmit power 13 dBm (20 mW)
Transmitter antenna gain 1.76 dBi
Free Space Loss (250 km) -132.5 dB
Receiver antenna gain 10 dBi
Antenna pointing error -3 Db
Received signal power -110.7 dBm
Noise power at reception -126.5 dBm (in urban area)
-132.7 dBm (minimum)
Signal-to-Noise ratio 15.8 dB 22.0 dB
2.2 Definisi dan Parameter Antena
Standar IEEE 145-1983 mendefinisikan antena sebagai suatu alat yang
berfungsi untuk meradiasikan dan menerima gelombang radio [5]. Dengan kata
lain antena adalah struktur pengalihan antara ruang bebas dan media pembimbing,
seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Antena Sebagai Media Transmisi [5]
Media pembimbing atau saluran transmisi dapat berbentuk suatu kabel
coaxial atau pipa kosong/bumbung gelombang (waveguide), dan media
pembimbing ini digunakan untuk membawa energi elektromagnetik dari sumber
pancaran (transmitter) hingga sampai ke antena, atau dari antena hingga sampai
ke perangkat penerima (receiver) [5]. Karakteristik dari suatu antena ditentukan
oleh beberapa parameter yaitu: pola radiasi, gain, bandwidth, dan VSWR.
2.2.1 Pola Radiasi
Pola radiasi sebuah antena dapat didefenisikan sebagai pola radiasi fungsi
matematis atau gambaran secara grafis dari karakteristik radiasi sebuah antena
sebagai fungsi dari koordinat ruang [5]. Contoh koordinat yang sesuai
Gambar 2.4 Sistem Koordinat untuk Menganalisis Antena [5]
2.2.2 Gain
Penguatan (gain) adalah sebuah parameter antena, yaitu intensitas radiasi
pada arah tertentu dibagi dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika antena
menerima daya yang teradiasi secara merata ke segala arah (isotropic). Penguatan
(gain) dapat dihitung dengan Persamaan 2.1 dimana nilai intensitas radiasi sama
dengan 4π dibagi daya yang diterima oleh antena (Pin). Hal ini dikarenakan daya diradiasikan secara isotropic [5].
= � �,∅�
�� (2.1)
dimana :
G = gain
� �, ∅ = intensitas radiasi
2.2.3 Bandwidth
Bandwidth antena adalah rentang frekuensi dimana kinerja antena yang
berhubungan dengan beberapa karakteristik (seperti impedansi masukan,
polarisasi, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss) masih
memenuhi standar yang telah ditentukan. Untuk Broadband antena, bandwidth
merupakan perbandingan antara frekuensi atas (upper) dengan frekuensi bawah
(lower) seperti pada Persamaan 2.2. Sedangkan untuk Narrowband antena, maka
dinyatakan dalam persentase dari selisih frekuensi (frekuensi atas dikurang
frekuensi bawah) yang melewati frekuensi tengah bandwidth seperti pada
Persamaan 2.3. Untuk nilai frekuensi tengah dinyatakan dalam Persamaan 2.4 [5].
fu = jangkauan frekuensi atas (Hz)
fl = jangkauan frekuensi bawah (Hz)
Bp = bandwidth dalam persen (%)
fc = frekuensi tengah (Hz)
2.2.4 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)
komponen gelombang tegangan pada saluran transmisi yaitu V0+ (tegangan yang
Γ = koefisien refleksi tegangan V0+ = tegangan yang dikirimkan
V0- = tegangan yang direfleksikan
ZL = impedansi beban (load)
Z0 = impedansi saluran
Setelah didapatkan nilai koefisien refleksi tegangan maka selanjutnya nilai
VSWR antena dapat dihitung. Rumus untuk mencari VSWR dapat menggunakan
Persamaan 2.6 [5].
VSWR = (2.6)
dimana:
V|max = amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum
|V|min = amplitudo gelombang berdiri (standing wave) minimum
Gambar 2.5 Elemen Antena Yagi-Uda [1]
Panjang elemen driven antena Yagi-Uda berkisar 0.449λ sampai dengan
0.476λ. Elemen driven berfungsi sebagai penerima daya dari pemancar yang biasanya terhubung langsung ke saluran transmisi. Panjang elemen reflektor
antena Yagi-Uda berkisar 0.475λ sampai dengan 0.503λ. Elemen reflektor pada
berfungsi untuk memantulkan sinyal dari elemen driven. Panjang elemen direktor
antena Yagi-Uda berkisar 0.43 λ sampai dengan 0.463 λ. Elemen direktor
berfungsi untuk mengarahkan sinyal ke titik yang dituju [1].
2.4 Teknik Fraktal
Istilah fraktal pertama kali diperkenalkan oleh Benoit B. Mandelbrot
(matematikawan Perancis) pada tahun 1975. Istilah fraktal didapat setelah
melakukan riset tentang geometri alam. Kata fraktal berasal dari bahasa latin
“Fractus” yang berarti retak atau dirusak. Fraktal terdiri dari 2 tipe, yaitu fraktal acak dan fraktal deterministik [6].
1. Fraktal acak
Fraktal acak merupakan kombinasi aturan-aturan yang dipilih secara acak
(random) pada skala yang berbeda. Contoh fraktal acak dapat dilihat pada hal-hal
yang terdapat di alam seperti pohon, awan, sebuah garis pantai, gunung, dan yang
2. Fraktal deterministik
Fraktal deterministik merupakan aturan-aturan deterministik yang terus
diulang dan memiliki kecenderungan bentuk yang simetris. Pada fraktal
deterministik terjadi proses iterasi. Hal ini dikarenakan fraktal deterministik
memiliki bentuk yang simetris. Contoh fraktal deterministik adalah fraktal
Cohen-Minkowski, fraktal kurva Minkowski, fraktal kurva Koch, dan fraktal
sierpinski gasket [6].
Teori fraktal telah digabungkan dengan teori elektromagnetik sehingga
memiliki beberapa keuntungan jika digunakan untuk memodifikasi bentuk antena
dibandingkan dengan antena tradisional, seperti berikut [7]:
1. Meminimalisir bentuk dari antena.
2. Memiliki sifat multiband.
3. Memiliki impedansi masukan yang baik.
4. Mengurangi mutual coupling pada antena susun larik.
2.4.1 Cohen-Minkowski
Bentuk antena yang dimodifikasi dengan teknik fraktal pertama kali
diperkenalkan oleh Nathan Cohen pada tahun 1988 [8]. Salah satu tekni fraktal
yang dibuat oleh Nathan Cohen adalah fraktal Minkowski berbentuk bujur
sangkar seperti pada Gambar 2.6.
Tanpa Iterasi
Iterasi-1
Iterasi-2
Untuk menghasilkan bentuk seperti pada Gambar 2.6, dibutuhkan sebuah
rumus yang digunakan untuk mengetahui panjang total Cohen-Minkowski seperti
pada Persamaan 2.7 [6].
� = ℎ � (2.7)
dimana:
L = panjang total fraktal
h = panjang kawat iterasi awal
n = banyaknya ierasi
2.4.2 Fraktal Kurva Koch
Kurva Koch pertama kali diperkenalkan oleh H. V. Koch (matematikawan
Swedia). Kurva Koch sangat cocok diimplementasikan ke antena mikrostrip
karena Kurva Koch mempunyai bentuk iterasi yang sangat kompleks dan detail.
Kurva Koch dapat menghilangkan frekuensi resonansi dan dapat meningkatkan
impedansi masukan [6], dapat mengurangi panjang total kawat seperempat lamda
yang bekerja pada frekuesi rendah, dan dapat memperbaharui bentuk dasar antena
monopole [9]. Bentuk fraktal Kurva Koch digambarkan seperti pada Gambar 2.7.
Tanpa Iterasi
Iterasi-1
Iterasi-2
Untuk menghasilkan gambar seperti Gambar 2.7, dibutuhkan sebuah rumus
yang digunakan untuk mengetahui panjang total fraktal kurva Koch seperti pada
Persamaan 2.8 [6].
� = ℎ � (2.8)
dimana:
L = panjang total fraktal
h = panjang kawat iterasi awal
n = banyaknya ierasi
2.4.3 Kurva Minkowski
Kurva Minkowski pertama kali diusulkan oleh Hermnn Minkowski
(matematikawan dari Jerman). Kurva Minkowski mempunyai delapan
pembangkit, cocok untuk daerah yang padat, mempunyai performansi frekuensi
resonansi yang sangat baik, dan dapat memperbaharui bentuk dasar antena
monopole [6]. Gambar Kurva Minkowski seperti pada Gambar 2.8.
Tanpa Iterasi
Iterasi-1
Iterasi-2
Untuk menghasilkan gambar seperti Gambar 2.8, dibutuhkan sebuah rumus
yang digunakan untuk mengetahui panjang total kurva Minkowski seperti pada
Persamaan 2.9 [6].
� = ℎ
�(2.9)
dimana:
L = panjang total fraktal
h = panjang kawat iterasi awal
n = banyaknya ierasi
2.4.4 Sierpinski Gasket
Sierpinski gasket diperkenalkan oleh Sierpinski tahun 1916. Bentuk fraktal
sierpinski gasket di dapat dengan cara mengurangi skala bentuk segitiga kemudian
tahap selanjutnya yaitu membalikkan ukuran segitiga yang sudah dikurangi dari
segitiga utama yang disebut sebagai proses iterasi [6]. Sierpinski gasket dapat
bersifat multiband. Bentuk fraktal sierpinski gasket terlihat pada Gambar 2.9.
Tanpa Iterasi Iterasi-1 Iterasi-2
Gambar 2.9 Sierpinski Gasket [6]
Untuk menghasilkan gambar seperti Gambar 2.9, dibutuhkan sebuah rumus
yang digunakan untuk mengetahui panjang total Sierpinski Gasket seperti pada
� = ℎ
�(2.10)
dimana:
L = panjang total fraktal
h = panjang kawat iterasi awal